0.3 0.1 0.5 Induksi Mutasi pada Kalus Embriogenik Menggunakan EMS.
Gambar 19. Persentase tumbuh tunas dan tumbuh akar pada kalus Dewata di berbagai macam media umur 2 bulan.
Penelitian ini menunjukkan respon regenerasi terbaik adalah menggunakan media RG2 untuk varietas Selayar maupun Dewata. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa formulasi media berpengaruh nyata terhadap pembentukan tunas dan pembentukan akar baik pada varietas Selayar maupun Dewata.
Persentase tumbuh tunas varietas Selayar dan Dewata tertinggi dihasilkan pada media RG2 MS + BA 0.1 mll + kinetin 2 mgl + tyrosin 0.05 grl + sorbitol 6
+ sukrosa 3 yaitu 36 dan 44. Berikutnya diikuti oleh media RG3 20 dan 28, media RG0 16 dan 24, media RG1 12 dan 20 Gambar 18 dan 19. Jumlah
kalus yang berakar paling banyak dihasilkan oleh varietas Selayar dan Dewata adalah pada media RG3 MS+BA 0.5 mll + kinetin 1 mgl + tyrosin 0.05 gl +
sorbitol 6+ sukrosa 3 yaitu 72 dan 80.
Formulasi media RG2 diduga memiliki konsentrasi optimum untuk pembentukan tunas. Penelitian ini sesuai dengan hasil Sarker dan Biswas 2002
bahwa formulasi media optimal untuk regenerasi kalus gandum dari eksplan immature
embrio menjadi tunas yaitu media MS+ 0.5 mgl BAP + 0.5 mgl kinetin + 25 mgl tyrosin. Penelitian Noor et al. 2009 menunjukkan bahwa
formulasi media terbaik untuk regenerasi kalus menjadi tunas adalah MS + 0.5 mgl BAP + 0.5 mgl kinetin + 0.1 mgl IAA. Berbeda dengan penelitian Rashid et
al
. 2009 bahwa kombinasi BAP dan Kinetin tidak berpengaruh pada kalus gandum varietas Tatara dan Manthar. Respon terjadi pada media MS ditambahkan
kinetin 0.4 mgl + 0.1 mgl IAA. Sedangkan Malik et al. 2004 melaporkan respon persentase regenerasi gandum terbaik didapatkan pada media MS+ 0.5
mgl BAP + 0.1 mgl IAA. Berbeda pula dengan penelitian Shah et al. 2003 regenerasi tertinggi pada kalus gandum varietas LU-26S didapat pada media MS+
4 mgl BAP dan MS+ 2 mgl BAP + 1 mgl IAA.
Perbedaan hasil penelitian ini diduga karena perbedaan respon terhadap zat pengatur tumbuh yang berbeda tiap-tiap genotipe. Sementara itu penelitian
Bohorova et al. 2001 mendapatkan jumlah tunas tinggi yaitu sekitar 5-20 tunas pada media MS + 0.5 mgl IAA + 1 mgl BA. Berbeda pula pada penelitian
Sisharmini et al. 2010 yang menghasilkan jumlah tunas 2.8 pada media MS + 0.5 mgl 2,4-D + 2 mgl picloram. Menurut Bahieldin et al. 2000 dan Rashid et
al . 2002, kemampuan regenerasi suatu tanaman dan keberhasilan perbanyakan
secara in vitro sangat dipengaruhi oleh genotipe, eksplan, media dan ZPT, dalam hal ini sitokinin dan auksin.
Pada penelitian ini penambahan kinetin 2 mgl pada media regenerasi lebih baik dibandingkan 1 mgl, karena memiliki respon lebih tinggi terhadap jumlah
tunas pada kalus. Penambahan BAP 0.1 mgl pada media regenerasi lebih baik dibandingkan 0.5 mgl, karena memiliki respon lebih baik terhadap pembentukan
jumlah tunas. Menurut Sarker dan Biswas 2002, Shah et al. 2003, melaporkan bahwa zat pengatur tumbuh kinetin yang ditambahkan pada media regenerasi
memberikan respon tinggi terhadap tingkat regenerasi tunas.
Penelitian ini menghasilkan jumlah tunas paling sedikit pada media RG1 dibandingkan media RG2, RG3 bahkan pada RG0 kontrol. Media RG1 hanya
mengandung zat pengatur tumbuh Kinetin tunggal tanpa kombinasi dengan BAP. Pada penelitian ini, media regenerasi yang optimal pada varietas Selayar
dan Dewata adalah media yang mengandung kombinasi kinetin dan BAP dengan konsentrasi seperti pada media RG2. Menurut Gunawan 1988, keberadaan BAP
dalam jaringan tanaman lebih memacu proliferasi tunas, sedangkan kinetin lebih mengarah kepada pemanjangan sel. Zat pengatur tumbuh BA paling banyak
digunakan untuk memacu proliferasi tunas karena mempunyai respon lebih kuat dibandingkan dengan kinetin. BA mempunyai struktur dasar yang sama dengan
Kinetin tetapi lebih efisien karena BA mempunyai gugus benzil George dan Sherington, 1984. Begitu pula jumlah tunas pada media RG0 kontrol lebih
tinggi yaitu 24 dibandingkan dengan media RG1 yaitu 20. Hasil ini sesuai dengan penelitian Satyavathi et al. 2004, yang melaporkan bahwa kalus gandum
berhasil merespon menjadi tunas tanpa penambahan zat pengatur tumbuh pada media kontrol.
Tunas mulai tumbuh, pada penelitian ini pada minggu ke 3 setelah muncul spot hijau pada minggu ke 1. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hassan
et al . 2009, bahwa pada gandum varietas Inwafaq-2001, Inqilab-91 dan Auqab-
2002 dapat menghasilkan tunas kurang dari 4 minggu pada media MS yang mengandung sorbitol, sedangkan pada media tanpa sorbitol memerlukan waktu
lebih dari 4 minggu. Penambahan sorbitol telah memberikan energi untuk regenerasi tanaman sehingga hanya tanaman toleran yang dapat beregenerasi.
Media yang ditambahkan sorbitol berfungsi untuk meningkatkan regenerasi tanaman dan meningkatkan efesiensi penggunaan media MS. Penambahan
sorbitol di dalam media regenerasi digunakan untuk menseleksi tanaman yang toleran dan dapat beradaptasi sehingga tumbuh menjadi tanaman lengkap yang
siap diaklimatisasi. Pada media RG2 dihasilkan jumlah tunas tertinggi kemudian tumbuh menjadi tanaman lengkap. Seperti pada penelitian Sharma et al. 2005,
media regenerasi di tambahkan manitol 6 dapat menghasilkan tunas dengan tinggi 5-10 cm, selain konsentrasi tersebut tinggi tunas tumbuh hanya 1- 5 cm. Hal
ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman yang toleran optimal pada media dengan menggunakan sorbitol atau manitol sebesar 6.
Penambahan sukrosa dan sorbitol dalam media regenerasi diperlukan untuk memperbanyak dan mempercepat regenerasi tunas. Fenomena ini
menunjukkan bahwa kalus gandum memiliki persyaratan osmotik untuk pembentukkan tunas Hassan et al. 2009. Menurut Hsissou dan Bouharmont
1994, perlunya menerapkan induksi stress osmotik dengan penambahan manitol
atau sorbitol 4-6 pada tahap regenerasi tampaknya menjadi efisien dan optimum dalam mendapatkan mutan. Penambahan sorbitol 3 untuk tahap regenerasi tidak
menimbulkan stress karena proliferasi kalus sangat tinggi sebesar 80 pada tanaman gandum varietas Rawal 87 Rashid et al. 2002.
Pada media RG3 kalus cenderung membentuk akar dibandingkan tunas, sehingga tidak terjadi keseimbangan antara tunas dan akar. Bila akar muncul
terlebih dahulu maka tunas menjadi terhambat. Hal ini diduga berkaitan erat dengan interaksi antara genotipe dan macam zat pengatur tumbuh yang
ditambahkan dalam media regenerasi ini. Jika kalus diinduksi pada media regenerasi dan membentuk tunas terlebih dahulu akar akan menjadi tanaman
lengkap. Sebaliknya apabila kalus yang diinduksi di media regenerasi yang membentuk akar terlebih dahulu maka tidak akan menjadi tanaman lengkap
namun hanya terbentuk kalus rhizogenik Gambar 20. Menurut Purnamaningsih dan Mariska 2005 kalus rhizogenik adalah kalus yang lebih cepat membentuk
akar daripada tunas. Rhizogenesis terjadi pada kombinasi perlakuan media yang mengandung auksin lebih tinggi dibandingkan sitokinin George dan Sherington,
1984. Dari penelitian ini, walaupun tidak ada penambahan auksin dalam media RG3 kalus tetap membentuk akar lebih cepat dan semakin lama semakin banyak
sampai memenuhi permukaan kalus. Hal ini diduga karena auksin endogen dalam tanaman gandum sangat tinggi sehingga dapat menginduksi pertumbuhan akar
yang sangat cepat.
Gambar 20. Rhizogenesis pada media regenerasi RG3.
Kalus yang ditumbuhkaan pada media RG4, RG5 dan RG6 tidak menghasilkan tunas maupun akar baik pada Dewata dan Selayar Gambar 21 dan
22. Pada media tersebut kalus berubah warna menjadi putih, tidak terjadi pertumbuhan tunas, sampai umur 12 minggu. Pada media RG4, RG5 dan RG6
tidak ditambahkan sukrosa yang telah diganti dengan sorbitol. Tidak adanya pertumbuhan pada kalus disebabkan karena tidak adanya sukrosa didalam media,
walau terdapat sorbitol gula alkohol. Sukrosa merupakan sumber karbohidrat untuk tanaman sehingga dapat tumbuh dan berkembang, tanpa sukrosa tidak
terdapat energi. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa gula tetap dibutuhkan dalam media untuk pertumbuhan tanaman. Sukrosa lebih mudah diserap oleh