Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tantangan yang dihadapi dunia industri saat ini menuntut peningkatan dan perbaikan kinerja yang dilakukan secara berkelanjutan agar dapat terus bertahan dan memenangkan persaingan bisnis. Keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya dilihat dari besarnya pendapatan yang dihasilkan melainkan melalui terciptanya proses-proses yang efektif, efisien, cepat, dan berkualitas untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Tenaga kerja sebagai salah satu sumber daya yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan dituntut untuk terus meningkatkan produktivitasnya. Pengelolaan sumber daya manusia secara tepat mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja menggambarkan ukuran kinerja melalui pemanfaatan setiap satuan tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan output kepada perusahaan. Di Jawa Tengah, saat ini terdapat perusahaan yang beroperasi baik itu perusahaan milik negaradomestik ataupun milik swastaasing yang bergerak dalam berbagai sektor baik sektor formal ataupun informal. Yang dimaksud dengan sektor formal atau sektor modern adalah perusahaan yang mempunyai status hukum, pengakuan dan ijin resmi, dan umumnya berskala besar. Sedangkan yang dimaksud dengan sektor informal adalah usaha yang umumnya sederhana, tidak bergantung pada kerjasama banyak orang, tidak memiliki ijin usaha, tingkat penghasilan yang rendah walaupun terkadang 1 mendapat keuntungan yang cukup tinggi, keterkaitan dengan usaha-usaha lain sangat kecil Nadia Nasir, 2008:6. Dengan banyaknya perusahaan akan mempunyai dampak positif yaitu secara otomatis akan menyerap banyak tenaga kerja sehingga masalah masalah pengangguran dapat sedikit diatasi walaupun tidak seluruhnya. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang memimpin sektor-sektor lain dalam perekonomian menuju kemajuan. Menurut Dumairy dalam Adya Dwi Mahendra 2014:4, menyebutkan bahwa produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” term of trade yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang besar dibanding produk-produk sektor lain. Sejalan dengan hal tersebut, maka peran sektor industri pengolahan semakin penting, sehingga sektor industri pengolahan mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin Leading Sector di sektor industri secara umum. Keadaan ini juga berlaku di Kota Semarang. Berdasarkan tabel 1.1 ada 2 sektor yang cukup besar sumbangannya dalam PDRB, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor industri pengolahan. Sumbangan sektor industri pengolahan tahun 2009 sebesar 27,08, pada tahun 2010 sebesar 26,83, pada tahun 2011 sebesar 26,60, pada tahun 2012 sebesar 26,58 dan tahun 2013 sebesar 26,63. Dari angka tersebut maka dapat diketahui bahwa kontribusi sektor industri pengolahan di Kota Semarang cukup besar disamping sektor perdangangan, hotel dan restoran. Hal itu berarti industri pengolahan merupakan sektor yang penting terhadap perekonomian Kota Semarang. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Distribusi Presentase PDRB Atas Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Kota Semarang Tahun 2009-2013 Lapangan Usaha Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Pertanian 1,16 1,13 1,08 1,02 0,97 Pertambangan dan Penggalian 0,16 0,15 0,15 0,14 0,13 Industri Pengolahan 27,08 26,83 26,60 26,58 26,63 Listrik, Gas, Air Minum 1,29 1,27 1,25 1,22 1,23 Bangunan 15,27 15,45 15,55 15,49 15,51 Perdagangan 30,81 30,83 30,90 31,09 31,17 Angkutan Komunikasi 9,67 9,67 9,64 9,57 9,58 Lembaga Keuangan Lainnya 2,80 2,73 2,71 2,73 2,77 Jasa-Jasa 11,76 11,94 12,13 12,16 12,01 Sumber : Semarang Dalam Angka 2014 Data Diolah Berdasarkan proses pembangunan ekonomi yang dicetuskan oleh Rostow, industri menjadi sektor yang memacu dan mengangkat pembangunan sektor- sektor lainnya seperti sektor pertanian dan sektor jasa Adya Dwi Mahendra, 2014:5. Hal ini akan mendukung laju pertumbuhan ekonomi sehingga tercipta proses pembangunan ekonomi, sehingga menjadikan sektor industri dapat membantu dalam mengurangi tingkat pengangguran karena dianggap mampu menambah ketersediaan lapangan pekerjaan dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi Kota Semarang. Dari sisi ketenagakerjaan di Kota Semarang sektor industri memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam hal penyerapan tenaga kerja, hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 1.1. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Mata Pencaharian Tahun 2013 Sumber : Semarang Dalam Angka 2014 Data Diolah Dari gambar di atas terlihat bahwa mata pencaharian penduduk Kota Semarang paling besar adalah bekerja sebagai buruh industri, dengan persentase sebesar 25,65. Bila dibandingkan dengan mata pencaharian yang lain di Kota Semarang. Mata pencaharian lainnya yang dominan di Kota Semarang selanjutnya adalah PNS TNIPolri dengan presentase sebesar 13,76. Selanjutnya mata pencaharian pedagang sebesar 12,51, mata pencaharian buruh bangunan sebesar 12,02. Mata pencaharian lainnya sebesar 11,87, sedangkan pengusaha di Kota Semarang sebesar 7,72. Sedangkan pensiunan sebesar 5,77. Mata pencaharian petani sendiri sebesar 3,91 dan mata pencaharian angkutan sebesar 3,71. Mata pencaharian buruh tani sebesar 2,69 dan nelayan sebesar 0,39. Mata pencaharian buruh industri sangat dominan di Kota Semarang karena Kota Petani Sendiri 3,91 Buruh Tani 2,69 Nelayan 0,39 Pengusaha 7,72 Buruh Industri 25,65 Buruh Bangunan 12,02 Pedagang 12,51 Angkutan 3,71 PNSTNIPolri 13,76 Pensiunan 5,77 Lainnya 11,87 Semarang merupakan pusat industri yang memiliki banyak pabrik industri, dengan begitu banyak tenaga kerja yang terserap di sektor industri di Kota Semarang. Dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai buruh industri harusnya bisa lebih dimaksimalkan produktivitasnya sehingga berdampak positif pada pembangunan nasional. Selama tahun 2012 tercatat sebanyak 325 buah perusahaan industri pengolahan dengan menyerap sebanyak 88.445 orang tenaga kerja. Selama tiga tahun terakhir jumlah industri besar dan sedang di Kota Semarang mengalami kenaikan. Seiring kenaikan jumlah industri, jumlah tenaga kerja yang diserap juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Untuk lebih lengkapnya mengenai perkembangan jumlah industri pengolahan dan jumlah tenaga kerja, dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.2 Jumlah Industri Pengolahan dan Tenaga Kerja Pada Industri Besar dan Sedang Tahun 2010-2012 Tahun Jumlah Industri Jumlah Tenaga Kerja Output Juta Rp 2010 314 81.059 22.528,495 2011 303 82.344 25.035,306 2012 325 88.445 28.039,699 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Semarang Tahun 2014 Dari tabel 1.2 jumlah industri pengolahan di Kota Semarang tahun 2010 berjumlah 314 buah perusahaan industri pengolahan dengan menyerap sebanyak 81.059 orang tenaga kerja dan menghasilkan output sebesar 22.528,495 juta rupiah. Di tahun 2011 jumlah industri pengolahan berjumlah 303 buah dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 82.344 orang dan menghasilkan output sebesar 25.035,306 juta rupiah. Tahun 2012 jumlah industri pengolahan berjumlah 325 dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 88.445 dan output yang dihasilkan sebesar 28.039,699 juta rupiah. Produktivitas tenaga kerja diukur dari total output dibagi jumlah tenaga kerja pada tahun 2013 menunjukkan peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tercacat selama tahun 2013 untuk setiap tenaga kerja sektor industri pengolahan besar dan sedang di Kota Semarang menghasilkan produksi sebesar 317 juta rupiah Sumber : Statistik Daerah Kota Semarang 2014. Industri pengolahan di Kota Semarang memiliki kontribusi yang tidak sedikit untuk PDRB Kota Semarang, penduduk Kota Semarang juga sebagian besar bekerja di sektor industri pengolahan, produktivitas tenaga kerja di Kota Semarang juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun laju pertumbuhan industri pengolahan terhadap PDRB relatif rendah. Untuk lebih lengkapnya lihat Tabel 1.3 di bawah ini. Tabel 1.3 Persentase Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan di Kota Semarang Tahun 2009-2013 Sektor Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Pertanian 3,12 2,78 1,74 0,54 1,34 Pertambangan dan Penggalian 2,52 2,83 2,33 1,96 1,25 Industri Pengolahan 4,37 4,90 5,50 6,36 6,38 Listrik, Gas, Air Minum 3,86 4,16 4,78 3,76 7,17 Bangunan 8,15 7,17 7,04 6,03 6,37 Perdagangan 5,25 5,93 6,67 7,08 6,47 Angkutan Komunikasi 5,44 5,87 6,06 5,61 6,36 Lembaga Keuangan Lainnya 3,06 3,19 5,56 7,44 7,47 Jasa-Jasa 5,21 7,46 8,15 6,67 4,87 Sumber : Semarang Dalam Angka 2014 Data Diolah Dari tabel 1.3 diketahui bahwa laju pertumbuhan tertinggi yaitu sektor bangunan, selanjutnya sektor angkutan komunikasi, perdagangan, jasa-jasa dan industri pengolahan laju pertumbuhan peringkatnya menjadi 5 besar. Di tahun 2009 laju pertumbuhan industri pengolahan sebesar 4,37. Tahun 2010 sebesar 4,90. Tahun 2011 sebesar 5,50. Tahun 2012 sebesar 6,36 dan tahun 2013 sebesar 6,38. Sub sektor industri pengolahan yang laju pertumbuhannya paling rendah yaitu logam dasar besi dan baja. Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi pasar industri baja masih tertekan akibat nilai tukar dan harga baja dunia. Pelemahan rupiah menyebabkan harga bahan baku tinggi sementara harga jual tertekan. Keadaan tersebut berpengaruh juga terhadap industri baja di Kota Semarang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.4 dibawah ini. Tabel 1.4 Persentase Laju Pertumbuhan Sub Sektor Industri Pengolahan di Kota Semarang Tahun 2009-2013 Sub Sektor Industri Pengolahan Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Makanan, Minuman, Tembakau 7,00 7,44 8,25 7,17 7,33 Tekstil, Barang Kulit, Alas Kaki 6,26 6,33 7,59 6,05 7,42 Barang Kayu Hasil Hutan 2,83 2,20 5,36 2,50 4,62 Kertas Barang Cetakan 5,99 5,32 5,90 6,37 7,21 Pupuk, Kimia, Barang dr Karet 2,39 1,99 2,86 7,52 6,43 Semen Brg Lain Bukan Logam 6,26 4,84 6,35 8,26 5,35 Logam Dasar Besi Baja 1,89 2,22 3,02 1,15 3,55 Alat Angkutan, Mesin Peralatan 3,08 4,79 4,22 6,33 5,86 Barang Lainnya 6,08 5,98 7,34 2,16 5,84 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Semarang 2014 Pada tabel 1.4 dapat di ketahui bahwa pada tahun 2009 laju pertumbuhan dasar besi dan logam sebesar 1,89. Di tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 2,22. Pada tahun 2011 kembali meningkat sebesar 3,02. Sedangkan pada tahun 2012 menurun cukup signifikan menjadi sebesar 1,15 dan pada tahun 2013 meningkat kembali sebesar 3,55 . Meskipun industri logam dasar besi dan besi di Kota Semarang laju pertumbuhannya rendah terhadap PDRB, namun industri pengolahan di Kota Semarang merupakan industri dasar yang menunjang seluruh kegiatan industri di Kota Semarang. Hampir tidak ada industri yang tidak memerlukan logam, sehingga industri logam merupakan industri inti yang keberadaannya menjadi dasar pembangunan berbagai kelompok industri lainnya. Sebagai basis industri, secara industri baja mempunyai peranan yang tidak sedikit. Penggunaan produk-produk dari industri baja dapat dilihat dalam pembuatan kapal laut, kereta api, mobil, dan beragam produk lainnya. Produk baja juga dipakai dalam pengeboran minyak bumi, pembangunan jembatan, dan lain- lain dalam Hasni dan Hiras Manulang, 2014:25. Banyaknya penduduk Kota Semarang yang bekerja di sektor industri harusnya bisa lebih memaksimalkan produktivitasnya. Produktivitas secara sederhana dapat diartikan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas, bisa juga diartikan bekerja secara efektif dan efisien. Karena itu antara produktivitas, efektif dan efisien serta kualitas sangat berdekatan artinya. Sumber-sumber ekonomi yang digerakkan secara efektif memerlukan keterampilan organisatoris dan teknis, sehingga mempunyai tingkat hasil guna yang tinggi. Artinya, hasil ataupun output yang diperoleh seimbang dengan masukan sumber-sumber ekonomi yang diolah Sinungan dalam Adya Dwi Mahendra, 2014:9. Namun, akan menjadi beban apabila kualitasnya rendah karena memiliki kemampuan dan produktivitas tenaga kerja yang rendah pula. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat diketahui dari pendidikannya, karena pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan cara bertindak yang modern. Sumber daya manusia seperti inilah yang diharapkan mampu menggerakkan roda pembangunan ke depan. Tabel 1.5 Banyaknya Tenaga Kerja di Kota Semarang Menurut Pendidikan Tahun Pendidikan SD SMP SMA Diploma Sarjana 2009 126.469 132.298 195.101 85.094 63.169 2010 149.010 151.867 237.108 99.692 74.472 2011 140.835 146.504 221.669 98.520 75.882 2012 128.651 163.276 205.241 78.590 63.457 2013 124.330 195.948 316.436 118.175 110.881 Rata-rata 133.859 157.979 235.111 96.014 77.572 Sumber : Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Kota Semarang Dari Tabel 1.5 diatas dapat diketahui bahwa banyaknya tenaga kerja di Kota Semarang menurut pendidikannya tahun 2009-2013 mengalami fluktuatif. Jika dilihat dari rata-rata setiap tahunnya, maka lulusan tertinggi adalah lulusan SMA sebanyak 235.111 orang setiap tahunnya, kemudian diikuti oleh lulusan SMP sebanyak 157.979 orang setiap tahunnya. Lulusan SD sebanyak 133.859 orang setiap tahunnya dan lulusan diploma sebanyak 96.014 orang setiap tahunnya. Rata-rata lulusan perguruan tinggi atau sarjana memiliki jumlah yang paling rendah, hanya 77.572 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan partisipasi sekolah di Kota Semarang khususnya pendidikan lanjutan dan tinggi masih relatif rendah. Kondisi ini didukung oleh kurang meratanya kesempatan bagi sebagian penduduk dalam mengakses pendidikan di Kota Semarang, serta kurang kesadaran penduduk Kota Semarang tentang pentingnya pendidikan. Padahal pendidikan merupakan salah satu hal yang membantu masyarakat bersaing dalam dunia kerja, karena diharapkan dengan semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula produktivitas orang tersebut. Produktivitas tenaga kerja merupakan suatu ukuran sampai sejauh mana manusia atau angkatan kerja dipergunakan dengan baik dalam suatu proses produksi untuk mewujudkan output yang diinginkan. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga kerja yang professional atau kompetitif supaya perusahaan dapat melakukan aktivitasnya secara maksimal, meskipun semua peralatan modern yang diperlukan telah tersedia. Faktor lain yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah usia. Usia tenaga kerja cukup menentukan keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan, baik yang sifatnya fisik maupun pikiran. Pekerjaan yang menggunakan fisik umumnya menggunakan tenaga kerja yang berusia muda, tetapi ada juga yang tidak dan tergantung dari jenis pekerjaan tersebut Nur Herawati dan Hadi Sasana, 2013: 2. Menurut Badan Pusat Statistik penduduk yang mampu melakukan proses produksi yaitu penduduk usia produktif atau yang berusia 15-64 tahun. Berdasarkan tabel 1.6 terlihat bahwa penduduk Kota Semarang pada usia 20 tahun sampai dengan 29 tahun memiliki jumlah terbanyak yaitu 4.489.586 orang, selanjutnya di ikuti oleh usia 10 tahun sampai dengan 19 tahun sebanyak 3.942.506 orang. Selanjutnya usia 30 tahun sampai dengan 39 tahun sebanyak 3.935.184 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kota Semarang berada pada usia produktif. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.6 yang ada dibawah ini. Tabel 1.6 Jumlah Penduduk Kota Semarang Menurut Kelompok Usia Tahun 2009-2013 Tahun Usia Jumlah 0-9 th 10-19 th 20-29 th 30-39 th 40-49 th 50-59 th 60+ th 2009 1.160.421 1.296.701 1.483.927 1.333.684 1.115.554 594.011 572.016 7.556.314 2010 986.962 1.052.875 1.197.004 1.035.121 882.340 607.795 440.994 6.203.091 2011 744.589 793.961 902.240 780.596 665.014 457.492 331.767 4.675.659 2012 499.189 531.873 603.748 523.042 445.535 306.161 221.752 3.131.300 2013 250.955 267.096 302.667 262.741 223.842 153.700 111.102 1.572.103 Jumlah 3.642.116 3.942.506 4.489.586 3.935.184 3.332.285 2.119.159 1.677.631 23.138.467 Sumber : Semarang Dalam Angka 2014 Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah masa kerja seseorang di suatu perusahaan. Lamanya bekerja seorang karyawan di dalam suatu perusahaan umumnya dianggap bahwa karyawan tersebut memiliki kemampuan atau keahlian yang potensial. Hal ini dikarenakan bahwa lamanya karyawan bekerja dianggap telah menguasai bidang yang telah ditekuni sehingga karyawan dapat meningkatkan produktivitas dengan lamanya dia bekerja dalam Febri Rudiansyah, 2014:10. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan didukung dengan adanya pengalaman kerja, maka tenaga kerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Diperkirakan bahwa dengan pengalaman kerja, calon pencari kerja lebih sanggup untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang yang pernah dialaminya. Saat seseorang memiliki pekerjaan sesuai dengan keahliannya, pekerja tersebut dapat memaksimalkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga meningkatkan input dan produktivitasnya Amron dalam Teddy Adhadika, 2013:19. Rentang waktu masa kerja yang cukup, sama dengan orang yang memiliki pengalaman yang luas baik hambatan dan keberhasilan. Waktu yang membentuk pengalaman seseorang, maka masa kerja adalah waktu yang telah dijalani seorang karyawan perusahaan. Masa kerja memberikan pengalaman kerja, pengetahuan dan keterampilan kerja seorang karyawan. Pengalaman menjadikan seseorang memiliki sikap kerja yang terampil, cepat, mantap, tenang, dapat menganalisa kesulitan dan siap mengatasinya Bambang Hermanto, 2012:20. Faktor yang tidak kalah pentingnya untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benar-benar menjaga keselamatan dan kesehatan karyawannya dengan membuat aturan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja atau akibat dari lingkungan kerja sangat dibutuhkan oleh karyawan agar karyawan merasa aman dan nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya dalam T. Lestari dan Erlin Trisyulianti, 2009:7. Menurut Nia Malinasari 2013:24, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan preventif timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Di samping perlu dilakukan upaya untuk mencegah tenaga kerja mengalami kecelakaan, perusahaan perlu juga memelihara kesehatan tenaga kerja. Kesehatan ini menyangkut kesehatan fisik dan mental. Lingkungan sosial di tempat kerja, tingkat upah, periode istirahat, dan kepuasan tenaga kerja merupakan beberapa cara perusahaan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental tenaga kerja. Sebab kesehatan tenaga kerja yang rendah atau buruk akan mengakibatkan kecenderungan tingkat absensi yang tinggi dan produktivitas rendah T. Hani Handoko, 2011:51-52. Maka dari itu, untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan adalah harus benar-benar menjaga keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. Sebagaimana diketahui bahwa produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu faktor perusahaan untuk dapat bersaing dalam dunia industri. Peningkatan produktivitas kerja merupakan tanggung jawab perusahaan menyediakan alat, fasilitas pelatihan, dan sarana kerja lainnya. Sementara karyawan berkewajiban untuk menampilkan etos kerja, sikap peduli dan disiplin yang baik, berinisiatif untuk melakukan perbaikan hasil kerja secara terus menerus. Untuk mencapai produktivitas tenaga kerja yang tinggi, perusahaan perlu memperhatikan masalah usia, tingkat pendidikan, masa kerja, dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan faktor pendorong dalam mencapai produktivitas kerja, karena dengan produktivitas yang tinggi akan dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka perlu melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk Skripsi dengan judul “PENGARUH KARAKTERISTIK, KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA Stu di Kasus Industri Baja di Kota Semarang”

1.2. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Sosial Dan Ekonomi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Industri Kecil Tahu (Studi Kasus Kecamatan Medan Deli)

0 46 72

PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PADA PERUSAHAAN “FASS” INDUSTRI BETON MALANG

0 5 1

Pengaruh Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan

1 5 13

STUDI TENTANG PENGARUH DAN PELAKSANAAN PROGRAM K3(KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERHADAP STUDI TENTANG PENGARUH DAN PELAKSANAAN PROGRAM K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA.

0 7 12

PENDAHULUAN STUDI TENTANG PENGARUH DAN PELAKSANAAN PROGRAM K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA.

0 3 6

TINJAUAN PUSTAKA STUDI TENTANG PENGARUH DAN PELAKSANAAN PROGRAM K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA.

0 5 18

KESIMPULAN DAN SARAN STUDI TENTANG PENGARUH DAN PELAKSANAAN PROGRAM K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA.

0 3 19

PENGARUH KARAKTERISTIK TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI CV. MANGGALA JATI KLATEN.

0 0 7

PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PO. KARUNIA MULYA DI KARANGANYAR.

1 1 13

PENGARUH UPAH DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA : Survey pada Tenaga Kerja di Sentra Industri Tahu Cibuntu Kota Bandung.

1 9 79