I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Ikan guppy merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang dibudayakan di Indonesia. Ikan guppy diminati masyarakat karena memiliki
variasi warna yang sangat menarik pada bagian ekor. Secara morfologis ikan guppy jantan lebih diminati karena memiliki corak warna yang lebih indah,
menarik, dan tubuh lebih ramping dibandingkan dengan ikan guppy betina. Sehingga budidaya ikan guppy jantan lebih menguntungkan daripada ikan guppy
betina. Dalam budidaya ikan produksi kelamin tunggal jantan atau betina dengan
teknik pengarahan kelamin sex reversal dapat dilakukan dengan cara hormonal, kromosonal, atau kombinasi keduanya Sumantadinata, 1983. Pengarahan
kelamin memberikan keuntungan secara ekonomis dari berbagai segi misalnya laju pertumbuhan, dan tujuan estetik.
Pengarahan kelamin bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan
hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid. Hormon steroid yang sering digunakan
diantaranya adalah androgen dan estrogen. Androgen merupakan hormon perangsang sifat-sifat jantan sedangkan estrogen merupakan hormon-hormon
perangsang sifat-sifat betina Zairin,2002. Keberhasilan pengarahan kelamin menggunakan hormon ditentukan oleh
berbagai faktor yaitu jenis ikan, umur ikan, jenis dan dosis hormon, suhu serta waktu, lama dan cara pemberian hormon. Pada ikan guppy diferensiasi kelamin
berlangsung pada saat ikan dilahirkan sehingga pemberian hormon sebaiknya dilakukan pada tahap embrio di dalam tubuh induknya. Dalam aplikasinya
penggunaan hormon sintetis dapat menimbulkan stress sehingga kelangsungan hidup ikan menjadi rendah, harganya cukup tinggi, dan dari segi kesehatan dapat
bersifat karsinogenik. Oleh karena itu dicari bahan alternatif yang memiliki bahan aktif untuk pengarahan kelamin yang bersifat lebih alami sehingga ramah
lingkungan.
Bahan alternatif yang bersifat alami tersebut antara lain adalah propolis. Propolis dilaporkan memiliki komposisi bahan yang dapat digunakan untuk
pengarahan kelamin ikan yaitu chrysin dan berbagai macam mineral. Chrysin merupakan salah satu bahan aktif alami yang mengandung flovonoid sebagai
penghambat enzim aromatase atau lebih dikenal dengan aromatase inhibitor. Aromatase merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalis konversi testosteron
androgen menjadi estradiol estrogen Dean, 2004. Flavonoid juga terkandung dalam madu lebah yang digunakan untuk
pengarahan kelamin pada ikan nila GIFT Oreochromis niloticus yang diberikan secara oral dengan dosis 200 mlkg pakan dan tingkat keberhasilannya sebesar
93,33 Syaifudin, 2004. Sebelumnya telah berhasil mengarahkan kelamin ikan guppy menjadi jantan dengan perendaman induk selama 10 jam dengan dosis 60
mlkg dan tingkat keberhasilan sebesar 59,5 Martati, 2006. Sedangkan Djaelani 2007 dan Sukmara 2007 yang melakukan dengan perendaman madu
larva ikan guppy, menghasilkan persentase jantan masing-masing 46,90 dosis 10 ppt selama 10 jam dan 46,99 dosis 5 ppt selama 10 jam. Namun efektifitas
penggunaannya belum mencapai keberhasilan yang maksimal terkait dengan dosis dan metode pemberiannya baik melalui perendaman maupun dicampurkan dengan
pakan. Kandungan glukosa dalam madu menyebabkan pH rendah sehingga kualitas air budidaya menurun dan berdampak negatif terhadap kesehatan ikan
pada dosis tertentu Sukmara, 2007. Propolis mengandung flavonoid dengan kadar yang tinggi kandungan bioflavonoid 23.000 ppm100ml sehingga
diharapkan lebih efektif dan efisien berperan sebagai penghambat aromatase namun ramah lingkungan.
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui efektifitas propolis dosis 0, 20, 40, 60
μLkg pakan pada pengarahan kelamin terhadap nisbah kelamin ikan guppy.
II. TINJAUAN PUSTAKA