Tinjauan Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Atas Hilangnya Objek Jaminan Fidusia (Studi Kasus Pada Pt. Bank) Muamalat Indonesia, Kantor Cabang Medan-Sudirman)
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
PERTANGGUNGJAWABAN ATAS HILANGNYA OBJEK
JAMINAN FIDUSIA (STUDI KASUS PADA PT. BANK)
MUAMALAT INDONESIA, KANTOR CABANG
MEDAN-SUDIRMAN)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Oleh:
DINDA ANWAR NIM : 110200133
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
PERTANGGUNGJAWABAN ATAS HILANGNYA OBJEK
JAMINAN FIDUSIA (STUDI KASUS PADA PT. BANK)
MUAMALAT INDONESIA, KANTOR CABANG
MEDAN-SUDIRMAN)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Oleh:
DINDA ANWAR NIM : 110200133
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
NIP. 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum
Pembimbing I Pembimbing II
NIP. 196603031985081001 NIP. 195902051986012001 Dr. H. Hasim Purba, SH. M.HumRabiatul Syahriah.SH. M.Hum.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, Amin. Penulisan skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap dunia hukum perbankan dan perjanjian.Adapun judul skripsi ini adalah “Tinjauan Yuridis Terhadap Pertanggung Jawaban Atas Hilangnya Objek Jamninan Fidusia (Studi Pada : PT Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Medan Sudirman).” Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. OK Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
(4)
5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan serta arahan-arahan kepada penulis di dalam proses penulisan skrispi ini;
6. Ibu Rabiatul Syahriah, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga
telah sabar mengajari penulis untuk menulis dengan tata cara yang baik, dan banyak meluangkan waktunya di dalam memberikan bimbingan dan arahan-arahan di dalam proses penulisan skripsi ini;
7. Bapak Azwar Mahyuzar, SH selaku Dosen Penasehat Akademik penulis;
8. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis
selama berada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini serta segenap staf administrasi fakultas yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan;
9. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan juga penghargaan yang
setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis tercinta yang sangat luar biasa, Ir. H. Danil Anwar Sauti dan Hj. Ihdina Nida Marbun SH, Mkn. Ayah dan Mama yang selalu menjadi inspirator dan motivator terbesar dalam hidup penulis. Yang telah membesarkan, mendidik, membimbing serta memberikan kasih sayang yang tak terhingga nilainya serta juga selalu memberikan pembelajaran hidup kepada penulis, yang selalu memberikan segalanya demi kebutuhan, dan memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menjadi yang terbaik bagi Ayah dan Mama;
10.Ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk adik-adik
(5)
Anwar, dan Debby Liana Anwar, untuk selalu berbagi candatawa memberi semangat dan sabar kepada penulis;
11.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
Sherhan S.H M.H, Selaku abang senior sekaligus membantu dalam penulisan skripsi ini serta membagi ilmu kepada penulis agar bisa selalu menjadi yang terbaik;
12.Terima kasih penulis ucapkan kepada abang dan kakak seniorRobert Simon
Joshua Maail, Fahmi Anggia Lubis S.H, Agung Satria Sitepu S.H, Barita News Lumbanbatu S.H, Yamitema T Laoly S.H,M.H, Zola Sondra Siregar S.H, Nanda Simangunsong, Briyanka Syafiq S.H, Wira Amsal, Riri Sofia Lubis S.H, yang selalu memberikan semangat dan kenangan yang indah kepada penulis selama berada di kampus maupun di luar kampus;
13.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para sahabat penulis yang juga
sedang berkutat dengan skripsi, Nabila Fadhlan, sahabat penulis yang selalu ada untuk penulis dan memberikan solusi yg cepat agar penulis tidak sedih dan kebingungan. Natasya Rehulina Bangun S.H, sahabat penulis yang bersifat dewasa dan keras kepala dan masih tetap sok tegar padahal sedikit lemah tapi dia selalu sepaham dan sepemikiran dengan penulis. Fitri Apriliani, sahabat penulis yang selalu membuat penulis tertawa dengan kepolosannya, teman pertama kali meginjakkan kaki di kelas waktu pertama kali masuk kuliah semester 1 dan masih culun-culunnya, sahabat penulis yang paling geger sejagad raya. Muhammad Febriyandri SH, yang selalu memasakkan penulis ayam goreng yang lezat serta curhatan alay dan candaan gila yg selalu
(6)
kami lewati pada saat jam matakuliah berlangsung. Fachreza Maulana S.H , senior dan sahabat penulis yang selalu mendengarkan curhatan penulis tentang masalah pribadi maupun kampus, selalu jailin penulis dan tidak pernah membuat penulis berhenti tertawa, Depi Harahap S.H, sahabat yang selalu ada pada saat malam hari dan mengajak penulis begadang hingga larut, tapi tak hentinya mentraktir penulis makan di manapun penulis inginkan;
14.Teman terbaik penulis yang terbentuk sejak awak kuliah tahun angkatan 2011
yang diberi nama Loveable terdiri dari Rizky Chairunisya R S.H, Azizah Hasanah S.H, Aina Dwi Utari, Sabilla Dien Dien Tharra, Fitri Apriliani, thankyou for everything my girls , sampai ketemu di kehidupan yang sukses;
15.Teman-teman penulis yang tergabung dalam wolverine, Naomi Manurung,
Grace Dina Mariana S. SH, Stevany Claudia, T.Azlanshah Alsani SH, M. Ibnu Hidayah SH, Azaria Tobing, Assyfa Humairah, Muhammad Zuhdi Lubis. Kalian yang terbaik dan tak terlupakan. Teman-teman penulis yang juga menambah keceriaan kehidupan penulis di Kampus, Nida S. Nasution SH, Wahyu D Farasi, Boy CT, Tondi Harahap, Aldillah, Daniel Ferdoli, Fauzan Zaki, Calvin Panjaitan SH, Yudifri SH, Ader Siregar, Fadel Hasibuan, Said Fadheil Saifan, Jerickho Hutagalung, Fachri, Aulia Zikri, Boy Clinton Sihombing, Alfonso Bangun, Reno Frits;
16.Saudara penulis terkasih, Dekilz yang terdiri dari Ishrih Ifdhillah Marbun, Irsa
Izriyani Marbun, Isywalsyah Lani Putri Marbun, yang selalu mengajak penulis makan malam di luar supaya skripsinya cepat selesai dan tak hentinya
(7)
memberian nasehat agar menjadi orang yang berguna serta fokus dalam dunia perkerjaan;
17.Keluarga HMI komisariat Fakultas Hukum USU , yang tak henti-hentinya
mengajarkan penulis arti kehidupan dan membantu penulis memperluas wawasan dalam diri penulis, terimakasih telah memberikan yang terbaik untuk penulis;
18.Terimakasih penulis kepada KOBAKUM (komunitas basket hukum) Rana
Syahrawi harahap, Cia Andrian, Friska, Chintami Sihombing SH, Lie Yona Yosephin, Rahmadani Pardede SH, Novi Aritonang, Johan Williem, David Christian, Iqbal S Manurung, Anes Siringo-ringo, yang telah memberikan gelar juara 3 kali berturut-turut dalam Liga Basket USU yang diadakan setiap tahunnya oleh UKM Basket USU.Kalian luar biasa guys, untuk teman-teman yang tergabung dalam UKM Basket USU Gahara Bastari, Miftah Fadhil Nasution, Dennis Glorius, Aulia Jamil, Anggie Maulida , Andri Nugraha, Nickyta Maris,Sarah Shaira, Debora Agnes, Julia Tarigan, Chairin Zudhistira, terimakasih telah membantu saya dalam kepengurusan selama menjabat sebagai ketua UKM Basket USU Tahun 2013/2014;
19.Untuk junior Fakultas Hukum USU, William Hutabart, Reza Petayosa,
Anggara Faisal, Stefano Sibuea, Muhammad Fatur, Raka Aulia Rambe, Abdul Harits, Acha Rouyas, yang selalu menghormati dan menghargai penulis;
20.Untuk anak tenda kampus yang selalu menjadi pelampiasan dan tempat
(8)
kita lewati bersama dan bunda kantin serta umi yang selalu ada memberikan penulis makanan dan minuman enak sehingga penulis menjadi gendut;
21.Untuk terakhir kalinya penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam
kepada Joshua Caesar Maloma Siringo-ringo. Sebagai orang yang spesial di kampus karena selalu ada untuk penulis dalam keadaan sakit, suntuk, sedih, senang, dan selalu memberikan apapun yang penulis inginkan baik itu
kepentingan kampus maupun di luar kampus. I will always miss fire you made
me by smashing a chair in the afternoon towards evening;
Dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan ketidak sempurnaan.Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik, dan saran serta sumbangan pemikiran yang bersifat membangun bagi pengembangan ilmu.Besar harapan penulis bahwa skripsi ini nantinya dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.
Medan, 14 September 2015 Penulis
NIM : 110200133 DINDA ANWAR
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... vii
ABSTRAK ... ix
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 13
C. Tujuan Penulisan ... 13
D. Manfaat Penulisan ... 13
E. Metode Penelitian ... 14
F. Keaslian Penulisan ... 18
G. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA... ... 22
A. Pengertian Dan Pengaturan Jaminan Fidusia ... 22
B. Sejarah Jaminan Fidusia ... 26
C. Asas-Asas Jaminan Fidusia ... 29
D. Fidusia Sebagai Jaminan Hutang ... 41
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG PT. BANK MUAMALAT, Tbk. ... 55
A. Tinjauan Umum Tentang PT. Bank Muamalat, Tbk... . 55
B. Peran PT. Bank Muamalat, Tbk. Dalam Pemberian Pinjaman Pembiayaan ... 75
(10)
Pembiayaan Pada PT. Bank Muamalat,
Tbk... ... 83
D. Pelaksanaan Perjanjian Pinjaman Pembiayaan Pada PT. Bank Muamalat, Tbk... ... 92
BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN ATAS HILANGNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA... ... 97
A. Kedudukan Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Pada PT. Bank Muamalat, Tbk. .. ... 97
B. Perlindungan Hukum Bagi Bank Terhadap Hilangnya Benda Jaminan Fidusia ... 106
C. Upaya Dan Tata Cara Penyelesaian Terhadap Hilangnya Objek Jaminan Fidusia ... 109
D. Pertanggungjawaban Debitur Terhadap Hilangnya Objek Jaminan Fidusia ... 113
BAB V : PENUTUP ... 120
A. Kesimpulan ... 120
B. Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 123 LAMPIRAN
(11)
ABSTRAK Dinda Anwar*
HasimPurba** RabiatulSyahriah ***
Salahsatumasalahhukum yang masihbelumtuntaspenanganannyadanmemerlukanperhatiansampaisekarangadalahbidang
hukum jaminan.Hukumjaminanmemilikikaitan yang eratdenganbidang hukum bendadanperbankan.Salah satujenisjaminankebendaan yang dikenaldalam hukum positifadalahjaminanfidusia.Dalamtulisaninipenulismengangkatpermasalahan bagaimana pertanggungjawabanatashilangnyaobjekjaminanfidusia yang telahdidaftarkan di KEMENKUMHAMdanmengkajitentang bagaimanakah jaminanfidusiaterhadap hukum positifserta bagaimana pelaksanaantentangjaminanfidusia di PT. Bank MuamalatIndonesia, Tbk. Cabang Medan.
Penulisaninimenggunakanpendekatanyuridisnormatif yang bersifatdeskriptifanalitisyaknipenelitian yang
mengkajipenelusuranterhadapnorma-normahukum yang terdapatdalamperaturanperundangan yang berlakusertauntukmemperoleh data maupunketeranganatauliteratur yang bersifatdeskriptifdimanapenelitianinidilakukandenganmelakukansurveykelapanganuntuk
mendapatkaninformasimengenai data yang diperoleh.Pengumpulanjenis data yang digunakanadalahdengancarastudikepustakaansertadidukungolehwawancaradanpengumpal an data dari PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Didalampenelitianinididapatihasilbahwajaminan fidusia diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak dengan menjadikan jaminan fidusia sebagai salah satu sumber lembaga penjaminan bagi benda bergerak guna menunjang dinamika kegiatan usaha. Namun ternyata yang terjadi malah sebaliknya, dinamika didapati ketidakteraturan dan ketidakpastian hukum atau “legal uncertainty”. Perlindunganhukum kepada pemegang Fidusia tidak berjalan secara efektif khususnya bagi kreditur.Kemudianjaminan fidusia dalam praktek di PT.Bank Muamalat Indonesia,Tbk saat ini sudah berjalan efektif dan relevan yang mana Bank Muamalat dalam menyalurkan pembiayaan dengan memiliki jaminan benda bergerak seperti kendaraan, mesin, tagihan dan lain sebagainya menggunakan Lembaga Jaminan Fidusia namun halnya dalam pelaksanaan eksekusi terhadap debitur yang wanprestasi tidak jarang juga Bank Muamalat mendapati masalah-masalah hukum seperti hilangnya objek dari jaminan fidusia tersebut. Olehkarenaituatashilangnyaobjekjaminanfidusia yang telah di daftarkan di KEMENKUMHAM dalamsuatuperjanjianpembiayaan bank
menurutUndang-UndangNomor 42 Tahun 1999 adalahdebiturtetapbertanggungjawabmengembalikanpinjamankreditwalaupunbendajamin anfidusiatersebutdiasuransikanmaupuntidakdiasuransikan. Jikabendajaminanfidusiadiasuransikanmakaakandilunasiolehperusahaanasuransidimanabe ndajaminanfidusiadiasuransikansesuaidenganisiperjanjian, jikabendajaminanfidusiatidakdiasuransikanmakadebiturbertanggungjawabpenuhmengem balikanpinjamanpembiayaan. Hal inidikarenakandebiturtelahterikatdalamperjanjianpembiayaandenganpihak bank,
walaupunbendajaminanfidusiahilangkarenaapabiladebitur ingkar maka hal tersebut diklasifikasikandalamtindakanpidanasepertipenggelapan.
Kata Kunci :JaminanFidusia, Perbankan, TanggungJawab
*
) MahasiswiFakultasHukum Universitas Sumatera Utara
**
(12)
***
) DosenFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Salah satu masalah hukum yang masih belumtuntas penanganannya dan memerlukan perhatian sampai sekarang adalah bidang hukum jaminan.Hukum jaminan memiliki kaitan yang erat dengan bidang hukum benda dan perbankan. Di bidang perbankan kaitan ini terletak pada fungsi perbankan yakni sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dalam bentuk kredit.Selain itu, bagi pembangunan ekonomi negara, kredit merupakan tulang punggung bagi pembangunan bidang ekonomi.Ini berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian,
perumahan, transportasi,dan sebagainya.1
Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai lembaga jaminan fidusia Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.Jaminan yang paling popular dilakukan oleh bank adalah jaminan kebendaan.Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif adalah jaminan fidusia.Sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak, jaminan fidusia banyak dipergunakan oleh masyarakat bisnis.Dahulu eksistensi fidusia didasarkan kepada yurisprudensi.Sekarang jaminan fidusia sudah diatur dalam undang-undang tersendiri.Dalam perjalanannya sebagai lembaga jaminan yang dibutuhkan masyarakat, fidusia dapatmenimbulkan persoalan hukum.
1
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2014, hal. 1
(13)
menjadi semakin penting. Setidaknya karena beberapa hal, antara lain kejelasan konsep mengenai objek jaminan fidusia, masih kaburnya karakter fidusia, belum sinkronnya prinsip-prinsip perundang-undangan yang mengatur lembaga jaminan, kesimpangsiuran hak kreditur manakala nasabah debitur wanprestasi, kewenangan pemberi fidusia dan perlindungan hukum bagi pihak ketiga, dan jika terjadi
likuidasi bank atau kepailitan nasabah debitur.2
a. Fiducia cum creditora (zaman Romawi)
Para pengarang menyebut lembaga fidusia ini dengansebutan bermacam-macam, tergantung pada penekanannya, yaitu :
b. Bezitloos pand (gadai tanpa bezit), karena yang menguasai benda gadai
tetap Debitur, tetapi tidak sebagai eigenaar dan tidak sebagai bezitter
hanya sebagai houder atau detentor
c. Een verkapt pandrecht (gadai yang terselubung) d. Uitbow (perluasan dari gadai)
e. Zekerheidseigendom (hak milik hanya sebagai tanggungan) atau Fiduciaire eigendom (hak milik atas kepercayaan) atau Uitgeholde eigendom (hak milik yang sudah dikurangi)
f. Bezitloos zekerheidsrecht (hak jaminan tanpa penguasaan) g. Verruimd pandbegrip (pengertian gadai yang diperluas)
h. Eigndomsoverdracht tot zekerheid (penyerahan hak milik sebagai jamian) i. Voorraadpand
j. Pandrechtverruiming (gadai yang diperluas)
2
(14)
k. Hypotheek of roerend goed (Bezitloos pandrecht)
Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang semula berasal dari zaman Romawi.Di negeri asalnya tersebut, selain bentuk jaminan juga lembaga titipan.
Dalam hukum Romawi lembaga fidusia ini dikenal dengan namafiducia
cum creditore contracta (artinya janji kepercayaan yang dibuat kreditur). Isi janji yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur akan tetap menguasai secara fisik benda tersebut dan kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya
sudah dibayar lunas.3
3
Rachmadi Usman., Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.151
Dengan demikian berbeda dari pignus (gadai) yang mengharuskan
penyerahan secara fisik benda yang digadaikan.Dalam hal fiducia cum creditore
pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek fidusia.Dengan tetap menguasai benda tersebut, pemberian fidusia dapat menggunakan benda dimaksudkan dalam menjalankan usahanya.
Fidusia ini berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya kepercayaan,
yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang kreditur. Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan hanya sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, di mana memberikan kedudukanyang diutamakan kepada penerima fidusia (kreditur)
(15)
terhadapkreditur lainnya.4
1. Perjanjian Fidusia Merupakan Perjanjian Obligator.
Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 199 tentangJaminan Fidusia menyebutkan yang dimaksud dengan jaminan fidusia sebagai berikut:
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberian fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas, jaminan fidusia merupakan lembaga
jaminan (agunan) yang bersifat kebendaan (zakelijk zekerheid, security right in
rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.Sebagai hak kebendaaan (yang memberikan jaminan), dengan sendirinya sifat dan ciri-ciri hak kebendaan juga melekat pada jaminan fidusia.Dia bukan perjanjian obligatoir yang bersifat
perorangan (persoonlijk).
Perjanjian fidusia menimbulkan hak-hak yang bersifat zakelijk, merupakan
pendapat yang banyak diikuti oleh pengarang, sesuai dengan pertumbuhan kehidupan perkreditan modern sekarang ini. Sesuai dengan pertumbuhan sistem
Anglo Amerika, dalam hal ini menurut sistem equity, di mana analog dengan
pinjaman dengan hipotek, pemegang hipotek (morgagee) memperoleh hak-hak
jaminan yang bersifat zakelijk dan tidak memperoleh hak eigendom atas
4
(16)
benda jaminan. Demikian juga menurut pertumbuhan hukum di Inggris, Amerika
Utara, Belgia, Prancis, dan Nederland. Di Inggris di dalam law of property Act
1925 mulai diintrodusir change by way of legal morgagee yang secara teoretis
dikonstruksikan sebagai zakelijkrecht. Di Amerika Serikat dalam pertumbuhan
hukumnya juga mulai memberi tempat pada lien theory yang memberikan hak
yang bersifat zakelijk. Pertumbuhan hukum di Nederland, menurut sebagian besar
pengarang, yurisprudensi maupun Nieuw Burgerlijk Wetboek, mengakui
perjanjian fidusia itu sebagai perjanjian yang melahirkan hak-hak zakelijk, yang
dirumuskan dengan bezitloospandrecht, yakni perjanjian penjaminan yang bersifat
zakelijk yang diatur dalam rangka jaminan gadai.5
5
Ibid, hal 163
Perjanjian fidusia bersifat zakelijk berarti hak yang diperoleh penerima
fidusia (kreditur), merupakan hak kebendaan (yang terbatas), sehingga dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga, karenanya pasal-pasal gadai dapat diterapkan terhadapnya. Selanjutnya perjanjian fidusia tidak menimbulkan hak milik sepenuhnya bagi kreditur, karena ia tidak menguasai bendanya, tidak berwenang untuk menikmati bendanya, hanya mempunyai kewenangan terhadap benda tersebut sesuai dengan tujuan yang telah diperjanjikan, yaitu sebagai jaminan. Jika debitur tetap memenuhi kewajibannya, ia tetap dapat memakai dan menguasai bendanya, tetap dapat mempertahankan bendanya, juga terhadap pihak ketiga, yaitu terhadap kreditur dari penerima fidusia,jika seandainya terjadi penyitaan terhadap penerima fidusia. Bahkan debiturtetap dapat mempertahankan haknya terhadap kurator jika terjadi kepailitan kreditur.
(17)
2. Sifat Accessoir dari Perjanjian Jaminan Fidusia
Undang-undang fidusia menyatakan bahwa pembebanan jaminan fidusia diperuntukkan sebagai agunan bagi pelunasan utangnya debitur (pemberi fidusia) yang berarti perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan, butut, atau
ekor dari perjanjian pokoknya.6
3. Sifat Droit de Suite dari Fidusia: Fidusia sebagai Hak Kebendaan
Ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia beserta penjelasannya menegaskan, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Dengan demikian ini berarti adanya perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban dan sekaligus tanggungjawab para pihak untuk memenuhi suatu prestasi sebagai akibat terjadinya suatu perikatan.
Sifat droit de suite, juga dianut jaminan fidusia di samping jaminan hipotek
dan hak tanggungan. Hal ini ditegaskan oleh ketentuan dalam Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia menentukan:
Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas
benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.
Penjelasan atas Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan:
Ketentuan inimengakui prinsip “droit de suite” yang telah merupakan
6
(18)
bagian dari peraturan peraturan perundang-undangan Indonesia dalam
kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem).
Pemberian sifat hak kebendaan di sini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada pemegang hak kebendaan.Hal ini berangkat dari pikiran, bahwa benda jaminan tetap menjadi milik pemberi jaminan dan pemberi jaminan pada asasnya selama penjaminan berlangsung tetap berwenang untuk mengambil tindakan pemilikan atas benda jaminan miliknya. Dengan memberikan
sifat droit pada fidusia, maka hak kreditur tetap mengikuti bendanya ke dalam
siapapun ia berpindah, termasuk terhadap pihak ketiga pemilik baru, yang
berkedudukan sebagai pihak ketiga pemberi jaminan.7
4. Fidusia Memberikan Kedudukan Diutamakan (Sifat Droit de Preference)
Sifat droit de preference atau diterjemahkan sebagai hak (mendahului atau
diutamakan) juga melekat pada jaminan fidusia. Sifat droit de preference ini dapat
kita baca dari perumusan pengertian yuridis jaminan fidusia yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Jaminan Fidusia dan lebih lanjut diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Ketentuan dalam Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan:
a. Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.
b. Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak
penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
c. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya
kepailitan dan/atau likuidasi pemberi fidusia.
Dari ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia di atas, dapat diketahui bahwa penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau
7
(19)
diutamakan terhadap krediturnya lainnya, yaitu hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutang ini mendahului dari kreditur lainnya yang tidak dijamin dengan fidusia, walaupun penerima termasuk orang yang pailit atau dilikuidasi. Hak utama dari penerima fidusia tidak dihapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi dan pemberi fidusia, berhubung benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak termasuk dalam budel kepailitan pemberi fidusia.Ketentuan ini berhubungan dengan ketentuan bahwa jaminan fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagaimana diterangkan di atas, yang menentukan bahwa benda yang menjadi objek jaminan
kebendaan, termasuk jaminan fidusia berada di luar kepailitan dan/atau likuidasi.8
Fidusia.
Pasal 2 Undang-Undang Fidusia menentukan ruang lingkup berlakunya Undang-Undang Fidusia. Bunyi ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Fidusia sebagai berikut:
Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian fidusia yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia sepanjangperjanjian itu bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, perjanjian tersebut tunduk pada dan mengikuti Undang-Undang Jaminan
9
Sebagaimana telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan benda
8
Ibid,hal.172
9
(20)
bergerak (roerende zaken, movable goods) adalah setiap benda yang karena sifatnya memang bergerak, dapat bergerak atau dapat digerak-gerakkan atau karena undang-undang digolongkan kedalam benda-benda bergerak, kecuali benda yang karena sifatnya dapat bergerak atau digerakkan tetapi oleh undang-undang telah dikategorikan sebagai benda tidak bergerak.
Kapal laut yang besar (yang volumenya minimal 20 meter kubik) hakikatnya adalah benda bergerak, tetapi oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai benda tidak bergerak, sehingga hukum tentang benda tidak bergerak yang harus diterapkan kepada benda berupa kapal laut tersebut.Mesin-mesin atau rumah sebenarnya merupakan benda bergerak, tetapi oleh Hukum Perdata (sesuai KUH Perdata) telah dianggap sebagai benda yang menyatu dengan tanah sehingga karenanya dikategorikan sebagai benda tidak bergerak. Akan tetapi, binatang, sebesar apa pun binatang itu tetap dianggap sebagai benda bergerak. Di samping itu, hak atas benda bergerak oleh undang-undang juga dikategorikan sebagai benda bergerak. Kemudian, saham-saham dalam sebuah perusahaan terbatas atau badan hukum lainnya, maupun surat berharga lainnya, oleh undang-undang (KUHPerdata) juga dikategorikan sebagai benda bergerak. Terkadang dalam
bahasa Inggris untuk benda bergerak ini disebut juga dengan istilah movable
goods atau personal property, sementara untuk benda tidak bergerak berup
tanah disebut dengan istilah immovablegoods atau real property.
Kemudian, setiap hak atas benda pada umumnya dapat juga dilekatkan ke atas benda bergerak, kecuali hak-hak yang oleh undang-undang memang tidak dimaksudkan sebagai benda bergerak.Misalnya, tidak ada Hak Guna Usaha atau
(21)
Hak Guna Bangunan untuk benda bergerak, karena oleh undang-undang kedua hak tersebut memang dimaksudkan khusus untuk benda tidak bergerak berupa tanah saja. Sebaliknya, terhadap benda bergerak dikenal hak-hak seperti Hak
Milik, Hak Pakai, Hak Bagi Hasil, Hak Sewa, Hak Penguasaan (Bezit), Hak
Jaminan (dalam bentuk Gadai dan Fidusia), dan sebagainya. Sama seperti hak atas tanah (benda tidak bergerak), maka yang paling kuat di antara hak-hak atas benda
bergerak tersebut adalah hak milik.10
10
Munir Fuady I, Konsep Hukum Perdata, Divisi Buku Perguruan Tinggi Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 33
Kemudian, sistem hukum seperti yang diatur dalam KUHPerdata
mengenal apa yang disebut Hak Penguasaan (Bezit). Seperti juga telah dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan hak bezit adalah suatu penguasaan atas benda untuk menikmati hasil dari benda tersebut yang oleh hukum dianggap benda tersebut seolah-olah sebagai miliknya sendiri sehingga haknya tersebut dapat dipertahankan kepada setiap orang, tanpa mempersoalkan siapa sebenarnya secara yuridis yang memiliki benda tersebut.
Pemegang bezit ada yang beritikad baik dan ada juga yang tidak beritikad
baik. Seorang pemegang bezit dikatakan beritikad baik jika benda objek hak bezit
tersebut diperolehnya seperti memperoleh hak milik tanpa mengetahui jika sebenarnya dalam hak tersebut atau dalam tata cara perolehan hak tersebut
terdapat cacat hukum. Sebaliknya, seorang pemegang bezit dikatakan sebagai
pemegang yang beriktikad tidak baik jika dia sesungguhnya mengetahui bahwa
(22)
putusan hakim yang menyatakan bahwa dia bukanlah pemilik benda tersebut.11
1. Setelah berlakunya masa kadaluwarsa, sehingga benda tersebut telah resmi
menjadi milik dari pemegang bezit tersebut, asalkan pemegang bezit
tersebut beritikad baik.
Hak penguasaan (bezit) atas benda bergerak berakhir manakala terjadi
salah satu di antara hal-hal sebagai berikut:
2. Setelah adanya putusan pengadilan yang menetapkan siapa sebenarnya
pemilik benda tersebut.
3. Jika benda tersebut lepas dari kepemilikan dan kekuasaannya, misalnya
karena dicuri orang lain.
4. Jika benda tersebut hilang sehingga tidak diketahui lagi keberadaannya.
5. Prinsip-prinsip yuridis dalam hukum jaminan.
Ada beberapa prinsip yuridis yang berlaku terhadap suatu jaminan utang, prinsip mana bervariasi, bergantung kepada jenis jaminan utang atau kredit itu sendiri. Di antara prinsip-prinsip yuridis dari suatu jaminan kredit dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Prinsip territorial
2. Prinsip acessoir
3. Prinsip hak prefrensi
4. Prinsip nondistribusi
5. Prinsip disclosure
6. Prinsip eksistensi benda
11
(23)
7. Prinsip eksistensi kontrak pokok
8. Prinsip larangan eksekusi untuk diri sendiri
9. Prinsip formalisme
10. Prinsip ikutan objek (mengikuti benda atau mengikuti orang)
11. Prisip ikutan piutang 12
Fidusia sebagai lembaga perjanjian yang menjamin benda bergerak yang jadi jaminan khususnya di lembaga keuangan yaitu bank.Bank dalam menjalankan kredit membutuhkan jaminan untuk menjamin pembayaran terhadap kredit tersebut, oleh karena itu lembaga penjaminan hak tanggungan, fidusia, gadai, hipotik diperlukan untuk menjadi perlindungan hukum.
Dalam perbankan ingin memberikan pembiayaan atau kredit untuk benda bergerak atau pada saat perbankan mendapatkan jaminan berupa benda bergerak maka bank membutuhkan fidusia untuk mengikat jaminan tersebut agar memiliki landasan hukum.
Namun permasalahannya di dalam jaminan fidusia objek tidak dikuasai, berbeda dengan gadai objek barang dikuasai penerima gadai.Oleh karena itu objek jaminan tidak dikuasai oleh penerima fidusia.Hal tersebut menimbulkan konsekuensi hukum apabila sewaktu-waktu objek jaminan hilang, dimana pada saat yang bersamaan debitur wanprestasi.
Pada saat tersebut maka objek jaminan fidusia dibutuhkan untuk dapat dijual sebagai suatu pengembalian hutang, namun di sini timbul permasalahan
12
Muhammad Djumhana, HukumPerbankan di Indonesia, Citra AdityaBakti, Bandung, 2002, hal. 5
(24)
apabila objek tersebut hilang. B. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan pada skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tinjauan umum tentang jaminan fidusia terhadap hukum
positif?
2. Bagaimanakah pelaksanaan tentang jaminan fidusia di PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Medan?
3. Bagaimana Pertanggungjawaban atas hilangnya objek jaminan fidusia
yang telah didaftarkan di KEMENKUMHAM? C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui secara jelas dan terperinci mengenai hukum jaminan
fidusia yang ada dan diatur dalam hukum positif.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan tentang jaminan fidusia di PT.Bank
Muamalat Indonesia,Tbk. Cabang Medan.
3. Untuk mengetahui tentang pertanggungjawaban debitur atas akibat
hilangnya objek jaminan fidusia yang berstatus hukum telah di daftarkan di KEMENKUMHAM.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Penulisan secara Teoretis
Hasil penulisan ini diharapkan akan memperluas dan menambah ilmu pengetahuan tentang lembaga jaminan fidusia dalam menjamin kredit atau pembiayaan pada suatu bank.Dengan demikian penelitian ini dapat
(25)
pula memberikan sumber pengetahuan khususnya jaminan hukum fidusia.
2. Manfaat Penulisan secara Praktis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberikan jalan keluar kepada para pihak yang terlibat langsung dalam masalah fidusia. Manfaat penulisan ini akan memberikan input kepada beberapa pihak khususnya terhadap para praktisi dan pelaku usaha perbankan atau bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan dengan jaminan benda bergerak yang dijaminkan dan dilindungi oleh fidusia.
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hilangnya objek jaminan fidusia dari lembaga penjaminan jaminan fidusia. Namun demikian, penelitian kepustakaan tidak hanya terhadap bahan perundang-undangan di Indonesia yang mengandung celah yang dapat dimanfaatkan dalam praktek penyelenggaraan jaminan fidusia tersebut, akan tetapi juga terhadap doktrin-doktrin para sarjana terdahulu dan didukung oleh dokumen-dokumen yang nyata di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, Cabang Medan.
Sifat Penelitian merupakan deskriptif analitis yang berorientasi pada pemecahan masalah karena penelitian dilakukan setelah kejadian berlangsung.Sifat deskriptif dalam penelitian ini untukmenggambarkan fakta yang
(26)
berkembang didalam masyarakat tentang hilangnya objek jaminan fidusia dengan
melakukan survey normative dari aturan norma-norma hukum jaminan fidusia itu
sendiri.
Kemudian dilakukan analisis terhadap fakta-fakta yang terjadi dalam hal hilangnya atau musnahnya objek jaminan fidusia yang dijaminkan, baik itu bagi bank sebagai lembaga perbankan yang memegang jaminan fidusia, selanjutnya Notaris sebagai pejabat yang ditunjuk oleh negara sebagai pelaksana pemasang jaminan fidusia, dan terakhir Pengadilan Negeri sebagai pelaksana eksekusi jaminan fidusia.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan, kemudian dilakukan penelitian dan dicatat gejala-gejala hukum yang terjadi yang berasal dari hasil wawancara dengan pihak terkait.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi dokumentasi dan studi kepustakaan, serta berbagai dokumen tertulis lainnya baik berupa peraturan perundang-undangan, definisi para ahli hukum yang berhubungan dan mendukung proses penelitian serta untuk melengkapi data primer yang telah diperoleh.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan sebagai berikut:
(27)
a. Studi Kepustakaan (Library Research), yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertieryaitu:13
1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan
peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
c. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
e. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan-bahan hukum primer yaitu karangan ilmiah, buku-buku referensi dan informasi, akta perjanjian pembiayaan dan sertifikat fidusia.
3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk
danpenjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum,kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.
b. Studi Dokumen yaitu pengumpulan data dengan menghimpun dokumen yang
berkaitan dengan pembiayaan bermasalah dan akta-akta jaminan fidusia beserta sertifikat jaminan fidusia terhadap objek jaminan yang hilang di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, Cabang Medan.
13
Penelitian Hukum Normatik adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, lebih lanjut lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
(28)
Selain dengan metode teknik pengumpulan data di atas, penelitian ini juga
melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview) ke beberapa pihak
yang mengetahui secara langsung terkait dengan pembiayaan bermasalah dan pelaksanaan jaminan fidusia antara lain kepada :
a. Pejabat dan Pegawai bagian hukum di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk,
Cabang Medan.
b. 2 orang Notaris dan PPAT di wilayah kerja Medan yang memiliki kriteria
sebagai notaris rekanan di beberapa Bank, baik Bank Pemerintah maupun Swasta dan juga sering melakukan pengikatan atas Jaminan Fidusia.
c. Advokat yang sering menangani kasus eksekusi fidusia di Wilayah Medan.
d. Juru Sita di Pengadilan Negeri Medan
e. Kepolisian Resort Kota Medan
f. Kasi Lelang KPKLN Medan.
4. Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan baik dengan melakukan studi kepustakaan maupun dengan studi lapangan maka data tersebut dianalisa secara kualitatif.14
sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Penelitian kualitatif dimaksud adalah jenis penelitian yang temuan- temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau dalambentuk hitungan lainnya. Selanjutnya digunakannya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan rinciankaidah yang lebih kompleks tentang fenomena yang akan
14
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal.10
(29)
Setelah seluruh proses pengumpulan data dilakukan, data disusun dan kemudian dikelompokkan dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan yang berkaitan dengan masalah kekuatan objek jaminan fidusia yang hilang, dimulai dari ketentuan ketentuan yang bersifat umum mengenai ketentuan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia selanjutnya kepada ketentuan khusus yang tercantum pada ketentuan ketentuan bank Indonesia kemudian di sinkronisasikan dengan ketentuan PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk, Cabang Medan dalam prosedur umum penyelesaian pembiayaan bermasalah, dan akhirnya dapat disimpulkan jawaban mengenai tinjauan yuridis terhadap pertanggung jawaban atas hilangnya objek jaminan fidusia.
F. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian terdahulu,
penelitian terhadap “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERTANGGUNG
JAWABAN JAMINAN FIDUSIA YANG OBJEKNYA HILANG” belum pernah dilakukan sebelumnya pembahasan dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, dan objektif secara terbuka dan jelas semua ini merupakan implikasi etis dari proses penemuankebenaran ilmiah yang diperoleh dari kasus atau fakta asli di lapangan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Beberapa penelitian sebelumnya ada ditemukan mengenai pertanggung jawaban jaminan fidusia yang objeknya hilang, namun topik permasalahan dan
(30)
bidang kajiannya berbeda dengan penelitian ini, peneliti tersebut antara lain :
1. Yuslinda Lestari, NIM : D1A010340, Fakultas Hukum Universitas
Mataram Tahun 2014, “Tinjauan Yuridis Objek Jaminan Yang Dirampas Oleh Negara”.
Substansi permasalahan adalah:
a. Bagaimana status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh negara?
b. Bagaimana akibat hukum dirampasnya objek jaminan fidusia terhadap
perjanjian jaminan fidusia?
2. Desi Irawan Hsb, NIM : 040200117, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Tahun 2008, “Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jamnian Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999”. Substansi permasalahan adalah:
a. Bagaimana proses pelaksanaan eksekusi objek fidusia?
b. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam melakukan eksekusi?
c. Bagaimana akibat hukum musnahnya objek fidusia?
3. Lanang Galuh Pratyaksa WP, NIM : C100050134, Fakultas Hukum
Universitas Muhamadiyah Tahun 2013, “Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia”.
Subtansi permasalahan adalah :
a. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia?
b. Permasalahan-permasalahan apa saja yang timbul dalam pemberian
(31)
G. Sistematika Penulisan
Setelah diperoleh data dan bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, langkah selanjutnya adalah merangkai seluruh temuan dalam suatu sistematika penulisan. Adapun gambaran isi dari skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan mengenai Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Bab ini lebih menjelaskan tentang gambaran umum mengenai Jaminan Fidusia diantaranya pengertian, Sejarah, Asas, Fidusia serta Fidusia sebagai Jaminan Hutang.
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG PT BANK MUAMALAT,
TBK
Bab ini menjelaskan tentang gambaran tentang PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, secara umum dimulai dari sejarah lahirnya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN ATAS HILANGNYA OBJEK
FIDUSIA
Bab ini menjelaskan tentang bagaimana pertanggungjawaban atas hilangnya Objek Jaminan Fidusia pada saat telah menjadi Jaminan pada Bank.
(32)
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran. Untuk memenuhi persyaratan Akademis penulisan Skripsi maka Skripsi akan dilengkapi dengan Lampiran-lampiran serta Daftar Kepustakaan dengan penyajiannya.
(33)
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Pengaturan Jaminan Fidusia
Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia.Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sudah menggunakan istilah “Fidusia”.Dengan demikian, istilah “Fidusia” sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum kita. Akan tetapi, kadang-kadang untuk Fidusia ini dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah “penyerahan hak milik secara kepercayaan”. Dalam terminologi Belandanya sering disebut
dengan istilah lengkapnya yaitu fiduciare eigendom overdracht, sedangkan dalam
bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut fiduciary transfer of ownership.
Namun demikian, kadang-kadang dalam literatur Belanda kita jumpai pula
pengungkapan Jaminan fidusia ini dengan istilah-istilah sebagai berikut:15
1. Zakerheids-eigendom (hak milik sebagai jaminan ) 2. Bezitloos zkerheidsrecht (jaminan tanpa menguasai) 3. Verruimd pand begrip (gadai yang diperluas)
4. Eigendomsoverdracht tot zekerheid (penyerahan hak milik secara jaminan ) 5. Bezitloos pand (gadai berselubung)
6. Een verkapt pand recht (gadai berselubung) 7. Uitbaouw dari pand (gadai yang diperluas)
Pada prinsipnya, jaminan fidusia adalah suatu jaminan utang yang bersifat kebendaan (baik utang yang telah ada maupun utang yang akan ada), yang pada
15
(34)
prinsipnya memberikan barang bergerak sebagai jaminannya (tetapi dapat juga diperluas terhadap barang-barang tidak bergerak) dengan memberikan penguasaan dan penikmatan atas benda objek jaminan hutang tersebut kepada debitur (dengan jalan pengalihan hak milik atas benda objek jaminan tersebut kepada kreditur) kemudian pihak kreditur menyerahkan kembali penguasaan dan penikmatan atas
benda tersebut kepada debiturnya secara kepercayaan (fiduciary). Dalam konteks
ini, apabila utang dijamin dengan jaminan fidusia sudah dibayar lunas sesuai yang diperjanjikan, maka titel kepemilikan atas benda tersebut diserahkan kembali oleh kreditur kepada debitur. Sebaliknya, apabila utang tidak terbayar lunas, maka benda objek fidusia tersebut harus dijual, dan dari harga penjualan itu akan diambil untuk dan sebesar pelunasan utang sesuai perjanjian, sedangkan kelebihannya (jika ada) harus dikembalikan kepada debitur. Sebaliknya, apabila dari hasil penjualan benda objek jaminan fidusia ternyata tidak menutupi utang yang ada, maka debitur masih berkewajiban membayar sisa utang yang belum
terbayarkan tersebut.16
1. Meskipun hukum positif di Indonesia menganut teori kepemilikan (title
theory), tetapi unsur-unsur teori penjaminan (lien theory) juga tetap diberlakukan, sehingga dalam beberapa kondisi (secara riil) pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja (bukan sebagai pemilik yang sebenarnya).
Karena itu, prinsip-prinsip utama dari jaminan fidusia dapat disebutkan sebagai berikut :
16
(35)
2. Debitur harus memelihara objek jaminan fidusia dengan baik, tidak boleh dialihkan, disewakan, digadaikan, dan sebagainya.
3. Kreditur penerima fidusia adalah kreditur preferens.
4. Berlaku prinsip droit de suite. Dalam konteks ini, suatu jaminan fidusia
mengikuti benda yang menjadi objek jaminannya, kemanapun atau kepada siapapun benda tersebut berpindah.
5. Jaminan fidusia merupakan jaminan ikutan (accessoir), dengan konsekuensi
antara lain :
a. Jaminan fidusia mengikuti perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian utang piutang.
b. Apabila utangnya hapus atau lunas dibayar, maka fidusia pun hapus dan barang jaminan fidusia harus diserahkan kembali kepemilikan dan penguasaan kepada debitur.
c. Apabila utang yang dijamin dengan fidusia beralih ke pihak lain, maka jaminan fidusia pun ikut beralih juga.
6. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada
wanprestasi dari pihak debitur.
7. Apabila utang sudah dilunasi, maka titel kepemilikan atas jaminan fidusia
harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia.
8. Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah utangnya, maka
sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.
9. Jaminan fidusia dapat diletakkan baik atas utang yang sudah ada maupun atas
(36)
10. Jaminan fidusia dapat diikat atas benda yang sudah ada maupun benda yang baru akan ada di kemudian.
11. Jaminan fidusia dapat diikat atas bangunan atau rumah yang terletak di atas
tanah milik orang lain.
12. Pemberi jaminan fiduisia haruslah pihak yang memiliki kewenangan hukum
atas objek jaminan fidusia .
13. Jaminan fidusia tidak dapat dipisah-pisah (onsplitsbaarheid). Dalam konteks
ini, meskipun fidusia dapat diikat untuk beberapa kreditur sekaligus (contohnya untuk semua atau sebagian kreditur dalam suatu pembiayaan sindikasi) tetapi benda objek jaminan fidusia dari satu fidusia untuk seluruh kreditur tersebut tidak dapat dibagi-bagi maksudnya, menentukan bahwa bagian tertentu dari objek jaminan adalah untuk kreditur tertentu juga.
14. Objek jaminan fidusia tidak dapat dipecah-pecah (split) ataupun digabung.
Maksudnya, setelah diikatnya satu jamninan fidusia terhadap satu atau lebih objek jaminan fidusia, maka di kemudian hari fidusia tersebut tidak dapat dipecah menjadi dua fidusia, atau tidak dapat dipecah menjadi dua atau lebih fidusia di kemudian hari digabung menjadi satu.
15. Berlaku asas publisitas yaitu suatu jaminan fidusia harus didaftar ke Kantor
Pendaftaran Fidusia agar dapat dilihat oleh publik.
16. Fidusia terdaftar mendapat prioritas pembayaran lebih dahulu dari pada fidusia
(37)
17. Tidak boleh dieksekusi secara mendaku artinya benda objek jaminan fidusia tidak dapat dieksekusi menjadi langsung milik kreditur, meskipun diperjanjikan seperti itu oleh para pihak.
Selain itu, agar peralihan hak dalam konstruksi hukum tentang fidusia ini
sah maka harus memenuhi syarat-syarat berikut.17
a. Tedapat perjanjian yang bersifat zakelijk
b. Adanya titel untuk suatu peralihan hak
c. Adanya kewenangan untuk menguasi benda dari orang yang menyerahkan
benda
d. Cara tertentu untuk penyerahan yakni, dengan caraconstitutum possessorium
bagi benda bergerak yang berwujud, dan dengan cara cessie untuk utang
piutang.
Unsur-unsur jaminan fidusia adalah :
1. Adanya hak jaminan.
2. Adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berujud maupun yang tidak
berujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Ini berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun.
3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia
4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.
B. Sejarah Jaminan Fidusia
1. Sejarah Fidusia.
Dalam sejarah terlihat bahwa sebenarnya lembaga fidusia dalam bentuk klasik
17
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Beberapa masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di Dalam dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gadjah mada, Yogyakarta, 1977, hal. 27
(38)
sudah dibentuk sejak zaman Romawi. Dalam konteks ini, di Romawi terdapat
istilah fiducia cum creditore. Dalam konstruksi hukum ini, barang-barang debitur
diserahkan kepemillikannya kepada kreditur, tetapi dimaksudkan hanya sebagai
jaminan utang. Sehubungan dengan itu, di Romawi terdapat pula istilah fiducia
cum amico, tetapi hanya dimaksudkan sebagai pengangkatan seorang wakil untuk memelihara kepentingannya. Jadi, tidak ada penyerahan hak milik atau jaminan
utang sebagaimana dilakukan dalam pengikatan fidusia saat ini.18
18
Munir FuadyII, op.cit., hal.108
Kemudian, dalam sejarah hukum di Romawi (dipenghujung zaman klasik)
berkembang pula lembaga pand (gadai) dan hipotek (hak tanggungan) sehingga
peranan lembaga fidusia sebagai jaminan utang mulai berkurang, sampai kemudian peranan dan eksistensinya lenyap sama sekali sejak zaman sesudah zaman klasik di bawah pemerintahan Justianus.
Karena lembaga fidusia sudah lenyap pada saat hukum Romawi diadopsi oleh negara-negara Eropa Kontinental (contohnya Prancis dan Belanda) pada saat itu, dalam kitab undang-undang mereka juga tidak dikenal lembaga yang disebut
dengan fidusia tersebut.Waktu itu, yang ada hanyalah pand (gadai) untuk benda
bergerak dan hipotek (hak tanggungan) untuk benda tidak bergerak.
Akan tetapi, dalam praktik hukum di negara-negara Eropa Kontinental
tersebut (contohnya di negeri Belanda) kemudian dirasakan bahwa eksitensi pand
dan hipotek belum cukup, khususnya jika ada pembebanan jaminan terhadap barang bergerak yang fisik bendanya tidak perlu dialihkan kepada pihak kreditur. Dengan menyadari kebutuhan dalam praktik tersebut, akhirnya dimunculkan
(39)
kembali lembaga fidusia (dalam bentuk yang modern) sebagai jaminan utang lewat konstruksi yang unsurnya rekayasanya sangat kental. Kemudian, jaminan fidusia dalam bentuknya yang modern ini diterima dengan baik dalam praktik hukum dan diakui oleh yurisprudesi. Akhirnya, dewasa ini banyak negara yang bahkan sudah mempunyai undang-undang yang mengatur tentang Fidusia ini, termasuk di dalamnya Indonesia dengan Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Jadi, munculnya konsep fidusia di mana-mana bermula dari adanya
pemisahan benda menjadi benda bergerak (movable) dan benda tidak bergerak
(immovable).Terhadap benda bergerak tersedia gadai yang bendanya diserahkan penguasaan dan penikmatnya kepada kreditur, sedangkan atas benda tidak bergerak tersedia hipotek yang bendanya tidak diserahkan penguasaan dan penikmatannya kepada pihak kreditur.
Jadi, dalam sistem hukum Eropa Kontinental yang konvensional tidak dikenal jaminan atas benda bergerak yang penguasaan dan penikmatan atas bendanya tidak diserahkan kepada kreditur, di samping juga tidak dikenal jaminan atas benda tidak bergerak yang penguasaan dan penikmatannya diserahkan kepada pihak kreditur, yaitu seperti gadai tanah dalam sistem hukum adat Indonesia.
Memang, di dalam hampir setiap sistem hukum di dunia ini dikenal pembedaan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak, terutama dalam sistem
Eropa Kontinental seperti yang diterapkan di Perancis (meuble dan immeuble),
Belanda (roeren de zaken dan onroeren de zaken).Di Jerman juga terjadi
(40)
berasal dari hukum Jerman. Demikian juga yang terjadi negara-negara Anglo
Saxon, (contohnya Inggris, AS, atau Australia) dengan konsep “movable” dan
“immovable” atau “real property” dan “personal property” (chattel). C. Asas-Asas HukumJaminan Fidusia
Salah satu unsur yuridis dalam sistem hukum jaminan adalah asas hukum.Hal ini menunjukkan betapa pentingnya asas hukum dalam suatu undang-undang.Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai asas-asas jaminan fidusia, perlu dijelaskan pengertian asas. Istilah asas merupakan terjemahan dari bahasa
Latin “principium” dan, bahasa Inggris “principle” dan bahasa Belanda
“beginsel”, yang artinya dasar yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat.
Kata “principle” atau asas adalah sesuatu, yang dapat dijadikan sebagai alas,
sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan.
Principle is a fundamental truth or doctrine, as of law, a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others. Pengertian ini belum memberikan kejelasan dalam ilmu hukum, tetapi sudah memberikan arahan tentang hal yang menjadi esensi dari asas yakni ajaran atau kebenaran yang
mendasar untuk pembentukan peraturan hukum yang menyeluruh.19
Pengertian asas dalam bidang hukum yang lebih memuaskan dikemukakan
oleh para ahli hukum antara lain antara lain “A principle is the board reason
which lies at the base of a rule of law”. Ada dua hal yang terkandung dalam
19
(41)
makna asas tersebut yakni pertama, asas merupakan pemikiran, pertimbangan,
sebab yang luas atau umum, abstrak (the board reason), kedua, asas merupakan
hal yang mendasari adanya norma hukum (the base of rule of law). Oleh karena
itu, asas hukum. Karakter asas hukum yang umum, abstrak itu memuat cita-cita,
harapan (das sollen), dan bukan aturan yang akan diperlakukan secara langsung
kepada subjek hukum. Asas hukum bukanlah suatu perintah hukum yang konkret yang dapat dipergunakan terhadap peristiwa konkret dan tidak pula memiliki sanksi yang tegas.Hal-hal tersebut hanya ada sudah dituangkan dalam wujud pasal-pasal perundang-undangan.Dalam peraturan-peraturan (pasal-pasal) dapat ditemukan aturan yang mendasar berupa asas hukum yang merupakan cita-cita dari pembentuknya. Asas hukum diperoleh dari proses analitis (kontruksi yuridis) yaitu dengan menyaring (abstraksi) sifat-sifat khusus yang melekat pada
aturan-aturan yang konkret, untuk memperoleh sifat-sifatnya yang abstrak.20
Pertama, asas bahwa kreditur penerima fidusia berkeduduan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya.Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 2 UUJF. Lebih lanjut UUJF tidak memberikan pengertian Dalam UUJF, pembentuk undang-undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan norma hukumnya. Oleh karena itu, sesuai dengan teori dari asas hukum tersebut di atas, maka asas hukum jaminan fidusia dapat ditemukan dengan mencarinya dalam Pasal-Pasal UUJF.
Asas-asas hukum jaminan fidusia yang terdapat dalam UUJF adalah:
20
(42)
tentang apa yang dimaksud dengan kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya. Namun, di bagian lain yakni Pasal 27 UUJF dijelaskan pengertian tentang hak yang didahulukan terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hak yang didahulukan adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Berbeda halnya dengan hak kebendaan lainnya seperti hak tanggungan. Dalam hak tanggungan, pengertian kreditur yang diutamakan terhadap kreditur-kreditur lain dijelaskan sebagai berikut:
Penjelasan umum angka 4 UUHT.
Bahwa jika debitur cedera janji, kreditur hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi prefensi piutang-piutang negara menurut
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.21
Dalam hal jaminan gadai (pand) tidak secara tegas dikatakan tentang
kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya, tetapi disebutkan bahwa gadai memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada berpiutang lainnya.
Asas tersebut dalam ilmu hukum disebut dengan droit de preference.Asas
ini dianut juga dalam jaminan hipotik.Kedudukan yang diutamakan merupakan hak istimewa yang diberikan undang-undang kepada pemegang hipotik.
22
21
Penejelasan umum angka 4 UUHT
22
Pasal 1150 KUH Perdata.
(43)
dikaitkan dengan piutang negara, kedudukan hak tersebut lebih rendah dari piutang negara. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kedudukan yang didahulukan dari pemegang hak jaminan fidusia juga lebih rendah dari piutang negara? Jawaban ini terletak kepada pendekatan sistem hukum jaminan kebendaan, artinya apabila jaminan fidusia merupakan sub sistem hukum jaminan kebendaan, secara analogi piutang negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur pemegang jaminan fidusia.
Kedua, asas bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada.Dalam ilmu
hukum, asas ini disebut dengan “droit de suite atau zaaksgevolg). Pengertian droit
de suite dijelaskan sebagai the right of a creditor to pursue debtors property into the hands of third persons for the enforcement of his claim.
Pengakuan asas ini dalam UUJF menunjukkan bahwa jaminan fidusia
merupakan hak kebendaan (zakelijkrecht) dan bukan hak perorangan
(persoonlijkrecht). Dengan demikian, hak jaminan fidusia dapat dipertahankan terhadap siapapun juga dan berhak untuk menuntut siapa saja yang mengganggu
hak tersebut.23
Hak perorangan tidak memiliki karakter droit de suite, sebagaimana yang
dikatakan “persoonlijk recht heeft geens zaaksgevolg”.Selanjutnya, ditegaskan
bahwa “het zakelijk recht heeft zaaksgevolg (droit de suite), het persoonlijk recht
neit”.Dalam karakter droit de suite terdapat prinsip hak yang tua didahulukan dari
hak yang muda.Hal ini berarti apabila terdapat beberapa hak kebendaan diletakkan
23
(44)
atas sesuatu benda, kekuatan hak itu ditentukan oleh urutan waktunya.Pengakuan asas bahwa hak jaminan fidusia mengikuti bendanya dalam tangan siapapun benda itu berada memberikan kepastian hukum bagi kreditur pemegang jaminan fidusia untuk memperoleh pelunasan hutang dari hasil penjualan objek jaminan fidusia apabila debitur pemberi jaminan fidusia wanprestasi.Kepastian hukum atas hak tersebut bukan saja benda jaminan fidusia masih berada pada debitur pemberi jaminan fidusia bahkan ketika benda jaminan fidusia itu telah berada pada pihak ketiga.
Hak kebendaan jaminan fidusia baru lahir pada tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia.Karena itu, konsekuensi yuridis adalah
pemberlakukan asas droit de suite baru diakui sejak tanggal pencatatan jaminan
fidusia dalam buku daftar fidusia. Maksud penegasan ini tidak lain adalah kalau jaminan fidusia tidak dicatatkan dalam buku daftar fidusia berarti hak jaminan fidusia bukan merupakan hak kebendaan melainkan memiliki karakter hak perorangan. Akibatnya, bagi pihak ketiga adalah tidak dihormatinya hak jaminan
fidusia dari kreditur pemegang jaminan fidusia.24
Pemberlakuan asas droit de suite tidak dapat berlaku terhadap semua objek
jaminan fidusia, tetapi terdapat pengecualiannya yakni tidak berlaku bagi objek Apabila terjadi peralihan benda jaminan fidusia, kreditur pemegang jaminan
fidusia tidak dapat dilindungi berdasarkan asas droit de suite. Dengan perkataan
lain, kreditur pemegang jaminan fidusia berkedudukan sebagai kreditur konkuren bukan kreditur preferen.
24
(45)
jaminan fidusia berupa benda persediaan. Pembentuk UUJF tidak menjelaskan benda-benda apa saja yang termasuk dalam kategori benda persediaan. Hanya dijelaskan dengan memberi contoh tentang benda-benda yang tidak merupakan benda persediaan, antara lain mesin produksi, mobil pribadi atau rumah pribadi. Sementara itu, dijelaskan bahwa sebelum UUJF dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda
dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan dan
kendaraan bermotor. Yang menjadi permasalahan adalah apakah barang dangan (stock barang) bukan termasuk benda persediaan, atau apakah mesin dari suatu perusahaan bukan tergolong dalam benda persediaan.Ketidakpastian tentang penentuan benda persediaan dapat menimbulkan kelemahan dalam pelasanaan UUJF.Seharusnya untuk mencegah hal tersebut, pembentuk UUJF memberikan pengertian benda persediaan dan diikuti dengan contoh-contohnya yang bersifat tidak limitatif.
Dalam kamus Black’s law Dictionary dijelaskan arti inventory adalah
sebagai :
a detailed list of article of prosperty; a list or schedule of property and other assets, containing a designation or description of each specific article; quantity of goods or materials on hand or in stock; an itemized list of the various items or article constituting a collection, estate stock in trade, etc.25
25
Ibid, hal 163
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa benda persediaan adalah benda yang diuraikan dalam suatu daftar secara detail, spesifik baik mengenai jumlah maupun jenisnya.
(46)
Debitur pemberi jaminan fidusia dapat mengalihkan benda persediaan sesuai dengan cara dan prosedur yang lazim dalam usaha perdagangan. Misalnya, terhadap objek jaminan fidusia dijual pada pihak ketiga, berarti peralihan objek jaminan fidusia adalah sah dan pihak pembeli benda jaminan fidusia sebagai pemilik yang sempurna. Pada prinsipnya, pemberi jaminan fidusia dilarang untuk mengaihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain objek jaminan
fidusia, tetapi terhadap benda persediaan, prinsip tersebut dikecualikan.26
Dalam UUJF, asas tersebut secara tegas dinyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok. Sesuai dengan sifat assesor ini, berarti hapusnya jaminan fidusia juga ditentukan oleh hapusnya hutang atau karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh kreditur penerima jaminan fidusia.Dengan demikian, perjanjian jaminan fidusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang.Asas assesoritas juga dikenal dalam perjanjian hak tanggungan.
Ketiga, asas bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lazim disebut asas assesoritas. Asas ini mengandung arti bahwa keberadaan jaminan fidusia ditentukan oleh perjanjian lain yakni perjanjian utama atau perjanjian principal. Perjanjian utama bagi jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang yang melahirkan hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia.
27
Pencantuman asas assesoritas adalah untuk menegaskan atau menghilangkan adanya keragu-raguan mengenai karakter jaminan fidusia apakah bersifat assesor atau merupakan perjanjian yang berdiri sendiri
26
Pasal 23 ayat (2) UUJF
27
(47)
(zelfstandig).Sebelum keluarnya UUJF, sifat perjanjian jaminan fidusia yang berdiri sendiri pernah dikemukakan oleh Stein dan Jarolimek.
Stein berpendapat bahwa perjanjian Fidusia bersifat berdiri sendiri, tidak bergantung kepada piutangnya.
Jarolimek mengatakan:
Hak eigendom yang diperoleh kreditur tidak bergantung kepada piutang yang ada, melainkan diperolehnya dari debitur sebagai jaminan dari piutang, dengan syarat bahwa hak eigendom akan kembali kepada debitur jika piutangnya hapus. Debitur memperoleh hak eigendom dengan syarat menunda, yaitu bahwa ia setelah peunasan hutangnya otomatis menurut hukum akan memperoleh hak
eigendomnya kembali.28
Jaminan atas hutang yang akan ada mengandung arti bahwa pada saat dibuatnya Akta Jaminan fidusia, hutang tersebut belum ada tetapi sudah di Dengan keluarnya UUJF, ajaran bahwa perjanjiaan jaminan fidusia bersifat berdiri sendiri sudah ditinggalkan.
Asas assesoritas membawa konsekuensi hukum terhadap pengalihan hak atas piutang dari kreditur pemegang jaminan fidusia lama kepada kreditur pemegang jaminan fidusia baru.Hal ini berarti terjadi pemindahan hak dan kewajiban dari kreditur pemegang jaminan fudisia lama kepada direktur pemegang fudisia baru.Pihak yang menerima peralihan hak jaminan fudisia
mendaftarkan perbuatan hukum (cessie) tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia.
Keempat, asas bahwa jaminan fidusia dapat dietakkan atas hutang yang baru
akan ada (kontinjen). Dalam UUJF ditentukan bahwa objek jaminan fidusia dapat
dibebankan kepada hutang yang telah ada dan akan ada .
28
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Pengaturan Hukum Tentang Hipotek, Kreditverband dan Fidusia, Makalah dalam Sumber Hukum Jaminan, BPHN-Binacipta, Jakarta, 1981, hal. 25
(48)
perjanjikan sebelumnya dalam jumlah tertentu. Asas ini adalah untuk menampung aspirasi hukum dari dunia bisnis perbankan, misalnya hutang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan garansi bank.Asas ini juga di atur dalam Pasal 3 ayat (1) UUHT. Pengaturan asas ini juga ingin menuntaskan perbedaan pendapat antara para pihak pengadilan dengan kalangan perbankan tentang problema hukum jaminan pada
masa lalu dalam menentukan besarnya jumlah hutang yang pasti.29
29
Tan Kamello,op.cit.,hal. 165
Sehubungan dengan ini St. Remy Sjahdeini mengatakan sebagai berikut: Pihak pengadilan berpendapat bahwa jumlah hutang harus sudah pasti (fixed). Bagi bank, penentuan jumlah pembiayaan yang pasti hampir tidak mungkin dilakukan. Untuk pembiayaan investasi, jumlah pembiayaan akan selalu menurun dari waktu ke waktu apabila debitur secara teratur melakukan angsuran pembiayaan sesuai dengan jadwal angsurannya. Namun, apabila kemudian setelah
angsuran terakhir pembiayaan berbentuk R/C (rekening courant), pembiayaan
akan berfluktuasi dari waku ke waktu mengikuti waktu-waktu dan jumlah-jumlah setoran dan pengambilan pembiayaan dari rekening koran pembiayaan dari debitur tersebut. Bank mengharapkan agar pengadilan dapat menerima bahwa jumlah hutang yang akhirnya harus dibayar kembali pada debitur pada waktu eksekusi hak tanggungan adalah jumlah tercantum pada rekening koran tersebut
Kelima, asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada. Sebelum UUJF dikeluarkan, apakah benda yang akan ada dapat dijadikan objek jaminan fidusia masih merupakan problem yuridis. Pengaturan asas ini harus dilihat dalam kaitannya dengan dengan sumber hukum jaminan yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Salah satu prinsip yang terkandung dalam Pasal ini adalah bahwa benda yang ada adalah benda yang pada saat dibuat perjanjian jaminan belum ada tetapi dikemudian hari benda tersebut ada. Benda yang akan dikemudian hari itu harus dimiliki debitur.
(49)
Asas tersebut telah tertampung atau telah diakui setelah keluarnya UUJF yang intinya adalah jaminan fidusia dapat dibebankan atas benda yang akan ada. Pengaturan asas ini adalah untuk mengantisipasi perkembangan dunia bisnis dan sekaligus dapat menjamin kelenturan objek jaminan fidusia yang tidak terpaku pada benda yang sudah ada. Perwujudan asas tersebut merupakan penuangan cita- cita masyarakat dalam bidang hukum jaminan .
UUJF bukan saja menetapkan objek jaminan fidusia terhadap benda yang akan ada, bahkan memberikan aturan terhadap piutang yang akan ada juga juga dapat dibebani dengan jaminan fidusia. Disini terlihat bahwa pembentuk UUJF hendak membedakan benda dan piutang.Dengan adanya pembedaan tersebut, seolah-olah piutang adalah bukan benda. Apabila dipahami dengan cermat Pasal 1 angka 4 UUJF, sudah cukup jelas bahwa piutang itu tidak lain adalah benda yang tidak berwujud. Oleh karena itu, pengaturan piutang yang akan ada adalah norma yang mubajir atau berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa pembentuk UUJF
tidak menganut prinsip konsistensi internal dalam menyusun pasal-pasal UUJF.30
Niet allen bij objecten als handelsvoorraden. waar frequente vervanging voor de hand ligt, speelt dit probleem een rol. Een taxibedrijf, dat zijn auto’s fiduciair heeft overgedragen, zal ook zijn taxi’s periodiek door niuewe vervangen. Die vervanginngen vinden niet zo snel achter een plaats als die van de handelsvooraden,maar zij geschieden wel degelijk en de kredietverlener zal uiteraard ook van de later anggeschafte auto’s fiduciair eigenaar willen worden.
Sehubungan dengan asas Jaminan fidusia atas benda yang akan ada,
O.K.Brahn menguraikan “Fiduciaire egendomsoverdracht van ‘toekomstige
zaken” dengan mengemukakan contoh sebagai berikut:
31
30
Ibid, hal 167
31
(50)
Asas ini juga dijumpai dalam Pasal 4 ayat (4) UUHT yang intinya adalah bahwa hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang akan ada dengan ketentuan pertama, benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah. Kedua, benda itu merupakan milik pemegang hak atas tanah dan ketiga, pembebanannya dinyatakan dengan tegas dalam APHT.
Berbeda halnya dengan jaminan hipotik, bahwa pembebanan atas benda yang akan ada di kemudian hari adalah batal.
Keenam, asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain. Dalam ilmu hukum asas ini disebut degan asas pemisahan horizontal.Dalam pemberian pembiayaan bank, penegasan asas ini dapat menampung pihak pencari pembiayaan khususnya pelaku usaha yang tidak memiliki tanah tetapi mempunyai hak atas bangunan/rumah.Biasanya hubungan hukum antara pemilik tanah dan pemilik bangunan adalah perjanjian sewa.
Ketujuh, asas bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek jaminan fidusia. Subjek jaminan fidusia yang dimaksudkan adalah identitas para pihak yakni pemberi dan penerima jaminan fidusia, sedangkan objek jaminan yang dimaksudkan adalah data perjanjian pokok yang dijaminan fidusia, uraian mengenai benda jaminan fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek jaminan. Dalam ilmu hukum disebut asas spesialitas atau pertelaan.
(51)
Kedelapan, asas bahwa pemberi jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek jaminan fidusia.Kewenangan hukum tersebut harus sudah ada pada saat jaminan fidusia didaftarkan ke Kantor Fidusia.Asas ini sekaligus menegaskan bahwa pemberi jaminan fidusia bukanlah orang yang wewenang berbuat. Dalam UUJF, asas ini belum dicantumkan dalam Pasal 8
UUHT.32
Keduabelas, asas bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai
benda jaminan harus mempunyai itikad baik (to goeder trouw, in good faith).
Asas iktikad baik di sini memiliki arti subjektif sebagai kejujuran bukan arti objektif sebagai kepatutan seperti dalam hukum perjanjian. Dengan asas ini Kesembilan, asas bahwa jaminan fidusia harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia.Dalam ilmu hukum disebut asas publikasi.Dengan dilakukannya pendaftaran akta jaminan fidusia, berarti perjanjian fidusia lahir dan momentum tersebut menunjukkan perjanjian jaminan fidusia adalah perjanjian kebendaan.Asas publikasi juga melahirkan adanya kepastian hukum dari jaminan fidusia.
Kesepuluh, asas bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan fidusia sekalipun hal itu diperjanjikan.Dalam ilmu hukum disebut atas pendakuan.
Kesebelas, asas bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke Kantor Fidusia dari pada kreditur yang mendaftarkan kemudian.
32
(52)
diharapkan bahwa pemberi jaminan fidusia wajib memelihara benda jaminan, tidak mengalihkan, menyewakan dan menggadaikannya kepada pihak lain.
Ketigabelas, asas bahwa jaminan fidusia sudah dieksekusi. Kemudahan pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan mencantumkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa” pada sertifikat jaminan fidusia. Dengan titel eksekutorial ini menimbulkan konsekuensi yuridis bahwa jaminan fidusia mempunyaki kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam hal penjualan benda jaminan fidusia, selain melalui titel eksekutorial,
dapat juga dilakukan dengan cara melelang secara umum dan di bawah tangan.33
D. Fidusia Sebagai Jaminan Hutang
1. Maksud dan Tujuan Pendaftaran Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang berasal dari zaman Romawi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam, karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, baik oleh pihak pemberi fidusia maupun oleh pihak penerima fidusia, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum. Karena pada saat itu, jaminan fidusia tidak (perlu) didaftarkan pada suatu lembaga pendaftaran jaminan fidusia.Di satu pihak jaminan fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, terutama pihak yang menerima fidusia. Pemberi fidusia
33
(53)
mungkin saja menjaminkan lagi benda telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan penerima fidusia (yang pertama). Hal ini dimungkinkan karena belum ada pengaturan mengenai jaminan fidusia.
Ketidakadaan kewajiban pendaftaran tersebut sangat dirasakan dalam praktik sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata hukum jaminan fidusia sebab di samping menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut menyebabkan jaminan fidusia tidak memenuhi unsur publisitas, sehingga susah dikontrol. Hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak sehat dalam praktiknya.
Atas pertimbangan itulah, di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia diatur tentang kewajiban pendaftaran jaminan fidusia agar memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan perlu diingat pendaftaran jaminan
fidusia ini memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia
terhadap kreditur lain. Karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pihak pemberi fidusia untuk menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut dapat memberikan jaminan kepada pihak penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda
tersebut.34
Dengan demikian pendaftaran jaminan fidusia ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak, baik bagi pemberi fidusia, apalagi bagi penerima fidusia, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum terhadap
34
(54)
kreditur (penerima fidusia) dan pihak ketiga lainnya. Setidaknya dengan adanya pendaftaran fidusia yang dimakdud, akan lebih menjamin hak preferensi dari kreditur (penerima fidusia) terhadap kreditur lain atas hasil penjualan benda objek jaminan fidusia yang bersangkutan. Selain itu pendaftaran jaminan fidusia menentukan pila hak preferensi kreditur (penerima fidusia).Ini dikarenakan jaminan fidusia memberikan hak kepada pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, diharapkan sistem pendaftaran jaminan fidusia ini dapat memberikan jaminan kepada pihak penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda yang
menjadi objek jaminan fidusia tersebut.35
35
Ibid, hal.201
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa maksud dan tujuan sistem pendaftran jaminan fidusia untuk:
a. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, terutama terhadap kreditur lain mengenai benda yang telah dibebani dengan jaminan fidusia.
b. Melahirkan ikatan jaminan fidusia bagi kreditur (penerima fidusia)
c. Memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada kreditur (penerima
fidusia) terhadap kreditur lain, berhubung pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan.
d. Memenuhi asas publisitas.
(1)
BAB V
PENUTUP
Dari uraianbab-babsebelumnyamakakesimpulandan saran yang penulisperolehadalahsebagaiberikut:
A. Kesimpulan
1. Tinjauanumumtentangjaminanfidusiaterhadaphukumpositif di negara IndonesiaadalahdenganhadirnyaUndang-UndangNomor 42 Tahun 1999 tentangjaminanfidusiadiharapkandapatmemberikankepastianhukumbagiparapihak denganmenjadikanjaminanfidusiasebagaisalahsatusumberlembagapenjaminanbag ibendabergerakgunamenunjangdinamikakegiatanusaha.Namunternyata yang terjadimalahsebaliknya, dinamikakegiatanusahaternyata yang
terjadididapatiketidakteraturandanketidakpastianhukumatau “legal uncertainty”.
Jika debitur melakukan wanprestasi, dimanaperlindunganhukumkepadapemegang fidusiatidakberjalansecaraefektifkhususnyabagikreditur.
2. Pelaksanaan perikatan jaminanfidusiadalampraktek di PT.Bank Muamalat Indonesia,Tbksaatinisudahberjalanefektifdan relevan sesuai dengan aturan Undang-Undang dimana Bank Muamalatdalammenyalurkanpembiayaandenganmemilikijaminanbendaber
geraksepertikendaraan,mesin,tagihandan lain sebagainyamenggunakanLembagaJaminanFidusianamunhalnyadalam
proses pelaksanaaneksekusi kepada debitur yang wanprestasitidakjarangjuga Bank
(2)
3. Pertanggungjawabanatashilangnyaobjekjaminanfidusia yang telah di daftarkan di KEMENKUMHAMdalamsuatuperjanjianpembiayaan bank
menurutUndang-UndangNomor 42 Tahun 1999 adalahdebiturtetapbertanggungjawabmengembalikanpinjamankreditwalaupunben
dajaminanfidusiatersebutdiasuransikanakanmaupuntidakdiasuransikan.
Jikabendajaminanfidusiadiasuransikanmakadilunasiolehperusahaanasuransidiman abendajaminanfidusiadiasuransikansesuaidenganisiperjanjian,
jikabendajaminanfidusiatidakdiasuransikanmakadebiturbertanggungjawabpenuh
mengembalikanpinjamanpembiayaan. Hal inidikarenakandebiturtelahterikatdalamperjanjianpembiayaandenganpihak bank,
walaupunbendajaminanfidusiahilangkarenaapabiladebituringkarmakahaltersebutd iklasifikasikandalamtindakan pidanasepertipenggelapan.
B. Saran
1. Setiapbenda yang
menjadiobjekjaminanfidusiaseharusnyadiasuransikanterlebihdahulu. Hal inidimaksudkanuntukmengantisipasimusnahnyabendajaminan,
dimanadenganmusnahnyabendajaminantersebuttidakmenghapuskanpiutang yang belumdihapus.
Walaupunperusahaanasuransitidakmembayarsepenuhnyatetapiperusahaanasurans idapatmeringankanbebandebituruntukmengembalikansisapinjamankredit.
2. DiharapkankepadaDPR agar merevisiUndang-UndangNomor 42 Tahun 1999
tentangJaminanFidusiadimanadapatdikatakanUndang-UndangJaminanFidusiaNomor 42 Tahun 1999 tentangJaminanFidusiasaatinihanyamemenuhiaspekyuridissajasementaraaspek
(3)
moral, aspek social danaspekfilosofibelumterpenuhi. Sementarasasaran yang ingindicapaigunamemberikanperlindungan
(4)
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Atmasasmita, Romli, Hukum Kejahatan Bisnis dan Praktik di Era Globalisasi, Kencana Prenada Media Group, Edisi Pertama, 2014.
Fuady,Munir. Konsep Hukum Perdata, Divisi Buku Perguruan Tinggi Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.
, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013. , Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Kamello, Tan. Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni,Bandung,2014.
Patrik, Purwahid. Dasar-Dasar Hukum Perikatan (perikatan yang lahir dari perjanjian dan undang-undang), Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1994.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatik Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
Sunggono,Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Straus dan Corbin dalam Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam ilmu-ilmu sosial dan Keagamaan, Kalimasahada, Malang, 1996.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Beberapa masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di Dalam dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gadjah mada, Yogyakarta, 1977.
Tobing, Rudiyanti Dorotea. Hukum Perjanjian Kredit Konsep Perjanjia Kredit Sindikasi Yang Berdasarkan Demokrasi Ekonomi, Laksbang Grafika Yogyakarta, 2014.
Usman, Rachmadi. Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Yahman, Karakteristik wanprestasi tindak pidana dan penipuan, Kencana
(5)
, Pemberian kredit Bank Menjadi Tindak Pidana Korupsi, Verbum Publishing, Jakarta, 2012.
PERUNDANG-UNDANGAN :
Penejelasan umum angka 4 UUHT Pasal 1150 KUH Perdata.Pasal 23 ayat (2) UUJF
Penjelasan Umum angka 8, Pasal 10 ayat (1), dan pasal 18 ayat (1) UUHT
MAKALAH:
Musnahnya Benda Jaminan fidusia dalam Perjanjian Kredit Bank, Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2011.
INTERNET:
September 2015)
http://koleksi-skripsi.blogspot.co.id/2008/07/gambaran-umum-bank-muamalat-indonesia.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 September 2015)
http://frenkymay.blogspot.co.id/2010/06/pengertian-dan-fungsi-bank-muamalat.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 Desember 2015)
https://m.wikipedia.org/wiki/Bank_Muamalat_Indonesia (diakses pada tanggal 11 September 2015)
http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2010/03/10/managemen-kredit-syariah-bank-muamalat-2/ (diakses pada tanggal 11 September 2015)
http://www.pendidikanmu.com/2015/02/pengertian-fungsi-dan-jenis-bank.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 September 2015)
http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2010/03/10/managemen-kredit-syariah-bank-muamalat-2/ (diakses pada tanggal 11 Desember 2015)
https://tiarramon.wordpress.com/2010/03/30/bab-i-pendahuluan/ (diakses pada tanggal 10 September 2015)
http://jurnalhukum.com/jenis-jenis-perjanjian/ (diakses pada tanggal 10 September 2015)
http://rinaldisantoso.blogspot.co.id/2011/11/pembiayaan-konsumen.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 September 2015)
http://izrajingasaeani.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-dan-unsur-unsur-kredit.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 September 2015)
http://ssihab.blogspot.co.id/2009/11/aspek-hukum-perjanjian-kredit-bank-dan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 September 2015)
https://m/facebook.com/permalink.php?id=255621610421&story_fbid=10153355 549615422 (diakses pada tanggal 12 September 2015)
http://iqrapedia.blog.com/2011/09/26/analisa-kelayakan-pembiayaan-bank-syariah/ (diakses pada tanggal 12 September 2015)
(6)
http://hkm301.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/3914/2014/06/Hukum-Perikatan-Pertemuan-5.ppt (diakses pada tanggal 12 September 2015)
https://gandatapa.files.wordpress.com/2010/10/hukum-perdata-bag.ppt (diakses pada tanggal 12 September 2015)
http://izrajingasaeni.blogspot.co.id/2013/02/sifat-perjanjian-jaminan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 September 2015)
http://lawfile.blogspot.co.id/2011/12/catatan-rangkuman-hukum-jaminan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 September 2015)
https://blog.duitpintar.com/aset-aset-yang-bisa-jadi-jaminan-untuk-pinjaman-ke-bank (diakses pada tanggal 12 September 2015)
https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tablD=61&src=k&id=41174 (diakses pada tanggal 12 September 2015)
https://rohmadijiwi.wordpress.com/hukum-kontrak/(diakses pada tanggal 12 September 2015)
notaris-sidoarjo.blogspot.co.id/2012/11/fidusia.html, diakses pada tanggal 1 september 2015
Law-indonesia.blogspot.co.id/2015/04/sifat-dari-jaminan-fidusia-dan-titel_2.html, diakes pada tanggal 1 september 2015.