Kajian Organologis Gondang Boru Buatan Bapak Ridwan Aman Nasution

(1)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

APRILLIA GULTOM NIM: 110707013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

2

KAJIAN ORGANOLOGIS GONDANG BORU BUATAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

APRILLIA GULTOM NIM: 110707013

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Drs. Bebas Sembiring, M.Si

NIP 196512211991031001 NIP 195703131992031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam

bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2015


(3)

3 DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, 23 JULI 2015

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001


(4)

4 PENGESAHAN

Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

FAKULTAS ILMU BUDAYA USU DEKAN

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001 Panitia Ujian:

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Bebas Sembiring, M.Si. ( )

4. Arifninetrirosa, SSt, M.A ( )

5. Drs. Fadlin, M.A. ( )


(5)

5 ABSTRAK

Skripsi ini berjudul KAJIAN ORGANOLOGIS GONDANG BORU MANDAILING BUATAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji organologi instrumen gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, pengamatan terlibat, wawancara, studi kepustakaan, dan fotografi. Teori yang digunakan adalah teori Susumu Kashima yaitu struktural dan fungsional. Gondang boru adalah instrumen musik Membranofon yang memiliki double headed drum(dua sisi) yang berbentuk barrel, kedua sisinya berbentuk dan berukuran sama, dan terbuat dari kayu Ingul. Gondang boru masing-masing dimainkan oleh satu orang dengan posisi duduk. Fokus dari tulisan ini adalah proses pembuatan dan teknik memainkan instrumen gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution.

Kata kunci: Gondang Boru, organologi, fungsi


(6)

6

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena kasih dan anugerah-Nya yang tak berkesudahan atas hidup penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi yang berjudul "Kajian Organologis Gondang Boru Buatan Bapak Ridwan Aman Nasution."

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada orangtua tercinta yaitu Bapak Ramses Gultom dan Ibu Runding br. Siagian, atas setiap doa, kasih sayang, nasihat, dukungan dan bimbingan yang begitu sangat berarti terhadap penulis juga dalam bentuk materi serta kesabarannya dalam mendidik penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua abang tercinta penulis yaitu Hendrik Jero Alex Gultom dan Oktovianus Gultom atas kasih sayang, serta motivasi dan dukungannya selama ini. Semoga keluarga selalu dalam perlindungan Tuhan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Bapak Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, dosen pembimbing I penulis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk bimbingan, ilmu, dan


(7)

7

kebaikan yang Bapak berikan. Kiranya Tuhan senantiasa melindungi dan melimpahkan berkat untuk Bapak. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhomat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si, selaku dosen pembimbing II penulis yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk arahan-arahan dan ilmu yang Bapak berikan kepada penulis. Kiranya Tuhan senantiasa menyertai Bapak.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh Dosen yang mengajar di Departemen Etnomusikologi yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan serta pengalaman-pengalaman yang diajarkan selama masa perkuliahan di Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D., Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., Ibu Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Bapak Drs. Perikuten Tarigan MA., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Ibu Arifni Netriroza, SST., M.A., dan Bapak Drs. Irwansyah, M.A., Terimakasih atas ilmu, pengalaman dan nasihat, semoga Bapak dan Ibu Dosen diberikan kesehatan dan kesabaran dalam mendidik mahasiswa-mahasiswa Departemen Etnomusikologi. Juga tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen praktik musik dunia dan musik nusantara yaitu Bapak Drs. Tahan Perjuangan Manurung (Bang BeTe), Bapak Zul


(8)

8

Alinur (Bang Koboy), dan Bang Hubari Gulo, S.Sn., M.Sn., atas ilmu dan pengalamanya kepada penulis.

Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini : Bapak Ridwan Aman Nasution beserta keluarga, Bang Ucok Dagar, Bapak Supratman Nasution, dan informan-informan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih telah banyak memberikan informasi selama penelitian dan meluangkan waktunya untuk menerima penulis dalam memberikan data yang diperlukan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman seangkatan stambuk 2011 CCB.com yaitu Octica Tampubolon, Trifose Pakpahan, Agnest Nainggolan, Linfia Purba, Stephani Sialagan, Riri Lubis, Lestari Ghuci, Deby Hutabarat, Lisken Angkat, Blessta Hutagaol, Leoni Simanjuntak, Titie Laoli, Mahyun, Zube br Karo-karo, Mona Sidabutar, Sity Aisyah, Gok Malau, Alfred, Agri Sinuhaji, Jose Siregar, Erwin, Ardi Manurung, Aprindo Nadeak, Roy Sinaga, Rian Situmorang, Kawan Pandiangan, Sopandu Manurung, Jonathan Simamora, Josua Silaban, Slamet, Adji Suci, Aziz, Benny, Kharis Tarigan, David Hutagalung, Gopas Aruan, Samuel Silalahi, Toyib, Talenta Ginting, Ando Purba, Zani Marbun, Hary Hutagaol, Egi Sinulingga, Riko Sembiring dan dan teman-teman yang lain yang tak bisa penulis jabarkan satu-satu, terima kasih telah menjadi bagian hidup penulis, kebersamaan yang kita jalin selama ini menjadi memori indah yang tak terlupakan bagi penulis. Semoga kita dapat bertemu kembali di masa yang akan datang.


(9)

9

Terima kasih juga kepada Ririn Butar-butar, Kak Jeni Simangungsong, Bang Ayi, Mario Sinaga, Anggi Siadari, Tante Siti, Tante Ani, Uda Leman dan Tante Juli, dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung terimakasih telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi pemikiran bagi setiap orang khususnya dalam bidang Etnomusikologi dan setiap orang yang membacanya.

Medan, Oktober 2015 Aprillia Gultom


(10)

10

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Pokok Permasalahan ... 7

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4Konsep dan Teori ... 8

1.4.1 Konsep ... 8

1.4.2 Teori ... 10

1.5Metode Penelitian ... 13

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 14

1.5.2 Studi Lapangan ... 14

1.5.3 Observasi ... 14

1.5.4 Wawancara ... 15

1.5.5 Kerja Laboratorium ... 16

1.6 Lokasi Penelitian ... 16

BAB II BIOGRAFI RIDWAN AMAN NASUTION DALAM KONTEKS BUDAYA MANDAILING DI MEDAN DAN SEKITARNYA .... 17

2.1 Pengertian Biografi ... 17

2.2. Alasan Dipilihnya Ridwan Aman Nasution ... 19

2.3. Biografi Bapak Ridwan Aman Nasution ... 20

2.3.1 Latar belakang keluarga ... 21

2.3.2 Latar belakang pendidikan ... 22

2.3.3 Berumah tangga ... 22

2.3.4 Bapak Ridwan sebagai pembuat alat musik ... 23

2.3.5 Bapak Ridwan sebagai pemusik tradisional ... 24

2.3.6 Peran Bapak Ridwan Aman Nasution dalam Kebudayaan Mandailing ... 26

2.4. Penggunaan Gondang Boru dalam Upacara Adat Siriaon pada masyarakat Mandailing ... 27

2.5. Budaya musik dan tortor Mandailing ... 29


(11)

11

BAB III KONSTRUKSI DAN TEKNIK PEMBUATAN

GONDANG BORU ... 37

3.1 Perspektif dan sejarah Gondang Boru ... 37

3.2 Klasifikasi Alat Musik ... 38

3.3 Konstruksi dan ukuran bagian-bagian Gondang Boru ... 41

3.3.1 Membran ... 43

3.3.2 Badan gondang ... 43

3.3.3 Tali gondang boru ... 45

3.4 Ukuran Gondang Boru ... 46

3.4.1 Ukuran membran ... 46

3.4.2 Ukuran badan gondang ... 47

3.5 Teknik Pembuatan Gondang Boru ... 49

3.5.1 Peralatan yang digunakan ... 51

3.5.1.1 Gergaji mesin ... 52

3.5.1.2 Pahat ... 52

3.5.1.3 Parang ... 53

3.5.1.4 Ketam ... 54

3.5.1.5 Kapak ... 54

3.5.1.6 Palu ... 55

3.5.1.7 Kikir ... 55

3.5.1.8 Tang ... 56

3.5.1.9 Pisau ... 56

3.5.1.10 Cutter ... 57

3.5.1.11 Spidol ... 57

3.5.1.12 Pernis ... 58

3.5.1.13 Kuas ... 58

3.5.1.14 Paku ... 58

3.5.1.15 Lem kayu ... 58

3.5.1.16 Tali kain ... 59

3.5.1.17 Kertas pasir ... 59

3.5.2 Bahan yang digunakan ... 60

3.5.2.1 Kayu mahoni (Swietenia Mahagoni) ... 60

3.5.1.2 Kulit kambing ... 60

3.5.1.3 Kawat ... 61

3.5.3 Proses pembuatan ... 61

3.5.1.1 Memilih kayu ... 64

3.5.1.2 Memilih kulit ... 65

3.5.1.3 Stik gondang ... 67

3.6 Klasifikasi alat musik ... 68


(12)

12

BAB IV TEKNIK MEMAINKAN DAN FUNGSI MUSIK

GONDANG BORU PADA MASYARAKAT MANDAILING .... 70

4.1 Proses belajar ... 70

4.2 Posisi tubuh dalam memainkan gondang boru ... 71

4.3 Warna bunyi ... 74

4.4 Teknik dasar memainkan gondang boru ... 78

4.5 Pola ritem ... 79

4.5.1 Pola ritem dasar gondang boru ... 81

4.6 Fungsi alat musik Gondang Boru ... 85

4.6.1 Fungsi pengungkapan emosional ... 85

4.6.2 Fungsi hiburan ... 86

4.6.3 Fungsi kesinambungan budaya ... 86

4.6.4 Fungsi pengintegrasian masyarakat ... 87

4.6.5 Fungsi reaksi jasmani ... 87

4.6.6 Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama ... 87

4.6.7 Fungsi penghayatan estetis ... 88

4.7 Nilai ekonomi pada alat musik Gondang Boru ... 88

BAB V PENUTUP ... 89

5.1 Kesimpulan ... 89

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

DAFTAR INFORMAN ... 93


(13)

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Bapak Ridwan bersama istri... 20

Gambar 2: Bapak Ridwan bersama penulis ... 21

Gambar 3: Piagam Penghargaan Bapak Ridwan ... 25

Gambar 4: Bapak Ridwan sebagai paralok-alok di upacara adat Siriaon ... 26

Gambar 5: Bagian dan ukuran gondang siayakon ... 41

Gambar 6: Bagian dan ukuran gondang pangayak ... 42

Gambar 7: Ukuran Stik ... 42

Gambar 8: Kulit Gondang Boru ... 43

Gambar 9: Baluok/badan Gondang ... 44

Gambar 10: Proses Penalian Gondang ... 46

Gambar 11: Tali kain ... 47

Gambar 12: Kawat pengait kulit membran dengan badan gondang ... 47

Gambar 13: Ukuran Baloak/badan ... 48

Gambar 14: Gergaji mesin ... 52

Gambar 15: Pahat ... 53

Gambar 16: Parang ... 53

Gambar 17: Ketam ... 54

Gambar 18: Kapak ... 54

Gambar 19: Palu ... 55

Gambar 20: Kikir ... 55

Gambar 21: Tang... 56

Gambar 22: Pisau ... 56

Gambar 23: Cutter ... 57

Gambar 24: Tali kain ... 57

Gambar 25: Lem kayu ... 58

Gambar 26: Tali kain ... 59

Gambar 27: Kertas pasir ... 59

Gambar 28: Batang Pohon Mahoni ... 62

Gambar 29: Pengukuran ... 62

Gambar 30: Membuang bagian dalam dan kulit luar kayu ... 63

Gambar 31: Penghalusan... 64

Gambar 32: Hasil pengeleman ... 65

Gambar 33: Hasil pengecatan ... 65

Gambar 34: Kulit Kambing ... 66

Gambar 35: Kulit Kambing Dibersihkan Menggunakan Kaca ... 66

Gambar 36: Stik gondang terbuat dari kayu pohon jambu klutuk/batu ... 67


(14)

14

Gambar 37: Proses Belajar ... 70

Gambar 38: Posisi memainkan duduk di lantai... 72

Gambar 39: Posisi Memainkan dengan Berdiri ... 72

Gambar 40: Posisi Memainkan Duduk Di Kursi ... 73

Gambar 41: Bapak Ridwan bersama grup Gunung Kulabu pada upacara adat Siriaon (perkawinan) ... 73

Gambar 42: Bapak Ridwan bersama grup Gunung Kulabu pada upacara adat Siriaon (perkawinan) ... 74

Gambar 43: Menghasilkan bunyi "pung" ... 76

Gambar 44: Menghasilkan bunyi "pak" ... 76

Gambar 45: Menghasilkan bunyi "dum" ... 77

Gambar 46: Bagian pinggir pada sisi membran yang lebar dipukul dengan stik yang dipegang pada tangan kanan ... 78

Gambar 47: Bagian tengah pada sisi membran yang lebar dipukul dengan stik yang dipegang pada tangan kanan ... 79

Gambar 48: Bagian sisi membran yang kecil dipukul dengan telapak tangan kiri ... 79


(15)

15

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Klasifikasi instrumen alat musik Gondang Boru ... 40 Tabel 2: Prosedur kerja pembuatan Gondang Boru ... 49


(16)

5 ABSTRAK

Skripsi ini berjudul KAJIAN ORGANOLOGIS GONDANG BORU MANDAILING BUATAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji organologi instrumen gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, pengamatan terlibat, wawancara, studi kepustakaan, dan fotografi. Teori yang digunakan adalah teori Susumu Kashima yaitu struktural dan fungsional. Gondang boru adalah instrumen musik Membranofon yang memiliki double headed drum(dua sisi) yang berbentuk barrel, kedua sisinya berbentuk dan berukuran sama, dan terbuat dari kayu Ingul. Gondang boru masing-masing dimainkan oleh satu orang dengan posisi duduk. Fokus dari tulisan ini adalah proses pembuatan dan teknik memainkan instrumen gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution.

Kata kunci: Gondang Boru, organologi, fungsi


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia telah diciptakan Tuhan bersuku-suku dan menempati daerah-daerah tertentu, salah satunya adalah Mandailing. Secara geografis, Mandailing adalah suatu wilayah yang terletak di Padang Lawas Utara, Padang Lawas Selatan, Tapanuli Selatan,dan Kabupaten Madailing Natal, di Provinsi Sumatera Utara. Etnik Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing secara turun temurun di manapun ia bertempat tinggal.

Wilayah Mandailing dibagi atas dua sub-wilayah,yaitu Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Mandailing Godang didominasi oleh marga Nasution yang wilayahnya mulai dari Sihepeng di sebelah utara Penyabungan, sampai Maga di sebelah selatan, serta daerah Batang Natal sampai Muarasoma dan Muara Parlampungan di sebelah barat. Sedangkan daerah Mandailing Julu didominasi oleh marga Lubis yang wilayahnya mulai dari Laru dan Tambangan di sebelah utara Kotanopan sampai Pakantan dan Hutanagodang di sebelah selatan. (Nasution,2005)

Etnik Mandailing memiliki warisan budaya turun temurun dari nenek moyang mereka. Salah satu bentuk dari warisan budaya tersebut adalah kesenian. Kesenian yang diwariskan oleh para leluhur masyarakat Mandailing ada beberapa bentuk. Di antaranya adalah seni tari, seni musik, seni pahat, seni tekstil, dan seni patung. Dalam tulisan ini, penulis fokus mengkaji aspek alat musik etnik


(18)

2

Mandailing di Kabupaten Deli Serdang. Bagi masyarakat Mandailing, musik berperan penting dalam aspek dan konteks dalam perjalanan kehidupan mereka. Sehingga setiap musik mempunyai makna dan fungsi tertentu disamping hanya dipertunjukan dan sebagai hiburan saja.

Orang Mandailing menyebut sebagian musik tradisional mereka dengan ungkapan: "Uning-ungingan ni ompunta na parjolo sundut i." Artinya adalah seni musik dari para leluhur yang diwariskan secara turun-temurun, antara lain seperti ensambel gordang sambilan,ensambelgordang lima,ensambel gondang dua, ensambel gordang tano, dan ensambel gondang bulu yang dimainkan pada berbagai upacara adat dan ritual. Seni pertunjukan tersebutcukup terkenal dan menjadi ciri khas dari Tano Sere1 Mandailing.GordangSambilandan Gordang Tanomerupakan ensambel musik yang pada masa dahulu digunakan nenek moyang orang Mandailing sebagai cara untuk memanggil roh-roh yang sudah mati yang disebut paturun sibaso.Alat musik Mandailing terdiri dari beberapa klasifikasi yaitu: Membranophone (Gordang sambilan, Gondang boru, Gordanglima), Aerophone (Suling,Sordam, Sarune, Tulila, Katoid, dan Uyup-uyup), Idiophone (Etek, Ogung, Dongung-dongung, Pior, Eor-eor, Momongan, Doal dan Tali sasayak) dan Chordophone (Gordang tano, Gondangbulu)

Ensambel gondang boru terdiri dari beberapa alat musik yaitu gondang boru, gong(gong dada boru dan gong jantan), ogung, mongmongan, tali sasayak,

1Tano Seremerupakan gelar yang diberikan untuk Mandailing karena disana ditemukan banyak sumber emas.Bekas penambangan emas(Sere) banyak ditemukan di Mandailing Julu.


(19)

3

sarune, dan suling. Dalam tulisan ini penulis berfokus kepada alat musik gondang boru.

Gondang boru adalah alat musik yang tergolong dalam klasifikasi membranophone yang memiliki dua sisi (double headed) drum yang berbentuk barel yangdipukul menggunakanpemukul padatangan kanan yaitu di sisi gondang yang berdiameter membran lebih besar,dan dipukul langsung menggunakan telapak tangan pada tangan kiri di sisi membrangondangyang berdiameter sedikit lebih kecilpada gondang, untuk pemain umumnya yang bergaya tangan kanan, sedangkan pemain yang bergaya tangan kidal sebaliknya. Di Mandailing khususnya wilayah Pakantan, gondang boru juga termasuk nama ensambel, yaitu ensambel gondang boru. Gondang Boru mempunyai sebutan lain, yaitudi wilayah Panyabungan instrumen gondang boru disebut dengan gondang dua. Lalu di wilayah Angkola dan Sipirok disebut gondangtunggu-tunggu dua,dan di wilayah Padang Bolak gondang borudisebut dengan gondang topap. Lain lubuk lain ikannya, demikian pula dengan penamaan gondang boru ini, namun alat musik yang dimaksud ialah sama, hanya penamaannya yang berbeda di masing-masing daerahdi Mandailing.2

Alat musik ini biasanya dimainkan oleh pemainnya dengan posisi duduk, namun bisa juga dimainkan dengan posisi berdiri. Masing-masing gondang dimainkan oleh satu orang.Gondang boru terdiri dari dua buah gondang, yang ukuran panjangnya sama namun ukuran di kedua sisi diameter membrannya yang

2

Hasil wawancara penulis dengan Bapak Ishak Jamal Lubis (Ucok Dagar) di kediaman beliau pada tanggal 3 Juli 2015


(20)

4

sedikit berbeda, yaitu 50 cm ukuran panjangnya. Lalu sisi membran gondang yang besar berdiameter membran 20 cm dan sisi membran gondang yang lebih kecil berdiameter membran 17 cm.Namun dalam hal ini ukuran dapat saja ditentukan sesuai permintaan.

Masing-masing gondang borudimainkan oleh satu orang yang memiliki peran berbeda. Gondang boru terdiri dari dua buah gondang, yang satu disebut pengayak yang berperan sebagai ritem konstan, sedangkan gondang yang satu lagi disebut siayakon yaitu yang berperan sebagai variasi.Gondang boru terbuat dari kayu ingul, kayu ingul merupakan kayu kualitas nomor satu untuk bahan baku membuat gondang boru, namun kayu ini sulit dicari karena tumbuhnya yang hanya di hutan saja.Akan tetapi kayu mahoni dan kayu nangka juga dapat digunakan untuk bahan baku membuat gondang boru. Pada kedua penutup rongga atas dan bawah ditutup denganmenggunakan kulit kambing yang sudah dikeringkan lalu sebagai pengikatnya digunakan kawat lalu disisi badan gondang diikat menggunakan tali kain. Dalam hal ini penulis juga belajar memainkan gondang boru kepada Bapak Ridwan Aman Nasution teknik dasar atau ritem dasar. Ada banyak nama repertoar variasi yang dimainkan oleh gondang boru ini.

Menurut Bapak Ridwan Aman Nasution, pada zaman dahulu, sebelum masuknya agama di wilayah Mandailing, maupun yang saat itu masih menganut pahamanimisme3pada tahap pengambilan dan penebangan pohon tidaklah sembarang, ada ritual khusus yang dilakukan untuk meminta izin. Sebelum pohon

3

Animisme adalah kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya (wawancara penulis dengan Bapak Ridwan Aman Nasution)


(21)

5

ditebang, harus melakukan pemotongan ayam diikuti dengan membaca mantra dan darah ayam tersebutyang dilumurkan ke badan pohon yang hendak ingin ditebang dan ada juga yang melumuri pada tahap pengikisan kayu tersebut. Ayam yang digunakan yaitu ayam yang berkaki kuning atau ayam yang berkaki hitam. (manuk nabaranabontar, manuk nabara narara).

Gondang boru biasanya digunakan pada upacara adat siriaon (suka cita) misalnya pada upacara adat perkawinan yang berfungsi untuk menjemput pengantin perempuan, pengiring tortor dan juga pada upacara adat silluluton (duka cita), yaitu upacara kematian. Pada upacara perkawinan, tepatnya pada saat mengiringi tortor, ritem gondang boru tergantung pada siapa yang menari (panortor). Juga tergantung pada marga apa yang ingin manortor, lalu dimainkan ritemnya yang memang ritemgondang marga tersebut.Karena lain lubuk lain ikannya, maka setiap marga memiliki ritem gondang sendiri. Maka biasanya sebelum dimainkan gondangboru dan panortor mulai manortor, pemusik menanyakan terlebih dahulu marga apa yang ingin manortor agar tidak salah.Dikatakan Bapak Ridwan jelas bahwa gondang boru berfungsi sebagai pemersatu,kekompakan, pembawa ritem, dan pengiring penari (panortor), maupun di acara hiburan.4

Bapak Ridwan Aman Nasution merupakan satu-satunya pengrajin sekaligus seniman musik Mandailing di daerahnya tinggal, yaitu di Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Beliau mampu membuat

4

Hasil wawancara penulis dengan narasumer Bapak Ridwan Aman Nasution di kediaman beliau pada tanggal 13 April 2015


(22)

6

berbagai alat musik etnik Mandailing di antaranya: gondang boru, gondang buluh, sarune, suling, gordang sambilan,dan lain sebagainya. Menurut beliau sudah sangat jarang pengrajin alat musik Mandailing pada masa sekarang ini, khususnya di kota Medan dan peminatnya juga sudah berkurang karena sudah masuknya peradaban luar dan kurangnya rasa peduli terhadap budaya sendiri. Sejak masih muda, beliau sudah mampu membuat dan memainkan alat musik Mandailing. Pengalaman beliau diturunkan dari sang ayah, karena sang ayahjuga pengrajin sekaligus seniman Mandailing. Bapak Ridwan juga mewariskan pengetahuan dan keahliannya membuat alat musik kepada putranya, yang bernama Ardi saat ini masih berusia 25 tahun. Ardi juga ikut bermusik dengan sang ayah jika ada acara-acara dimanapun.

Di usianya yang sudah mencapai 55 tahun beliau masih mampu membuat alat musik jika ada yang menempah. Menurut pernyataan beliau bukan hanya dari Indonesia saja yang sudah pernah menempa alat musiknya, orang dari luar negeri juga pernah menempa alat musiknya.Bapak Ridwan Aman Nasution dalam membuat alat musiknya masih secara tradisional atau tenaga tangan manusia sampai sekarang. Alat-alat yang digunakan yaitu palu (martil), gergaji mesin, kikir, pahat, kapak, ketam, parang, pisau, paku, tang, cutter, kertas pasirdan juga bahan yang sederhana yaitu kayu, kulit kambing, kawat, tali, dan lem.

Alasan penulis untuk menulis gondang boru ini di antaranya kurangnya pengetahuan akan alat musik-alat musik Mandailing, selain hanya gordang sambilan khususnya pada generasi muda sekarang. Selain itu juga agar pengrajin dan seniman di kota Medan dapat terekspos terutama diangkat menjadi tulisan


(23)

7

ilmiah, yang diharapkan dapat meneruskan ke generasi berikutnya mengenai pembuatan gondang boru ini. Penulis sebagai seorang calon etnomusikolog sangat penting dalam mengetahui bagaimana pembuatan, sejarah, penggunaan dan fungsi dari alat musik gondang boru ini, maka berdasarkan alasan yang sudah penulis kemukakan diatas maka penulis akan menyusun sebuah skripsi/karya ilmiah yang berjudul: Kajian Organologis Gondang Boru Buatan Bapak Ridwan Aman Nasution.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas, yang menjadi pokok permasalahan mengenai topik bahasan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution?

2. Bagaimana teknik memainkan gondang boru?

3. Bagaimana fungsi gondang boru pada masyarakat Mandailing?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis meneliti terhadap gondang boru adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan gondang boru oleh Bapak Ridwan Aman Nasution.


(24)

8

2. Untuk mengetahui teknik permainan gondang boru.

3. Untuk mengetahui fungsi gondang boru pada masyarakat Mandailing. 1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin penulis capai dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai gondang boru di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan, acuan, maupun perbandingan bagi yang memerlukan untuk penelitian berikutnya.

3. Sebagai bahan literatur agar lebih mengenal gondang boru pada masyarakat mandailing.

4. Untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi program S-1 di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005).Organologi adalah bidang kajian dalam etnomusikologi yang memfokuskan perhatian kepada struktur dan fungsi alat musik. Ketika membicarakan tentang kajian organologi, maka aspek yang ikut dibahas di antaranya adalah ukuran dan


(25)

9

bentuk fisiknya termasuk hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Selanjutnya menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif dan variasi dari sosial budaya. Dari uraian tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa studi organologis adalah suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri dari berbagai pendekatan ilmu sosial budaya.

Dalam masyarakat Mandailing, gondang borudigunakan dalam upacara-upacaratradisi maupun pertunjukan.Pada upacara perkawinan, gondang boru dimainkan untuk mengiringi tarian adat tortor,menjemput pengantin perempuan yang dimainkan repertoar gondang Alo-alo secara beriring-iringan, lalu mengiringi jeir(nyanyian vokal) khas Mandailing dan jugaonang-onangyang di lengkapi dengan alat musik lainnya yaitu gondang boru, gong, suling, dan momgmomgan. Selain itu gondang boru juga dimainkan pada upacara kematian, yaitu Mangkol-koli (menyudahi yang sudah meninggal).Pada zaman dahulu gondang boru hanya boleh dimiliki oleh para raja yaitu pada masa kerajaan Mandailing dahulu kala.Jika ada warga biasa yang ingin memainkan gondang boru harus meminta izin terlebih dahulu kepada raja.Namun pada zaman sekarang


(26)

10

ini gondang boru sudah bisa bebas dimainkan kapan saja tidak seperti pada semasa kerajaan dahulu.

Gondang boru terdiri dari dua buah gondang, yaitu gondang siayakon (besar) dan gondang pangayakan (kecil).Dalam tampilan fisiknya gondang ini seperti dua gondang yang kembar.Namun ada beberapa ukuran panjang dan lebar membran yang sedikit berbeda.Pada gondang boru memiliki berbagai ukuran, hal ini bisa disesuaikan dengan permintaan si pemesan, namun ada batasan ukuran ketentuan. Ada banyak repertoar yang dimainkan pada gondang boru diantaranya: Tortor,Sabe-sabe,Alap-alap Tondi, Moncak, Raja-raja(Nasution dan Lubis), Tua, Mangido Udan, Pamulihon, Jolo-jolo turun dan lainya. Namun di daerah Pakantan terdapat paling banyak namarepertoargondang dibandingkan di daerah masyarakat Mandailing lainnya.

1.4.2 Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan menjadi keterangan-keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-25). Sebagai landasan berpikir dalam melihat suatu permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk permasalahan tersebut.

Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang pendeskripsian alat musik gondang boru yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima


(27)

11

di dalam APTA (Asia Performing Traditional Art 1978:74), yaitu: Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara strukturalyaitu; aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Secara fungsional, yaitu fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.

Mengenai klasifikasi alat musik gondang boru dalam penulisan ini penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama penghasil bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Idiofon, penggetar utama penghasil bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri,

2. Aerofon, penggetar utama penghasil bunyinya adalah udara,

3. Membranofon, penggetarutama penghasil bunyinya adalah membran atau kulit,

4. Kordofon, penggetarutama penghasil bunyinya adalah senar atau dawai.

Mengacu pada teori tersebut, maka gondang boru adalah instrumen musik membranofon dimana penggetar utama penghasil bunyinya adalah membran atau kulit.


(28)

12

Penulis juga menggunakan beberapa teori lainnya seperti untuk mengetahui teknik permainan gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution, penulis menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1963:98) yaitu:”Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.”

Teori lain yang digunakan penulis untuk mendukung penggunaan dan fungsi gondang goru adalah teori yang dikemukakan oleh Alan P. Meriam (1964:223- 226) dalam bukunya The Antropology of Music. Penggunaan (use) musik meliputi bagaimana musik itu digunakan. Sedangkan fungsi (function) musik berkaitan dengan tujuan musik tersebut. Fungsi musik tersebut ada sepuluh yaitu:

1. The function of aesthetic enjoyment (fungsi penghayatan estetis), 2. The function of entertainment (fungsi sebagai sarana hiburan), 3. The function of communication (fungsi sebagai sarana komunikasi), 4. The functionof symbolic representation (fungsi representasi

perlambangan),

5. The function of physical response (fungsi sebagai reaksi jasmani), 6. The function of enforcing conformity to social norms (fungsi yang

berkaitan dengan norma-norma sosial),

7. The function of validation of social institutions and religious rituals (fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama),

8. The function of contribution to the continuity and stability of culture (fungsi sebagai kesinambungan budaya),


(29)

13

9. The function of emotional (fungsi sebagai pengungkapan emosional), 10.The function of contribution the integration of society (fungsi sebagai

pengintegrasian masyarakat).

Berkaitan dengan gondang boru, penulis akan mengaplikasikannya dalam kajian ini. Dan menurut penulis fungsi gondang boru dalam kebudayaan masyarakat Mandailing, termasuk diDeli Serdang, adalah berfungsi sebagai:pengungkapan emosional, sebagai sarana hiburan, sarana komunikasi, serta pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan (ritual).

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dihendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005).

Metode jugamerupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat 1997:16). Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yakni metode penelitian kualitatif menurut Nawawi dan Martini, 1995:209 yaitu: penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan suatu proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Untuk mendukung metode penelitian tersebut, penulis juga menggunakan metode ilmu Etnomusikologi yakni yang diungkapkan Nettl


(30)

14

(1964) mengatakan ada dua hal yang ensensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi, yaitu pekerjaan lapangan (field word) dan pekerjaan laboratorium (dest work). Merriam (1964) juga mengatakan pendapat bahwa Etnomusikologi adalah disiplin lapangan dan disiplin laboratorium, yakni data yang di kumpulkan dari lapangan oleh penyidik pada akhirnya di analisis di laboratorium, dan dari hasil kedua metode menjadi pusat studi akhir. Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, yaitu: studi kepustakaan, studi lapangan, observasi, wawancara, dan kerja laboratorium.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Pada tahap ini, sebelum penulis akan membahas topik dan melakukan penelitian langsung ke lapangan, penulis melakukan studi kepustakaan terlebih dahulu, yaitu membaca buku-buku, skripsi, makalah, literatur, pencarian di situs internet, dan tulisan-tulisan ilmiah yang penulis anggap berhubungan dan dapat mendukung sebagai bahan telitian dari objek permasalahan. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk menjadi kerangka acuan di dalam penulisan dan juga untuk melengkapi data-data. Koenjaraningrat (2009:35) mengatakan bahwa studi pustaka bersifat penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam penelitian.


(31)

15

Studi Lapangan (field work) menyangkut setiap upaya yang dilakukan dilapangan, meliputi: perekaman musik, pemotretan, observasi, wawancara, pendokumentasian audio visual, dan lain-lain. Dalam kerja lapangan (field work), penulis melakukan kerja lapangan dangan observasi langsung ke daerah penelitian yaitu rumah rumah Bapak Aman Nasution dan mencari narasumber dari tokoh masyarakat mandailing yang ada di Kota Medan sebagai narasumber lainnya.

1.5.3 Observasi

Observasi atau pengamatan adalah salah satu metode dalam pengumpulan data saat membuat sebuah karya tulis ilmiah. Nawawi dan Martini mengungkapkan bahwa observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik atas unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku. Dalam hal ini penulis langsung ke lokasi penelitian yaitu ke kediaman Bapak Ridwan Aman Nasution di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, agar memperoleh informasi yang akurat dan dapat mengamati langsung proses pembuatan alat musik tersebut. Untuk pemotretan atau pengambilan gambar dan perekaman wawancara, penulis menggunakan kamera SLR Canon EOS 60D. Disamping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan informan.


(32)

16

Dalamhal ini penulis berfokus pada Koentjaraningrat yang mengemukakan bahwa ada tiga macam untuk melakukan wawancara (1985:139) yaitu: wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview,) dan wawancara sambil lalu (casual interview). Yang dimaksud dengan wawancara berfokus adalah pertanyaan yang selalu berpusat kepada pokok permasalahan, sementara wawancara bebas adalah pertanyaan yang selalu beralih dari satu pokok permasalahan ke pokok permasalahan yang lain. Sedangkan wawancara sambil lalu hanya untuk menambah atau melengkapi data yang lain. Dalam hal ini penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut permasalahan mengenai gondang boru tersebut.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi (Meriam, 1964:85).

1.6 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis pilih merupakan tempat kediaman narasumber yaitu Bapak Ridwan Amanah Nasution yang bertempat di Desa


(33)

17

Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang yang juga merupakan lokasi bengkel instrumen beliau.

BAB II

BIOGRAFI RIDWAN AMAN NASUTION DALAM KONTEKS BUDAYA MANDAILING

DI MEDAN DAN SEKITARNYA

2.1 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah, biografi dapat didefenisikan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang.Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku.Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat.Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya.

Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya. Suatu


(34)

18

karya biografi biasanya bercerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal saja. Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup.Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan hal apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang tersebut, bagian mana dari cerita tentang beliau yang ingin lebih banyak anda utarakan dan tuliskan.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang


(35)

19

tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko, atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.

Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs: (www.infoplease.com/homework/wsbiography.html)

2.2Alasan DipilihnyaRidwan Aman Nasution

Dalam tulisan ini, penulis memilih Ridwan Aman Nasution sebagai objek penelitian, dikarenakan beberapa aspek pertimbangan diantaranya adalah:

1. Beliau dapat memainkan alat musik tradisional Mandailing dengan sangat baik(Anggota tim Kesenian Tradisional Gunung Kulabu).


(36)

20

2. Pengalaman beliau yang merupakan anak dari pembuat dan pemusik tradisional Mandaling yang membuat Bapak Ridwan Aman Nasution menjadi orang yang lebih memahami alat musik tradisional Mandailing. 3. Alat musik tradisional Mandailing buatan beliau juga dikirim ke luar

daerah bahkan sampai ke luar negeri.

Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan/wawancara dengan Bapak Ridwan dan juga dari sudara-saudara, dan rekan-rekan.Peranan dan pengalaman beliau yang banyak ini menjadi alasan ketertarikan penulis menemukan fakta-fakta mengenai kehidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai pembuat alat musik dan lebih dikhususkan kepada instrumen musik gondang boru buatan beliau.

2.3 Biografi Bapak Ridwan Aman Nasution

Biografi Ridwan Aman Nasution dalam tulisan ini akan dideskripsikan yang mencakup aspek-aspek meliputi: latar belakang keluarga, pendidikan beliau, kehidupan sebagai pemusik, dan kehidupan sebagai pembuat alat musik, khususnya mengenai gondang buatan beliau tersebut.


(37)

21

Gambar 1: Bapak Ridwan Bersama Istri

Gambar 2: Bapak Ridwan Bersama Penulis


(38)

22

Ridwan Aman Nasution lahir di Desa Pakantan Dolok pada tanggal 13 Januari 1960, anak ke empat dari sepuluh bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Burhanudin Nasution (Almarhum) dan Ibu Fatimah Lubis (Almarhum).Bapak Ridwan lahir dari keluarga yang berkecimpung didunia kesenian Mandailing. Ayah beliau merupakan pemain sekaligus pembuat alat musik tradisional Mandailing sewaktu masih hidup. Nenek (Ibu dari Ibu beliau) juga merupakan seorang penyanyi vokal jeir tradisional Mandailing dari Pakantan.

Latar belakang keluarga yang akrab dengan musik yang membuat Bapak Ridwan akrab dengan musik tradisional Mandailing.Sejak dari masih kecil beliau sudah diajak dalam beberapa pementasan-pementasan maupun acara adat.Karena keadaan ekonomi keluarga beliau tidak baik, beliau memutuskan untuk bekerja untuk membantu sedikit perekonomian orang tuanya. Profesi keseharian ayah beliau yang adalah pemain sekaligus pembuat instrumen musik tradisional Mandailing, membuat Bapak Ridwan sering terlibat membantu ayahnya dalam membuat alat musik juga dalam bermain musik, hal tersebutlah yang membuat Bapak Ridwan menjadi sangat akrab dengan musik tradisional Mandailing sejak kecil dan membuat Bapak Ridwan merasa tertarik untuk mencoba membuat alat musik sendiri dan menguasai banyak permainan instrumen musik tradisional Mandailing juga proses pembuatannya.

2.3.2 Latar Belakang Pendidikan

Bapak Ridwan menginjakkan pendidikannya di SD Pakantan Dolok pada tahun 1967, beliau hanya menjalani bangku Sekolah Dasar sampai kelas 6


(39)

23

saja.Hal ini disebabkan keterbatasan biaya dan kurangnya motivasi untuk sekolah dilingkungan tempat tinggalnya pada masa itu.Setelah tamat dari Sekolah Dasar Bapak Ridwan tidak melanjutkan pendidikannya lagi, beliau memilih membantu orang tuanya.

2.3.3 Berumah Tangga

Bapak Ridwan Aman Nasution menikah pada tanggal 25 Juni 1987 di Desa Pakantan Dolok dengan istrinya Rosniati Lubis, dari pernikahan mereka lahirlah 3 orang anak, 1 putra dan 2 putri, yaitu:

1. Hardiansyah Nasution (anak sulung, laki-laki 25 tahun) 2. Umi Arpha Nasution (perempuan 19 tahun)

3. Dina Rahmadani Nasution (perempuan 16 tahun)

Setelah menikah beliau memilih merantau dan menetap di kota Medan sambil mencari pekerjaan yang lebih baik. Sebelum menikah, beliau masih tinggal di Desa Pakantan Dolok, beliau juga pernah beberapa kali merantau ke kota Medan namun kembali lagi ke kampung halamannya. Saat ini beliau berprofesi sebagai tukang bangunan dan sekaligus sebagai pemusik dan pembuat alat musik tradisional Mandailing, khususnya gondang boru di rumah beliau yang beralamat di Jalan Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.Berawal dari pengalaman hidup pada masa anak-anak tersebutlah yang terus dikembangkan dan menjadi bekal bagi beliau untuk memulai karir beliau sebagai pembuat instrumen musik tradisional pada masyarakat Mandailing. Beliau membuat instrumen musik tradisional tersebut seperti apa yang pernah dialami


(40)

24

dan dipelajari beliau ketika bersama dengan ayahnya. Sarune, suling, dan gondang boru adalah jenis instrumen musik tradisional yang sering dibuat oleh Bapak Ridwan, karena instrumen tersebutlah yang kerap digunakan oleh Bapak Ridwan dalam setiap penampilannya.

2.3.4 Bapak Ridwan Sebagai Pembuat Alat Musik

Berdasarkan latar belakang keluarga Bapak Ridwan Aman Nasution yang telah dibahas di sub bab sebelumnya, bahwa latar belakang keluarga banyak mempengaruhi dan membuat Bapak Ridwan seorang yang piawai dalam bermain musik tradisional Mandailing. Demikian juga halnya sebagai pembuat instrumen musik Mandailing.Kemampuan dalam membuat instrumen musik tradisionalmasyarakat Mandailing diperoleh Bapak Ridwan semenjak dia masih anak-anak, beliau sering melihat dan membantu ayahnya yang mahir dalam membuat instrumen musik tradisional masyarakat Mandailing.

Dari seringnya beliau melihat dan membantu membuat alat musik tradisional Mandailing, maka timbul rasa ingin mencoba membuatnya sendiri.Dari setiap pertunjukan yang mereka adakan maupun yang mengundang mereka untuk bermain musik tradisional, membuat beliau juga mahir dan terbiasa dalam memainkan alat musik tradisional Mandailing tersebut.Beliau masih menggunankan alat-alat sederhana dalam proses pembuatan alat musik gondang boru. Tak hanya pesanan dari dalam kota saja yang beliau terima, namun pesanan dari luar negeri juga beliau terima, ini dimaksudkan agar orang luar negeri juga dapat mengenal alat musik tradisional Mandailing ini. Dan hingga kini, Bapak


(41)

25

Ridwan masih tetap membuat alat musik tradisional Mandailing khususnya gondang boru.

2.3.5Bapak Ridwan Sebagai Pemusik Tradisional

Kemampuan bermusik khususnya musik tradisional Mandailing sudah dimiliki oleh Bapak Ridwan sejak masa kanak-kanaknya, dikarenakan latar belakang ayah beliau yang merupakan seorang praktisi musik tradisional Mandailing di Pakantan. Ayah beliau adalah seorang pemusik tradisional Mandaling. Nenek beliau (Ibu dari ibu bapak Ridwan) juga penyanyi vokal jeir dari Mandailing di Pakantan.Sejak kecil beliau memutuskan untuk terjun ke dunia kesenian Mandailing. Dimulai dari rasa penasarannya hingga ajakan dari sang ayahlah yang membuat Bapak Ridwan semakin menggeluti bidang ini. Pada semasa masih lajang, Bapak Ridwan pernah membentuk Grup Gambus bersama teman-temannya.Dalam penampilannya, beliau juga sudah pernah diundang ke Amerika Serikat untuk tampil pada acara Pameran Kebudayaan Indonesia pada tahun 1991.Pada tahun 1989 beliau juga tampil dalam acara Pekan Raya di Malaysia bersama Batang Garis Grup pada masa itu.Beliau juga sudah sering tampil dalam di TVRI Medan. Selain itu bapak Ridwan juga sudah pernah ke berbagai kota di Indonesia dalam mempertunjukan kesenian Mandailing. Dan masih banyak lagi.


(42)

26

Gambar 3: Piagam Penghargaan Bapak Ridwan

2.3.6 Peran Bapak Ridwan Aman Nasution dalam KebudayaanMandailing Selain sebagai seniman Mandailing, Bapak Ridwan juga merupakan MC atau paralok-alokpada upacara adat perkawinan Mandaililing di Medan dan sekitarnya.Pada awalnya beliau hanya memainkan alat musik tradisional Mandailing saja, lalu dengan niat belajar dari pemuka adat dan dikarenakan seringnya melihat dan mengamatipara MC atau paralok-alokberbicara pada acara adat akhirnya beliau belajar dengan seiring berjalannya waktu beliau sudah terbiasa dan mampu menjadi pembawa acara atau paralok-alok adat Mandailing.


(43)

27

Bapak Ridwan sudah 25 tahun lebih tergabung dalam grup Gunung Kulabu. Grup kesenian Mandailing ini merupakan grup pertama yang ada di kota Medan. Namun sebelum tergabung dalam grup ini, beliau tergabung dalam grup Mandailing yang lain. Menurut wawancara penulis dengan narasumber, grup kesenian Mandailing yang terdapat di kota Medan yang masih aktif hanya tinggal 4 saja, termasuk Gunung Kulabu.

Gambar 4: Bapak Ridwan sebagai Paralok-alok di upacara adat Siriaon (Dokumentasi Aprillia Gultom)

2.4 Penggunaan Gondang Boru Dalam Upacara Adat Siriaon PadaMasyarakat Mandailing

Pada upacara Siriaon (perkawinan)adat Mandailing melibatkan banyak orang dari dalian na tolu, seperti mora, kahanggi, dan anak boru. Prosesi upacara pernikahan dimulai dari musyawarah adat yang disebut makkobar/makkatai, yaitu berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik.Setiap anggota berbalas tutur, seperti berbalas pantun secara bergiliran. Orang pertama yang membuka


(44)

28

pembicaraan adalah juru bicara yang punya hajat (suhut), dilanjutkan dengan menantu yang punya hajat (anak boru suhut), ipar dari anak boru (pisang raut), peserta musyawarah yang turut hadir (paralok-alok), raja adat di kampung tersebut (hatobangan), raja adat dari kampung sebelah (raja torbing balok) dan raja diraja adat/pimpinan sidang (raja panusunan bulang).

Setelah itu, dilaksanakan acara tradisi yang dikenal dengan nama mangupa atau mangupa tondi dohot badan. Acara ini dilaksanakan sejak agama Islam masuk dan dianut oleh etnis Mandailing dengan mengacu kepada ajaran Islam dan adat.Biasanya ada kata-kata nasihat yang disampaikan pada acara ini. Tujuannya adalah untuk memulihkan atau menguatkan semangat serta badan. Pangupa atau bahan untuk mangupa, berupa hidangan yang diletakkan ke dalam tampah besar dan diisi dengan nasi, telur dan ayam kampung dan garam.

Pada upacara adat perkawinan dalam masyarakat Mandailing seni pertunjukan gordang sambilan dan gondang boru identik dengan "kemapanan" seseorang melaksanakan upacara adat perkawinan tersebut. Sebab suatu keluarga yang mengadakan upacara adat dengan menggunakan ensambel gordang sambilan termasuk keluarga yang bisa dikatakan orang yang mempunyai harta yang lebih karena dalam mengadakan "gordang sambilan" menggunakan anggaran yang besar mulai dari mengadakan peralatan adat ("paragek" atau "pago-pago") di halaman rumah seperti bendera adat, payung adat yang siberi rumbal, pedang. "langit-langit", rompayan" dan 6 pelaminan hingga upacara adat perkawinan yang berlangsung selama "tiga hari tiga malam", sehingga keluarga yang mengadakannya boleh dikatakan orang yang terpandang.


(45)

29

Fungsi gondang boru pada upacara adat "orja siriaon" (perkawinan) adalah suatu bentuk pengumuman kepada masyarakat mengenai proses perkawinan yang dilaksanakan. Selain itu, juga berfungsi sebagai media pertemuan antar pemuka masyarakat atau tokoh adat Mandailing, sebagai simbol pengesahan bahwa telah dilakukannya pemberian gelar ataupun penerapan hukum adat, dan sebagai tanda sekaligus pemberitahuan kepada masyarakat bahwa upacara acara adat perkawinan sedang berlangsung. Pada upacara perkawinan, gondang boru juga dimainkan untuk mengiringi tarian adat tortor, menjemput pengantin perempuan yang dimainkan repertoar gondang Alo-alo secara beriring-iringan, lalu mengiringi jeir (nyanyian vokal) khas Mandailing dan juga onang-onang yang di lengkapi dengan alat musik lainnya yaitu gondang boru, gong, suling sarune, dan momgmomgan.

Permainan gondang boru cenderung berbeda di setiap daerah (hutaatau banua). Hadirnya seni pertunjukan "gondang boru" dalam setiap pelaksanaan upacara adat perkawinan Mandailing harus terlebih dahulu meminta izin kepada "raja pansunan bulung" melalui acara adat "markobar" (musyawarah) dengan menyembelih minimal seekor kerbau jantan yang sudah cukup umur sebagai "longit".

2.5Budaya Musik dan Tortor Mandailing

Dalam budaya musik Mandailing terdapat uning-uningan atau bunyi-bunyian. Masyarakat Mandailing menyebut kesenian tradisional mereka dengan "uning-uningan ni ompunta na jumolo sunduti" yang artinya seni musik dari para


(46)

30

leluhur yang diwariskan secara turun temurun. Kesenian tradisional tersebut yaitu Musik atau yang disebut dengan gondang yaitu gondang boru dan gordang sambilan.Ensambel gondang boru terdiri dari gondang boru (pangayak dan siayakon), ogung (ogung jantan dan ogung betina), mongmongan, doal, tali sasayak, sarune dan ada satu orang yang menyanyi (penjeir).Penjeir ialah penyanyi atau orang yang menyanyikan pantun dan lagu.Ensambel Gordang sambilan terdiri dari gordang sambilan (sembilan buah gendang) , sarune, ogung (ogung jantan dan betina), mongmongan, talempong (gong kecil), dan tali sasayak.

Sedangkan musik vokal atau ende diantaranya adalah: Ungut-ungut, Jengjeng, Andung, Jeir dan Marbue-bue.

1. Ungut-ungut ialah nyanyian yang mengisahkan tentang ungkapan kesedihan, kerinduan, atau kepergian. Ungut-ungut umumnya dilakukan oleh kaum baik berusia muda ataupun tua. Namun beberapa dari kaum wanita terkadang juga melakukannya. Nyanyian ungut-ungut umumnya diiringi oleh seorang pemain suling dengan tempo lambat.

2. Jeng-jeng ialah nyanyian yang hampir sama dengan ungut-ungut yaitu nyanyian yang mengisahkan tentang ungkapan kesedihan, kerinduan atau kepergian.

3. Andung ialah nyanyian tentangungkapansuatu kejadian yang telah terjadi misalnya: tentang kematian, kehilangan sesuatu dan sebagainya. Andung umumnya tanpa diiringan instrumen apapun, dan terkadang juga diiringi oleh alat tiup uyup-uyup atau tulila.


(47)

31

4. Jeir ialah nyanyian yang mengisahkan tentang riwayat suatu marga, atau nasihat tentang kehidupan perkawinan, atau tentang kekerabatan yang sangat dekat yang disebut kaum na solkot(kaum na solkot terdiri dari Raja Pamusuman Bulung, mora, kahanggi, anak boru, atau tetangga dekat). Jeir biasanya dinyanyikan dengan iringan tortor dan diiringilengkap dengan ensambel musik gondang boru dan alat musik tiup bernama sarune. Umumnya dijumpai di berbagai ritual maupun upacara perkawinan adat Mandailing

5. Mabue-bue ialah nyanyian menidurkan anak, biasanya dilakukan oleh para ibu untuk menidurkan anaknya. Isi nyanyian biasanya berupa pengharapan-pengharapan terhadap kehidupan yang baik kelak jika anaknya telah besar nanti. Selain itu di daerah Padang Bolak terdapat juga Onang-onang.

Onang-onang adalah suatu jenis musik Mandailing yang terdapat di daerah Padang Bolak yang dipakai dalam pelaksanaan upacara adat nagodang (upacara besar) yang terdiri dari alat musik yaitu gondang boru, ogung (ogung jantan dan ogung betina) doal, suling, dan tali sasayak.Onang-onang hanya dapat dipakai dalam konteks upacara adat sehingga disebut juga dengan gondang maradat.Dapat dikatakan bahwa gondang ini hanya boleh ditampilkan sejalan dengan dalihan natolu (Mora, Kahanganggi, dan Anak boru), yang artinya adalah landasan adat itu sendiri.Keunikan dari gondang dilihat dari pemakaiannya, keunikan yang dimaksud ialah bahwa upacara adat tidak dapat dilangsungkan tanpa disertai gondang, dan gondang sendiri tidak dapat ditampilkan dalam artian yang


(48)

32

sempurna jika tanpa disertai dan di dalam upacara adat (tidak dapat dirasakan hikmahnya).Asal kata onang adalah inang yang artinya ibu. Kisah terjadinya onang-onang adalah pada suatu ketika ada seseorang yang sedang merantau dan sedang mendapatkan suatu kesusahan. Ia ingin pulang tetapi biaya tidak ada, sedangkan kerinduan hatinya tidak tertahan lagi. Pada saat kerinduan itu muncul yang diingatnya adalah orang yang dikasihinya, yaitu ibu dan kekasihnya. Untuk melepaskan kerinduannya itu ia cetuskan lewat suatu nyanyian dengan kata onang onang. Dengan demikian pada mulanya onang-onang adalah suatu pencetusan perasaan kerinduan hati terhadap yang dikasihinya yaitu ibu dan kekasihnya. Namun lama-kelamaan onang-onang berkembang pengertiannya, yaitu tidak hanya pencetusan kerinduan terhadap ibu dan kekasihnya saja, akan tetapi dipergunakan juga dalam suasana gembira, misalnya upacra perkawinan, memasuki rumah, dan anak lahir. Jika dahulu onang-onang dinyanyikan oleh seseorang untuk dirinya sendiri, namun saat sekarang pada umumnya onang-onang dinyanyikan untuk orang banyak.Orang yang menyanyikan onang-onang-onang-onang dalam upacara adat disebut dengan paronang-onang.

Setiap paronang-onang terlebih dahulu harus mengetahui maksud dan tujuan pelaksanaan upacara tersebut. Selain itu ia juga harus tahu kepada siapa nyanyian itu ditujukan, agar paronang-onang dapat menyesuaikan isi dan syair lagu yang dinyanyikannya. Syair paronang-onang tidak mempunyai syair yang pasti, melainkan diciptakan oleh paronang-onang secara spontan.Semua syair-syairnya hampir semua diciptakan versi pantun. Onang-onang terdiri dari yaitu: pembukaan, penjelasan maksud upacara, cerita, latar belakang panortor, pujian,


(49)

33

nasihat, dan doa. Namun di daerah Mandailing Angkola terdapat perbedaan onang-onang di daerah mandailing Padang Bolak yaitu daricara menarik vokalnya, bahasa dan suara yang lebih kuat di Padang Bolak.

Budaya tortor Mandailing berbeda dengan budaya tortor etnis Batak lainnya.Karena tortor Mandailing dilakukan hanya pada upacara adat misalnya perkawinan, dan di Mandailing gerakan tarian tortor itu lebih lambat dan tidak ada hentakannya, berbeda dengan di wilayah etnis Batak Toba.Budaya Mandailing memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali dengan sistem religi kuno orang Mandailing., yaitu Si Pelebegu. Hal ini ditunjukkan denganadanya satu ungkapan tradisional (istilah), yaitu somba do mula ni tortor, yang secara harafiah artinya "asal mula tortor adalah sembah". Dalam hal ini somba (sembah) atau persembahan ditunjukkan kepada roh-roh leluhur (begu) yang dipercayai memiliki kekuatan gaib dan berpengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan mereka.Namun sistem religi Si Pelebegu ini sekarang tidak banyak lagi yang diketahui oleh orang Mandailing karena sudah sejak lama menganut agama Islam dan membuang kepercayaan lama tersebut karena bertentangan dengan ajaran-ajaran agama mereka.

Dalam upacara-upacara adat di Mandailing, dimana uning-uningan dibunyikan (margondang), selalu dilengkapi dengan acara manortor.Dalam pelaksanaannya pelaku tortor terdiri dari dua kelompok yang masing-masing orang berpasangan. Kelompok pertama berjejer di barisan depan, sedangkan kelompok kedua berjejer pula tepat dibelakang kelompok pertama. Kelompok yang pertama disebut"na iayapi" atau "na isembar", dan kelompok yang kedua


(50)

34

disebut "pangayapi" atau "panyembar".Kelompok pertama yang berada di barisan terdepan merupakan orang-orang atau kelompok kekerabatan yang dihormati oleh orang-orang yang berada di barisan belakang (kelompok kedua) seperti Mora dan Raja-raja Adat.

Pelaksanaan Tor-tor berdasarkan taraf atau kedudukan/kelompok seseorang yang Manortor dibedakan menjadi atas:

1. Tortor Suhut, kahanggi suhut, mora, dan anak boru 2. Tortor Raja-Raja

3. TortorRaja-raja Panusunan 4. Tortor Naposo bulung

Ada tiga pakem yang dilakukan dalam gerakan, yaitu gerakan sembah (hormat) kepada yang tua, kepada Tuhan dan gerakan hormat kembali kepada orang tua.Kegiatan manortor dalam Orja Siriaon(upacara adat perkawinan) menggunakan dua jenis gondang (repertoar musik) yang berbeda, yaitu gondang sabe-sabe yang bertempo cepat (isar) digunakan sebagai "pembuka" kegiatan manortor, dan gondang tor-toryang bertempo lambat (erer) yang digunakan untuk mengiringi kegiatan manortor selanjutnya. Ketika gondang sabe-sabe dimainkan, galanggang panortoran (tempat khusus untuk manortor) hadir seorang laki-laki dengan gerakan sarama (manyarama) mendekati parapanortor dengan membawa sehelai "kain adat" (Abit Sendet atau Patani) yang direntangkan pada kedua belah tangannya.Setelah berada di dekat panortor barulah "kain adat" tersebut diletakkannya pada bagian pundak dari salah seorang panortor. Hal ini dilakukannya kepada semua yang akan manortor. Setelah selesai, barulah gondang


(51)

35

tortor dimainkan dan tidak lama kemudian kegiatan manortorpun dimulai. Sewaktu manortor ini berlangsung seorang yang bertindak sebagai penjeir menyanyikan sebuah lagu khusus untuk kegiatan manortor, para panortor selalu akan meneriakkan kata Horas, yang kemudian disambut pula oleh orang-orang yang hadir berkumpul disitu dengan teriakan yang sama.

Ada yang mengatakan bahwa istilah "tortor" pada masyarakat Mandailing yang digunakan sebagai nama dari salah satu tari tradisional itu diduga berasal dari kata "tor tu tor", artinya "dari satu bukit ke bukit ke bukit-bukit yang lainnya, yang kemudian berubah (disingkat) menjadi "tortor". Dalam hal ini, mungkin dapat ditafsirkan dari sudut pandang lain, bukan berdasarkan arti harafiahnya. Karena sebagaimana diketahui bahwa di dataran tinggi Mandailing, terutama di dataran tinggi Mandailing Julu, terdapat banyak tordan masing-masing memiliki nama sendiri. Kalau diperhatikan istilah "tor tu tor" tersebut, juga dapat mengandung pengertian yang melukiskan suatu keadaan atau hal-hal tertentu, dimana dari bukit yang satu ke bukit-bukit lainnya kelihatan tampak seperti "garis" yang turun-naik, berbentuk sejumlah "segi-tiga" yang berjejer, yang pada dasarnya mirip seperti salah satu gerakan dalam tortor. Sewaktu para penari sedang manortor(menarikan tortor), tubuh mereka tampak seperti naik-turun, dengan cara menekukkan kaki untuk mengikuti irama gondang dan seirama pula dengan gerakan dari kedua belah tangan masing-masing seperti orang yang sedang marsomba (menyembah)

Adapun perkataan lain dalm bahasa Mandailing yang terkait dengan kata "tor", adalah "mangantor". Artinya, suatu keadaan di mana tangan atau kaki


(52)

36

seseorang mengalami "getaran tertentu" karena terhantuk pada benda lain, misalnya kayu, tetapi agak keras sedikit sehingga ia merasakan kesakitan. Jadi, dengan mengacu pada pengertian kata "mangantor" dan "tortor" yang kalau dikaitkan dengan gerakan tari dalam manortor maka istilah tortor dapat diartikan sebagai "gerakan tangan" dari panortor (penari) yang bergetar atau degerak-gerakkan. Hal ini tampak jelas ketika panortor (yang berada di barisan depan) sedang manortor, dimana kedua belah tangan dari masing-masing panortor selalu mereka gerak-gerakkan mengikuti irama musik pengiring yaitu Gondang Boru. Tepatnya gerakan tangan mereka tersebut selalu seirama (bersamaan) dengan bunyi ogung betina pada ketukan pertama dan ogung jantan (gong jantan) pada ketukan ketiga, ketika mereka sedang manortor.

Gerakan kaki antara kelompok kedua (pangayapi) dan kelompok yang pertama (na iayapi) tampak sangat jelas berbeda ketika manortor. Kelompok pertama (barisan terdepan) bergerak ke arah kanan atau kiri dengan menggerakakan ujung jari-jari kaki yang disebut manyerser, sedangkankelompok kedua (barisan belakang) bergerak dengan cara melangkah yang disebut dengan mangalangka.


(53)

37 BAB III

KONSTRUKSI DAN TEKNIKPEMBUATAN GONDANG BORU

3.1 Perspektif SejarahGondang Boru

Asal-usul gondang boru pada kebudayaan musikal Mandailing menurut wawancara dengan bapak Ridwan masih belum dapat dipastikan, namun pada zaman dahulu gondang boru hanya dimiliki oleh para raja-raja pada masa kerajaan Mandailing. Sebelum agama islam masuk ke wilayah Mandailing, masyarakat Mandailing masih menganut suatu religi tradisional yang didasarkan kepada kepercayaan adanya beguyang dapat membuat manusia senang dan susah.


(54)

37 BAB III

KONSTRUKSI DAN TEKNIKPEMBUATAN GONDANG BORU

3.1 Perspektif SejarahGondang Boru

Asal-usul gondang boru pada kebudayaan musikal Mandailing menurut wawancara dengan bapak Ridwan masih belum dapat dipastikan, namun pada zaman dahulu gondang boru hanya dimiliki oleh para raja-raja pada masa kerajaan Mandailing. Sebelum agama islam masuk ke wilayah Mandailing, masyarakat Mandailing masih menganut suatu religi tradisional yang didasarkan kepada kepercayaan adanya beguyang dapat membuat manusia senang dan susah.


(55)

38

Disinilah gondang boru digunakan untuk menyembah roh-roh yang sudah meninggal.Menurut konsep begu yang dimaksud ialah roh dari manusia yang sudah meninggal atau berbagai macam makhluk halus baik yang bersifat jahat ataupun yang bersifat tidak jahat.

Masuknya penjajahan atau pemerintah kolonial Belanda ke daerah Mandailing memberi pengaruh terhadap sistem religi di tanah Mandailing.Namun sebelum kolonial Belanda masuk, dan penyebaran misionaris kristen lebih dahulu Mandailing sudah di duduki oleh kaum Paderi dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol dan menganut agama islam dan sampai sekarang agama islam menjadi pedoman bagi masyarakat Mandailing. Agama islam berkembang di Mandailing setelah dasawarsa kedua abad ke-19.

Seperti istilah "Uning-ungingan ni ompunta na parjolo sundut i." yang artinya adalah seni musik dari para leluhur yang diwariskan secara turun-temurun.Para raja-rajalah yang memiliki gondang boru ini.Pada masa itu gondang boru tidak diperkenankan untuk di miliki maupun di mainkan kepada warga biasa, maka jika ingin di mainkan untuk suatu acara tertentu peraturannya adalah harus meminta izin terlebih dahulu kepada raja agar bersedia untuk diperkenankan.Terminologi "Gondang" dalam bahasa Mandailing mengandung beberapa pengertian yaitu: alat musik (ensambel), nama lagu atau repertoar, irama atau ritmik, jenis musik tertentu.

Dahulu gondang boru tidak sembarangan untuk dimainkan, dan juga tidak sesering seperti sekarang dimainkan.Karena ada larangan-larangan tertentu dari para raja.Tidak ada cerita legenda ataupun mistis yang mengiringi perjalanan


(56)

39

masuknya gondang boru ke masyarakat Mandailing.Gondang boru dipercaya dapat memanggil roh-roh yang sudah meninggal.Menurut sejarah, gondang boru berkembang pada musik-musik kerajaan di Mandailing.Saat itu, musik tidak hanya dipakai sebagai bagian ritual saja, tetapi juga dalam kegiatan-kegiatan kekerajaan (sebagai sarana hiburan para tamu raja).Musik di kerajaan yang berkembang adalah musik hiburan.Gondang boru berperan penting dalam mengiringi tarian tortor pada saranan upacara ritual maupun hiburan para raja dan tamu-tamunya.

3.2 Klasifikasi Alat Musik

Dalam mengklasifikasikan instrumen gondang boru, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Sachs dan Horn Bostel (1914), yaitu: sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), membranofon (kulit sebagai sumber penggetar utama bunyi), aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi).

Berdasarkan teori di atas, gondang boru dapat dimasukkan dalam klasifikasi membranofon. Di dalam klasifikasi ini, Curt Sachs memperhatikan bentuk dari membranofon itu sendiri dan membaginya ke dalam: cylindrycal drums, barrel drums, conical drums, hourglass drums, footed drums, goblet drums, kettle drums, handle drums, dan frame drum.


(57)

40

Melihat dari bentuknya, gondang boru dapat dimasukkan dalamklasifikasi barrel drum dengan sub klasifikasi double headed barrel drum. Double headed barrel drum adalah bentuk gondang yang mempunyai sepasanggondang, dan gondang 2 sisi gondangnya menggembung pada bagian perutgondang.

Dari ketebalan gondang, Curt Sachs membagi dalam kedua kategoriyakni, gondang berbingkai tebal dan berbingkai tipis.Gondang berbingkai tebaladalah ketebalan badan gondang melebihi seperempat dari diametermembrannya.Sedangkan gondang berbingkai tipis adalah gondang yangketebalan badan gondangnya kurang dari seperempat dari diameter membran.Berdasarkan kategori ketebalan badan gondang, bahwa gondang boru dapat dikategorikan gondang berbingkai tebal.

Tabel 1

Klasifikasi Instrumen Alat Musik Gondang Boru Sumber suara dari kulit

Alat musik tersebut

Membranphone

Membran di pukul

langsungmenggunakantangan/stik

Directly Struck Membranophones Bentuknya seperti Barel/Tong Barrel Drums


(58)

41

Dimainkan dengan duduk bersila Sit Wit The Legs Crossed

Terbuat dari kayu Wood Instrument

3.3 Konstruksi dan Ukuran Bagian-bagian Gondang Boru

Nama-nama bagian gondang boru dapat dilihat dari aspek organologinya dan fungsinya.Berikut adalah struktur dan bagian-bagian gondang boru dalam bentuk visualnya.

Kulit / membran 20 cm


(59)

42

Baluok / badan gondang 40 cm

Tali gondang

Kulit / membran 18 cm

Gambar 5: Bagian dan ukuran gondang siayakon

Kulit / membran 14 cm

Baluok / badan gondang 38 cm


(60)

43 Kulit / membran

16 cm

Gambar 6: Bagian dan ukuran gondang pangayak

Stik gondang 30 cm

1 cm

Gambar 7: Ukuran Stik 3.3.1 Membran

Pada tahap membuat membran atas gondang dan bawah gondang, akan dilapisi dengan kulit kambing. Kemudian setelah dilapis dengan kulit tersebut dan dijemur sekitar satu malam.Setelah dijemur kemudian tahap selanjutnya dibuat lubang pada kawat membran atas danbawah untuk tempat sebagai pengikat dengan membran bawahgondang.


(61)

44

Gambar 8: Kulit Gondang Boru

3.3.2 Badan Gondang

Badan gondang adalah resonator/badan gondang yang terbuat dari batang pohon ingul, bisa juga menggunakan batang pohon nangka ataupun batang pohon mahoni.Menurut wawancara dengan bapak Ridwan, kualitas nomor 1 kayu terbaik untuk gondang boru adalah kualitas pohon ingul yang sudah tua.Namun karena kelangkaan pohon ingul di Deli Serdang-Medan, maka bapak Ridwan lebih sering menggunakan pohon mahoni atau pohon nangka, biarpun kualitas suara yang dihasilkan pohon ingul lebih nyaring dan beratnya lebih ringan.

Beliau memilih batang mahoni yang tua karena menurut beliau dapat menghasilkan bunyi yang lebih bagus. Beliau tetap mementingkan kualitas bunyi dan daya tahan gondang buatannya sekalipun iamenyadari bahwa proses


(62)

45

pembuatan badan yang terbuat dari batang kayu pohon ingul lebih menghemat waktu dibandingkan menggunakan batang kayu pohon mahoni, biarpun kualitas suara yang dihasilkan pohon ingul lebih tahan lama.

Gambar 9:Baluok/badan Gondang

3.3.3 Tali Gondang Boru

Adapun tali digunakan untuk menautkan antara bagian-bagian gondang.Tampilan tali tersebut, ketika belum ditalikan adalah sebagai berikut ini.


(63)

46 Gambar 10:Tali Kain

Ukuran tali yang digunakan untuk sepasang gondang boru sesuai dengan kebutuhan.Untuk gondang boru yang dibuat oleh Bapak Ridwan ini memerlukan ± 20 meter untuk penalian sepasang badan gondang boru yang dibuat bapak Ridwan ini.Pada sisi membran atas dan bawah yang sudah dikaitkan dengan kawat, membran kulit dilubangi menggunakan pisau kemudian dimasukkan tali sebagai penalian gondang.


(64)

47

Gambar 11: Proses Penalian Gondang

3.4Ukuran Gondang Boru 3.4.1 Ukuran Membran

Ukuran membran yang dibutuhkan untuk membuat gondang adalah lebih besar dari diameter badan gondang/resonator gondang atas maupun bagian diameter bagian bawah.Tujuannya agar kulit yang dilebihkan itu dapat dipakai untuk menutup bingke nantinya.


(65)

48

Gambar 12:Kawat pengait kulit membran dengan badan gondang

3.4.2 Ukuran Badan Gondang

Badan gondangmempunyai bagian atas yang nantinya dilapisi oleh kulit berdiameter ± 20 cm dengan ketebalan kayu 1½ cm dan tinggi ± 40 cm dan bagian bawah berdiameter badan ± 16 cm untuk pangayak. Sedangkan ukuran atas siayakon berdiameter ± 18 cm dengan ketebalankayu 1½ cm dan tinggi ± 38 cm dan berdiameter bagian bawah badan ± 14 cm. Untuk gondang pangayak ukuran lebih besar dari siayakon


(66)

49

Berikut merupakan ukuran pada bagian badan gondang boru. 20 cm 18 cm

40 cm 38 cm

16 cm 14 cm

Ukuran Gondang Inang/Siayakon Ukuran Gondang Pangayakan


(67)

50 3.5Teknik Pembuatan Gondang Boru

Dalam pembuatan gondang boru masih sangat sederhana, semua teknik pengerjaan gondang boru tersebut mulai dari bahan baku sederhana yang digunakan, dan dikerjakan dengan alat-alat dan teknik yang sederhana. Dalam pembuatannya memerlukan waktu berkisar 10 hari jika terus dikerjakan, dikarenakan penjemuran kulit gondang boru yang menggunakan uapan panas matahari selama 3 hari. Dan beberapa hari selebihnya melakukan proses pembuatan konstruksi gondang boru lainnya, seperti memotong (melubangi) kayu menjadi badan gondang boru, memotong kulit sesuai besarnya membran, mengatur besaran lubang sesuai suara yang akan dihasilkan, mengikat tali pada kedua sisi, dan penjemuran pada uapan panas matahari selama 3 hari.

Berikut adalah tahap pembuatan gondang boru oleh bapak Ridwan di Desa Saentis.

Tabel 2:

Prosedur Kerja Pembuatan Gondang Boru

No Aktivitas Penjelasan

1. Pemilihan Bahan a. Batang mahoni yang sudah tua yang tidak bercabang dan berumur 10 tahun keatas. b. Kulit kambing jantan dan betina yang

berusia ±2 tahun.

c. Tali Kain sebagai pengait

d. Kawat berukuran diameter seperti korek api.


(68)

51 2. Membentuk

bagian-bagian gondang

a. Membuat ukuran diameter membran gondang.

b. Membersihkan bulu pada kulit kambing dengan menggunakan kaca atau pisau. Ukuran diameter membran atas dengan bawah berbeda sedikit.

c. Membuat ukuran diameter membran gondang.

d. Memotong dan membelah kayu menjadi dua bagian..

e. Membersihkan sisi luar dan dalam dengan menggunakan kapak, parang pahat, dan alat lainnya.

f. Menyatukan dan merekatkan kedua sisi gondang dengan lem kayu.

Tahap terakhir yakni pengerjaan halus dengan menggunakan kertas pasir atau amplas dan kemudian dipernis agar badan gendang kelihatan menarik.

g. Stik terbuat dari batang jambu klutuk/jambu batu.


(1)

86 4.4.4 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat

Masyarakat Mandailing di Deli Serdang memiliki perkumpulan masyarakat, perkumpulan masyarakat ini menggunakan ensambel gondang boru untuk mengiringi upacara peresmian suatu lembaga tertentu, ataupun hari besar nasional maupun hari besar agama.Dan gondang boru menjadi sebuah instrumen musik yang kerap digunakan dalam ensambelnya untuk mengiringi acara-acara tersebut.Hal ini menunjukkan bahwa adanya suatu kesatuan atau komunitas masyarakat Mandailing di Deli Serdang.

4.4.5 Fungsi Reaksi Jasmani

Gondang boru dalam ensambel gondang boru yang digunakan untuk mengiringi tari tor-tor yang sebagian gerakannya adalah gerakan yang dinamis yang kerap membuat para penarinya bergerak indah.Selain penari, yang bergerak mengikuti irama gondang boru ini adalah pemain godang itu sendiri, ditambah para pemusik-pemusik lainnya dalam ensambel gondang boru ini.Dengan demikian salah satu fungsi musik yang dihasilkan gondang boru adalah sebagai reaksi jasmani.

4.4.6 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama

Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama dimana ensambel gondang boru digunakan dalam upacara agama, upacara perkawinan, peresmian suatu tempat, organisasi/lembaga maupun individu. Sebagaimana diketahui bahwa orang Mandailing mayoritas beragama Islam, maka salah satu fungsi musik yang


(2)

87

dihasilkannya adalah untuk mengabsahkan upacara-upacara yang berkaitan dengan agama Islam, seperti: peringatan mauled Nabi Muhhamad yang dilakukan secara tahunan di seluruh dunia termasuk di Kota Medan. Demikian pula upacara Israk Mikraj, upacara menyambut tahun baru Islam, dan lain-lainnya.

4.4.7 Fungsi Penghayatan Estetis

Suatu keindahan dapat dituangkan dalam bunyi-bunyian yang dihasilkan dari perpaduan instrumen-instrumen musik dalam ensambel gondang boru, yang tertuang melalui permainan ritem maupun melodi yang dapat dinikmati oleh pemusik itu sendiri maupun pendengarnya.Penghayatan estetis ini juga dilakukan oleh setiap pemain gondang boru, baik dalam penyajian ensambel atau penyajian tunggal dirinya sendiri.Keindahan yang diekspresikan adalah mencakup aspek kelancaran bermain, aspek improvisasi pukulan (ritem), aspek eksplorasi irama, dan lain-lainnya.

4.7Nilai Ekonomi Pada Alat Musik Gondang Boru

Menurut wawancara dengan bapak Ridwan, Gondang Boru dijual dan dipasarkan seharga Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk sepasang gondang boru. Bapak Ridwan juga menjual gondang boru ke orang luar negeri jika ada yang memesan.Dengan menjual gondang boru bapak Ridwan mampu menambah perekonomian kehidupan keluarga.


(3)

88 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Peranan ilmu Etnomusikologi sangat penting mengangkat suatu konsep dalam sistem musikal disetiap etnis di dunia ini.Seperti pada masyarakat Mandailing di Deli Serdang menggunakan pendekatan onomatope dalam menggambarkan warna bunyi gondang, dan setiap pemain gondang mempunyai teknik sendiri dalam memainkan gondang.Pendekatan lainnya dalam pengklasifikasian alat musik gondang boru, gondang ini dapat diklasifikasikan ke dalam klasifikasi barel drum dan sub klasifikasi double-headed barrel drum, tujuan pengklasifikasian ini memudahkan permuseuman dalam pengklasifikasian alat musik. Dalam proses pembuatan gondangini, bapak Ridwan Aman Nasution masih menggunakan tenaga dan kemampuannya secara manual. Mulai dari pemilihan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gondang ini, beliau sangat telaten dan lebih mementingkan kualitas suara dan ketahanan gondang sekalipun beliau mengetahui hal ini memakan waktu yang cukup lama. Beliau mempunyai kiatkiat tersendiri dalam membuat gondang tersebut.Bahan utama dalam pembuatan gondang ini adalah kayu dan kulit.Namun gondang yang dibuat secara manual akan lebih bagus suara yang dihasilkannya dibandingkangondang yang dibuat dengan menggunakan mesin. Posisi duduk, posisi kaki dan suasana hati juga menentukan dalam memainkan gondang ini. Ritem yang dimainkan dalam setiap lagu pada masyarakat Mandailing di kota Medan dan ritem setiap


(4)

89

lagu memiliki pola dasar yang dimainkan secara konstan hingga akhir komposisi lagu, ternyata ritem tersebut ketika penyajiannya menghasilkan ritem yang mengisi celah ritem yang kosong, ritem saling yang mengisi itu adalah variasi, variasi ini terjadi secara spontan dan tidak dapat dipelajari, variasi ini muncul dari suasana hati pemusik.

5.2 Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan demi tugas menjaga dan melestarikan budaya nusantara.Kiranya penelitian ini membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Mungkin kendala yang akan dialami peneliti berikutnya adalah sulitnya memperoleh informasi dari informan-informan di lapangan, susahnya mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan karena kelangkaan alam sekitar. Ada baiknya pemerintah menaruh perhatian penuh terhadap kesenian sekarang ini.Karena menurut penulis, semakin sedikitnya kesadaran dan keingintahuan anak muda di Indonesia dan ini bisa mengakibatkan kepunahan secara tidak disadari.


(5)

92

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Ridwan Aman Nasution Umur : 55 tahun

Alamat :Desa Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang

Pekerjaan : Wiraswasta, pemusik tradisi Mandailing dan pembuat alat-alat musik Mandailing.

2. Nama : Supratman Nasution Umur : 52 Tahun

Alamat : Desa Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang

Pekerjaan : Wiraswasta, dan pemain musik tradisi Mandailing.

3. Nama : Ishak Jamal Lubis Umur : 48 Tahun

Alamat : Jalan Letda Sujono gang Akur nomor 2B

Pekerjaan : 1. Dosen luar biasa di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, 2.Wiraswasta, 3. Anggota


(6)

93 4. Nama : Hardiansyah Nasution

Umur : 25 Tahun

Alamat : Desa Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang