Penggunaan BIOGRAFI RIDWAN AMAN NASUTION

27 Bapak Ridwan sudah 25 tahun lebih tergabung dalam grup Gunung Kulabu. Grup kesenian Mandailing ini merupakan grup pertama yang ada di kota Medan. Namun sebelum tergabung dalam grup ini, beliau tergabung dalam grup Mandailing yang lain. Menurut wawancara penulis dengan narasumber, grup kesenian Mandailing yang terdapat di kota Medan yang masih aktif hanya tinggal 4 saja, termasuk Gunung Kulabu. Gambar 4: Bapak Ridwan sebagai Paralok-alok di upacara adat Siriaon Dokumentasi Aprillia Gultom

2.4 Penggunaan

Gondang Boru Dalam Upacara Adat Siriaon PadaMasyarakat Mandailing Pada upacara Siriaon perkawinanadat Mandailing melibatkan banyak orang dari dalian na tolu, seperti mora, kahanggi, dan anak boru. Prosesi upacara pernikahan dimulai dari musyawarah adat yang disebut makkobarmakkatai, yaitu berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik.Setiap anggota berbalas tutur, seperti berbalas pantun secara bergiliran. Orang pertama yang membuka 28 pembicaraan adalah juru bicara yang punya hajat suhut, dilanjutkan dengan menantu yang punya hajat anak boru suhut, ipar dari anak boru pisang raut, peserta musyawarah yang turut hadir paralok-alok , raja adat di kampung tersebut hatobangan, raja adat dari kampung sebelah raja torbing balok dan raja diraja adatpimpinan sidang raja panusunan bulang. Setelah itu, dilaksanakan acara tradisi yang dikenal dengan nama mangupa atau mangupa tondi dohot badan. Acara ini dilaksanakan sejak agama Islam masuk dan dianut oleh etnis Mandailing dengan mengacu kepada ajaran Islam dan adat.Biasanya ada kata-kata nasihat yang disampaikan pada acara ini. Tujuannya adalah untuk memulihkan atau menguatkan semangat serta badan. Pangupa atau bahan untuk mangupa, berupa hidangan yang diletakkan ke dalam tampah besar dan diisi dengan nasi, telur dan ayam kampung dan garam. Pada upacara adat perkawinan dalam masyarakat Mandailing seni pertunjukan gordang sambilan dan gondang boru identik dengan kemapanan seseorang melaksanakan upacara adat perkawinan tersebut. Sebab suatu keluarga yang mengadakan upacara adat dengan menggunakan ensambel gordang sambilan termasuk keluarga yang bisa dikatakan orang yang mempunyai harta yang lebih karena dalam mengadakan gordang sambilan menggunakan anggaran yang besar mulai dari mengadakan peralatan adat paragek atau pago-pago di halaman rumah seperti bendera adat, payung adat yang siberi rumbal, pedang. langit-langit, rompayan dan 6 pelaminan hingga upacara adat perkawinan yang berlangsung selama tiga hari tiga malam, sehingga keluarga yang mengadakannya boleh dikatakan orang yang terpandang. 29 Fungsi gondang boru pada upacara adat orja siriaon perkawinan adalah suatu bentuk pengumuman kepada masyarakat mengenai proses perkawinan yang dilaksanakan. Selain itu, juga berfungsi sebagai media pertemuan antar pemuka masyarakat atau tokoh adat Mandailing, sebagai simbol pengesahan bahwa telah dilakukannya pemberian gelar ataupun penerapan hukum adat, dan sebagai tanda sekaligus pemberitahuan kepada masyarakat bahwa upacara acara adat perkawinan sedang berlangsung. Pada upacara perkawinan, gondang boru juga dimainkan untuk mengiringi tarian adat tortor, menjemput pengantin perempuan yang dimainkan repertoar gondang Alo-alo secara beriring-iringan, lalu mengiringi jeir nyanyian vokal khas Mandailing dan juga onang-onang yang di lengkapi dengan alat musik lainnya yaitu gondang boru, gong, suling sarune, dan momgmomgan. Permainan gondang boru cenderung berbeda di setiap daerah huta atau banua . Hadirnya seni pertunjukan gondang boru dalam setiap pelaksanaan upacara adat perkawinan Mandailing harus terlebih dahulu meminta izin kepada raja pansunan bulung melalui acara adat markobar musyawarah dengan menyembelih minimal seekor kerbau jantan yang sudah cukup umur sebagai longit . 2.5Budaya Musik dan Tortor Mandailing Dalam budaya musik Mandailing terdapat uning-uningan atau bunyi- bunyian. Masyarakat Mandailing menyebut kesenian tradisional mereka dengan uning-uningan ni ompunta na jumolo sunduti yang artinya seni musik dari para 30 leluhur yang diwariskan secara turun temurun. Kesenian tradisional tersebut yaitu Musik atau yang disebut dengan gondang yaitu gondang boru dan gordang sambilan .Ensambel gondang boru terdiri dari gondang boru pangayak dan siayakon, ogung ogung jantan dan ogung betina, mongmongan, doal, tali sasayak, sarune dan ada satu orang yang menyanyi penjeir.Penjeir ialah penyanyi atau orang yang menyanyikan pantun dan lagu.Ensambel Gordang sambilan terdiri dari gordang sambilan sembilan buah gendang , sarune, ogung ogung jantan dan betina, mongmongan, talempong gong kecil, dan tali sasayak. Sedangkan musik vokal atau ende diantaranya adalah: Ungut-ungut, Jengjeng, Andung, Jeir dan Marbue-bue. 1. Ungut-ungut ialah nyanyian yang mengisahkan tentang ungkapan kesedihan, kerinduan, atau kepergian. Ungut-ungut umumnya dilakukan oleh kaum baik berusia muda ataupun tua. Namun beberapa dari kaum wanita terkadang juga melakukannya. Nyanyian ungut-ungut umumnya diiringi oleh seorang pemain suling dengan tempo lambat. 2. Jeng-jeng ialah nyanyian yang hampir sama dengan ungut-ungut yaitu nyanyian yang mengisahkan tentang ungkapan kesedihan, kerinduan atau kepergian. 3. Andung ialah nyanyian tentangungkapansuatu kejadian yang telah terjadi misalnya: tentang kematian, kehilangan sesuatu dan sebagainya. Andung umumnya tanpa diiringan instrumen apapun, dan terkadang juga diiringi oleh alat tiup uyup-uyup atau tulila. 31 4. Jeir ialah nyanyian yang mengisahkan tentang riwayat suatu marga, atau nasihat tentang kehidupan perkawinan, atau tentang kekerabatan yang sangat dekat yang disebut kaum na solkot kaum na solkot terdiri dari Raja Pamusuman Bulung, mora, kahanggi, anak boru, atau tetangga dekat. Jeir biasanya dinyanyikan dengan iringan tortor dan diiringilengkap dengan ensambel musik gondang boru dan alat musik tiup bernama sarune. Umumnya dijumpai di berbagai ritual maupun upacara perkawinan adat Mandailing 5. Mabue-bue ialah nyanyian menidurkan anak, biasanya dilakukan oleh para ibu untuk menidurkan anaknya. Isi nyanyian biasanya berupa pengharapan-pengharapan terhadap kehidupan yang baik kelak jika anaknya telah besar nanti. Selain itu di daerah Padang Bolak terdapat juga Onang-onang. Onang-onang adalah suatu jenis musik Mandailing yang terdapat di daerah Padang Bolak yang dipakai dalam pelaksanaan upacara adat nagodang upacara besar yang terdiri dari alat musik yaitu gondang boru , ogung ogung jantan dan ogung betina doal , suling , dan tali sasayak. Onang-onang hanya dapat dipakai dalam konteks upacara adat sehingga disebut juga dengan gondang maradat.Dapat dikatakan bahwa gondang ini hanya boleh ditampilkan sejalan dengan dalihan natolu Mora, Kahanganggi , dan Anak boru , yang artinya adalah landasan adat itu sendiri.Keunikan dari gondang dilihat dari pemakaiannya, keunikan yang dimaksud ialah bahwa upacara adat tidak dapat dilangsungkan tanpa disertai gondang, dan gondang sendiri tidak dapat ditampilkan dalam artian yang 32 sempurna jika tanpa disertai dan di dalam upacara adat tidak dapat dirasakan hikmahnya.Asal kata onang adalah inang yang artinya ibu. Kisah terjadinya onang-onang adalah pada suatu ketika ada seseorang yang sedang merantau dan sedang mendapatkan suatu kesusahan. Ia ingin pulang tetapi biaya tidak ada, sedangkan kerinduan hatinya tidak tertahan lagi. Pada saat kerinduan itu muncul yang diingatnya adalah orang yang dikasihinya, yaitu ibu dan kekasihnya. Untuk melepaskan kerinduannya itu ia cetuskan lewat suatu nyanyian dengan kata onang onang. Dengan demikian pada mulanya onang-onang adalah suatu pencetusan perasaan kerinduan hati terhadap yang dikasihinya yaitu ibu dan kekasihnya. Namun lama-kelamaan onang-onang berkembang pengertiannya, yaitu tidak hanya pencetusan kerinduan terhadap ibu dan kekasihnya saja, akan tetapi dipergunakan juga dalam suasana gembira, misalnya upacra perkawinan, memasuki rumah, dan anak lahir. Jika dahulu onang-onang dinyanyikan oleh seseorang untuk dirinya sendiri, namun saat sekarang pada umumnya onang- onang dinyanyikan untuk orang banyak.Orang yang menyanyikan onang-onang dalam upacara adat disebut dengan paronang-onang. Setiap paronang-onang terlebih dahulu harus mengetahui maksud dan tujuan pelaksanaan upacara tersebut. Selain itu ia juga harus tahu kepada siapa nyanyian itu ditujukan, agar paronang-onang dapat menyesuaikan isi dan syair lagu yang dinyanyikannya. Syair paronang-onang tidak mempunyai syair yang pasti, melainkan diciptakan oleh paronang-onang secara spontan.Semua syair- syairnya hampir semua diciptakan versi pantun. Onang-onang terdiri dari yaitu: pembukaan, penjelasan maksud upacara, cerita, latar belakang panortor, pujian, 33 nasihat, dan doa. Namun di daerah Mandailing Angkola terdapat perbedaan onang-onang di daerah mandailing Padang Bolak yaitu daricara menarik vokalnya, bahasa dan suara yang lebih kuat di Padang Bolak. Budaya tortor Mandailing berbeda dengan budaya tortor etnis Batak lainnya.Karena tortor Mandailing dilakukan hanya pada upacara adat misalnya perkawinan, dan di Mandailing gerakan tarian tortor itu lebih lambat dan tidak ada hentakannya, berbeda dengan di wilayah etnis Batak Toba.Budaya Mandailing memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali dengan sistem religi kuno orang Mandailing., yaitu Si Pelebegu . Hal ini ditunjukkan denganadanya satu ungkapan tradisional istilah, yaitu somba do mula ni tortor , yang secara harafiah artinya asal mula tortor adalah sembah. Dalam hal ini somba sembah atau persembahan ditunjukkan kepada roh-roh leluhur begu yang dipercayai memiliki kekuatan gaib dan berpengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan mereka.Namun sistem religi Si Pelebegu ini sekarang tidak banyak lagi yang diketahui oleh orang Mandailing karena sudah sejak lama menganut agama Islam dan membuang kepercayaan lama tersebut karena bertentangan dengan ajaran- ajaran agama mereka. Dalam upacara-upacara adat di Mandailing, dimana uning-uningan dibunyikan margondang, selalu dilengkapi dengan acara manortor.Dalam pelaksanaannya pelaku tortor terdiri dari dua kelompok yang masing-masing orang berpasangan. Kelompok pertama berjejer di barisan depan, sedangkan kelompok kedua berjejer pula tepat dibelakang kelompok pertama. Kelompok yang pertama disebutna iayapi atau na isembar, dan kelompok yang kedua 34 disebut pangayapi atau panyembar.Kelompok pertama yang berada di barisan terdepan merupakan orang-orang atau kelompok kekerabatan yang dihormati oleh orang-orang yang berada di barisan belakang kelompok kedua seperti Mora dan Raja-raja Adat. Pelaksanaan Tor-tor berdasarkan taraf atau kedudukankelompok seseorang yang Manortor dibedakan menjadi atas: 1. Tortor Suhut, kahanggi suhut, mora, dan anak boru 2. Tortor Raja-Raja 3. TortorRaja-raja Panusunan 4. Tortor Naposo bulung Ada tiga pakem yang dilakukan dalam gerakan, yaitu gerakan sembah hormat kepada yang tua, kepada Tuhan dan gerakan hormat kembali kepada orang tua.Kegiatan manortor dalam Orja Siriaonupacara adat perkawinan menggunakan dua jenis gondang repertoar musik yang berbeda, yaitu gondang sabe-sabe yang bertempo cepat isar digunakan sebagai pembuka kegiatan manortor, dan gondang tor-tor yang bertempo lambat erer yang digunakan untuk mengiringi kegiatan manortor selanjutnya. Ketika gondang sabe-sabe dimainkan, galanggang panortoran tempat khusus untuk manortor hadir seorang laki-laki dengan gerakan sarama manyarama mendekati parapanortor dengan membawa sehelai kain adat Abit Sendet atau Patani yang direntangkan pada kedua belah tangannya.Setelah berada di dekat panortor barulah kain adat tersebut diletakkannya pada bagian pundak dari salah seorang panortor. Hal ini dilakukannya kepada semua yang akan manortor. Setelah selesai, barulah gondang 35 tortor dimainkan dan tidak lama kemudian kegiatan manortorpun dimulai. Sewaktu manortor ini berlangsung seorang yang bertindak sebagai penjeir menyanyikan sebuah lagu khusus untuk kegiatan manortor, para panortor selalu akan meneriakkan kata Horas, yang kemudian disambut pula oleh orang-orang yang hadir berkumpul disitu dengan teriakan yang sama. Ada yang mengatakan bahwa istilah tortor pada masyarakat Mandailing yang digunakan sebagai nama dari salah satu tari tradisional itu diduga berasal dari kata tor tu tor, artinya dari satu bukit ke bukit ke bukit-bukit yang lainnya, yang kemudian berubah disingkat menjadi tortor. Dalam hal ini, mungkin dapat ditafsirkan dari sudut pandang lain, bukan berdasarkan arti harafiahnya. Karena sebagaimana diketahui bahwa di dataran tinggi Mandailing, terutama di dataran tinggi Mandailing Julu, terdapat banyak tor dan masing-masing memiliki nama sendiri. Kalau diperhatikan istilah tor tu tor tersebut, juga dapat mengandung pengertian yang melukiskan suatu keadaan atau hal-hal tertentu, dimana dari bukit yang satu ke bukit-bukit lainnya kelihatan tampak seperti garis yang turun-naik, berbentuk sejumlah segi-tiga yang berjejer, yang pada dasarnya mirip seperti salah satu gerakan dalam tortor. Sewaktu para penari sedang manortor menarikan tortor, tubuh mereka tampak seperti naik-turun, dengan cara menekukkan kaki untuk mengikuti irama gondang dan seirama pula dengan gerakan dari kedua belah tangan masing-masing seperti orang yang sedang marsomba menyembah Adapun perkataan lain dalm bahasa Mandailing yang terkait dengan kata tor, adalah mangantor . Artinya, suatu keadaan di mana tangan atau kaki 36 seseorang mengalami getaran tertentu karena terhantuk pada benda lain, misalnya kayu, tetapi agak keras sedikit sehingga ia merasakan kesakitan. Jadi, dengan mengacu pada pengertian kata mangantor dan tortor yang kalau dikaitkan dengan gerakan tari dalam manortor maka istilah tortor dapat diartikan sebagai gerakan tangan dari panortor penari yang bergetar atau degerak- gerakkan. Hal ini tampak jelas ketika panortor yang berada di barisan depan sedang manortor, dimana kedua belah tangan dari masing-masing panortor selalu mereka gerak-gerakkan mengikuti irama musik pengiring yaitu Gondang Boru. Tepatnya gerakan tangan mereka tersebut selalu seirama bersamaan dengan bunyi ogung betina pada ketukan pertama dan ogung jantan gong jantan pada ketukan ketiga, ketika mereka sedang manortor. Gerakan kaki antara kelompok kedua pangayapi dan kelompok yang pertama na iayapi tampak sangat jelas berbeda ketika manortor. Kelompok pertama barisan terdepan bergerak ke arah kanan atau kiri dengan menggerakakan ujung jari-jari kaki yang disebut manyerser, sedangkankelompok kedua barisan belakang bergerak dengan cara melangkah yang disebut dengan mangalangka. 37

BAB III KONSTRUKSI DAN TEKNIKPEMBUATAN

GONDANG BORU

3.1 Perspektif Sejarah

Gondang Boru Asal-usul gondang boru pada kebudayaan musikal Mandailing menurut wawancara dengan bapak Ridwan masih belum dapat dipastikan, namun pada zaman dahulu gondang boru hanya dimiliki oleh para raja-raja pada masa kerajaan Mandailing. Sebelum agama islam masuk ke wilayah Mandailing, masyarakat Mandailing masih menganut suatu religi tradisional yang didasarkan kepada kepercayaan adanya begu yang dapat membuat manusia senang dan susah.