Pelaku Usaha

3.2. Pelaku Usaha

a. Pengertian Pelaku Usaha

Pernyataan tidak untuk diperdagangkan yang dinyatakan dalam definisi konsumen ini dibuat sejalan dengan dengan pengertian pelaku usaha yang diberikan oleh Undang-Undang, dikatakan bahwa :

Pelaku usaha adalah “setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bi dang ekonomi.”

b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

UUPK tidak hanya mengatur hak-hak konsumen tetapi juga mengatur perilaku pelaku usaha sehingga secara tidak langsung juga akan turut mempengaruhi perilaku dunia usaha untuk melakukan persaingan yang lebih sehat dan jujur. Untuk mengatur perilaku pelaku usaha, maka Pasal 6 UUPK telah mengatur hak-hak dan kewajiban pelaku usaha yang diatur sebagai berikut :

a. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak ini menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menuntut harga berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi, suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang serupa, maka para pihak perlu menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian hak ini adalah harga yang wajar.

c. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik;

d. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

f. Menyangkut hak pelaku usaha pada butir b, c, d merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/ pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga

mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. 67

g. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

h. Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Udnang-Undang Pangan, dan undang-undang lainnya juga mengatur hak-hak pelaku usaha. Berkenaan dengan berbagai undang-undang tersebut, maka harus diingat bahwa UUPK merupakan payung bagi semua aturan lainnya

berkenaan dengan perlindungan konsumen. 68 Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan pada

uraian terdahulu, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban- kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UUPK yaitu:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;

67 Ahmadi Miru Op.Cit., hal.51 68 Ibid.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompenasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Perbuatan yang dilarang bagi para pelaku usaha diatur dalam Bab IV UUPK, yang terdiri dari 10 pasal, mulai dari Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. Jika diruntut, terlihat bahwa pada dasarnya deluruh larangan yang berlaku bagi pelaku usaha pabrikan juga dikenakan bagi pelaku usaha distributor, dan tidak semua larangan yang dikenakan bagi pelaku usaha distributor (dan/atau jaringannya)

dikenakan bagi pelaku usaha pabrikan. 69 Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk

mematikan usaha pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

Oleh karena itu dalam ketentuan Bab IV UUPK Pasal 8 sampai dengan 17 menyebutkan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Pasal 8 UUPK mengatur ketentuan umum yang berlaku secara general bagi kegiatan usaha dari pelaku usaha pabrikan atau distributor di Indonesia. Dalam Pasal

8 UUPK, yang termasuk perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha adalah :

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

69 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal.37.

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

c. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan oleh UUPK dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen tersebut.

Dalam hukum perlindungan konsumen, prinsip pertanggungjawaban merupakan perihal yang sangat penting, karena dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan pada pihak terkait.

Prinsip-prinsip pertanggungjawaban itu sendiri terbagi lima, yakni sebagai berikut: 70

a. Prinsip tanggung jawab karena kesalahan atau liability based on fault principle ;

b. Prinsip praduga bertanggung jawab atau presumption of liability principle;

c. Prinsip praduga tidak selalu bertanggung jawab atau presumption of non liability principle ;

d. Prinsip tanggung jawab mutlak atau strict liability; dan

e. Prinsip bertanggung jawab terbatas atau limitation of liability.

70 N.H.T. Siahaan, Op. Cit., hal. 155-158.

Dalam UUPK, tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen, diatur secara khusus pada bab VI, mulai Pasal 19 sampai dengan Pasal 28,

yaitu: 71

a. Tujuh pasal, yaitu Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha;

b. Dua pasal, yaitu Pasal 22 dan Pasal 28 yang mengatur pembuktian;

c. Satu pasal, yaitu Pasal 23 yang mengatur penyelesaian sengketa dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen.

Dari tujuh pasal yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha, secara prinsip dapat dibedakan ke dalam: 72

a. Pasal-pasal yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha atas kerugian yang diderita konsumen, yaitu Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21. Pasal 19 mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha pabrikan dan/atau distributor jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Dapat dikatakan bahwa substansi Pasal 19 ayat (1) mengatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha, yang meliputi tanggung jawab ganti kerugian atau kerusakan, tanggung jawab kerugian atas pencemaran, dan tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. Pasal 20 mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab pelaku usaha periklanan. Tanggung jawab pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan dan akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Pasal 21 ayat (1) membebankan importir barang untuk bertanggung jawab sebagaimana layaknya pembuat barang yang diimpor, jika importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri. Pasal 21 ayat (2) mewajibkan importir jasa yang bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing jika penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.

b. Pasal 24 yang mengatur peralihan tanggung jawab dari satu pelaku usaha ke pelaku usaha lainnya. Tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen, dibebankan sepenuhnya kepada pelaku usaha lain jika pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa yang menjual kembali

71 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 65.

72 Ibid., hal.55-56.

kepada konsumen tersebut telah melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.

c. Dua pasal lainnya, yaitu Pasal 25 dan Pasal 26 yang berhubungan dengan layanan purna jual oleh pelaku usaha atau barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Pelaku usaha diwajibkan untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas jaminan dan/atau ganti rugi yang diberikan, serta penyediaan suku cadang atau perbaikan.

d. Pasal 27 yang melepaskan pelaku usaha dari tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi pada konsumen, jika barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan; cacat barang timbul pada kemudian hari; cacat timbul akbat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang; kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen; lewatnya jangka waktu penuntutan empat tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25