Sunda, Urang Sunda, Nyunda

3.4 Sunda, Urang Sunda, Nyunda

Meskipun masih belum jelas, berdasarkan hasil dari beberapa wawancara dan pengamatan terhadap halaman grup Salakanagara. Ketika bertanya, Apa itu Sunda? Terdapat beberapa kata yang berkaitan dengan istilah Sunda yaitu Urang Sunda dan Nyunda.

Istilah Sunda, diartikan bermacam-macam oleh anggota Salakanagara. Dalam postingan yang diterbitkan oleh akun Yaya Rusyana pada tanggal 23 Januari 2016 lalu, berisikan tafsiran-tafsiran dari istilah Sunda dari berbagai sumber dan pandangan, seperti berikut ini:

Makna sunda dina *Basa Sunda*, saeutikna aya 10 (sapuluh) makna, nyaeta:

(1) lumbung, maknana subur makmur;

(2) "sonda" dina arti sae;

(3) "sonda" dina arti unggul;

(4) "sonda" dina arti senang;

(5) "sonda" dina arti bagja;

(6) "sonda" dina arti sarua jeung kahayang hate;

(7) "sundara", artina lalaki nu kasep;

(8) "sundari", artina wanoja nu geulis;

(9) pinuh rasa cinta asih;

(10) endah".

Untuk mengerti apa itu Sunda memang merupakan suatu proses yang rumit, dan bahkan teu ereun-ereun atau tidak ada habis-habisnya. Hal itu terbukti pada Salakanagara, di mana diskusi mengenai Sunda digelar maka pembicaraan tidak kunjung selesai. Hanya satu kata saja, tetapi dapat ditafsirkan dalam berbagai cara. Karena seperti yang telah diungkapkan oleh Mang Arif bahwa Sunda adalah kesadaran, yaitu menyadari entitas dan identitas diri, sehingga dalam memahami Sunda memang membutuhkan proses yang matang seperti mencoba mengenal diri sendiri.

Sunda, Urang Sunda dan Nyunda. Merupakan istilah yang sering muncul ketika membicarakan Sunda di Salakanagara, ketika di wawancarai pun ketiga istilah ini akan muncul. Sunda, seperti yang telah disampaikan oleh Mang Nano, merujuk kepada identitas, tempat dan bahasa. “Sunda tempat nyaeta Selat Sunda, Sunda identitas nyaeta Suku Bangsa Sunda, Sunda aya di basa na basa Sunda ” jelasnya. Hal itu mendekati pemaknaan Sunda yang diungkapkan oleh seorang sepuh Adat Masyarakat AKUR (Adat Karuhun Urang), P. Djatikusumah dalam Indrawardana yaitu: Sunda secara filosofis (putih, bersih, cahaya, indah, dsb.), Sunda secara etnis (urang Sunda), dan Sunda secara geografis (Indrawardana, 2011).

Sedangkan urang Sunda, merujuk kepada identitas yang melekat pada seseorang. Menurut Pak Sandi, urang Sunda bisa saja dia yang dapat Sedangkan urang Sunda, merujuk kepada identitas yang melekat pada seseorang. Menurut Pak Sandi, urang Sunda bisa saja dia yang dapat

“Nya angger urang sunda tapi teu nyunda..”, begitulah komentar Mang Nano, tetap saja dia urang Sunda tetapi tidak nyunda. Nyunda dapat diartikan sebagai suatu kualitas atas sikap selayaknya urang Sunda. Banyak sekali orang yang dapat kita kenali sebagai urang Sunda, bisa dilihat dari di mana ia tinggal ataupun bahasa yang digunakannya, namun belum tentu dia bersikap selayaknya urang Sunda (Nyunda). Perilaku nyunda menurut Mang Nano adalah perilaku di mana seseorang menerapkan ajaran Sunda dalam kehidupan sehari-hari. Tidak perlu repot-repot memakai berbagai atribut kesundaan, tetapi jelas di dalam setiap perilakunya mencerminkan nilai dan etika urang Sunda.

Dari beberapa hasil wawancara, diantara ketiga istilah tersebut sikap nyunda yang paling diutamakan. Tidak peduli dari latar belakang apa, berapa pun usianya, jika ia menyadari rasa kepemilikannya atas Sunda dan berperilaku Nyunda maka itulah yang paling utama. Hal itu sejalan dengan penerapan ajaran Sunda wiwitan yang lebih mementingkan perbuatan daripada terus mencari tahu tentang Tuhan (Indrawardana, 2011). Karena walaupun sampai heboh membicarakan Sunda di halaman grup, bahkan sampai muncul fanatisme, Sunda di Salakanagara hanyalah sebuah teks. Tidak semua anggotanya senang Dari beberapa hasil wawancara, diantara ketiga istilah tersebut sikap nyunda yang paling diutamakan. Tidak peduli dari latar belakang apa, berapa pun usianya, jika ia menyadari rasa kepemilikannya atas Sunda dan berperilaku Nyunda maka itulah yang paling utama. Hal itu sejalan dengan penerapan ajaran Sunda wiwitan yang lebih mementingkan perbuatan daripada terus mencari tahu tentang Tuhan (Indrawardana, 2011). Karena walaupun sampai heboh membicarakan Sunda di halaman grup, bahkan sampai muncul fanatisme, Sunda di Salakanagara hanyalah sebuah teks. Tidak semua anggotanya senang

Bab IV