ANALOG DATA, DIGITAL SIGNALS

5.3 ANALOG DATA, DIGITAL SIGNALS

Digitalisasi adalah proses mengkonversi data analog menjadi data digital. Apabila data analog telah dikonversikan menjadi data digital, ada beberapa hal yang dapat terjadi.

Yang paling umum terjadi yaitu:

1. Data digital dapat di transmisikan menggunakan sinyal NRZ-L. Dalam hal ini, data analog langsung menjadi sinyal digital.

2. Data digital dapat di encode sebagai sinyal digital menggunakan sebuah kode lain selain NRZ-L. Sehingga diperlukan satu langkah tambahan.

3. Data digital dapat di konversikan menjadi sinyal analog, menggunakan salah satu teknik modulasi yang dibahas pada Section 5.2 Meski terlihat aneh, prosedur yang di ilustrasikan pada Figure 5.15, dimana

menunjukan voice data dalam bentuk digital dan kemudian di konversikan menjadi sinyal analog ASK. Karena voice data sudah di digitalkan, dapat di anggap sebagai data digital bukan lagi data analog, meskipun media transmisi (e.g, menggunakan gelombang micro) menyatakan bahwa yang digunakan adalah sinyal analog.

Perangkat yang digunakan untuk konversi data analog menjadi bentuk digital untuk transmisi dan melindungi data asli analog dari kondisi digital, disebut Codec (Coder-Decoder). Pada section ini kita mengamati dua teknik utama yang digunakan dalam Codec, modulasi kode pulsa, dan modulasi delta. Dan ditutup dengan pembahasan mengenai perbandingan kerja.

Modulasi Kode Pulsa (Pulse Code Modulation)

Pulse Code Modulation (PCM) didasarkan atas teori sampling: SAMPLING THEOREM: Bila suatu sinyal f(t) disampel pada waktu

interval yang teratur dan pada rate yang lebih tinggi dua kali dari frekuensi sinyal tertinggi, maka sampel tersebut memuat segala informasi dari sinyal yang asli. Fungsi f(t) bias di rekonstruksi dari sampel-sampel ini dengan penggunaan Low-pass filter.

Gambar 5.12 Digitizing Analog Data

Sebuah bukti telah dipaparkan oleh Appendix F. bahwa voice data dibatasi frekuensi dibawah 4000 Hz, 8000 sampel perdetik cukup untuk mengidentifikasi karakter voice data secara lengkap. Catatan, bahwa ini merupakan sampel-sampel analog yang disebut sampel Pulse Amplitude Modulation (PAM). Untuk mengkonversi menjadi digital, setiap sampel analog ini harus ditandai dengan sebuah kode biner.

Gambar 5.16 menunjukan sebuah contoh dimana sinyal original/asal diasumsikan telah dibatasi dengan bandwidth B. Sampel PAM diambil pada rate 2B, atau sekali setiap T s =1/2B detik. Setiap sampel PAM diperkirakan telah terkuantisasi(quantized) menjadi salah satu dari 16 level yang berbeda. Setiap sampel dapat di representasikan dengan 4 bits. Tetapi karena nilai kuantisasi hanya sebuah perkiraan, mustahil untuk memunculkan sinyal original dengan tepat dan eksak. Dengan menggunakan sampel 8-bit, dimana menggunakan 256 level kuantisasi, kualitas sinyal voice yang di munculkan dapat dikomparasikan dengan yang telah ditransmiskan via transmisi analog. Catatan bahwa ini berarti sebuah data rate dari 8000 sampel perdetik X 8 bits per sampel = 64 kbps dibutuhkan untuk sebuah sinyal voice/sinyal suara.

Jadi, PCM dimulai dengan continuous-time, continuous-amplitude (analog), dimana sebuah sinyal digital diproduksi (Figure 5.17). Sinyal digital mengandung block n bits, dimana setiap nomor n-bits adalah amplitude dari pulsa PCM. Saat penerimaan, proses dibalik untuk menproduksi sinyal analog. Perlu diperhatikan, bahwa proses ini melanggar dari teori Sampling Theorem. Dengan kuantisasi dari pulsa PAM, sinyal asal hanya dapat diperkirakan dan tidak dapat di munculkan nilai eksaknya. Efek ini dikenal dengan Quantizing Error atau Quantizing.

Gambar 5.14 Blok Diagram PCM

Derau/noise. Rasio signal-to-noise untuk kuantisasi derau dapat di ekspresikan sebagai [GIBS93]

SNR n dB = 20 log 2 + 1.76 dB = 6.02n + 1.76 dB Jadi setiap penambahan bit yang digunakan untuk kuantisasi/quantizing meningkat SNR sekitar 6 dB, dimana faktor dari 4. Tipikalnya, skema PCM di perhalus menggunakan teknik yang di kenal dengan nonlinear encoding. Yang artinya, bahwa level-level kuantisasi tidak di perlakukan sama. Problem yang didapat bila sinyal di perlakukan sama adalah munculnya error absolut untuk sampel yang sama, tanpa memperduli dilevel sinyal manapun. Oleh karena itu, nilai amplitude yang lebih rendah relatif lebih terdistorsi. Dengan memperbesar jumlah langkah-langkah kuantisasi untuk sinyal- SNR n dB = 20 log 2 + 1.76 dB = 6.02n + 1.76 dB Jadi setiap penambahan bit yang digunakan untuk kuantisasi/quantizing meningkat SNR sekitar 6 dB, dimana faktor dari 4. Tipikalnya, skema PCM di perhalus menggunakan teknik yang di kenal dengan nonlinear encoding. Yang artinya, bahwa level-level kuantisasi tidak di perlakukan sama. Problem yang didapat bila sinyal di perlakukan sama adalah munculnya error absolut untuk sampel yang sama, tanpa memperduli dilevel sinyal manapun. Oleh karena itu, nilai amplitude yang lebih rendah relatif lebih terdistorsi. Dengan memperbesar jumlah langkah-langkah kuantisasi untuk sinyal-

Gambar 5.15 Efek dari Nonlinear Coding Efek yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan kuantisasi yang

seragam tetapi juga melakukan Companding (Compression-Expanding) dari input sinyal analog. Companding adalah proses mempersingkat/compressing rentang intensitas sebuah sinyal dengan menambahkan lebih banyak gain untuk sinyal yang lemah dibanding terhadap sinyal yang kuat pada input. Pada output dilakukan pengembalian/reverse operation. Figure 5.19 menunjukan contoh fungsi Companding. Catatan, bahwa efek pada input adalah untuk mengkompres sampel jadi semakin tinggi nilai yang direduksi menuju nilai yang rendah. Jadi, dengan nilai level kuantisasi yang tetap, lebih banyak level/tingkatan yang tersedia untuk sinyal dengan level yang lebih rendah. Dan pada output, compander memperluas sampel jadi nilai yang telah diperkecil kembali ke nilai asal.

Pengkodean nonlinear secara signifikan meningkatkan rasio PCM SNR. Untuk sinyal-sinyal suara mendapatkan peningkatan sebesar 24-30 dB.

Gambar 5.16 Tipikal Fungsi dari Companding

Delta Modulation (DM)

Berbagai jenis teknik telah digunakan untuk meningkatkan kinerja PCM atau mengurangi kerumitanya. Alternatif selain PCM adalah Delta Modulation (DM).

Dengan DM/Delta Modulation, suatu input analog didekati dengan sebuah fungsi tangga yang bergerak naik dan turun dengan satu level quantisasi (δ/delta) pada setiap interval sampling (T s ). Contoh ada pada Figure 5.20, dimana fungsi tangga melapisi pada gelombang analog yang asli. Inti karakteristik dari tangga ini adalah jalanya yang mirip biner. Pada setiap waktu sampling, fungsi bergerak naik turun sebesar δ sehingga, output dari proses modulasi delta dapat ditampilkan sebagai suatu digit biner tunggal untuk setiap sampel. Pada dasarnya, sebuah aliran bit lebih dihasilkan oleh pendekatan derivative dari sinyal analog daripada amplitudenya sendiri: A1 dibangkitkan bila fungsi tangga naik saat interval berikutnya: A0 dibangkitkan dengan cara sebaliknya.

Gambar 5.17 Contoh Delta Modulation (DM)

Transisi (naik atau turun) yang terjadi disetiap interval pengambilan sampel dipilih sedemikian hingga fungsi tangga melintasi sedekat mungkin kepada gelombang analog yang asli. Ilustrasi pada Gambar 17 , δ harus dipilih untuk menghasilkan balance antara 2 tipe error ataupun noise. Ketika gelombang analog berubah sangat lambat, aka nada noise quantisasi. Noise ini meningkat sejalan dengan meningkatnya δ. Di sisi lain, ketika gelombang analog berubah lebih cepat dari tangga yang mengikutinya, akan ada noise overload slope. Noise ini meningkat saat δ berkurang.

Harus lebih jelas bahwa tingkat keakuratan skema ini dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan rate sampel. Bagaimanapun juga, ini akan meningkatkan rate data sinyal output.

Gambar 5.18 Delta Modulation

Keuntungan utama DM melebihi PCM adalah kesederhanaan dalam implementasinya. Umumnya, PCM melampirkan karakteristik SNR yang lebih baik pada rate data yang sama.

Performance/Kinerja

Reproduksi suara yang baik bias diperoleh dengan 128 level kuantisasi, atau dengan 7-bit pengkodean (2 7 = 128). Sebuah sinyal suara, biasanya, menempati

bandwidth sebesar 4 kHz. Jadi, menurut teori sampling, sampel-sampel harus diambil pada rate sebesar 8000 sampel per detik. Hal ini menyatakan secara tidak langsung rate data sebesar 8000 x 7 = 56 kbps untuk data digital PCM.

Pikirkan apa artinya ini dari sudut pandang syarat-syarat bandwidth. Suatu sinyal suara analog menempati 4 kHz. Dengan menggunakan PCM sinyal analog

4 kHz ini dapat diubah menjadi sinyal digital 56 kbps. Namun dengan menggunakan kriteria Nyquist dari Bab 3, sinyal digital ini memerlukan orde 28 kHz bandwidth. Perbedaan yang lebih besar dapat dilihat pada sinyal-sinyal bandwidth yang lebih tinggi. Sebagai contoh, yang memerlukan 92 Mbps untuk sebuah sinyal bandwidth 5,6 MHz. Walaupun dari jumlah ini, teknik-teknik digital mulai popular dipergunakan untuk mentransmisikan data analog. Alasan utamanya adalah:

ˆ Karena repeater yang dihgunakan sebagai pengganti amplifier, tidak terdapat derau tambahan. ˆ Sebagaiman yang kita ketahui, time-division multiplexing (TDM)

dipergunakan untuk sinyal-sinyal digital sebagai pengganti frequency- division multiplexing (FDM) yang dipergunakan untuk sinyal-sinyal analog. Dengan TDM, tidak terdapat derau intermodulasi, seperti yang sering dihadapi bila menggunakan FDM.

ˆ Konversi ke pesinyalan digital memungkinkan penggunaan teknik-teknik switching digital yang lebih efisien.

Lebih jauh, beberapa teknik telah dikembangkan untuk menyediakan kode- kode yang lebih efisien lagi. Dalam hal suara, tujuan yang ingin dicapai ada di sekitar 4 kbps. Untuk video, keuntungan dapat dicapai dari kenyataan bahwa, dari frame ke frame, sebagian elemen gambar tidak akan berubah. Teknik pengkodean antar frame (interframe) memungkinkan persyaratan video dikurangi sampai kira- kira 15 Mbps, dan untuk adegan-adegan yang berubah dengan lambat, misalnya seperti yang ditemui dalam suatu telekonferensi video, turun sampai 64 kbps atau kurang dari itu.

Sebagai titik final, kita sebutkan bahwa dalam beberapa pengaruh, penggunaan system telekomunikasi akan berhasil dalam pemrosesan dari digital- ke-analog dan dari analog-ke-digital. Kebanyakan ujung dari jaringan komunikasi local adalah analog, tetapi jaringan itu sendiri menggunakan campuran teknik- teknik analog dan digital. Jadi data digital pada terminal user dapat diubah ke analog dengan menggunakan sebuah modem, berturut-turut dibuat menjadi digital melalui sebuah kodek, dan mungkin akan mengalami konversi yang berulang- ulang sebelum mencapai tempat tujuanya.

Jadi, fasilitas-fasilitas telekomunikasi menangani sinyal-sinyal analog yang bersumber baik dari suara maupun data digital, dimana karakterisik dari bentuk gelombang benar-benar berbeda. Untuk sinyal-sinyal suara cenderung miring ke bagian bandwidth yang lebih rendah (Figure 3.9) sedangkan pengkodean analog yang berasal dari sinyal-sinyal digital memiliki spectrum yang lebih seragam sepanjang bandwidth dan karenanya berisikan komponen-komponen berfrekuensi tinggi. Studi-studi yang dilakukan menunjukan hal tersebut, karena keberadaan frekuensi-frekuensi yang lebih tinggi, teknik-teknik yang berkaitan dengan PCM lebih banyak digunakan dibanding teknik-teknik yang berkaitan dengan DM untuk pembentukan sinyal-sinyal analog menjadi digital yang menampilkan data digital.