20
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan menurut Wyckof dalam Wisnalmawati,2005:155 adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan untuk memenuhi keinginan Konsumen. Menurut Tjiptono 2001:51, kualitas merupakan kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sehingga defenisi kualitas pelayanan dapat
diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen.
Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata mereka terima dengan pelayanan
sesungguhnya yang mereka harapkan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen maka pelayanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Jika yang terjadi adalah
pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Kotler 2002:83 mengatakan bahwa pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kapada pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Pada
21
umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering.
Kotler juga mengatakan kata kualitas mengandung banyak defenisi yang memiliki beberapa kesamaan yang biasanya terdapat pada elemen berikut :
a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan
Konsumen b.
Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan c.
Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah Mengacu pada pengertian kualitas pelayanan tersebut maka konsep
kualitas pelayanan adalah suatu realitas dari jasa yang diberikan oleh perusahan. Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan Konsumen dan berakhir pada
persepsi Konsumen Kotler 1997 dalam Misnalwati 2005:156. Oleh karena itu dalam merumuskan strategi dan program pelayanan , organisasi harus berorientasi
pada kepentingan Konsumen dan sangat memperhatikan dimensi kualitasnya Suratno dan Purnama, 2004 :74
Banyak kriteria atau ukuran kualitas yang bervariasi dan cenderung terus dapat berubah sepanjang waktu. Namun demikian para ahli berpendapat bahwa
kualitas secara konvensional menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti performance, kehandalan, mudah dalam penggunaan dan estetika.
Menurut Garvin, ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang Tjiptono, 2012:143 yaitu :
1. Transcendental approach
Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefenisikan
22
dan dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni. Meskipun demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan
produknya lewat pernyataan-pernyataan maupun pesan komunikasi seperti tempat berbelanja yang nyaman supermarket, kecantikan wajah
kosmetik dan sebagainya. 2.
Product-based approach Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau
atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan kebutuhan.
3. User-based approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan
seseorang adalah produk yang berkualitas tinggi. Perspektif yang subjektif ini juga menyatakan bahwa konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan
dan keinginan yang berbeda, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4. Manufactaring-based approach
Perspektif ini memperhatikan praktek-praktek perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefenisikan kualitas sebagai kesesuaiansama
dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkans secara internal yang seringkali didorong oleh tujuan
23
peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan.
5. Value-based approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif sehingga produk yang memiliki
kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli.
2.1.1 Dimensi Kualitas Pelayanan
Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan. Parasuraman, et al, 1985 dalam Tjiptono 2001 : 70, menyatakan bahwa dimensi kualitas pelayanan adalah
sebagai berikut : 1.
Bukti Fisik Tangible Dimensi pelayanan yang menitikberatkan pada elemen-elemen yang
mewakili pelayanan secara fisik, berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi. Penampilan, sarana, dan
prasarana fisik perusahaan serta keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
2. Kehandalan Realibility
Kemampuan untuk memberikan jasa sebagaimana yang dijanjikan dengan segera,akurat, dan memuaskan. Sesuai dengan harapan Konsumen berarti
kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan akurasi tinggi.
24
3. Daya Tanggap Responsiveness
Keinginan dari para staf untuk membantu para Konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat serta mendengar dan mengatasi
keluhan yang diajukan Konsumen. 4.
Jaminan Asurance Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keraguan. Dimensi ini menitikberatkan pada perilaku personel jasa untuk perhatian
terhadap Konsumen. 5.
Empati Emphaty Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang
diberikan kepada para Konsumen dengan berupaya memahami keinginan Konsumen.
2.2 Kepuasan Konsumen