Peran ABRI dalam Lembaga Legislatif

54 Meskipun Golkar kembali meraih suara mayoritas dalam pemilihan umum 1997, pemberontakan anti Golkar terjadi di mana-mana. Kemenangan Golkar dan pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden mengundang gelombang protes dari berbagai kalangan. Dengan dalih untuk mengamankan Sidang Umum MPR dan pemilihan presiden, militer melakukan segala cara untuk membendung protes rakyat, termasuk kasus penculikan beberapa aktivis pro-demokratis. 58

2.3.5 Peran ABRI dalam Lembaga Legislatif

Meskipun gelombang protes datang dari berbagai kalang, pelantikan Soeharto dan Habibie sebgai peresiden dan wakil presiden berjalan mulus. Akan tetapi, badai krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak Juli 1997, serta desakan yang dimotori mahasiswa mejadikan Soeharto undur diri pada tanggal 21 Mei 1998. Lensernya Soeharto tentunya membuat kalangkabut Golkar karena selama 32 tahun identik dengan Soeharto. Muslub dilakukan untuk menentukan nasib dewan pembina, sebagai motor utama di Golkar, dan Akbar tanjung terpilih sebagai ketua umum Golkar. Keterlibatan ABRI dalam proses politik dan pemerintahan tidak saja terjadi di sektor eksukutif atau di Golongan Karya, melainkan juga dalam badan legislatif. Sekalipun militer bukan kekuatan politik yang ikut serta dalam pemilihan umum, 58 Arif Yulianto, Opcit hal 323 55 namun mereka memiliki wakil dalam jumlah besar dalam DPR dan MPR melalui Fraksi Karya ABRI. Ada alasan mengapa ABRI memiliki wakil di DPR melalui pengangkatan Mayjen TNI Purn Soebijono, manta anggota DPR RI masa keanggotaan 1977-1982, 1982-1987, dan 1987-1992, memberikan alasan bahwa : 59 “Memang lebih demokratis, apabila masuknya wakil-wakil ABRI itu melalui pemilihan umum, seperti halnya warga negara lainnya. Tapi perlu diingat bahwa ABRI juga bertugas pokok sebgai kekuatan yang harus mempertahankan kedaulatan negara dan bangsa, harus menjadi pengawal Pancasila dan UUU 1945. Tugas ini hanya bisa dilaksanakan dengan berhasil jika ABRI itu kompak dan bersatu padu, tidak berbeda sikap dan tindakan. Jika ABRI ikut memilih dalam pemilihan umum yang dilakukan secara bebas, maka dalam lingkungan ABRI akan terjadi pengelompokan atas dasar pilihan dan dukungan masyarakat. Hal ini dapat mengurangi persatuan dan kesatuan ABRI. Kalau ABRI dipilih mencalonkan diri untuk dipilih maka nama calon ABRI harus masuk dalam daftar calon organisasi peserta pemilu, hal demikian itu memungkinkan ABRI akan rebutan diantara partai- partai politik dan organisasi golongan karya ikut pemilu. Hal ini dapat menimbulkan penyimpangan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Bagaimana ABRI mempunyai 59 Soebijono, Dwi Fungsi ABRI : perkembangan dan peranannya dalam kehidupan politik di indonesia, Gajah Mada university Press, Jakarta 1997. Hal 142-143 56 tanda gambar sendiri? Jika ini terjadi maka pemilu tidak akan demokratis. Ada sebagian ABRI menjadi calon, ada sebagian yang lain yang harus mengamankan agar pemilu berlangsung tertib teratur, jujur dan adil. Kenyataan situasi seperti itu tidak akan mungkin terjadi, karena disamping sebagai pengaman pemilu, juga sebagai calon, sehingga ABRI tidak akan bertindak objektif dalam pengamanan, bahkan akan berpihak pada kontestan ABRI sendiri. Dengan demikian meskipun sifatnya lebih demokratis dan tidak diskriminatif, akan lebih menimbulkan banyaknya kerugian daripada keuntungannya. Oleh karena itu, diputuskan lebih baik ABRI masuk dalam Badan Permusyawaratan Perwakilan Rakyat melalui pengangkatan daripada melalui pemilihan umum.” Dengan adanya ketentuan tersebut, kemudian muncul permasalahan berapa jumlah ABRI yang diangkat. Selah melaluia perhelatan yang alot, akhirnya diputuskan bahwa : anggota Badan PermusyawaratanPerwakilan Rakyat ada yang diangkat, disamping ada yang dipilih; 2 yang diangkat adalah BARI dan non ABRI, yang non ABRI harus dari organisasi yang non massal ; 3 untuk MPR jumlah yang diangkat adalah 100, dari 460 anggota. Semua konsesus-konsesus itu dirumuskan dalam RUU tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penentuan bahwa jumlah sepertiga dari seluruh anggota MPR diangkat adalah demi pengamanan agar penggunaan pasal 37 UUD 1945 tidak terlalu mudah dipergunakan. Dengan menggunakan pedoman itu, maka dalam DPR hasil pemilu 1971 sampai dengan 57 1982, ABRI mempunyai 75 wakil melalui jalur pengangkatan. Jika dijumlahkan dengan 25 orang yang diangkat mewakili Fraksi Karya Non-ABRI maka seluruh anggota DPR personalia Fraksi ABRI di DPR adalah 100 oarang berbanding dengan 460 orang seluruh anggota DPR. 60 Pada tahap perkembangan berikutnya adalah dikeluarkannya UU No. 21985 yang menyebutkan jumlah perwakilan ABRI adalah seperlima dari 500 orang, yaitu 100 orang. Sedangkan jumlah fraksi di MPR adalah 100 orang dari DPR ditambah dengan anggota tambahan sebanyak 51 orang menjadi 151 orang. Di DPRD I minimal seperlima dari 45 anggota yaitu 9 orang dan maksimal seperlima dari 100 orang yaitu 20 orang. Sedangkan di DPRD II jumlah minimal adalah seperlima dari 20 orang, yaitu 4 orang danmaksimal seperlima dari 45 orang adalah 9 orang. 61 Fraksi ABRI sebagai pelaksana fungsional sosial politk ABRI di lembaga Permusyawaratan Perwakilan Rakyat merupakan ujung tombak ABRI dalam memperjuangkan konsepsi tentang pembangunan nasional di segala bidang. Dalam ketentuan pokok Hankamneg disebutkan bahwa ABRI berfungsi sebagai dimisator dan stabilisator bersama-sama fraksi lain memikul tugas menyukseskan oerjuangan bangsa dan meningkatakan kesejahteraan rakyat. 62 60 Arif Yulianto, Opcit hal 327 61 Soebijono. Opcit hal 144 62 Ibid hal 146 58 Keberadaan ABRI dalam DPR terbukti efekti dalam rangka mengamankan kebijakan eksekutif dan meminimalisir kekuatan kontrol DPR terhadap eksekutif. Efektifitas ini diperoleh melalui : 63 1. Adanya hubungan duet Fraksi ABRI dan Fraksi Karya Pembangunan dalam proses kerja DPR, yang merupak pembawa nilai dan kepentingan eksekutif. 2. Adanya perangkat aturan kerja DPR yang dalam batas tertentu membatasi aktualisasi anggota melalui mekanisme fraksi dan membatasi peran satu fraksi secara otonom. Keadaan yang hampir sama juga terjadi di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR. Jumlah militer yang cukup banyak dalam MPR memberikan peluang besar bagi kalangan militer untuk dapat menjalankan dan mengamankan kepentingan eksekutif dalam kebijakan-kebijakan yang besar oleh MPR.

2.3.6 Penugaskarya Prajurit ABRI