46
2.3.3 Difusi Partai-Partai Politik
Sejalan dengan pengintegrasian dari Kino yang berbentuk federasi menjadi kesatuan di bawah nama Golkar, pemerintah juga bermaksud untuk melakukan
perubahan struktur politik dalam bentuk penyederhanaan partai politik. Sebenarnya penyederhanaan partai politik sudah muncul pada awal kekuasaan Soeharto sehingga
kekuatan politik pendukungnya mulai mensosialisasikan gagasan penyederhanaan partai politik dalam dua bentuk afiliasi, yaitu kelompok material-spiritual dan
kelompok spiritual-material. Penyederhanaan partai ini dilanjutkan dengan digolkannya ketetapan MPRS
Nomor 22 tahun 1966 tentang pengaturan kembali struktur politik. Kemudian pada tanggal 20 Februari 1970, di hadapan sembilan pimpinan partai politik dan Sekber
Golkar yang akan ikut dalam pemilihan umum 1971, Presiden Soeharto mengungkapkan saran-sarannya mengenai pengelompokan partai. Petama, golongan
nasionalis, kedua golongan spiritual dan ketiga Golongan Karya. Gagasan ini kemudian mendapat sambutan positif dari berbagai pemimpin-pemimpin partai.
45
Setelah kekuatan politik Orde Baru mantap dan Golkar menjadi pemenang pemilu, maka dipastikan bahwa pelaksanaan restrukturisasi partai politik akan
dilakukan. Jalan mulus melakukan ini didukung oleh strategi pemerintah tentang susunan dan kedudukan MPRDPR. Dari 460 anggota DPR yang diatur dalam UU
45
A. Samsudin . Pemilihan Umum 1971, Lembaga Pendidikan dan konsultan Pers, Jakarta 1972 hal 16
47
No. 15 tentang undang – undang pemilu 1969 dan undang – undang No. 16 Tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan DPRMPR, 100 orang diangkat oleh Presiden
untuk wakil angkatan darat. MPR yang mencakup 460 anggota DPR, juga terdiri atas 207 anggota yang ditunjuk presiden seperti dari keseluruhan, dan 253 anggota
tambahan mewakili daerah dan dipilih oleh DPRD serta kelompok lain yang oleh presiden dianggap tidak mewakili DPR.
46
Upaya penggarapan pemerintah maupun militer terhadap partai politik, ternyata mempunyai tujuan untuk memuluskan restruktur politik. Hal tersebut dapat
dilihat dari dua kasus partai politik yang digarap, yaitu Parmusi dan PSSI yang Dengan demikian Golkar telah menjadi
kekuatan mayoritas dalam kekuasaan sehingga dorongan untuk melakukan restrukturisasi politik kembali didengungkan oleh pemerintah sebagai bentuk kontrol
partai politik yang ada. Bagi kalangan partai politik restrukturisasi dengan cara difusi ini dianggap
melemahkan posisi mereka karena dengan menghimpun partai yang berbeda-beda kedalam satu wadah akan timbuh perpecahan. Namun demikian, menjadi keuntungan
dikalangan islam yang mengganggap ini menjadi momentum yang baik untuk menyatukan kekuatan politik mereka.
46
R. William Lidlde, Pemilu-pemilu Orde Baru : pasang surut kekuasaan politik, Jakarta 1992 hal 36
48
mendatangi difusi kedalam tubuh PPP. Pemerintah akan memberikan restu kepada para pemimpin yang akomodatif terhadap pemerintah orde baru.
47
Rekonstruksi partai politik berhasil dilakukan, dari sembilan partai politik menjadi dua partai baru, yakni Partai Persatuan Pembangunan PPP dan Partai
Demokrasi Indonesia PDI. Empat partai Islam yaitu NU, Parmusi, Partai Syarikat Islam dan Persatuan Tarbiyah Islam Indonesia difusi ke dalam PPP. Sedangkan lima
partai lainnya, yakni PNI, IPKI, Murba, Parkindo, dan Partai Katolik melebur kedalam PDI.
48
2.3.4 Hubungan ABRI dalam Golkar