Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Investasi menurut teori ekonomi dapat diartikan sebagai pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi yang akan digunakan di masa depan. Investasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) menyatakan bahwa, tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi adalah hal yang saling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan, karena pertumbuhan merupakan fungsi dari investasi. Semakin besar tingkat pertumbuhan yang dicapai maka semakin besar investasi yang dibutuhkan.

2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi

Investasi adalah suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang (Sunariyah; 2003:4). Investasi dapat dilakukan oleh individu maupun badan usaha

(termasuk lembaga perbankan) yang memiliki kelebihan (Taswan dan Soliha; 2002:168). Investasi dapat dilakukan baik di pasar uang maupun di pasar modal ataupun ditempatkan sebagai kredit pada masyarakat yang membutuhkan. Investasi menjadi dua bagian utama, yaitu (Sunariyah; 2004):

1. Investasi dalam bentuk aktiva riil (real asset) meliputi aktiva berwujud seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate.

2. Investasi dalam surat berharga (financial asset) meliputi surat-surat berharga yang dikuasai oleh entitas. Aktiva finansial dalam investasi pada sebuah entitas dapat dipilih dengan dua cara, yaitu:

a. Investasi langsung (direct investment) yang dapat diartikan sebagai pemilihan surat-surat berharga secara langsung untuk suatu entitas yang secara resmi telah go public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gains.

b. Investasi tidak langsung (indirect investment) terjadi apabila surat-surat berharga milik suatu entitas diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi sebagai perantara. Irawan dan Suparmoko (1992) menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi

suatu negara atau wilayah dapat dilakukan dengan mengusahakan besaran tingkat investasi yang dijelaskan melalui beberapa teori sebagai berikut:

1. Teori Usaha Perlahan-lahan (Gradualist Theory) Teknik-teknik produksi dan investasi dipilih berdasarkan biaya-biaya relatif. Industrialisasi dilakukan secara perlahan untuk mengurangi risiko kekeliruan. Injeksi kapital dilakukan sesuai dengan daya serap perekonomian. Kemajuan industri kecil dan pembangunan masyarakat desa menjadi prioritas yang harus diusahakan. Kegiatan yang membutuhkan modal banyak diusahakan bila keuntungan melebihi kegiatan padat karya.

2. Teori Dorongan Besar (Big Push) Teori ini menyatakan bahwa investasi harus dilakukan secara besar-besaran untuk menghilangkan kemiskinan, memaksimumkan output melalui teknik yang paling produktif. Investasi dipusatkan pada alat-alat modal untuk mempertahankan pertambahan dan pertumbuhan output. Konsumsi diminimalkan agar investasi dapat selalu ada. Skala ekonomi (economic of scale) dititikberatkan pada produksi massa dan membutuhkan modal yang banyak.

3. Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Growth) Perkembangan perekonomian dimungkinkan bila ada perimbangan yang baik antara berbagai sektor di dalam perekonomian (Rosenstein-Rodan; 1953). Arti dari pertumbuhan seimbang adala h perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas “titik pertumbuhan” (growing point) sektor-sektor yang sedang berkembang saja. Investasi sebaiknya dilakukan secara merata pada setiap sektor yang ada sehingga dapat memperluas dan memperkuat ketergantuan pasar antara satu sektor dengan sektor yang lainnya.

4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Growth) Hirschman (1992) mengkritik teori pembangunan seimbang, pendapatnya bahwa masyarakat dengan pendapatan rendah belum dapat mengubah perekonomian tradisional menjadi perekonomian modern. Modal yang besar akan menjadi hambatan bagi negara berkembang. Ketidakseimbangan pada suatu sektor tertentu akan mendorong kemajuan ekonomi secara lebih cepat karena biaya ekspansi akan diminimumkan. Sektor yang memiliki permintaan tinggi akan dapat menutup kekurangan pada sektor lain yang memiliki output rendah.

2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi

Tingkat investasi atau pembentukan modal yang dilakukan dalam perekonomian ditentukan berdasarkan faktor-faktor utama sebagai berikut (Sukirno, 2011):

1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) Perencanaan investasi hanya akan dilakukan bila tingkat keuntungan yang diperoleh lebih besar dari suku bunga yang dibayarkan. Investasi memberikan keuntungan apabila nilai sekarang (present value) dari pendapatan di masa yang akan datang lebih besar dari nilai sekarang (present value) modal yang diinvestasikan. Nilai sekarang (present value) pendapatan di masa yang akan datang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Sukirno (2011), yaitu: Keterangan: NS

= nilai sekarang pendapatan yang diperoleh diantara tahun 1 hingga tahun n Y 1 ,Y 2 , ..., Y n = pendapatan netto (keuntungan) perusahaan yang diperoleh antara tahun ke

1 sampai dengan tahun ke n

r = suku bunga Misal nilai sekarang (present value) yang diinvestasikan adalah M, maka investasi tersebut r = suku bunga Misal nilai sekarang (present value) yang diinvestasikan adalah M, maka investasi tersebut

2. Suku Bunga Suku bunga memberikan pengaruh yang besar pada investasi. Hal tersebut disebabkan karena tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan tingginya biaya investasi sehingga akan mempengaruhi tingkat pengembalian (return) dari investasi yang dilakukan. Sebaliknya, apabila suku bunga rendah maka biaya investasi akan turun sehingga keuntungan atau pengembalian investasi tersebut akan tinggi. Sukirno (2011) menyatakan hubungan suku bunga dengan investasi dalam grafik sebagai berikut:

Sumber: Sukirno, 2011 Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga

Gambar 2.5 menunjukkan bahwa suku bunga sebesar r0 memiliki investasi yang bernilai Io. Ketika suku bunga menurun menjadi r 1 maka terjadi kenaikan nilai investasi sebesar I 1 . Demikian juga apabila suku bunga lebih rendah yaitu sebesar r 2 maka investasi semakin tinggi menjadi I 2 .

3. Kemajuan Teknologi Penemuan teknologi baru dalam kegiatan produksi akan memicu inovasi pada pembelian

barang modal dan bangunan/industri yang baru. Maka, semakin banyak inovasi yang dilakukan akan menyebabkan semakin tingginya tingkat investasi yang dicapai.

2.3.3 Kelayakan Investasi

Kelayakan investasi merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari konsep menajemen keuangan yang ditujukan untuk menemukan inovasi baru pada suatu perusahaan (Sofyan, 2003). Afandi (2015) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan, yaitu:

1. Ruang lingkup proyek

2. Cara kegiatan melakukan kegiatan proyek

3. Evaluasi aspek-aspek keberhasilan proyek

4. Sarana yang diperlukan proyek

5. Hasil kegiatan proyek serta estimasi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil

6. Perhitungan dampak positif dan negatif dari proyek yang akan dilaksanakan

7. Memperhitungkan langkah-langkah awal untuk memulai proyek Kelayakan investasi dapat diukur dari berbagai kriteria, yang meliputi aspek non

discounting yang terdiri dari break even point dan payback period serta aspek discounting yang terdiri dari net present value, benefit/cost ratio, daninternal rate of return.

1. Non Discounting

Non discounting merupakan adalah “analisis kelayakan investasi yang tidak mempergunakan suku bunga compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemuk) digunakan untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui besarnya bunga (i) dan lamanya periode investasi (n), sedangkan discount factor digunakan untuk menghitung jumlah uang saat ini (Firdaus; 2007:120) .”

Perhitungan non discounting meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Break Even Point (BEP) Titik impas adalah suatu keadaan perusahaan tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita kerugian. Perhitungan titik impas dilakukan apabila telah disusun laba rugi pada suatu keadaan tertentu. BEP berarti bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk produksi dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Hubungan antar variabel di dalam kegiatan perusahaan seperti tingkat produksi, biaya dan pendapatan dapat diketahui dengan perhitungan Break Even Point. Penentuan Break Even Point didasarkan pada persamaan a. Break Even Point (BEP) Titik impas adalah suatu keadaan perusahaan tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita kerugian. Perhitungan titik impas dilakukan apabila telah disusun laba rugi pada suatu keadaan tertentu. BEP berarti bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk produksi dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Hubungan antar variabel di dalam kegiatan perusahaan seperti tingkat produksi, biaya dan pendapatan dapat diketahui dengan perhitungan Break Even Point. Penentuan Break Even Point didasarkan pada persamaan

BEP Harga Jual:

R = FC + VC P x Q = FC + VC P* = P* = AFC + AVC

BEP Kuantitas:

R = FC + VC P x Q = FC + VC P x Q = FC + AVC x Q PxQ – (AVC x Q) = FC Q(P - AVC) = FC Q* =

Dimana: FC = Biaya tetap VC = Biaya variabel total

P = Harga jual P*

= Harga pada saat break even point AFC

= Rata-rata biaya tetap AVC

= Rata-rata biaya variabel Q

= Kuantitas penjualan Q*

= Kuantitas pada saat break even point Apabila: a) P*< Ppasar maka usaha menguntungkan. b) P*> Ppasar maka usaha mengalami kerugian. c) P* = Ppasar maka usaha tidak mengalami keuntungan maupun kerugian.

b. Payback Period (PP) Payback period digunakan untuk mengukur seberapa cepat modal (arus kas keluar/ investasi awal) dapat diterima kembali oleh perusahaan (kembali modal) (Mardiyanto, 2009: 205). Menurut Sofyan (2005) teknik payback period menentukan jangka waktu modal akan kembali jika alternatif aliran kas (cash flow) yang didapat dari usaha diusulkan kembali.

2. Rumus payback period sebagai berikut (Sofyan, 2002):

Payback Period =

3. Discounting

Discounting merupakan analisis kelayakan investasi yang mempergunakan suku bunga compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemeuk) digunakan untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui besarnya Discounting merupakan analisis kelayakan investasi yang mempergunakan suku bunga compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemeuk) digunakan untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui besarnya

a. Net Present Value (NPV) Net Present Value digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk yang akan diterima pada masa yang akan datang setelah dikurangi arus keluar atau investasi awal. Berikut adalah rumus NPV (Mardiyanto; 2009: 205),:

Berikut adalah rumus NPV:

Keterangan CF = arus kas masuk (cash inflow) I 0 = arus kas keluar (cash outflow/initial investment/initial outlay)

k = biaya modal (cost of capital) atau imbal hasil (rate ofreturn) n

= umur proyek

b. Benefit Cost Ratio Benefit Cost Ratio atau B/C ratio disebut juga dengan istilah “profitability index”. Menurut Mardiyanto (2009: 205), Profitability Index (PI) adalah metode kelayakan investasi yang mengukur tingkat kelayakan investasi berdasarkan rasio antara nilai sekarang arus kas masuk total (TPV) dengan arus kas keluar. Rumus benefit cost ratio/profitability index (Mardiyanto, 2009) sebagai berikut:

CF ∑ n

t=1 (1+k) n

PI =

Keterangan CF = arus kas masuk (cash inflow)

I 0 = arus kas keluar (cash outflow/initial investment/initial outlay) k

= biaya modal (cost of capital) atau imbal hasil (rate ofreturn) n

= umur proyek Kriteria Penilaian PI: Terima jika PI>1; tolak jika PI<1 (mutually exclusive) Terima jika PI>1; dan dana mencukupi (independent) = umur proyek Kriteria Penilaian PI: Terima jika PI>1; tolak jika PI<1 (mutually exclusive) Terima jika PI>1; dan dana mencukupi (independent)

tingkat pengembalian atas modal yang diinvestasikan. Kriteria investasi IRR harus lebih besar dari OCC (Opportunity Cost of Capital) agar rencana atau usulan investasi dapat layak dilaksanakan. Internal rate of return didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil sedemikian rupa sehingga menyebabkan NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, untuk menghitung IRR, digunakan rumus NPV yang telah diubah, maka rumus IRR adalah sebagai berikut:

sebagai berikut:

Berdasarkan rumus IRR diatas, k tidak dapat dihitung secara langsung. Nilai k dapat diperoleh dengan cara trial and error. Kriteria IRR yang dinilai layak adalah apabila nilainya lebih besar daripada biaya modal (Mardiyanto, 2009).

2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu ekonomi. Dinamika pertumbuhan ekonomi dikembangkan berdasarkan aliran teori pertumbuhan ekonomi Adam Smith, pertumbuhan ekonomi David Ricardo, teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar (Pendekatan Neo-Keynes), dan teori pertumbuhan ekonomi Solow-Swan (Pendekatan Neo-Klasik).

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith

Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776) mengemukakan proses pertumbuhan ekonomi secara sistematis dalam jangka panjang. Satu diantara proses pertumbuhan Adam Smith adalah Pertumbuhan Output Total. Menurut Smith ada 3 macam unsur pokok dari sistem produksi suatu negara, yaitu:

b. Sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi tanah), sumber daya alam menjadi wadah dan merupakan batas dalam pertumbuhan ekonomi. Jika sumber daya alam belum digunakan b. Sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi tanah), sumber daya alam menjadi wadah dan merupakan batas dalam pertumbuhan ekonomi. Jika sumber daya alam belum digunakan

c. Sumber daya insani (jumlah penduduk) berperan pasif dalam proses pertumbuhan output, yang berarti jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan tenaga kerja dari suatu masyarakat.

d. Stok barang modal yang besar dapat meningkatkan produktivitas per kapita dengan melakukan spesialisasi dan pembagian kerja. Spesialisasi dapat meningkatkan keterampilan setiap pekerja dalam bidang tertentu dan pembagian kerja dapat mengurangi waktu yang hilang pada saat peralihan macam pekerjaan. Hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan output.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi David Ricardo

Menurut Ricardo laju pertumbuhan merupakan perpaduan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan output. Selain itu, jumlah faktor produksi tanah tidak bisa bertambah sehingga akhirnya menjadi faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat. Ricardo dalam bukunya yang berjudul The Principles of Political Economy and Taxation (1917) mengungkapkan bahwa akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada diatas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk melakukan investasi.

Peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat memperlambat the law of deminishing returns. Hal tersebut berarti bahwa terdapat perlambatan penurunan tingkat hidup ke arah tingkat hidup minimal. Menurut Ricardo (dalam Arsyad, 1992) inti dari proses pertumbuhan ekonomi kapitalis adalah proses tarik menarik antara dua kekuatan dinamis yaitu the law of deminishing return dan kemajuan teknologi yang dimenangkan oleh the law of deminishing return.

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar (Pendekatan Neo-Keynes)

Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis) sedangkan Harrod – Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis).

Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat agar pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dapat bertahan secara jangka panjang. Teori Harrod-Domar memiliki beberapa asumsi sebagai berikut (Arsyad, 1999):

a. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh.

b. Perekonomian yang terdiri dari dua sektor yakni rumah tangga dan sektor perusahaan.

c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.

d. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital-outputratio = COR) dan rasio pertambahan modal- output (incremental capital- outputratio = ICOR).

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod –Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut:

g=K=n

Dimana: g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K

= Capital (tingkat pertumbuhan modal) n

= Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = rasio modal output).

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan (Pendekatan Neo-Klasik)

Inti dari teori ini adalah pengembangan dari formulasi Harrod –Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta variabel independen ketiga, yakni teknologi, ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Model Pertumbuhan Neo- Klasik dari Solow memberikan analisis tentang keterkaitan antara akumulasi modal, pertumbuhan populasi penduduk, dan perkembangan teknologi serta pengaruh ketiganya Inti dari teori ini adalah pengembangan dari formulasi Harrod –Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta variabel independen ketiga, yakni teknologi, ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Model Pertumbuhan Neo- Klasik dari Solow memberikan analisis tentang keterkaitan antara akumulasi modal, pertumbuhan populasi penduduk, dan perkembangan teknologi serta pengaruh ketiganya

Y = f (K,L)

Keterangan Y

= Jumlah output yang dihasilkan f = Fungsi

K = Modal atau Capital L

= Tenaga kerja

Fungsi di atas menjelaskan bahwa output bergantung pada modal dan tenaga kerja. Jika ingin menyatakan variabel fungsi produksi dalam per tenaga kerja maka fungsi produksi menjadi sebagai berikut:

Y = f (K)

Jumlah output per tenaga kerja adalah fungsi dari jumlah modal per tenaga kerja. Dalam model pertumbuhan neo-klasik dari Solow, akumulasi modal merupakan faktor terpenting yang berkontribusi kedalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan produktivitas ditunjukan dengan peningkatan modal per tenaga kerja atau disimbolkan Y (Fagerberg,1994).

5. Teori Basis Ekspor Richardson

Teori ini membagi kegiatan produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas: pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan atau non-basis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung pada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan. Perbedaan pandangan antara Richardson dan Tiebout dalam teori basis adalah Tiebout melihatnya dari sisi produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran.

Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri (Tarigan, 2007) yakni:

1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi;

2. Ada efek pengganda (multiplier effect);

3. Adanya konsentrasi geografis;

4. Bersifat mendorong wilayah belakangnya. Beberapa hal yang dapat dicapai melalui konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (Samsudin dalam Danastri, 2011) antara lain:

a. Pendapatan daerah secara keseluruhan akan meningkat dan merata seperti yang dikatakan Richardson bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan akan mencapai maksimal apabila pembangunan dipusatkan di pusat-pusat pertumbuhan daripada pembangunan itu dipencar- pencar secara terpisah di seluruh daerah.

b. Penyediaan prasarana dan perumahan lebih mudah dan murah apabila dipusatkan pada titik- titik pertumbuhan daripada terpencar.

c. Yang terpenting adalah titik pertumbuhan baru dapat menampung tenaga kerja sehingga persoalan pengangguran di pusat utama maupun daerah sekitarnya dapat ditanggulangi.

d. Titik-titik pertumbuhan dapat berfungsi sebagai pembendung arus pendatang ke pusat utama karena umumnya pendorong arus migrasi adalah rendahnya tingkat kehidupan. Dengan demikian arus migrasi ke pusat utama dapat dibendung di titik ini.

e. Konsentrasi penduduk tidak terjadi pada pusat utama saja sehingga beban kota utama dalam penyediaan fasilitas dan lapangan kerja dapat dikurangi. Dalam pengembangan daerah melalui pusat-pusat pertumbuhan, kegiatan akan disebar ke beberapa pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan hierarki dan fungsinya. Pada skala regional dikenal tiga orde sebagaimana dinyatakan Friedman (dalam Danasatri, 2011):

1. Pusat pertumbuhan primer (utama). Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu ialah pusat utama dari keseluruhan daerah, pusat ini dapat merangsang pusat pertumbuhan lain yang lebih bawah tingkatannya. Bisanya pusat pertumbuhan orde satu ini dihubungkan dengan tempat pemusatan penduduk terbesar, kelengkapan fasilitas dan potensi aksesbilitas terbaik, mempunyai daerah belakang terluas serta lebih multi fungsi dibandingkan dengan pusat-pusat lainnya.

2. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua). Pusat pertumbuhan sekunder ini adalah pusat dari sub daerah, seringkali pusat ini diciptakan untuk mengembangkan sub-daerah yang jauh dari 2. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua). Pusat pertumbuhan sekunder ini adalah pusat dari sub daerah, seringkali pusat ini diciptakan untuk mengembangkan sub-daerah yang jauh dari

3. Pusat pertumbuhan tersier (ketiga). Pusat pertumbuhan tersier ini merupakan titik pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya. Fungsi pusat tersier ini ialah menumbuhkan dan memelihara kedinamisan terhadap daerah pengaruh yang dipengaruhinya.

2.3. 5 Pola Penggunaan Lahan dan Struktur Ruang dalam Pengembangan Wilayah Di dalam pembangunan ekonomi, perencanaan wilayah sangat perlu untuk menetapkan

suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda. Pada dasarnya untuk melihat apakah daerah itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan.

Dalam pola penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah ada beberapa teori yang mendasarinya seperti yang dikemukakan berikut ini (Rustiadi, 2009), yaitu:

1. Pola penggunaan lahan von Thunen. Von Thunen menggambarkan suatu kecenderungan pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar seputar kota. Von Thunen memberi

gambaran pola penggunaan lahan yang didasarkan pada “economic rent”, dimana setiap penggunaan lahan akan menghasilkan hasil bersih per unit areal yang berbeda-beda,

sehingga modelnya disusun berupa seri zona-zona konsentrik.

Sumber: Rustiadi, 2009

Gambar 2. 6 Penggunaan Lahan Model Von Thunen

Gambar penggunaan lahan model Von Thunen dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama setengah lingkaran sebelah kiri, merupakan zona-zona konsentris yang Gambar penggunaan lahan model Von Thunen dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama setengah lingkaran sebelah kiri, merupakan zona-zona konsentris yang

2. Model Burges (1925) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam mengelompokan aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturut- turut dalam kawasan dari pusat ke arah hinterland. Hipotesis Burges menyatakan bahwa zona-zona penggunaan lahan akan menjaga keteraturan, tetapi karena kota tumbuh dan berkembang maka setiap zona harus menyebar dan berkembang keluar, menggeser zona berikutnya dan menciptakan zona transisi penggunaan tanah.

Sumber: Rustiadi, 2009

Gambar 2. 7 Model Penggunaan Lahan Burges

3. Teori pusat lipat ganda (Multiple Nucleiconcept) menurut Harris (Harvey dalam Rustiadi, 2009) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam mengelompokan aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturut-turut dalam kawasan kota, dengan pola yang ditunjukan dalam Gambar 2.8.

Sumber: Rustiadi, 2009

Gambar 2. 8 Model Teori Pusat Lipat Ganda (Multiple Nucleiconcept)

Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui upaya penataan ruang. Penataan ruang merupakan proses untuk mewujudkan tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. Chapin (1995) mengemukakan ada dua hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu adanya perkembangan penduduk dan perekonomian serta pengaruh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan.

Rencana pola ruang merupakan elemen penting dalam rencana tata ruang wilayah kota, dimana didalamnya ditunjukkan alokasi ruang bagi berbagai kegiatan perkotaan. Rencana pola ruang ini dirumuskan sesuai dengan hasil analisis serta dengan mempertimbangkan arahan kebijakan dari stakeholders Kota. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

Perencanaan struktur ruang menggambarkan mengenai hubungan keterkaitan (linkage) antara aspek-aspek aktivitas pemanfaatan ruang (Rustiadi, 2009). Dimana diarahkan untuk menentukan hirarki dan fungsi pusat-pusat permukiman serta sistem jaringan prasarana dan sarana, sehingga dapat menciptakan tingkat perkembangan fisik, ekonomi dan sosial yang diinginkan selama kurun waktu perencanaan. Suatu kota pada dasarnya terbentuk dari pusat- pusat kegiatan yang membentuk hirarki dan pola keterkaitan satu dengan lainnya. Karena itu rencana sistem pusat kegiatan dirumuskan dengan menentukan hierarki serta fungsi setiap pusat kegiatan berdasarkan pertimbangan tertentu

Menurut Rustiadi (2009) ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya arti dari perencanaan dan penataan struktur ruang, yaitu:

1. Yang optimal bagi suatu individu tidak selalu optimal bagi masyarakat, karena itu perencanaan tata ruang dianggap perlu.

2. Salah satu faktor dari ruang yaitu atmosfer merupakan suatu sumber daya yang bersifat public goods .

3. Ruang merupakan komponen ekosistem dimana fungsi-fungsi ekologis dari ruang dalam suatu ekosistem mempengaruhi kesinambungan dan kontinuitas dari suatu sistem.