Kerangka Berfikir
B. Kerangka Berfikir
Demokrasi
Pemilu Partai Politik
Sistem Multi Partai
Pemilu 1955
Pemilu 1971
Kebijakan Politik Orde Baru
Fusi Partai Politik (Nasionalis, Spiritual, dan Golongan Karya)
Pemilihan Umum 1977
Keterangan:
Setelah Indonesia merdeka, gagasan demokrasi tercantum dengan jelas dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan pasal-pasal dalam batang tubuhnya. Sila keempat pancasila dalam pembukaan UUD 1945 dan pasal 1 ayat (2) dalam batang tubuh itu menunjukkan bahwa negara republik Indonesia
menganut asas kedaulatan rakyat. Dalam asas ini terkandung unsur pokok bahwa rakyat mempunyai hak untuk ikut aktif dalam kegiatan yang bersifat politik atau dengan kata lain negara Indonesia adalah negara demokratis. Dalam pelaksanaan demokrasi ini, menurut pasal 1 ayat (2) UUD 1945 negara Indonesia menganut sistem demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung. Hal ini terbukti adanya lembaga-lembaga negara yaitu MPR dan DPR serta adanya pemilihan umum dan partai-partai politik. Dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang disusul dengan Maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945, kehidupan politik di Indonesia menganut sistim multi partai. Antara tahun 1945 hingga tahun 1950 telah berdiri sebanyak 25 partai, sedangkan menjelang pemilihan umum tahun 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal tidak kurang dari 70 partai maupun perorangan telah mengambil bagian dalam pemilihan umum tersebut.
Bentrokan antar partai politik dan pasukan milisi masing-masing yang mempunyai ideologi Islam dan nasionalis membuat konflik politik semakin memanas. Pola konflik antar partai politik yang terjadi selama tahun 1950-1957 adalah kelanjutan dari pola konflik antar partai politik pada masa sebelumnya. Ideologi yang bertentangan yang dianut oleh partai-partai politik merupakan faktor penyebab terjadinya konflik yang hebat antara partai-partai politik. Sulitnya partai-partai politik untuk bekerja sama dan tidak adanya partai mayoritas yang keluar sebagai pemenang dalam pemilu 1955 menjadikan stabilitas politik sangat bergantung pada koalisi partai yang sering berubah. Kehidupan politik dengan sistem multi partai ini berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Kondisi politik Indonesia yang tidak menentu pada tahun 1950-an karena konflik politik yang hebat merupakan bukti yang baik bagi pendapat Soekarno bahwa sitem Parlementer dan Multipartai tidak layak digunakan di Indonesia, maka mulai saat itu dilaksanakan penyederhanaan sistem kepartaian di Indonesia, khususnya dengan dikeluarkannya penetapan presiden (Penpres) No. 7/1960 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 13/1960 yang mengatur pengakuan, pengawasan, dan pembubaran partai. Pada tanggal 17 agustus 1960 PSI dan
Masyumi dibubarkan. Dalam hal penyederhanaan partai, pada tanggal 14 April 1961 diumumkan bahwa hanya sepuluh partai yang mendapatkan pengakuan, masing-masing adalah PNI, NU, PKI, PSII, Parkindo, partai katolik, Perti, Murba dan Partindo. Pada tanggal 21 September 1965 Partai Murba dibekukan oleh Presiden Soekarno. Namun memasuki Orde Baru, pada tanggal 7 Februari 1970 Presiden Soeharto menyerukan kepada partai-partai agar dalam menghadapi pemilihan umum, partai-partai tetap menjaga stabilitas nasional dan kelancaran pembangunan, menghindari kesimpangsiuran dan perpecahan, dan memikirkan pengelompokan diri partai-partai, disamping adanya Golongan karya. Sebelum diselenggarakan pemilu tahun 1971, yakni pada tahun 1970, presiden Soeharto telah mengemukakan sarannya agar dilakukan pengelompokan partai sehingga organisasi politik yang ada dapat disederhanakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok Nasionalis, kelompok Spiritual, dan Golongan karya.
Penerimaan atas saran presiden ini merupakan keberhasilan baru dari gambaran keinginan jangka panjang Orde Baru tentang akan dilakukannya penyederhanaan sistem kepartaian dengan cara memperkecil jumlah partai, dan MPR yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu 1971 berhasil diyakinkan untuk menggariskan perintah penyederhanaan partai politik dengan menegaskan bahwa pemilu tahun 1977 hanya akan diikuti oleh tiga kontestan . Berdasarkan isi ketetapan MPR tersebut pada tahun 1973 semua partai politik resmi melakukan fusi, dimana golongan spiritual menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sedangkan golongan Nasionalis menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dengan demikian, pada pemilihan umum 1997 hanya diikuti dua partai politik yaitu PPP, PDI, dan Golongan Karya (Golkar). Dengan adanya fusi partai politik ini, maka akan dilihat pengaruhnya terhadap hasil pemilihan umum 1977.