PENELITIAN TERDAHULU DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

B. PENELITIAN TERDAHULU DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba

Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi (Beiner et al., 2003). Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar.

Kepemilikan institusional sebagai salah satu proksi corporate governance memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba. Mekanisme kepemilikan institusional memberikan tingkat pengaruh terhadap manajemen laba yang cukup kuat. Ini mengindikasikan bahwa penerapan mekanisme kepemilikan institusional dapat memberikan kontribusi terhadap tindakan manajemen laba (Boediono, 2005). Jiamvo dkk (1996), Mitra (2002), Midiastuty dan Machfoedz (2003) dalam Veronica dan Utama (2005) menemukan bahwa kehadiran kepemilikan institusional yang tinggi

commit to user

(2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepemilikan institusional secara individual mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap manajemen laba. Dari temuan tersebut di atas menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi mekanisme yang efektif dalam mengawasi kinerja manajer.

Tetapi menurut penelitian Darmawati yang didukung Veronica dan Utama (2005) serta Ujiyantho dan Pramuka (2007) tidak menemukan bukti adanya hubungan antara pengelolaan laba dengan kepemilikan institusional.

Dari penelitian tersebut, maka kesimpulan hipotesisnya adalah : Ha1: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba.

2. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba

Midiastuty dan Machfoedz (2003), melakukan penelitan dengan dua tujuan yaitu menguji pengaruh mekanisme corporate governance dengan manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accrual dan pengaruh mekanisme corporate governance dengan kualitas laba. Salah satu mekanisme yang diuji adalah kepemilikan manajerial. Penelitian ini menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan sangat signifikan terhadap discretionary accrual. Hasil penelitian Rajgopal (1999) juga membuktikan bahwa kepemilikan manajemen yang besar

commit to user

laba.

Penelitian Warfield et al., (1995) dalam Ujiyantho (2007) yang menguji hubungan kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual dan kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan secara negatif dengan discretionary accrual. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kualitas laba meningkat ketika kepemilikan manajerial tinggi. Seperti halnya Ujiyantho (2007) yang dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Penelitian yang berlawanan dikemukakan oleh Gabrielsen et al., (2002) dalam Siallagan (2007) yang menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba serta discretionary accrual. Dengan menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dan discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba. Hal senada juga dikemukan oleh Boediono (2005) dalam penelitiannya antara pengaruh kepemilikan manajerial secara parsial terhadap manajemen laba menunjukkan hasil positif bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh manajemen semakin tinggi besaran manajemen laba yang dilaporkan.

Penulis menduga bahwa semakin besar kepemilikan manajerial maka manajer akan cenderung mengurangi praktik manajemen laba.

commit to user

ditentukan suatu hipotesis:

Ha2: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

3. Proporsi Dewan Komisaris Independen Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris (Nasution, 2007). Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta good corporate governance .

Pranata dan Mas’ud (2003) dan Xie Biao, Wallace dan Peter (2003) dalam Ujiyantho (2007) mereka memberikan kesimpulan dalam penelitiannya bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Sehingga, jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini juga akan berhubungan

commit to user

(2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris secara parsial memberikan tingkat pengaruh terhadap manajemen laba yang sangat lemah. Ini mengindikasikan bahwa komposisi dewan komisaris menjadi mekanisme yang memberikan kontribusi yang kurang efektif.

Sedangkan hasil penelitian yang berlawanan dikemukakan oleh Veronica dan Utama (2005). Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Sementara Ujiyantho (2007) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap variabel discretionary accruals.

Dari beberapa penelitian tersebut hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : Ha3 : Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

4. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap manajemen laba

Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah anggota dewan komisaris perusahaan (Beiner et al., 2003). Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan manajemen, dan memberikan nasehat kepada manajemen jika dipandang perlu oleh dewan komisaris (KNKG, 2004). Ukuran dewan komisaris diukur dengan menggunakan indikator jumlah anggota dewan komisaris suatu perusahaan.

commit to user

Ujiyantho (2007) menegaskan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme corporate governance yang penting. Mereka juga menyarankan bahwa dewan komisaris yang ukurannya besar kurang efektif daripada dewan yang ukurannya kecil. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan adanya agency problems (masalah keagenan), yaitu dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan tindakan dari manajemen, serta kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi perusahaan.

Terkait manajemen laba, ukuran dewan komisaris dapat memberi efek yang berkebalikan dengan efek terhadap kinerja. Hal ini bisa dimengerti karena sesuai dengan pernyataan Scott (2000) bahwa melakukan manajemen laba dapat dilaksanakan dengan berbagai cara salah satunya menurunkan laba (income decreasing earnings management ). Untuk itu hubungan yang terjadi antara ukuran dewan komisaris dan manajemen laba harusnya positif, makin banyak anggota dewan komisaris maka makin banyak manajemen laba yang terjadi (Nasution, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian Nasution (2007) yang melakukan penelitian mekanisme corporate governance pada perusahaan perbankan hasilnya bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif

commit to user

perusahaan perbankan, artinya perusahaan yang memiliki dewan komisaris dalam jumlah banyak maka tindak manajemen laba yang dilakukan perusahaan juga semakin banyak. Penelitian ini sejalan dengan Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan tanda positif. Hal tersebut berarti makin besar ukuran dewan komisaris maka makin banyak manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jumlah komisaris yang lebih sedikit lebih mampu mengurangi indikasi manajemen laba daripada jumlah komisaris yang banyak (Nasution, 2007).

Kondisi ini tidak didukung oleh beberapa penelitian diantaranya, Yu (2006) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif secara signifikan terhadap manajemen laba yang diukur dengan menggunakan model Modified Jones untuk memperoleh nilai akrual kelolaannya. Hal ini menandakan bahwa makin sedikit dewan komisaris maka tindak manajemen laba makin banyak karena sedikitnya dewan komisaris memungkinkan bagi organisasi tersebut untuk didominasi oleh pihak manajemen dalam menjalankan perannya

Beberapa penelitian empiris (Dechow et al., 1996; dan Beasley, 1996) telah menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran

commit to user

dalam memonitoring proses pelaporan keuangan.

Penulis menduga bahwa semakin besar dewan komisaris yang ditempatkan pada posisi vital akan semakin baik dalam mengawasi tindakan manajer untuk mengurangi praktik manajemen laba. Berdasarkan hasil penelitian dan temuan tersebut, maka dapat ditemukan suatu hipotesis :

Ha4 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

5. Pengaruh Komite Audit Independen terhadap manajemn laba

Xie et al., (2003) menguji efektifitas komite audit dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa kesimpulan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Pengaruh terhadap akrual kelolaan ditunjukkan oleh makin seringnya komite audit bertemu dan pengaruh tersebut ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan.

April Klein (2002) menguji karakteristik komite audit dan board of director terhadap abnormal acrual hasilnya adalah terdapat hubungan negatif antara komite audit independen terhadap abnormal acrual. Carcello et al., (2006) menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit

commit to user

menunjukkan bahwa keahlian komite audit independen di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba.

Penelitian dengan hasil sebaliknya dilakukan oleh Veronica dan Utama (2005) yang menguji pengaruh keberadaan komite audit dalam perusahaan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan bahwa variabel keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan. Artinya keberadaan komite audit tidak mampu mengurangi manajemen laba yang terjadi di perusahaan.

Penulis menduga bahwa semakin besar ukuran komite audit yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan dengan perusahaan akan mampu mengurangi praktik manajemen laba. Berdasarkan hasil penelitian dan temuan tersebut, maka dapat ditemukan suatu hipotesis :

Ha5 : Komite audit independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.