Kebijakan Fiskal

2.1.3 Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah serta ditujukan untuk mempengaruhi indikator-indikator makro ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Secara umum, kebijakan fiskal adalah bentuk kebijakan ekonomi Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah serta ditujukan untuk mempengaruhi indikator-indikator makro ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Secara umum, kebijakan fiskal adalah bentuk kebijakan ekonomi

Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Pada dasarnya yang dimaksud dengan pendapatan pemerintah ialah berbagai pajak dan pungutan pemerintah dari perekonomian dalam negeri yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian sehingga hibah dan pinjaman dari negara donor sert a pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam pendapatan/penerimaan pemerintah.

Sedangkan yang termasuk pengeluaran negara ialah semua pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk mendukung berbagai kegiatan operasional pemerintahan dan pembiayaan berbagai p royek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri tidak termasuk dalam pengeluaran negara (Djojosubroto , 2004).

Secara teoritis, ada empat cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan, yaitu meningkatkan pajak dan harga sektor publi k, mengurangi pengeluaran pemerintah, mencetak uang, serta menambah utang baru pemerinah (Dornbusch, 1993). Tetapi perlu diketahui beberapa kendala dari keempat cara tersebut.

Kendala yang akan dihadapi dalam meningkatkan pajak ialah basis pajak yang sempit, banyaknya transaksi informal, dan sulitnya untuk melakukan intensifiksi pemungutan serta kesadaran dari wajib pajak yang masih minim untuk melaporkan/membayarkan pajaknya. Meningkatkan harga sek tor publik selain Kendala yang akan dihadapi dalam meningkatkan pajak ialah basis pajak yang sempit, banyaknya transaksi informal, dan sulitnya untuk melakukan intensifiksi pemungutan serta kesadaran dari wajib pajak yang masih minim untuk melaporkan/membayarkan pajaknya. Meningkatkan harga sek tor publik selain

Akan tetapi, kebijakan penurunan subsidi sering menuai kontroversi dan penolakan dari sebagian besar masyarakat sehingga akan menimbulk an inflasi. Pencetakan uang yang berlebih juga akan mengakibatkan hiperinflasi dan bertentangan juga dengan undang -undang yang mengatur Bank Indonesia bersifat independen dari intervensi pemerintah.

Melakukan penambahan utang pun merupakan pilihan kebijak an yang sulit. Pertama, karena utangluar negeri menjadi tidak mudah terutama setelaj Indonesia memilih untuk tidak memperpanjang kontrak kerjasama dengan IMF dan berarti bahwa utang ditumpukan pada sumber dalam negeri (Abimanyu, 2004). Kedua, karena pasar dalam negeri mungkin memilki keterbatasan untuk menyerap kebutuhan utang pemerintah.

Di sisi lain, manuver kebijakan untuk mengatur pengeluaran negara juga tidak mudah karena banyak pos APBN yang merupakan pos wajib, seperti UU OTDA yang mewajibkan Menter i Keuangan untuk menganggarkan minimal 26 persen dari penerimaan dalam negeri untuk DAU. Pos wajib tersebut mayoritas merupakan recurrent expenditures (pengeluaran berulang), bukan capital expenditures (pengeluaran modal).

Kebijakan fiskal dapat digunakan untuk mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan melalui dua channel utama, yaitu melalui peningkatan kuantitas faktor produksi yang akan membuat peningkatan pertumbuhan output serta secara tidak langsung melalui peningkatan marginal produktivitas dari Kebijakan fiskal dapat digunakan untuk mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan melalui dua channel utama, yaitu melalui peningkatan kuantitas faktor produksi yang akan membuat peningkatan pertumbuhan output serta secara tidak langsung melalui peningkatan marginal produktivitas dari

Sebagai pelaku ekonomi, pemerintah juga memiliki andil dalam perkembangan perekonomian suatu negara. John Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (1936) menyarankan agar dilakukannya kebijakan pemerintah yang bersifat ekspansif untuk membantu mengurangi pengangguran akibat depresi ekonomi.

Perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah lebih bersifat memperkecil pendapatan nasional dibanding dengan pinjaman negara, pinjaman negara lebih bersifat me mperkecil pendapatan dibanding dengan pencetakan uang baru sebagai sumber penerimaan negara. Kebijaksanaan fiskal pada umumnya bertujuan untuk mencapai kestabilan dalam perekonomian dengan meningkatkan secara terus -menerus pendapatan nasional riil pada laj u faktor- faktor produksi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga -harga umum.

Perekonomian suatu negara dapat pula terjadi defisit fiskal, yakni keadaan dimana cadangan fiskal suatu negara mengalami kekurangan. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif yang berbeda terhadap perekonomian. Menurut Mankiw (2003), ada tiga dampak yang dapat ditimbulkan oleh penambahan/ekspansi anggaran pemerintah yang terlalu eksesif. Pertama, terjadinya ekspansi moneter yang berujung pada bertambahnya jumlah uang yang beredar (inflasi). Kedua, bila tidak ditanggulangi dengan baik akan berdampak terhadap larinya modal ke luar negeri ( capital flight) seperti yang dialami Indonesia dimana terjadi capital flight yang besar pada saat krisis 1998. Ketiga, Perekonomian suatu negara dapat pula terjadi defisit fiskal, yakni keadaan dimana cadangan fiskal suatu negara mengalami kekurangan. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif yang berbeda terhadap perekonomian. Menurut Mankiw (2003), ada tiga dampak yang dapat ditimbulkan oleh penambahan/ekspansi anggaran pemerintah yang terlalu eksesif. Pertama, terjadinya ekspansi moneter yang berujung pada bertambahnya jumlah uang yang beredar (inflasi). Kedua, bila tidak ditanggulangi dengan baik akan berdampak terhadap larinya modal ke luar negeri ( capital flight) seperti yang dialami Indonesia dimana terjadi capital flight yang besar pada saat krisis 1998. Ketiga,

Menurut Hoogendorn (1996), terdapat dua kemungkinan solusi yang dapat diambil oleh pemerintah untuk keluar dari defisit fiskal. Pertama, melakukan pinjaman swasta. Hal ini sejalan dengan pemikiran neoklasik dimana s kenario ini akan melahirkan efek tekanan terhadap swasta dalam hal kesempatan berinvestasi. Kedua, menambah penerimaan pajak, seperti dengan intensifikasi pajak, ekstensifikasi, dan perbaikan administrasi ser ta sistem perpajakan.

Secara garis besar terdapat 3 pos utama pada sisi pengeluaran “anggaran”; 

Belanja barang dan jasa (G), 

Gaji pegawai (W), 

Transfer payment /subsisi (Tr). Sedangkan pada sisi penerimaan terdiri 4 pos yang penting, yaitu:

 Penerimaan pajak (Tx), 

Kredit likuiditas bank sentral (U), 

Pinjaman/obligasi dalam negeri (B), 

Pinjaman/hutang luar negeri (F) Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men -

stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran pemerintah dan pajak.

Perubahan tingkat dan komposisi pajak serta pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi variabel -variabel berikut:

Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi

Pola persebaran sumber daya

Distribusi pendapatan Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada perekonomian. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran meliputi :

1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspa nsi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang ialah terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Kebijakan fiskal juga merupakan salah satu indikator dari kuatnya fundamental makroekonomi. Dalam rumus sederhana maka fundamental ekonomi makro kuat, digambarkan sbb:

 GNP/GDP = C + I + G + (X – M) didukung oleh bank sebagai lembaga intermediasi. 

C = f (Y), belanja konsumsi tergantung pada pendapatan (Y) sedang Y = f (N), pendapatan tergantung pada kesempatan kerja (N). 

N = f (I), kesempatan kerja tergantung pada besar tidaknya investasi.

I = f (capital accumulation), akumulasi dana (simpanan) merupakan sumber utama untuk melakukan investasi. 

G = f (tax revenue), belanja pemerintah (melalui APBN) tergantung pada penerimaan pajak. Jika penerimaan pajak tidak mencukupi maka pemerintah terpaksa mencari dana utang luar negeri atau menjual obligasi (surat pernyataan utang pemerintah). Jika itu pun belum cukup, terpaksa menjual aset. 

X – M atau total ekspor yang lebih besar daripada impor merupakan prasyarat fundamental ekonomi kuat, karena ekspor merupakan sumber cadangan devisa yang kita perlukan, sekaligus jika mampu mengekspor berarti memperluas kesempatan kerja (N) karena kemampuan produksi yang bertambah (merekrut tenaga kerja baru) untuk dijual di luar negeri (ekspor).

Kementrian keuangan se bagai pengelola fiskal harus transparan dalam memonitor seluruh asset dan kewajiban yang terjadi. Menurut Buiter (1997) menyatakan penolakannya akan adanya dana taktis diluar anggaran atau off- balanced sheet budget . Beliau menilai bahwa seluruh aktiva peme rintah harus diawasi dengan seksama. Aset yang berupa sumber daya alam juga perlu didata ulang berdasarkan harga pasarnya. Ditambahkan pula bahwa terdapat kelemahan kebijakan yang dapat muncul baik dari sisi moneter maupun fiskal.

Studi empiris juga mempe rlihatkan bahwa inflasi menjadi faktor yang mempengaruhi besarnya beban fiskal pemerintah. Buiter dan Juan (1993) memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat inflasi akan menyebabkan semakin tinggi pula deficit primer pemerintah. Hal ini dapat disebabkan oleh inflasi yang mengurangi nilai riil penerimaan pajak. Oleh karena itu, kerjasama yang baik dan terencana secara sistematis mutlak diperlukan diantara instansi terkait (Santoso, 2004).

Penetapan kebijakan fiskal hendaknya tidak hanya mempertimbangkan kepentingan politik dan tantangan, ancaman, atau kondisi perekonomian nasional dan global, tetapi juga perlu mempertimbangkan kapasitas dan kesiapan institusi pelaksananya (Subiyantoro, 2004).

Keputusan politik yang tertuang dalam APBN meliputi : (i) besar pengeluaran dan peruntukannya, (ii) volume pinjaman dan krediturnya, dan (iii) jumlah penerimaan dan sumbernya dimana diperlukan kesiapan unit -unit penanggungjawab pelaksana instrumen kebijakan agar dapat terlaksana dengan baik dilapangan.