Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

Selama kurun waktu 1987 sampai pertengahan 1997 perkembangan perekonomian Indonesia cukup pesat. Hal ini dilihat dari semakin meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi yang jauh di atas rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi dunia. Bahkan bila dibanding dengan pertumbuhan negara lain, pertumbuhan rata-rata Indonesia saat itu

sekitar 7 persen, sedangkan pertumbuhan dunia berkisar antara 2.6 persen sampai 3.8 persen. Fenomena meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bersama negara-negara Asia lainnya seperti Korea Selatan, Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Thailand dikatakan sebagai suatu keajaiban ekonomi yang telah menjadi salah satu pilar penentu perekonomian dunia menyeimbangi dominasi negara-negara maju.

Tabel 4. Persentase Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Periode 1987-1998 Negara

2.9 1.6 1.4 -2.8 Asia

Sumber : IMF, BI, diolah

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya. Untuk itu pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum krisis akan ditampilkan pada gambar 22 Sehingga dapat diketahui apakah kinerja perekonomian Indonesia dapat dikatakan maju atau mundur selama ini.

Gambar 21. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1990 -1997

Dari gambar diatas, dapat dikatakan bahwa sebelum krisis tahun 1997, Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 1991 tercatat masih cukup tinggi, yaitu mencapai 6.6 persen, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan masing-masing sebesar 7.5 persen dan 7.1 persen dalam tahun 1989 dan tahun 1990. Hal ini patut disyukuri oleh karena pre stasi pertumbuhan tersebut dicapai Dari gambar diatas, dapat dikatakan bahwa sebelum krisis tahun 1997, Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 1991 tercatat masih cukup tinggi, yaitu mencapai 6.6 persen, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan masing-masing sebesar 7.5 persen dan 7.1 persen dalam tahun 1989 dan tahun 1990. Hal ini patut disyukuri oleh karena pre stasi pertumbuhan tersebut dicapai

Demikian pula yang terjadi dengan perkembangan sektor keuangan dan stabilitas ekonomi. Setelah tahun 1991, d alam rangka stabilisasi ekonomi dan peningkatan tabungan masyarakat, deregulasi di bidang moneter telah berhasil meletakkan landasan sistem keuangan modern untuk m endukung pembangunan ekonomi Indonesia, sejak paket deregulasi bulan Juni 1983 dimana diberikan kebebasan kepada bank untuk menentukan tingkat suku bunga deposito dan pinjaman, paket deregulasi bulan Oktober 1988 yang memberikan kemudahan pendirian bank dan kantor-kantor cabangnya, dan paket deregulasi Januari 1990 untuk menyempumakan sistem perkreditan.

Selanjutnya dalam paket kebijaksanaan Februari 1991, ditetapkan pedoman pembinaan dan pengawasan perbankan agar mampu bekerja berdasarkan manajemen perba nkan yang sehat dan berhati -hati, yang kemudian disusul dengan perubahan landasan hukum operasional perbankan, yakni dengan dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992. Melalui paket- paket deregulasi tersebut, Pemerintah mendorong bank dan le mbaga keuangan Selanjutnya dalam paket kebijaksanaan Februari 1991, ditetapkan pedoman pembinaan dan pengawasan perbankan agar mampu bekerja berdasarkan manajemen perba nkan yang sehat dan berhati -hati, yang kemudian disusul dengan perubahan landasan hukum operasional perbankan, yakni dengan dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992. Melalui paket- paket deregulasi tersebut, Pemerintah mendorong bank dan le mbaga keuangan

Keberhasilan Indonesia mencapai tingkat per tumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan kecenderungan meningkat selama periode sebelum krisis tahun 1997, selama ini tidak terlepas dari usaha pemerintah dalam menciptakan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, baik di bidang pertahanan dari keamanan maupun di bidang ekonomi. Stabilitas di bidang ekonomi umumnya dicerminkan oleh perkembangan tingkat inflasi dan posisi neraca pembayaran. Selanjutnya, tingkat inflasi ditentukan oleh sisi permintaan dan sisi penawaran dari suatu perekonomian, sehi ngga usaha pengendalian inflasi selalu bertumpu pada kedua sisi ini. Pada gilirannya sisi permintaan dapat dipengaruhi oleh kebijaksanaan fiskal dan moneter.

Dalam rangka mengendalikan inflasi, p emerintah melakukan pendekatan yang terintegrasi antara kebijaksanaan fiskal dan moneter, serta kebijaksanaan di sektor riil. Kebijaksanaan fiskal yang berpedoman pada prinsip anggaran yang berimbang dan dinamis telah dapat menciptakan keadaan yang mendukung bagi usaha pengendalian inflasi. Bersama -sama dengan kebijaksanaan moneter yang dilakukan secara hati-hati, tingkat inflasi dimungkinkan untuk dapat dikendalikan. Di samping itu, untuk mendukung kebijaksanaan fiskal dan moneter tersebut, pemerintah juga terus menerus membenahi sektor riil, agar dapat menjamin kelancaran penyediaan barang-barang kepada masyarakat. Kebijaksanaan yang terintegrasi tersebut telah mampu mengendalikan tingkat inflasi Indonesia pada tingkat yang relatif rendah. Selama Repelita V, dengan pertumbuhan ekonomi Dalam rangka mengendalikan inflasi, p emerintah melakukan pendekatan yang terintegrasi antara kebijaksanaan fiskal dan moneter, serta kebijaksanaan di sektor riil. Kebijaksanaan fiskal yang berpedoman pada prinsip anggaran yang berimbang dan dinamis telah dapat menciptakan keadaan yang mendukung bagi usaha pengendalian inflasi. Bersama -sama dengan kebijaksanaan moneter yang dilakukan secara hati-hati, tingkat inflasi dimungkinkan untuk dapat dikendalikan. Di samping itu, untuk mendukung kebijaksanaan fiskal dan moneter tersebut, pemerintah juga terus menerus membenahi sektor riil, agar dapat menjamin kelancaran penyediaan barang-barang kepada masyarakat. Kebijaksanaan yang terintegrasi tersebut telah mampu mengendalikan tingkat inflasi Indonesia pada tingkat yang relatif rendah. Selama Repelita V, dengan pertumbuhan ekonomi

Kemudian, menguatnya perekonomian Indonesia sejak tahun 1993-1996 membawa dampak positif atau cukup menggembirakan terhadap aktivi tas perekonornian dalam negeri, tidak terkecuali terhadap kontribusi maupun laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi. Berdasarkan perkembangan pertumbuhan ekonomi nasional selama periode 1990 sampai 1997 terlihat bahwa sektor listrik, gas, dan air, sektor bangunan, serta sektor industri pengolahan tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya.

Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air terlihat paling cepat yang berkisar antara 10.1 persen sampai 17.9 persen dikarenakan fungsinya sebagai faktor penunjang seluruh kegiatan ekonomi baik dalam rangka menunjang kegiatan produksi sektoral maupun pemenuhan kebutu han masyarakat. Sektor industri pengolahan tumbuh karena didorong oleh proses industrialisasi, meningkatnya permintaan domestik dan luar negeri s erta investasi yang dipacu pada periode tersebut. Sedangkan pertumbuhan yang masih lambat terjadi pada sektor pertanian yang berkisar antara 0.6 persen sampai 6.7 persen. Secara ringkas, hal ini dapat berdasarkan tabel 5.

Tabel 5. Persentase Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990 -1997

Ditinjau dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi selama periode 1990 sampai 1997 terutama didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, kegiatan investasi, serta ekspor barang dan jasa. Konsumsi rumah tangga masih memegang peranan utama sebagai pendoro ng perekonomian nasional. Kenaikan konsumsi rumah tangga tergantung pada kenaikan daya beli masyarakat yang tercermin dari kenaikan tingkat pendapatan yang siap dibelanjakan dan laju inflasi yang stabil. Nilai inflasi ini berkisar antara 4 .94 persen sampai 9.77 persen dan meningkat pada tahun 1997 menjadi 11.1 persen.

Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 mengakibatkan kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam dan mencapai titik terendah pada tahun 1998. Pada tahun tersebut tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di bawah rata-rata tingkat pertumbuhan dunia, yaitu penurunan yang cukup drastis dari 4.7 persen menjadi -13.2 persen sehingga menyebabkan perekonomian nasional mengalami kemunduran dan menghadapi stagflasi.

Penyebab utama terjadinya krisis moneter dan ekonomi yang melanda berbagai negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur adalah akibat devaluasi Bath Thailand pada pertengahan Juli 1997, yang kemudian menyebar ke negara Asia lainnya, termasuk Indonesia. Pada kenyataannya, penurunan nilai rupiah ternyata lebih hebat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya dikarenakan adanya dampak ketidakstabilan sosial politik dalam negeri sehingga semakin menurunkan tingkat kepercayaan terhadap rupiah.

Persen (%)

Tahun

Gambar 22. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1995 -2006

Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2.45 persen dan 1.37 persen. Pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 .46 persen dan 6.77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pert umbuhan negatif sebesar -6.21 persen.

Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998 ( gambar 22).

Memang Pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi terpuruk yakni mengalami kemund uran yang sangat tajam merosot sampai (13.68) persen. Indikasi dari merosotnya perekonomian pada tahun 1998 dalam jangka waktu pendek menunjukkan bahwa sendi -sendi atau fondasi ekonomi yang dibangun selama ini ticlak mampu mengatasi krisis ekonorni pada sa at itu. Kondisi dapat dilihat bahwa pembangunan selama periode terdahulu banyak mengabaikan sektor-sektor seperti UKM dan koperasi yang selama masa krisis mampu mempertahankan kondisi aktivitas produksinya, dengan gambaran ini maka dapat disimpulkan bahwa kondisi perekonomian yang hancur hanya pada sektor-sektor yang dianggap pemerintah pada saat itu adalah sektor -sektor yang dianggap cepat mendatangkan atau menghasilkan GNP clan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengabaikan sektor -sektor yang berhubungan dengan aktivitas masyarakat pelaku ekonomi kecil -menengah (UKM) dan koperasi.

Hal lain yang turut mempengaruhi merosotnya pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah rendahnya nilai produk domestik bruto (PDB) dimana pada tahun 1998 mengalami penurunan sebes ar Rp.374.718,8 milyar dari penerimaan sebesar Rp.434.095,5 milyar pada tahun 1997 dan hal ini dapat dilihat hampir di semua sektor kegiatan perekonomian pada tahun 1998 semuanya mengalarni penurunan yang cukup signifikan dengan adanya krisis ekonomi dan lemahnya fundamental ekonomi Indonesia saat itu. Sadar atau tidak sadar tahun 1998 merupakan saksi bagi tragedi perekonornian Bangsa Indonesia dimana krisis yang terjadi tercatat sebagai saat paling "suram" dalam sejarah perekonornian Indonesia.

Setelah mengalami kontraksi yang besar pada tahun 1998 sebesar 13.3%, sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 1999 ekonomi bertumbuh sekitar 0 .79%, tahun 2000 sekitar 4.92%, tahun 2001 3 .4%, dan 2002 3.66%. Peningkatan pertumbuhan ini memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk segera keluar dari krisis ekonomi, walaupun pertumbuhan masih di bawah target yang diinginkan yaitu sebesar 4%. Hal ini memperlihatkan pemulihan perekonomian telah berjalan ke arah yang diharap kan. Adanya kecenderungan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1999 -2002 walaupun rnengalami perubahan ke arah positif dengan gerakan pertumbuhan yang lambat maka hal ini berindikasi bahwa pemulihan ekonomi Indonesia masih belum pulih sepenuhnya sehingga, perlu menjadi perhatian untuk memperbaiki fundamental ekonomi yang dianggap sangat mempengaruhi kebijakan - Setelah mengalami kontraksi yang besar pada tahun 1998 sebesar 13.3%, sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 1999 ekonomi bertumbuh sekitar 0 .79%, tahun 2000 sekitar 4.92%, tahun 2001 3 .4%, dan 2002 3.66%. Peningkatan pertumbuhan ini memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk segera keluar dari krisis ekonomi, walaupun pertumbuhan masih di bawah target yang diinginkan yaitu sebesar 4%. Hal ini memperlihatkan pemulihan perekonomian telah berjalan ke arah yang diharap kan. Adanya kecenderungan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1999 -2002 walaupun rnengalami perubahan ke arah positif dengan gerakan pertumbuhan yang lambat maka hal ini berindikasi bahwa pemulihan ekonomi Indonesia masih belum pulih sepenuhnya sehingga, perlu menjadi perhatian untuk memperbaiki fundamental ekonomi yang dianggap sangat mempengaruhi kebijakan -

Tabel 6. Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi Indonesia,

Tahun 1999-2002

2001 2002 Pertumbuhan Ekonomi (%)

2.01 9.35 12.55 10.03 PDB Harga Konstan 1993 (Milyar Rp)

411691 426740.5 PDB per Kapita Harga Berlaku (Ribu Rp)

6938.2 7594.3 Neraca Perdagangan Luar Negeri (Juta US$)

25248.5 25762.7 a. Ekspor (Juta US$)

56035.4 57002.3 b. Impor (Juta US$)

30786.9 31239.6 Investasi : a. PMDN (Milyar Rp)

58816 25262.3 b. PMA (Juta US$)

Sumber : Ringkasan berbagai publikasi BPS

Sementara berbagai indikator makroekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, berdasarkan tabel diatas menunjukkan kecenderungan yang kian membaik menjelang dan di awal tahun 2000. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat tesebut ternyata tidak diimbangi oleh tingkat inflasi yang rendah. Perkembangan inflasi menjelang dan awal tahun 2000 menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang terkoordinasinya antara kebijakan fiskal dan moneter.

Rupiah

tahun Gambar 23. Pergerakan Nilai Kurs Rupiah Terhadap Dollar Periode 1998-2005 Sebelum krisis terjadi, nilai tukar rupiah terhadap dollar US berkisar pada Rp 2400,- dan menjadi Rp 15.000,- per satu dollar US pada Juni 1998. Penurunan nilai tukar rupiah yang mendorong kenaikan harga bahan baku impor yang digunakan dalam proses produksi telah menyebabkan tingginya tingkat inflasi. Inflasi yang mencapai 77.6 persen meningkat tajam sebesar 66.5 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 11.1 persen.

Di pasar uang, naiknya inflasi ini menyebabkan suku bunga SBI juga dinaikkan menjadi 70.8 persen dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) menjadi

60.0 persen pada Juli 1998 (dari masing-masing 10.87 persen dan 14.75 persen pada awal krisis). Hal ini menyebabkan kesulitan bank semakin memuncak. Perbankan mengalami negative spread (selisih antara suku bunga kredit dan simpanan yang dalam situasi normal positif berubah menjadi negatif) dan tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil.

Ditinjau dari sisi penawaran, pada tahun 1998 kontraksi perekonomian yang tajam merupakan akumulasi yang terjadi pada semua sektor usaha, kecuali sektor pertanian, sektor listrik, gas, dan air, serta sektor jasa-jasa. Sektor Ditinjau dari sisi penawaran, pada tahun 1998 kontraksi perekonomian yang tajam merupakan akumulasi yang terjadi pada semua sektor usaha, kecuali sektor pertanian, sektor listrik, gas, dan air, serta sektor jasa-jasa. Sektor

Perekonomian Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada tahun 1999, yakni dengan tumbuhnya berbagai sektor yang pada 1998 berkontraksi tajam dengan laju pertumbuhan hanya 0.79 persen, dan pada dasarnya masih mengalami stagnasi. Memasuki tahun 2000 perekonomian Indonesia mulai stabil. Sejak awal 2000 semua sektor ekonomi, kecuali sektor pertanian mulai bangkit. Ditinjau dari sisi permintaan, pertumbuhan PDB tahun 2000 awalnya ditunjang oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga, ekspor, bahkan laju investasi meningkat pula. Akibat pertumbuhan semua komponen pengeluaran, PDB Indonesia tahun 2000 naik menjadi 4.9 persen jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 1999.

Perekonomian Indonesia menjadi semakin membaik seiring dengan semakin stabilnya keadaan di dalam negeri. Penurunan pertumbuhan hanya terjadi pada tahun 2001 yaitu 3.8 persen, turun sebesar 1.1 persen dibandingkan tahun 2000. Sedangkan untuk tahun 2002 hingga 2005 perekonomian terus meningkat dan berkisar antara 4.4 persen sampai 5.6 persen. Dilihat dari perkembangannya, permintaan domestik memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan ekspor cenderung menurun.

Tabel 7. Persentase Pertumbuhan PBD Atas Dasar Harga Konstan

Menurut Penggunaan Periode 1998-2005 Komponen

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Konsumsi RT

1.1 2.6 -0.9 2.3 14.6 9.9 Ekspor

2.3 0.3 -0.5 2.2 27.1 12.3 Impor

Pertumbuhan Ekonomi

Sumber : BPS Pada saat tahun 1998 terlihat bahwa semua komponen diatas bernilai negatif kecuali ekspor. Hal ini dimungkinkan karena pada saat itu terjadi

depresiasi 5 sehingga relatif banyak nilai ekspor yang terjadi karena daya tarik keuntungan yang bisa diraih dari perbedaan nilai mata uang Rupiah yang semakin

besar terhadap mata uang asing. Untuk komponen konsumsi pemerintah meningkat cukup besar hingga mencapai 8.1 persen pada tahun 2005. Kenaikan konsumsi pemerintah ini bersumber dari kenaikan belanja barang yang berasal dari siklus ekspansi anggaran, terutama pengeluaran untuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan kenaikan belanja pegawai khususnya pembayaran gaji ketigabelas.

Pada tahun 2005, inflasi mengalami peningkatan yang cukup tinggi hingga mencapai 17.11 persen. Kenaikan inflasi yang sangat tajam terutama didorong oleh kenaikan harga BBM (rata-rata 126 persen) dan kenaikan harga yang diatur pemerintah (administrated prices ) lainnya, khususnya tarif angkutan. Kenaikan inflasi ini berdampak pula pada naiknya suku bunga

5 penurunan nilai mata uang terhadap ma ta uang asing yang dipengaruhi oleh keadaan di pasar uang, berbeda dengan devaluasi yang merupakan penurunan nilai mata uang terhadap mata uang

asing yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah untuk mengendalikan nilai mata uang.

perbankan. Suku bunga BI meningkat hingga mencapai 12.75 persen, suku bunga PUAB mengalami kenaikan dari 6.86 persen menjadi 10.03 persen, dan sementara itu suku bunga rata-rata deposito meningkat menjadi 10.43 persen.

Melihat kondisi yang kurang stabil ini, maka pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yang menyangkut berbagai sektor dan kegiatan guna memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, antara lain:

1. Memberikan insentif pajak dan bea masuk impor, diantaranya bagi penanam modal, sektor pertambangan, industri otomotif, dan industri alat-alat besar untuk menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi investasi dan produksi.

2. Melakukan penyesuaian harga BBM dalam negeri sehingga mendekati harga pasar. Meski memberikan dampak yang memberatkan bagi masyarakat dan sektor industri, dalam jangka panjang kebijakan ini akan memberikan dampak

positif untuk mendorong upaya pengembangan energi alternatif. Selain itu, kebijakan ini juga akan mengurangi penyelundupan BBM ke luar negeri.

3. Memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin sebagai kompensasi kenaikan harga BBM untuk menjaga daya beli masyarakat (Laporan Bank Indonesia 2003) .

Tinggi rendahnya tingkat suku bunga tidak dapat dipisahkan dari kenaikan atau penurunan tingkat inflasi. Kedua variabel ini memiliki keterkaitan yang erat. Hal ini dapat dilihat pada gambar yang menunjukkan pola pergerakan antara suku bunga SBI dengan inflasi periode Januari 1990 sampai Desember 2005. Keterkaitan yang erat antara suku bunga dan inflasi ini menunjukkan adanya keberlakuan efek Fisher, yaitu jika tingkat inflasi naik maka suku bunga juga naik.

Persen (%)

Tahun

Gambar 24. Grafik Inflasi dan Suku Bunga SBI Periode 1990 -2009

Dari gambar diatas terlihat bahwa kenaikan dan penurunan inflasi diikuti juga oleh suku bunga SBI. Lonjakan inflasi yang paling tinggi terjadi pada bulan Februari 1998 di mana angka inflasi mencapai dua digit, yaitu sebesar

12.76 persen dan suku bunga SBI juga naik menjadi 22.00 persen. Kenaikan tertinggi suku bunga SBI terjadi pada bulan Juli 1998 yang mencapai 70.81 persen dan tingkat inflasinya 8.56 persen. Keadaan deflasi pernah terjadi di Indonesia yaitu pada periode Maret 1999 sa mpai September 1999 yang berkisar antara -0.18 persen hingga -1.05 persen.

Setelah masa krisis moneter, tingkat inflasi bulanan di Indonesia menjadi cukup terkendali yang berkisar antara 0 .03 persen sampai 2.12 persen. Hal ini juga terjadi dengan suku bunga SBI yang nilainya antara 7.32 persen hingga 37.84 persen.

Laju pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik berhubungan erat dengan semakin membaiknya tingkat inflasi dimana Indonesia pada saat terjadi mengalami tingkat inflasi mencapai 77.63 persen dan ini sempat menghancurkan sektor ekonomi baik produksi maupun konsurnsi masyarakat . Namun sampai tahun 2002 tingkat inflasi sudah dapat di tekan sampai 11.40 persen.

Inflasi kembali mengalami lonjakan yang cukup tinggi pada bulan Oktober 2005 yang tercatat sebagai inflasi tertinggi yaitu 8.7 persen, sehingga memaksa BI menaikkan suku bunga untuk mencegah inflasi yang tidak terkendali. Pada akhir tahun 2005 tingkat suku bunga SBI sudah naik menjadi

12.75 persen. Dengan semakin rendahnya tingkat inflasi maka pengaruh terhadap indikator-indikator seperti GNP dan laju pertumbuhan ekonomi semakin memperlihatkan perbaikan ke arah yang s emakin membaik atau meningkat. Adanya tingkat inflasi yang rendah mempe rlihatkan kinerja perekonomian Indonesia yang selama ini dibangun sudah mula i menunjukkan peningkatan pada sektor-sektor perekonomian. Namun faktor -faktor non ekonomi masih menjadi ancaman bagi aktivitas ekonomi Indonesia, ol eh sebab itu diharapkan faktor - faktor non ekonomi tersebut sudah tid ak lagi merupakan kendala bagi pengembangan perekonomian Indonesia kedepan.

Menurut Pasific Economic Coorporation Council (PECC) dalam laporannya dikatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik tidak terlepas dari pulihnya perekonoinian dunia yang dimotori oleh 7 (tujuh) negara Industri/maju seperti Amerika Ser ikat, Jepang, Kanada, dan lain - Menurut Pasific Economic Coorporation Council (PECC) dalam laporannya dikatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik tidak terlepas dari pulihnya perekonoinian dunia yang dimotori oleh 7 (tujuh) negara Industri/maju seperti Amerika Ser ikat, Jepang, Kanada, dan lain -

Kemudian antara PDB dengan jumlah uang yang beredar dapat saling mempengaruhi. Semakin banyak uang yang beredar maka kecenderungan pemerintah untuk meningkatkan PDB akan semakin meningkat juga.

Miliar Rp

Tahun

Velocity Gambar 25. Hubungan antara PDB nominal, Jumlah Uang Bered ar dan perputaran

Nominal PDB ; Uang Beredar (M 2 );

uang di Indonesia

Seperti ditunjukkan dalam gambar grafik diatas, pertambahan jumlah uang beredar (M 2 ) di Indonesia hampir secepat pertambahan GDP nominal. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa selama periode 1988 -2006, perubahan jumlah uang beredar di Indonesia menyebabkan perubahan yang proporsional terhada p GDP nominal. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa, jika perputaran uang adalah tetap, maka kuantitas uang menentukan n ilai dari output perekonomian. Dengan kata lain, perubahan output nominal yang dicerminkan Seperti ditunjukkan dalam gambar grafik diatas, pertambahan jumlah uang beredar (M 2 ) di Indonesia hampir secepat pertambahan GDP nominal. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa selama periode 1988 -2006, perubahan jumlah uang beredar di Indonesia menyebabkan perubahan yang proporsional terhada p GDP nominal. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa, jika perputaran uang adalah tetap, maka kuantitas uang menentukan n ilai dari output perekonomian. Dengan kata lain, perubahan output nominal yang dicerminkan

Persen (%)

Tahun ahun

I Inflasi (%) ; Pertumbuhan M 2 (%)

Gambar 26. Hubungan a n antara inflasi dan jumlah uang yang beredar di I i Indonesia

Berdasarkan gam ambar grafik diatas terlihat bahwa pergerakan jum jumlah uang yang beredar dengan in n inflasi memiliki pola kecenderungan yang sam ama. Ketika jumlah uang beredar m menurun maka akan diikuti pula oleh penuruna unan tingkat inflasi, dan demikian n pula sebaliknya disaat jumlah uang mening ningkat maka berpotensi terhadap penin ningkatan tingkat inflasi.