Kebijakan-Kebijakan Untuk Menstabilkan Rupiah

4.2 Kebijakan-Kebijakan Untuk Menstabilkan Rupiah

Melemahnya rupiah berlangsung sejak awal tahun 2012 lalu, jadi sudah hampir 2 tahun. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam kurs tengah BI pada tanggal 8 April 2014 bergerak melemah ke angka Rp.11.309 per dollar AS kemudian bergerak melemah 33 poin ke angka Rp.11.342 per dollar AS ( http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro ). Banyak faktor

yang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah adalah sebagai berikut: faktor eksternal antara lain permintaan dollar AS sangat tinggi di pasar, pemerintah AS cenderung menahan asetnya dan tidak mau melepas ke pasar, sedangkan faktor internal antara lain: adanya isu redenominasi yang kurang disosialisasi sehingga membuat pasar panik, neraca perdagangan yang defisit, anggaran defisit, situasi politik dan keamanan suatu negara. Beberapa bulan belakangan ini rupiah cenderung melemah dan sebaliknya dollar AS menguat, terkait dengan kondisi finansial ini, pemerintah cepat tanggap dalam merespon rupiah yang terus melemah dengan mengeluarkan 4 kebijakan yang bertujuan menyelamatkan ekonomi bangsa kita. Empat kebijakan tersebut adalah:

1. Perbaikan neraca transaksi perjalanan

2. Menjaga nilai tukar rupiah, dan pemberian insentif

3. Menjaga daya beli masyarakat, dan

4. Menjaga tingkat inflasi

4.2.1 Perbaikan Neraca Transaksi Perjalanan

Neraca perdagangan (ekspor dan impor) adalah perbedaan nilai moneter dari ekspor dan impor barang dalam perekonomian dari waktu ke waktu. Setiap transaksi keuangan harus dicatat, begitu pula dengan transaksi keuangan dalam perdagangan internasional. Kegiatan utama perdagangan internasional mencakup ekspor dan impor. Antara ekspor dan impor, dapat dibuat suatu neraca yang menggambarkan tingkat ekspor dan impor suatu negara. Melalui neraca tersebut dapat dilihat apakah suatu negara mendapatkan laba (dalam bentuk cadangan devisi negara) atau tidak. Suatu negara dikatakan mendapatkan laba dari perdagangan internasional jika nilai ekspornya lebih besar daripada nilai impor (keadaan ini biasanya disebut dengan istilah neraca perdagangan aktif). Jadi, Pengertian neraca perdagangan internasional (balance of trade) adalah Neraca yang menggambarkan nilai dari transaksi ekspor dan impor barang suatu negara dalam perdagangan internasional. Nilai nominal dalam neraca perdagangan internasional biasanya dinyatakan dalam satuan dollar AS. Sama seperti APBN, pencatatan neraca perdagangan internasional dilakukan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca perdagangan internasional di negara Indonesia dibedakan menjadi dua kategori, yaitu ekspor/impor migas dan ekspor/impor non migas.

Neraca perdagangan yang defisit terjadi karena salah satunya dipengaruhi oleh impor migas besar dan harga minyak mentah yang terus naik. Impor migas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan migas di dalam negeri dengan membeli dalam mata uang dollar AS dan juga harga minyak mentah terus naik. Defisit anggaran terjadi karena asumsi pemerintah pada tahun 2013 sekitar Rp.9.300 per dollar AS, padahal saat ini sudah menyentuh level Rp.12.000 per dollar AS. Untuk mengadakan perbaikan neraca transaksi perjalanan, maka yang harus dilakukan antara lain adalah merevisi asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang ada di APBN, berusaha mencapai target pertumbuhan ekonomi, bila tidak tercapai maka pertumbuhan ekonomi direvisi agar defisit tidak terlalu besar, mendorong peningkatan ekspor barang ke luar negeri sehingga terjadi surplus perdagangan luar negeri yang pada akhirnya akan memperbaiki defisit neraca transaksi perjalanan, pemerintah dalam hal ini pertamina sebagai operator migas untuk membeli migas di luar negeri sebaiknya dilakukan secara langsung tanpa melalui pihak ketiga sehingga harga migas tidak membengkak, selama ini pihak pertamina membeli migas di luar negeri melalui pihak ketiga, kurangi ketergantungan impor barang dan bahan baku terhadap minyak mentah dan bahan bakar minyak dengan energi terbarukan dan konversi minyak ke gas, mencari sumber dana lain untuk menutupi defisit neraca perdagangan dengan cara misalnya menjual surat utang negara (SUN) dengan nilai dan jumah tertentu serta tingkat suku bunga yang bersaing.

4.2.2 Menjaga Nilai Tukar Rupiah dan Pemberian Insentif

Ada beberapa kebijakan yang harus dilakukan untuk menjaga rupiah agar tetap stabil antara lain:

1. Kebijakan moneter menggunakan mata uang rupiah sebagai amanat Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.

Di negara yang menganut sistem kurs yang dibiarkan bebas sesuai kekuatan pasar, seperti di Indonesia, maka analisis valuta asing di negara tersebut didasarkan atas permintaan dan penawaran, demikian halnya dalam menganalisa kondisi pasar. Pemerintah dalam hal ini tentu berkepentingan berupaya mencermati perkembangan pasar valuta asing di dalam negeri dan tidak menutup kemungkinan mempengaruhi dengan kebijakan yang dikeluarkannya. Kebijakan moneter berhubungan dengan pengendalian ekonomi yang menggunakan instrumen suku bunga, inflasi, uang beredar, nilai tukar dan lain sebagainya yang akan mempengaruhi penawaran uang dan permintaan uang (money supply and money demand) yang terdeskripsikan dalam perekonomian. Menko Perekonomian Chairul Tanjung memberikan pernyataan bahwa pelabuhan di indonesia harus menggunakan mata uang rupiah dalam transaksinya. Hal itu tentu untuk menegakkan Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang mata uang, yang salah satu pasalnya menyatakan bahwa rupiah wajib di dalam negeri. Dalam pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa rupiah wajib digunakan dalam

setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah negara kesatuan republik Indonesia. Sedangkan pasal 21 ayat (2) menyebutkan kewajiban sebagaimana yang dimaksud pada pasal 21 (1) tidak berlaku bagi transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara; penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri; transaksi perdagangan internasional; simpanan di bank-bank dalam bentuk valuta asing; atau transaksi pembiayaan internasional. Bank Indonesia harus mendukung langkah pemerintah melarang penggunaan mata uang dollar AS untuk transaksi di Wilayah Indonesia termasuk kawasan pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Hal ini semata-mata untuk menegakkan aturan pemerintah khususnya Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Kebijakan menggalakkan penggunaan mata uang rupiah di Indonesia khususnya. Pelabuhan sebagai upaya untuk mengatasi meningkatnya penggunaan dollar AS atau dollarisasi di setiap transaksi domestik. Selama ini selain pelabuhan yang menggunakan dollas AS untuk setiap transaksinya, dalam hal penjualan tiket perjalanan internasional, pembayaran tarif hotel bintang lima juga menggunakan dollar AS. Butuh ketegasan pemerintah untuk menjalankan undang- undang mata uang tersebut. Kebijakan moneter dalam undang-undang mata uang tersebut dalam aturan turunan sebagai landasan teknis agar aturan undang-undang tersebut bisa berjalan efektif, misalnya perdagangan mana saja yang harus menggunakan rupiah dan mana yang sudah tidak bisa menggunakan rupiah.

2. Pembatasan dan pengawasan utang luar negeri baik untuk pemerintah maupun pihak swasta dalam bentuk dollar AS, ketiga utang luar negeri masuk ke Indonesia sebaiknya sudah dikonversikan ke kurs rupiah; bukan cash in nya dalam dollar AS. Karena selama ini jumlah utang luar negeri baik pemerintah dan perusahaan swasta yang semakin besar sehingga membutuhkan dollar AS untuk membayar angsuran pokok plus bunga pinjaman saat jatuh tempo, faktor inilah yang menjadi dominan rupiah terapresiasi (melemah) terhadap dollar AS.

3. Setiap warga negara termasuk para pejabat pemerintah dan pengusaha sebaiknya menyimpan uangnya di bank-bank pemerintah maupun bank swasta dalam rupiah, kalau menyimpan dalam bentuk dollar AS sebaiknya ditentukan dengan limit tertentu sehingga jumlah uang dollar AS yang beredar di Indonesia dalam jumlah yang relatif kecil. Bila perlu pengusaha yang selalu menggunakan rupiah dalam transaksi perdagangan/keuangan dengan jumlah maksimal dan menggunakan dollar AS dalam jumlah yang minim diberikan insentif pajak.

4. Sudah saatnya dilakukan transaksi lindung nilai terhadap transaksi valuta asing.

Nilai tukar rupiah bergerak fluktuatif, nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp. 12.103 per dollar AS pada tanggal 27 Juni 2014 (Kompas,

4 Juli 2014). Sesuai fundamentalnya, pelemahan rupiah sebenarnya bisa diprediksi karena sedang terjadi repatriasi keuntungan perusahaan asing dan pembayaran utang luar negeri, setelah itu nilai tukar rupiah biasanya kembali menguat. Agar perusahaan milik negara tidak mengalami risiko nilai tukar, sebenarnya bisa mengamankan transaksi valuta asing atau disebut transaksi lindung nilai (hedging). Misalnya untuk keperluan impor minyak yang mencapai 3 milyar dollar AS atau sekitar 34,6 triliun per bulan. Transaksi lindung nilai untuk mengurangi risiko akibat fluktuasi nilai tukar rupiah bisa dilakukan perusahaan dengan bank, bank dengan bank, ataupun bank dengan bank Indonesia. Melalui transaksi ini, disepakti harga dollar AS pada suatu masa saat pembeli akan menggunakannya. Transaksi ini akan memberikan kepastian kepada pembeli sehingga pembeli tidak harus berburu dollar di pasar spot. Transaksi lindung nilai menjadi model penting bagi Indonesia karena transaksi valas masih sedikit atau dangkal dalam istilah pasar uang. Di pasar keuangan yang dangkal, permintaan dollar AS dalam jumlah besar pada satu waktu akan melemahkan nilai tukar mata uang domestik. Transaksi valuta asing di Indonesia sekitar 5 miliar dollar AS per hari, sedangkan di Malaysia sudah 11 miliar dollar AS. Thailand sekitar 13 miliar dollar AS dan Singapura mencapai 300 miliar dollar AS per hari. Indonesia juga bergantung pada aliran masuk modal asing melalui portofolio. Investasi portofolio melonjak dari 2,76 miliar dollar AS per triwulan I-2013 menjadi 8,971 miliar dollar AS pada triwulan I-2014. Jumlah itu jauh lebih tinggi dibandingkan investasi langsung melalui penanaman modal asing yang hanya naik dari 3,842 miliar dollar AS pada triwulan I-2013 menjadi 4,527 miliar dollar AS pada triwulan I-2014. Ketergantungan Indonesia terhadap dana jangka pendek melalui portofolio ini berisiko. Uang panas (hot money) itu akan mudah keluar, jika ada sentimen negatif. Transaksi lindung nilai juga bisa digunakan untuk fluktuasi suku bunga atau kombinasi fluktuasi nilai tukar dan suku bunga. (Kompas, berita ekonomi, 4 Juli 2014).

4.2.3 Menjaga Daya Beli Masyarakat

Pemerintah berkepentingan menjaga daya beli masyarakat dan kelangsungan sektor usaha kecil, mikro dan menengah. Arah kebijakan ekonomi Pemerintah di tengah ketidakpastian ekonomi dunia selama ini sangat jelas yakni menjaga daya beli dan mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat melalui pengendalian harga dan inflasi. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan pengelolaan fiskal yang hati-hati dan disiplin. Untuk mengantisipasi potensi risiko ini, pemerintah memandang konsumsi rumah tangga sebagai motor pertumbuhan perlu terus dipertahankan. Artinya stabilitas menjadi kata kunci untuk menjaga Pemerintah berkepentingan menjaga daya beli masyarakat dan kelangsungan sektor usaha kecil, mikro dan menengah. Arah kebijakan ekonomi Pemerintah di tengah ketidakpastian ekonomi dunia selama ini sangat jelas yakni menjaga daya beli dan mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat melalui pengendalian harga dan inflasi. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan pengelolaan fiskal yang hati-hati dan disiplin. Untuk mengantisipasi potensi risiko ini, pemerintah memandang konsumsi rumah tangga sebagai motor pertumbuhan perlu terus dipertahankan. Artinya stabilitas menjadi kata kunci untuk menjaga

Untuk mendorong konsumsi rumah tangga ada dua cara yakni inflasi terkendali dan daya beli terjaga. Pemerintah akan terapkan keep buying strategy (strategi daya beli), apabila daya beli masyarakat tetap terjaga maka produksi terjaga, tenaga kerja tetap terserap dan masyarakat memperoleh pendapatan yang bisa dibelanjakan, jadi ini efek berkelanjutan. Strategi daya beli antara lain akan dilakukan dengan menyiapkan stimulus pasar antara lain berupa insentif pajak buat asosiasi dan industri yang tidak melakukan pemutusan hubungan

(PHK). ( http://www.antaranews.com/berita/391251/pemerintah-akan-terapkan- strategi-jaga-daya-beli ).

kerja

Sebagai ilustrasi, terkait keputusan korporasi PT Pertamina (Persero) yang secara serentak menaikkan harga elpiji non subsidi kemasan 12 kg dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959/kg per 1 Januari 2014, keputusan yang diambil melalui mekanisme RUPS itu telah mengikuti aturan perundang-undangan dan rambu-rambu sebagaimana yang mengatur Perseroan Terbatas. Keputusan ini pun didasari pertimbangan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melaporkan adanya kerugian Pertamina yang mencapai Rp. 7,7 triliun.

Namun demikian, Pemerintah memandang perlunya melihat secara utuh dan komprehensif dampak sosial-ekonomi dari penyesuaian harga tersebut. Atas dasar ini, Pemerintah sebagaimana disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono: “menginstruksikan Pertamina dan Kementerian BUMN segera melakukan RUPS dalam 1 x 24 jam untuk mengkaji kembali kebijakan penyesuaian harga gas elpiji 12 kg”. Prinsipnya penyesuaian harga gas yang telah diambil Pertamina diharapkan dapat mempertimbangkan kondisi masyarakat utamanya daya beli masyarakat dan sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Hal ini menjadi penting karena masyarakat saat ini sedang melakukan penyesuaian akibat kenaikan BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik yang terjadi sepanjang 2013.

Mengenai langkah-langkah yang perlu diambil pemerintah, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: (1)

Pertamina bersama Kementerian BUMN segera melakukan RUPS untuk mengkaji dan evaluasi kembali kebijakan penyesuaian harga gas elpiji 12 kg, (2) Pertamina dan Kementerian terkait segera berkonsultasi dengan BPK untuk melihat lebih dalam temuan BPK dan alternative lainnya yang dapat ditempuh, (3) Kebijakan terkait harga gas elpiji walaupun bukan merupakan komoditas subsidi perlu mempertimbangkan daya beli dan Pertamina bersama Kementerian BUMN segera melakukan RUPS untuk mengkaji dan evaluasi kembali kebijakan penyesuaian harga gas elpiji 12 kg, (2) Pertamina dan Kementerian terkait segera berkonsultasi dengan BPK untuk melihat lebih dalam temuan BPK dan alternative lainnya yang dapat ditempuh, (3) Kebijakan terkait harga gas elpiji walaupun bukan merupakan komoditas subsidi perlu mempertimbangkan daya beli dan

4.2.4 Menjaga Tingkat Inflasi

Sudah bukan rahasia lagi jika di bulan ramadhan dan lebaran peredaran uang di masyarakat cukup tinggi. Dengan hal tersebut sudah pasti bahwa konsumsi masyarakat pun juga menjadi tinggi. Maka menjadi kebiasaan di momentum bulan Ramadhan dan hari raya umat Islam ini potensi inflasi menjadi tinggi. Oleh karena itu, pemerintah dan BI di awal bulan Juni 2014 sudah mengantisipasinya untuk menekan tingginya inflasi di awal ramadhan yaitu dengan menjaga distribusi barang kebutuhan pokok, mengontrol sistem harga di pasar dan menjaga pasokan sembako tetap aman. Antisipasi tersebut sampai saat ini masih dapat terjaga dengan stabilnya laju inflasi di bulan Juni ini yang berada di angka 0,43 % (Data BPS). Bandingkan dengan bulan Juni 2013 yang juga menjelang Ramadhan di bulan Juli 2013, laju inflasi di bulan tersebut terkerek ke angka 1,03 % dan melonjak di bulan Juli akhir bulan Ramadhan sekaligus jelang Lebaran, laju inflasi mencapai 3,29 % dengan tingkat inflasi 8,38 %. Stabilnya laju inflasi di bulan Juni ini bukan berarti terjaminnya stabilitas di angka inflasi di bulan Juli. Faktor-faktor lain selain Ramadhan dan Lebaran turut serta akan mengintai terkereknya tingkat inflasi pada bulan tersebut. Seperti diketahui bersama bahwa pada 1 Juli ini PLN menaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) nya bagi kelompok pengguna tertentu. Efek kenaikan ini tidak bisa dirasakan di minggu pertama dan Sudah bukan rahasia lagi jika di bulan ramadhan dan lebaran peredaran uang di masyarakat cukup tinggi. Dengan hal tersebut sudah pasti bahwa konsumsi masyarakat pun juga menjadi tinggi. Maka menjadi kebiasaan di momentum bulan Ramadhan dan hari raya umat Islam ini potensi inflasi menjadi tinggi. Oleh karena itu, pemerintah dan BI di awal bulan Juni 2014 sudah mengantisipasinya untuk menekan tingginya inflasi di awal ramadhan yaitu dengan menjaga distribusi barang kebutuhan pokok, mengontrol sistem harga di pasar dan menjaga pasokan sembako tetap aman. Antisipasi tersebut sampai saat ini masih dapat terjaga dengan stabilnya laju inflasi di bulan Juni ini yang berada di angka 0,43 % (Data BPS). Bandingkan dengan bulan Juni 2013 yang juga menjelang Ramadhan di bulan Juli 2013, laju inflasi di bulan tersebut terkerek ke angka 1,03 % dan melonjak di bulan Juli akhir bulan Ramadhan sekaligus jelang Lebaran, laju inflasi mencapai 3,29 % dengan tingkat inflasi 8,38 %. Stabilnya laju inflasi di bulan Juni ini bukan berarti terjaminnya stabilitas di angka inflasi di bulan Juli. Faktor-faktor lain selain Ramadhan dan Lebaran turut serta akan mengintai terkereknya tingkat inflasi pada bulan tersebut. Seperti diketahui bersama bahwa pada 1 Juli ini PLN menaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) nya bagi kelompok pengguna tertentu. Efek kenaikan ini tidak bisa dirasakan di minggu pertama dan

1. Memastikan Distribusi Barang tetap aman sampai ke pasar, karena selama bulan Juni-Juli ini tidak ada ancaman serius terhadap ketersediaan barang, kecuali ada pihak yang bermain curang dengan menimbunnya. Oleh karena itu peran pemerintah pusat-daerah untuk menjamin barang- barang pokok ini aman sampai ke pasar konsumen.

2. Sisitem Kontrol Harga, penerapan sistem ini juga harus intens mengawal pengendalian harga di masyarakat, jangan karena asumsi seperti kenaikan TDL, gagal panen dan sebagainya membuat harga tidak terkendali tanpa ada kontrol dari pihak terkait, apalagi menjelang lebaran, rentan harga akan megalami kenaikan dan sering kali tidak terkendali.

3. Operasi Pasar, operasi pasar barang tertentu wajib dilaksanakan oleh pemerintah khususnya oleh kementrian perdagangan. Beberapa barang tentu wajib di kontrol jika sewaktu-waktu mengalami kekurangan pasokan di pasar, untuk itu operasi pasar terhadap barang tertentu, terutama barang kebutuhan pokok wajib dilaksanakan oleh pemerintah.

4. Kebijakan Moneter, BI tentu sudah memahami akan hal ini, maka penerapan kebijakan moneter dengan menaikan suku bunga maka akan membatasi peredaran uang yang ada di masyarakat pada bulan akhir bulan Juli nanti. Setidaknya kebijakan ini mampu mengurangi konsumsi masyarakat yang berlebihan dan tak terkendali di bulan-bulan tersebut.

5. Intensifitas kordinasi BI dengan TPID di perkuat, TPID sebagai tim pengendali inflasi di daerah harus tetap intensif memantau pergerakan inflasi di daerahnya. Koordinasi yang intensif dengan BI sebagai pemangku kebijakan moneter juga harus terus dilakukan untuk proses pengendalian inflasi ini agar tidak ada daerah yang luput dari pengamatan dan menyebabkan efek domino bagi daerah-daerah lainnya.

6. Pengaturan sistem transportasi mudik, H-7 lebaran merupakan wal dari arus mudik dan kemungkinan akan mencapai puncaknya pada H-3 lebaran. Dapat dipastikan permintaan akan BBM sebagai akibat dari arus transportasi yang tinggi akan terjadi. Oleh karena itu, kebijakan pengaturan sistem transportasi ini patut juga menjadi fokus, agar sumbangsih permintaan akan BBM tidak turut serta menjadi asumsi kenaikan laju inflasi.