PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA KESTA

PERAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA KESTABILAN RUPIAH

Oleh:

SISWADI SULULING FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK Email:siswadi.sululing@yahoo.com

Abstrak

Penulisan karya tulis ilmiah ini berjudul: “Peran Bank Indonesia Dalam Menjaga Kestabilan Rupiah”. Perumusan masalahnya adalah: “Bagaimana peran Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah pasca lahirnya otoritas jasa keuangan dan kebijakan-kebijakan yang bagaimana untuk menstabilkan rupiah? Penulis menggunakan data sekunder yang disediakan oleh Bank Indonesia melalui website http://www.bi.go.id seperti peran Bank Indonesia, visi, misi, dan nilai- nilai strategis baru Bank Indonesia serta informasi terkini hal perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Tujuan penelitian untuk mengetahui kebijakan- kebijakan yang dilakukan untuk menjaga kestabilan rupiah dan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu ekonomi serta sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti permasalahan yang sama. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif untuk menjawab rumusan masalah atas dasar bangun teori/konsep dimana adanya hubungan kausal yang telah teridentifikasi oleh kerangka konseptual yang jelas yaitu kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk menstabilkan rupiah yang terdiri dari perbaikan neraca transaksi perjalanan, menjaga nilai tukar dan pemberian insentif, menjaga daya beli masyarakat, serta menjaga tingkat inflasi.

Kata kunci: Bank Indonesia, nilai tukar dan pemberian insentif, neraca transaksi perjalanan, daya beli masyarakat, dan tingkat inflasi.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bank sentral mempunyai peran yang sangat strategis bagi masyarakat pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Yang paling mendasar adalah perannya dalam mencetak dan mengedarkan uang. Bank sentral merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan mata uang sebagai alat pembayaran yang sah di suatu Negara. Peran ini vital karena begitu penting dan luasnya fungsi uang dalam perekonomian. Seluruh kegiatan ekonomi dan keuangan dilakukan menggunakan uang. Fungsi uang tidak hanya dipergunakan sebagai alat pembayaran, tetapi juga sebagai media penyimpan kekayaan dan bahkan untuk berspekulasi bagi sebagian masyarakat. Pengertian uang tidak terbatas pada uang kartal, yaitu uang kertas maupun logam, tetapi telah berkembang menjadi berbagai bentuk dan variasinya seiring dengan perkembangan pesat di sektor keuangan, dari uang giral, simpanan di bank, kartu kredit, dan sebagainya. Alhasil, perkembangan jumlah uang yang beredar akan berpengaruh langsung terhadap kegiatan ekonomi dan keuangan dalam perekonomian, apakah itu konsumsi, investasi, ekspor-impor, suku bunga, nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan juga inflasi. Dengan peran seperti ini wajar apabila bank sentral mempunyai tujuan dan diberi tanggung jawab untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai dari mata uang yang diedarkan tersebut. Terlebih lagi pada dunia modern sekarang ketika uang sebagai fiat money, dalam arti bahwa Negara memberikan kewenangan kepada bank sentral untuk menerbitkan dan mengedarkan uang tersebut atas dasar kepercayaan, tanpa adanya kewajiban untuk menyediakan sejumlah emas atau cadangan lain sebagai jaminan dari penerbitan uang tersebut seperti pernah dialami pada jaman standar emas. Karena itu, kestabilan nilai dari mata uang tersebut merupakan kewajiban mendasar bagi bank sentral agar kepercayaan negara dan masyarakat dapat terpelihara.

Dalam prakteknya, kestabilan nilai dari mata uang dimaksud mencakup kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa (yang diukur dan tercermin pada laju inflasi) serta kestabilan terhadap mata uang negara lain (yang diukur dan tercermin pada perkembangan nilai tukar atau kurs mata uang). Kestabilan nilai mata uang, baik dalam arti inflasi maupun nilai tukar, sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Nilai uang yang stabil dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan berbagai aktivitas ekonominya, baik konsumsi maupun investasi, sehingga perekonomian nasional dapat bergairah. Lebih dari itu, inflasi yang terkendali dan rendah dapat mendukung terpeliharanya daya beli masyarakat, khususnya yang berpendapatan tetap seperti Dalam prakteknya, kestabilan nilai dari mata uang dimaksud mencakup kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa (yang diukur dan tercermin pada laju inflasi) serta kestabilan terhadap mata uang negara lain (yang diukur dan tercermin pada perkembangan nilai tukar atau kurs mata uang). Kestabilan nilai mata uang, baik dalam arti inflasi maupun nilai tukar, sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Nilai uang yang stabil dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan berbagai aktivitas ekonominya, baik konsumsi maupun investasi, sehingga perekonomian nasional dapat bergairah. Lebih dari itu, inflasi yang terkendali dan rendah dapat mendukung terpeliharanya daya beli masyarakat, khususnya yang berpendapatan tetap seperti

Pengalaman Indonesia dengan terjadinya krisis nilai tukar di tahun 1997 – 1998 menunjukkan betapa pentingnya mencapai dan menjaga laju inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil tersebut. Untuk dapat mencapai tujuan dalam menjaga kestabilan nilai mata uang, kepada bank sentral diberikan beberapa kewenangan dalam melakukan tugasnya. Tugas pertama adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar atau suku bunga dalam perekonomian agar dapat mendukung pencapaian tujuan kestabilan nilai uang tersebut dan sekaligus mampu mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Tugas kedua adalah mengatur dan melaksanakan sistem pembayaran, yang mencakup sekumpulan kesepakatan, aturan, standar, dan prosedur yang digunakan dalam mengatur peredaran uang antar pihak dalam melakukan kegiatan ekonomi dan keuangan dengan menggunakan instrumen pembayaran yang sah. Tugas ketiga adalah mengatur dan mengawasi perbankan. Peran penting perbankan terutama dalam memobilisasi dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit maupun bentuk pembiayaan lainnya untuk dunia usaha. Lebih dari itu, tugas mengawasi perbankan telah diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan pasca lahirnya Undang-undang no. 21 tahun 2011. perbankan mempunyai peran vital dalam pelaksanaan kebijakan moneter karena sebagian besar peredaran uang dalam perekonomian berlangsung melalui perbankan. Demikian pula aktivitas perbankan sangat erat kaitannya dengan penyelenggaraan sistem pembayaran, karena peredaran uang maupun pelaksanaan sistem pembayaran non tunai pada umumnya dilakukan melalui perbankan. Dengan kata lain, pelaksanaan tugas kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan pengaturan perbankan saling terkait dan saling mendukung dalam pencapaian tujuan kestabilan nilai uang yang menjadi tujuan dan tanggung jawab bank sentral.

Berikut ini grafik perkembangan nilai tukar rupiah terhadap USD mulai tahun 1993-2011 adalah:

Grafik 1 Nilai tukar rupiah vs USD tahun 1993-2011. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap USD tahun 2012 sebesar Rp. 9.380,

per Desember tahun 2013 melemah sebesar Rp. 12.230. Untuk tahun 2014 bulan Juni – 7 Juli menunjukkan sebagai berikut:

Grafik 2 Nilai tukar rupiah vs USD per 27 juli – 27 juli 2014. Sumber: http://www.seputarforex.com/data/kurs_dollar_rupiah/

Pada grafik 2 di atas, menunjukkan bahwa rupiah semakin menguat ke level 11.700, demikian juga tanggal 8 Juli 2014 ke level 11.655. Hal ini disebabkan karena kondisi politik pemilihan presiden dan wakil presiden akan dilaksanakan tanggal 9 Juli 2014 serentak di seluruh Indonesia.

Kondisi rupiah yang selalu mengalami fluktuasi terhadap USD yang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal yang menuntut bagaimana peran Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan rupiah pasca lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peran inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahasnya dengan judul: “Peran Bank Indonesia Dalam Menjaga

Kestabilan Rupiah”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Peran Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah pasca lahirnya Otoritas Jasa Keuangan?

2. Kebijakan-kebijakan yang bagaimana untuk menstabilkan rupiah?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini sebagai berikut:

1. Berpartisipasi dalam lomba karya tulis ilmiah Bank Indonesia Campus Knowledge Competition (BI-CKC 2014) yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

2. Mendalami ilmu pengetahuan tentang tugas Bank Indonesia dalam menjaga `kestabilan rupiah.

3. Memberikan gambaran mengenai bagaimana kebijakan-kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah.

4. Memberikan kesimpulan dan saran tentang konsep kebijakan-kebijakan dalam menjaga kestabilan rupiah.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang bisa penulis peroleh dalam penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Mendapatkan pemahaman konseptual yang lebih mendalam mengenai peran

dan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah.

2. Menggambarkan sebuah karya mengenai kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah.

3. Memberikan informasi kepada para pembaca mengenai peran dan kebijakan-

kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah.

4. Sebagai referensi kepustakaan tentang peran dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Bank Indonesia

Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:

1. BI memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. BI dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.

2. BI memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.

3. BI memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. BI mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.

4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, BI dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, BI dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, BI dapat mengembangkan instrumen dan indikator makroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.

5. BI memiliki fungsi sebagai jaringan pengaman sistem keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional BI sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.

Misi, visi, nilai-nilai strategis, dan sasaran strategis BI, Kedudukan BI adalah:

Misi

Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.

Visi

Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.

Nilai-Nilai Strategis

Kompetensi - Integritas - Transparansi - Akuntabilitas - Kebersamaan (KITA - Kompak)

Sasaran Strategis

Untuk mewujudkan misi, visi dan nilai-nilai Strategis tersebut, BI menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :

1. Terpeliharanya Kestabilan Moneter

2. Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan

3. Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel

4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter

5. Memelihara SSK : (i) melalui efektifitas pengaturan dan pengawasan bank, surveillance sektor keuangan, dan manajemen krisis serta (ii) mendorong fungsi intermediasi

6. Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran

7. Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem informasi

8. Memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan kerangka hukum

9. Mengoptimalkan pencapaian dan manfaat inisiatif Bank Indonesia.

Kedudukan Bank Indonesia (BI)

Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Sebagai Lembaga Negara yang Independen

Babak baru dalam sejarah BI sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang- undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang BI, dinyatakan berlaku pada tanggal

17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

BI mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan BI juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

2.2 Peran Bank Indonesia Pasca Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan

Sesuai amanat Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, terhitung sejak 31 Desember 2013, mikroprudensial meliputi pengaturan dan pengawasan bank dilakukan OJK. Dengan demikian BI masih memiliki wewenang pengawasan soal prudensial makro seperti stabilisasi sistem keuangan. BI berperan menjaga kestabilan moneter dan pengendalian inflasi.

2.3 Sistem Keuangan

Sistem keuangan, yang terdiri dari otoritas keuangan, sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank pada dasarnya merupakan tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan. Fasilitas jasa keuangan tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan, termasuk pasar uang dan pasar modal.

Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar, ketentuan perundangan, peraturan-peraturan dan teknik-teknik dimana surat berharga diperdagangkan, tingkat bunga diterapkn, dan jasa-jasa keuangan (financial services) dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh dunia (Peter S Rose, edition 2000). Sistem keuangan memiliki fungsi-fungsi pokok yaitu fngsi tabungan (saving function), fungsi kekayaan (wealth function), fungsi likuidasi (liquidity function), fungsi kredit (credit function), fungsi pembayaran (payment function), fungsi risiko (risk function), dan fungsi kebijakan (policy function). Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian seiring dengan fungsinya untuk menyalurkan dana dari pihak-pihak yang mempunyai dana (surplus of funds) kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana (lack of funds). Apabila sistem keuangan tidak bekerja dengan baik maka perekonomian menjadi tidak efisien dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak tercapai.

Dalam sistem keuangan tersebut, keberadaan lembaga perbankan khususnya bank umum menjadi sangat penting bahkan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Oleh karena itu kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional sangat dipengaruhi oleh kestabilan dan kekuatan sistem keuangan. Hal ini dikarenakan fungsi yang dimiliki bank sebagai lembaga keuangan.

2.4 Kebijakan Makroprudensial

Kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan restrukturisasi sebagai kebijakan makro ekonomi yang diinginkan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat melalui perlindungan dan penjaminan dana pihak ketiga terutama juga untuk melindungi bank-bank sehat dan akibat penularan bank-bank yang sakit. Dengan sistem pembayaran akan kembali lancar sehingga aktivitas perekonomian dan perekonomian menuju recovery. (Heru Kurnianto Tjahyono). Program ini diawali dengan melakukan pembenahan sistem perbankan Indonesia dari bank- bank yang bermasalah. Bank-bank yang dinilai masih prospektif untuk diupayakan pemulihan kesehatannya (revitalisasi) dan dikembangkan.

Dibawah ini langkah-langkah penting yang ditempuh melalui skema restrukturisasi perbankan: (1) Mekanisme landasan hukum berupa undang-undang perbankan (UU No. 10 tahun 1998) sebagai perangkat yang akan menjamin legalitas upaya-upaya yang dilakukan melalui Restrukturisasi Perbankan. Dalam Undang-undang tersebut ditegaskan mengenai pemberian otoritas penuh terhadap BI dalam aspek regulasi dan supervisi. Selain itu peningkatan’share’ kepemilikan asing juga dimungkinkan. Bank-bank nasional melalui ketentuan baru tersebut juga diberikan ijin untuk beroperasi sebagai bank syariah (berdasarkan konsep bagi hasil), (2) Pengambilalihan aset-aset bermasalah dari bank dan menyerahkannya pada institusi khusus yang dibentuk untuk meningkatkan value dari aset tersebut, yaitu (Asset Management Unit). Upaya itu ditujukan untuk mengentaskan bank-bank dari masalah kualitas asset yang buruk karena NPL (Non Performing Liabilitas) bank-bank tersebut dikeluarkan dari neraca bank sehingga bank-bank tersebut tidak dihadapkan pada masalah kewajiban pembentukan cadangan, (3) Melakukan Corporate Restrukturing. Sebaik apapun upaya pemulihan kesehatan perbankan namun jika kondisi dunia usaha tidak ikut dibenahi maka upaya tersebut menjadi sia-sia. Hubungan antara sektor riil (dunia usaha dengan sektor perbankan) adalah ibarat telur dengan ayam. Sektor riil yang tidak produktif tidak dapat memanfaatkan lembaga bank sebagai intermediary institutional.

Oleh karena itu penataan kembali rules of games dalam dunia usaha harus menjadi agenda penting program restrukturisasi perbankan, (4) Implementasi program rekapitalisasi sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk meningkatkan sisi liabilities neraca bank melalui penambahan modal pada bank-bank bermasalah yang masih memiliki prospek yang cukup baik. Mengingat besarnya dukungan finansial yang harus ditanggung pemerintah, program ini hanya ditujukan pada bank-bank terpilih berdasarkan kriteria tertentu. Untuk itu sebelumnya dilakukan due diligence guna menyeleksi bank-bank yang bisa diikutsertakan dalam program tersebut. Secara teoritis, sesudah bank-bank tersebut disuntikan modal oleh pemerintah diharapkan bank-bank akan terhindar Oleh karena itu penataan kembali rules of games dalam dunia usaha harus menjadi agenda penting program restrukturisasi perbankan, (4) Implementasi program rekapitalisasi sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk meningkatkan sisi liabilities neraca bank melalui penambahan modal pada bank-bank bermasalah yang masih memiliki prospek yang cukup baik. Mengingat besarnya dukungan finansial yang harus ditanggung pemerintah, program ini hanya ditujukan pada bank-bank terpilih berdasarkan kriteria tertentu. Untuk itu sebelumnya dilakukan due diligence guna menyeleksi bank-bank yang bisa diikutsertakan dalam program tersebut. Secara teoritis, sesudah bank-bank tersebut disuntikan modal oleh pemerintah diharapkan bank-bank akan terhindar

a. Penyaluran kredit perbankan ke sektor yang tepat dan mendatangkan profit yang menjanjikan bagi perbankan.

b. Kebijakan tersebut memerhatikan faktor politik, hukum, dan sosial yang ikut dipengaruhi oleh sektor kebijakan ekonomi melalui naik turunnya suku bunga SBI.

c. Berorientasi kepada stabilitas sektor keuangan yang merata di sektor pemerintah, perbankan, dan masyarakat pengguna jasa keuangan.

d. Adanya rule yang dikomunikasikan di awal penerapan. Namun tetap membuka ruang untuk melakukan diskresi apabila terjadi shock dalam perekonomian.

e. Dimensi time-series, yaitu kebijakan makroprudensial ditujukan untuk menekan risiko terjadinya prosiklikalitas yang berlebihan dalam sistem keuangan. Dalam konteks ini kebijakan makroprudensial harus didesain sedemikian sehingga mampu menghilangkan atau paling tidak memitigasi prosiklikalitas. Prinsipnya adalah bagaimana mendorong institusi keuangan untuk mempersiapkan bantalan (buffer) yang cukup disaat perekonomian sedang baik, yaitu ketika ketidak seimbangan dalam sistem keuangan umumnya terjadi, dan bagaimana menggunakan bantalan tersebut.

f. Bersifat counter cyclical yang akan bersinergi dengan tujuan kebijakan makroprudensial untuk memperketat persyaratan modal dan likuidtas di saat perekonomian sedang melaju kencang (periode up swing) akan mendorong bank untuk mengurangi pertumbuhan kredit sehingga menjaga daya tahan bank kedepan disaat perekonomian memburuk. (Ramadani, DW dan Dedi Rahman, 2013).

2.5 Transmisi Kebijakan Moneter

Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu BI menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag). Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan BI melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variabel ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, BI dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, BI merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi. Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian. Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi. Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).

Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga. Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat. Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter.

2.6. Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar di Indonesia

Berikut ini gambaran perkembangan kebijakan sistem nilai tukar di Indonesia sebagai berikut:

1. Multiple Exchange System (Sistem Nilai Tukar Bertingkat)

Sistem ini dimulai sejak Oktober 1966 hingga Juli 1971. Penggunaan sistem ini dilakukan dalam rangka menghadapi berfluktuasinya nilai rupiah serta untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing yang hilang karena adanya inflasi dua digit selama periode tersebut.

2. Fixed Exchange Rate System (Sistem Nilai Tukar Tetap)

Sistem yang berlaku mulai Agustus 1971 hingga Oktober 1978 ini mengaitkan secara langsung nilai tukar rupiah dengan dollar Amerika Serikat yaitu tarif US$1 =Rp415,00. Pemberlakuan sistem ini dilandasi oleh kuatnya posisi neraca pembayaran pada kurun waktu 1971-1978. Neraca pembayaran tersebut kuat karena sektor migas mempunyai peran besar dalam penerimaan devisa ekspor yang didukung oleh peningkatan harga minyak mentah (masa keemasan minyak). Sistem nilai tukar tetap ( fixed exchange rate ) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing (Hendra Halwani, 2005). Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi Rp 250/US Dollar, sementara nilai tukar Rupiah terhadap mata Sistem yang berlaku mulai Agustus 1971 hingga Oktober 1978 ini mengaitkan secara langsung nilai tukar rupiah dengan dollar Amerika Serikat yaitu tarif US$1 =Rp415,00. Pemberlakuan sistem ini dilandasi oleh kuatnya posisi neraca pembayaran pada kurun waktu 1971-1978. Neraca pembayaran tersebut kuat karena sektor migas mempunyai peran besar dalam penerimaan devisa ekspor yang didukung oleh peningkatan harga minyak mentah (masa keemasan minyak). Sistem nilai tukar tetap ( fixed exchange rate ) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing (Hendra Halwani, 2005). Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi Rp 250/US Dollar, sementara nilai tukar Rupiah terhadap mata

ditetapkan, BI melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. Pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali yaitu yang pertama kali dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai tukar Rupiah ditetapkan kembali menjadi Rp 378/US Dollar. Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp 415/US Dollar dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp 625/US Dollar. Kebijakan devaluasi tersebut dilakukan karena nilai tukar Rupiah mengalami over valuated sehingga dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional.

3. Managed Floating Exchange Rate (Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali)

Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Sistem ini belaku sejak November 1978 sampai Agustus 1997. Pada masa ini nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan tetapi terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada periode ini telah terjadi tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983, dan September 1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik. Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, BI menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka BI melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005). Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.

4. Free Floating Exchange Rate System (Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas)

Nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position). Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan (Eric Yuliana, 2000).

Sistem ini diberlakukan sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang. Dalam sistem ini BI melakukan intervensi di pasar valuta asing karena semata-mata untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Awalnya, penerapan sistem nilai tukar mengambang ini menyebabkan terjadinya gejolak yang berlebihan (overshooting). Misalnya kurs pada tangga 14 Agustus melemah tajam menjadi Rp2.800 per dolar dari posisi Rp2.650 per dolar pada penutupan hari sebelumnya. Banyak faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah terus merosot, mulai dari aksi ambil untung (profit taking) oleh pelaku pasar, tingginya permintaan perusahaan domestik terhadap dolar untuk pembayaran hutang luar negeri yang jatuh tempo, memburuknya perkembangan perbankan nasional.

Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turmoil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, BI melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat. Dalam rangka menyelesaikan persoalan tersebut, pada bulan November 1997, International Monetary Fund (IMF) masuk ke Indonesia. Namun program pemulihan ekonomi yang dilakukan bersama-sama dengan IMF tidak dengan segera membuahkan hasil. Sampai akhir Desember 1997, nilai tukar rupiah ditutup pada kisaran Rp5.000 per dolar, tetapi pergerakan nilai tukar rupiah semakin tak terkendali hingga mencapai puncaknya pada 22 Januari 1998 dimana kurs mencapai Rp16.000 per dolar AS. Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, BI memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti

pasar. ( http://shootingstance.wordpress.com/2012/12/31/perkembangan-kebijakan- sistem-nilai-tukar-di-indonesia/ ).

mekanisme

2.7 Pengertian Kurs atau Valuta Asing (Valas)

Telah kita pahami bahwa uang, yang mencakup setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum, adalah merupakan alat yang sangat penting bagi setiap perekonomian modern yang menggantungkan diri pada spesialisasi dan pertukaran. Meskipun demikian, uang menjadi permasalahan yang harus dikendalikan secara ketat oleh pemerintah. Bila kita tinggal di Indonesia, kita menerima rupiah dan membayar dengan rupiah juga, bila anda membuka usaha di Anda membuka usaha di Amerika, anda meminjam uang dollas AS dan membayar gaji karaywan dengan uang dollas AS juga. Mata uang suatu negara diterima secara umum dalam batas negara tersebut, tetapi tidak akan selalu diterima oleh rumah tangga dan perusahaan di negara lain. Pengusaha angkutan umum di Jakarta akan menerima rupiah atas penjualan karcisnya dan bukan dollar AS, dan karyawan Amerika tidak akan menerima gaji mereka dengan rupiah, namun hanya menerima dollar AS.

Pengusaha Amerika akan menuntut pembayaran dengan dollar AS untuk hasil penjualan barang-barang mereka. Mereka memerlukan dollar AS untuk menggaji karyawan, membeli bahan baku dan menginvestasikan kembali atau membagi keuntungannya. Tidak akan ada masalah seandainya mereka menjual barangnya kepada konsumen Amerika, akan tetapi jika mereka menjual barang- barangnya ke Indonesia, orang Indonesia harus menukarkan rupiah dengan dollar AS agar bisa membayar barang-barang tersebut, atau pengusaha Amerika tersebut harus menerima rupiah. Pengusaha ini menerima rupiah hanya jika mereka bisa menukarkan rupiahnya dengan dollar AS yang mereka inginkan. Hal yang sama juga berlaku bagi setiap pengusaha di semua negara. Mereka akhirnya harus menerima pembayaran atas barang-barang mereka yang dijual, dengan mata uang dari negara mereka sendiri. Pada umumnya, perdagangan negara hanya dapat berlangsung jika dimungkinkan menukar mata uang satu negara menjadi mata uang negara lain. Dapat dilakukan dengan berbagai cara meskipun pada hakikatnya hanya menyangkut pertukaran mata uang dan membutuhkan jenis mata uang lainnya.

Sehingga dapat disumpulkan bahwa pembayaran internasional yang memerlukan pertukaran mata uang satu negara dengan negara lain merupakan proses valuta asing. Valuta asing atau sering disebut kurs (exchange rate) adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. (Mankiw, 2000). Kurs sering pula dikatakan valas ataupun nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai dibandingkan dengan mata uang lainnya.

Total valas yang dimiliki pemerintah dan swasta dari suatu negara yang pada umumnya disebut juga sebagai cadangan devisa negara tersebut yang dapat diketahui dari posisi Balance of Payment (BOP) atau neraca pembayaran internasionalnya. Makin banyak valas atau devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara maka berarti makin besar kemampun negara tersebut Total valas yang dimiliki pemerintah dan swasta dari suatu negara yang pada umumnya disebut juga sebagai cadangan devisa negara tersebut yang dapat diketahui dari posisi Balance of Payment (BOP) atau neraca pembayaran internasionalnya. Makin banyak valas atau devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara maka berarti makin besar kemampun negara tersebut

2.8 Hubungan Inflasi, Suku Bunga, Nilai Impor dan Jumlah Uang Beredar dengan Kurs

2.8.1 Hubungan Inflasi dengan Kurs

Nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal menunjukkan harga relatif mata uang dari dua negara, sedangkan nilai tukar riil menunjukkan tingkat ukuran (rate) suatu barang dapat diperdagangan antar negara. Jika nilai tukar riil tinggi berarti harga produk luar negeri relatif mahal. Prosentase perubahan nilai tukar nominal sama dengan prosentase perubahan nilai tukar riil ditambah perbedaan inflasi antara inflasi luar negeri dengan inflasi domestik (prosentase perubahan harga inflasi). Jika suatu negara luar negeri lebih tinggi inflasinya dibandingkan domestik (Indonesia) maka rupiah akan ditukarkan dengan lebih banyak valuta asing. Jika inflasi meningkat untuk membeli valuta asing yang sama jumlahnya harus ditukar dengan rupiah yang makin banyak atau depresiasi rupiah (Herlambang, dkk, 2001:282 dalam Triyono, 2008:156-167).

2.8.2 Hubungan Suku Bunga dengan Kurs

Kebijakan yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran stabilitas harga atau pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter). Salah satu jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar, berpendapat bahwa dengan pengetatan moneter yang mendorong peningkatan suku bunga akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena adanya pemasukan modal dari luar negeri (Arifin, 1998:4 dalam Triyono, 2008:156-167).

2.8.3 Hubungan Nilai Impor dengan Kurs

Di dalam pasar bebas perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Bahwa valuta asing diperlukan guna melakukan transaksi pembayaran ke luar negeri (impor). Makin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin besar kemampuan untuk impor makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung meningkat dan harga mata uang sendiri turun. Demikian juga inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun kemudian akan menyebabkan valuta asing naik. (Nopirin, 1997:148 dalam Triyono, 2008:156-167).

2.8.4 Hubungan Jumlah Uang Beredar dengan Kurs

Bahwa peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang yang beredera maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang yang beredar akan mengakibatkan Bahwa peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang yang beredera maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang yang beredar akan mengakibatkan

2.9 Mekanisme Transaksi Kurs (Valuta Asing) Istilah valuta asing mengacu pada mata uang asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti depostio bank atau surat sanggup bayar yang diperdagangkan. Nilai tukar valuta asing adalah harga dimana harga dimana pembelian dan penjualan valuta asing berlangsung, nila tukar merupakan jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Sebagi contoh, bila seseorang harus menyerahkan Rp. 2.000 untuk memperoleh $1, ini berarti bahwa nilai tukarnya adalah 2.000.

Kenaikan harga valuta asing (atau kenaikan nilai tukar) disebut depresiasi atau mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal, ini berarti nilai relative mata uang dalam negeri merosot. Turunnya harga valuta asing (atau turunnya nila tukar) disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih murah, ini berarti nilai relative mata uang dalam negeri meningkat. Misalnya, bila nilai dollar AS terhadap rupiah naik dari Rp. 2.000 menjadi Rp.2.500 (dengan kata lain, nilai rupiah terhadap dollar AS merosot), dikatakan bahwa rupiah mengalami depresiasi dan dollar AS terapresiasi.

Mekanisme transaksi valuta asing berlangsung dengan berbagai cara. Salah satunya kita misalkan seorang pengusaha Indonesia ingin membeli seperangkat computer Amerika untuk dijual di Indonesia. Pengusah Amerika yang membuat computer tersebut meminta pembayaran dalam bentuk mata uang dollar AS. Bila perangkat computer tersebut dihargai $30.000, si pengusaha Indonesia akan pergi ke banknya membeli selembar cek senilai $30.000, dan akan mengirim cek tersebut ke penjual Amerika. Kita misalkan, bahwa untuk ini diperlukan uang sebesar Rp. 50.000.000. (Nilai tukar dalam transaksi ini adlaah $1 = Rp.1.666,67, atau Rp. 1 = $0,0006). Perusahaan Amerika tadi kemudian menyimpan ceknya di bank. Sekarang, misalnya dalam waktu yang bersamaan pengusaha Amerika ingin membeli 10 set kursi rotan Indonesia untuk dijual di Amerika. Bila satu set kursi rotan ini berharga Rp. 5.000.000, pengusaha Indonesia ini harus menerima rupiah sebesar Rp.50.000.000. Untuk importir Amerika tadi pergi ke banknya, menulis cek atas rekeningnya sebesar $30.000 dan menerima cek yang ditarik dari bank komersial di Indonesia sebesar Rp. 50.000.000. Cek ini kemudian dikirimkan ke Indonesia dan disimpan di bank yang ada dalam di Indonesia.

Kedua transaksi tersebut saling meniadakan, dan tidak ada perubahan netto sama sekali dalam rekening pasiva internasional. Tidak ada uang yang harus melewati bank-bank Amerika dan Indonesia masing-masing bank hanya Kedua transaksi tersebut saling meniadakan, dan tidak ada perubahan netto sama sekali dalam rekening pasiva internasional. Tidak ada uang yang harus melewati bank-bank Amerika dan Indonesia masing-masing bank hanya

BAB III METODE PENULISAN

3.1 Jenis Data

Penulisan karya tulis ini, penulis membutuhkan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk menjaga kestabilan harga seperti visi, misi, nilai-nilai strategis, sasaran strategis, peran BI, sistem keuangan, kebijakan makroprudensial, dan perkembangan sistem kebijakan nilai tukar di Indonesia, sedangkan data kuantitatif berupa perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan data sekunder berupa kepustakaan yang berasal dari literatur keilmuan, makalah, jurnal penelitian, data- data yang berasal website http://www.bi.go.id, kurs terhadap dollar AS terkini dan artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah kebijakan-kebijakan untuk menstabilkan rupiah.

3.3 Metode Analisis Data

Penulis menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif. Hal ini dilakukan untuk memahami secara lebih mendalam tentang kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh BI untuk menjaga kestabilan rupiah.

3.4 Kerangka Pikir

Untuk memahami pembahasan karya tulis ilmiah: “Peran BI Dalam Menjaga Kestabilkan Rupiah”, maka penulis membangun alur kerangka pikir berikut ini:

Bank Indonesia

Visi dan Misi

Peran Bank Indonesia

Kebijakan Menjaga Stabilitas Rupiah

Perbaikan Neraca Transaksi Berjalan Menjaga Nilai Tukar Rupiah dan Pemberian Insentif Menjaga Daya Beli Masyarakat Menjaga Tingkat Inflasi

Gambar 1 Kerangka pikir Peran BI dalam menjaga kestabilkan rupiah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Peran Bank Indonesia Pasca Lahirnya Otoritas Jasa keuangan