114
4.1.1. Gaya Kepemimpinan Kerja Tinggi dan Kekompakan Tinggi.
Gaya kepemimpinan pertama yang akan dibahas adalah gaya kepemimpinan yang berorentasi kepada relasi dan tugas terutama berkaitan dengan suasana organisasi dan dalam pengambilan
keputusan. Dari keempat gaya kepemimpinan yang dikembangkan dari dua dimensi tugas kepemimpinan yakni kepemimpinan yang berorentasi pada tugas
task oriented
dan kepemimpinan yang berorentasi pada manusia
human relationship oriented
, ditemukan kedua subjek memiliki gaya kepemimpinan kerja tinggi dan kekompakan tinggi.
Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan kerja tinggi dan kekompakan tinggi, dapat menjaga kerja dan kekompakan kepemimpinan tinggi, cocok dipergunakan untuk membentuk
kelompok. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin menjadi model untuk kelompok dengan menunjukan perilaku yang membuat kelompok efektif dan puas.
Kinerja yang tinggi dapat terlihat dari keberadaan berbagai unit pendukung pelayanan yang dimiliki oleh kedua gereja. Terutama dalam kasus 1 satu, dari hasil observasi ditemukan
adanya banyak unit pendukung pelayanan. Unit-unit pendukung yang dimiliki antara lain: adanya sekolah, hotel, koperasi, yayasan, poliklinik, radio, dll. Keberadaan unit-unit pendukung
tersebut menjadi bukti adanya kinerja yang tinggi yang diperlihatkan oleh subjek sebagai pemimpin dan menjadi penekanan dalam proses kepemimpinan untuk mencapai semua hal
tersebut. Kedua subjek pun selalu mendorong rekan-rekan pelayanannya untuk memberikan pelayanan atau pun menunjukan kinerja terbaik yang dapat dilakukan. Penekanan pada gaya
kepemimpinan dengan kinerja yang tinggi yang ditunjukan dalam kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa,diyakini merupakan hasil dari pengaruh kultur sebagai seorang etnis
Tionghoa. Kedua subjek dibesarkan dalam keluarga yang menekankan sistem nilai seperti kerja
115 keras, ulet dalam bekerja dll. Sehingga hal tersebut mendorong kedua subjek dalam
kepemimpinan menerapakan sistem nilai tersebut. Dari data yang diperoleh melalui wawancara maupun observasi berkaitan dengan gaya
kepemimpinan yang menekankan kepada tugaskinerja dan relasikekompakan, maka ditemukan bahwa selain tidak mengabaikan upaya untuk membangun kinerja yang tinggi, subjek dalam
kasus 2 dua sebagai pemimpin juga menekankan adanya relasikekompakan yang tinggi. Data yang ditemukan melalui wawancara berkaitan dengan gaya kepemimpian terungkap
bahwa Pdt. Gideon Rusli subjek 2 adalah pemimpin yang memberikan penekanan lebih pada relasi relasikekompakan tinggi. Baginya kinerja memang juga merupakan bagian yang penting
namun hal-hal yang berkaitan dengan kinerja dapat dibangun kemudian. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa untuk mencapai kinerja yang baik maka harus terlebih dahulu didasari
dengan relasi yang baik. Dengan relasi yang dibangun, dalam hal ini relasi seperti sebuah keluarga maka menurutnya akan mampu menggerakan atau mengarahkan orang lain terutama
orang-orang yang dipimpinnya untuk dengan mudah dapat memiliki kinerja yang tinggi. Jadi upaya menciptakan relasikekompakan yang tinggi oleh subjek adalah bagian dari upaya untuk
membangun kinerja yang berkualitas kinerja tinggi. Relasi yang berusaha dibangun oleh subjek adalah hubungan atau relasi yang didasari pada
sebuah nilai bahwa semua yang ada dalam gereja ini adalah keluarga. Maka secara otomatis hubungan yang tercipta dalam jemaat, seperti hubungan atau relasi sebagaimana dalam konteks
keluarga. Sebagai keluarga, ia berperan sebagai bapak dan jemaat adalah anak-anaknya. Hal tersebut juga diterapkannya dengan rekan-rekan pelayanannya. Subjek mengaku bahwa mereka
sebagai satu tim berjuang bersama-sama sebagai sebuah keluarga. Jadi sejauh ini relasi yang terus dibangun adalah relasi seperti keluarga. Jadi gaya kepemimpinan yang ditunjukan subjek
116 pada kasus 2 dua adalah gaya kepemimpinan dengan relasikekompakan tinggi dan juga
menekankan kinerja yang tinggi pula. Hal yang serupa juga ditunjukan dalam kasus 1 satu. Subjek 1 memahami bahwa
kenerja yang tinggi harus didahului dengan relasi yang baik. Walaupun penekanan subjek terhadap orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat bekerja dan melayani dengan maksimal,
namun ia tidak mengabaikan upaya untuk terus menjalin hubunganrelasi dengan orang-orang yan dipimpinnya. Terutama para Pendeta Muda yang telah subjek kader untuk meneruskan
kepemimpinannya untuk waktu kedepan. Dari hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa Pdt. Bambang Hengky dinilai
bukan pemimpin yang sama sekali tidak perduli dalam hal membangun relasi dengan jemaat dan rekan-rekan pelayanannya. Pdt. Bambang Hengky selalu menyediakan waktu diantara
kesibukannya untuk tetap hadir dalam ibadah-ibadah Komsel,
Family Altar
setiap minggunya. Subjek secara bergiliran hadir dalam kelompok-kelompok persekutuan sel dan membangun
hubungan atau relasi dengan jemaat. Walaupun sebenarnya untuk mengingat dan dekat dengan semua jemaat melalui kunjung satu demi satu adalah hal yang menurutnya tidak mungkin karena
jumlah jemaat yang mencapai ribuan jiwa. Untuk itulah ia sering mendelegasikan tugas kepada rekan-rekan pelayannya, tim kunjungan dan para Pendeta Muda lainnya. Selain itu, ia selalu
bersedia untuk ditemui jika ada jemaat atau rekan pelayanan yang datang langsung kepadanya untuk berkomunikasi.
Adanya relasikekompakan yang tinggi, yang juga ditunjukan oleh kedua subjek, merupakan bagian pengaruh dari karakter yang dimiliki kedua subjek sebagai pemimpin. Kedua subjek
dikenal sebagai pribadi yang “welcome” dan terbuka. Selain itu bagian lain yang dapat menjadi faktor yang menghasilkan gaya kepemimpinan dengan kekompakanrelasi yang tinggi yaitu
117 corak gereja-gereja aliran Pentakosta yang juga menyukai adanya persekutuan
fellowship
dalam kehidupan berjemaat.
4.1.2. Gaya Kepemimpinan Demokratis