117 corak gereja-gereja aliran Pentakosta yang juga menyukai adanya persekutuan
fellowship
dalam kehidupan berjemaat.
4.1.2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Berdasarkan data yang tersaji berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan, yang diperoleh dari teknik observasi dan wawancara mendalam maka terungkap juga bahwa gaya atau tipe
kepemimpinan yang ditunjukan oleh kedua subjek sebagai pemimpin adalah gaya atau tipe kepemimpinan demokratis. Temuan ini tidak sejalan dengan penjelasan yang telah dilansir
sebelumnya bahwa dalam gereja-gereja aliran pentakosta, peran pemimpin sangat dominan dan cenderung individual dalam pengambilan kebijakan dan keputusan dalam gereja.
Dalam struktur kepemimpinan gereja-gereja aliran Pentakosta menempatkan Pendeta Gembala Jemaat sebagai posisi atau kedudukanjabatan teratas yang kemudian memberikan
ruang yang besar dan cenderung bebas kepada Gembala jemaat dalam menentukan berbagai kebijakan dalam gereja. Hal ini tidak dipisahkan dari sejarahnya. Sebagai gerakan yang bersifat
revival, pemimpin gereja aliran pentakosta mendapat wewenang sebagai pemimpin dari kharisma yang dimiliki seseorang. Hal tersebut memungkinkan munculnya sikap individual dan
dominasi dari pemimpin yang cenderung berlebihan. Namun sikap yang cenderung individual dan otoriter serta dominasi yang berlebihan dari pemimpin tidak diperlihatkan dan ditunjukan
oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa dalam kepemimpinan mereka. Keduanya justru menunjukan gaya atau tipe kepemimpinan demokratis. Gaya kepemimpinan
demokratis adalah gaya kepemimpinan yang menempatkan manusia sebagai faktor terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan
dengan anggota organisasi. Filsafat demokratis yang mendasari pandangan gaya kepemimpinan
118 demokratis ini adalah pengakuan dan penerimaan bahwa manusia merupakan makhluk yang
memiliki hatkat dan martabat yang mulia dengan hak asasi yang sama. Nilai-nilai demokratis dalam kepemimpinan tampak dari kebijakan pemimpin yang
orientasinya pada hubungan manusiawi, berupa pengakuan yang sama dan tidak membeda- bedakan anggota organisasi atas dasar warna kulit, ras, kebangsaan, agama, status sosial
ekonomi, dan lain-lain. Pengimplementasian nilai-nilai demokratis di dalam kepemimpinan dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota organsasi untuk
berpartisipasi dalam setiap kegiatan sesuai dengan posisi dan wewenang masing-masing. Dalam kasus 1, subjek sebagai pemimpin menunjukan tipe pemimpin yang cenderung
terbuka dalam menerima masukan atau pendapat orang-orang yang dipimpinnya. Ia selalu memberikan kesempatan untuk orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat mengeluarkan
pendapat atau usulan serta memberikan ide-ide yang membangun. Ia mendorong orang-orang yang ia pimpin untuk mampu dan mau berinsiatif. Lebih dari itu ia memiliki kerinduan semua
jemaat harus terlibat dan bukan menjadi penonton. Jika dalam proses itu, ingin bertanya maka subjek kapan saja menyediakan waktu untuk bisa ditemuai. Selain itu subjek tidak jarang
memberikan kepercayaan kepada rekan-rekan pelayanannya yang lain, untuk dapat memutuskan sesuatu
Sedangkan dalam kasus 2 dua, dari hasil data yang diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara kepada informan kunci, berkaitan dengan tipe kepemimpinan yang diterapkan
ditemukan bahwa subjek sebagai pemimpin mengaku terhadap rekan-rekan pelayanannya, selalu bersikap “open”. Terhadap rekan-rekan pelayanannya, ia memberikan kesempatan dan ruang
yang sebesar-besarnya untuk dapat berpendapat. Dalam rapat atau pertemuan-pertemauan yang sering dilaksanakan dia memberikan kesempatan kepada orang yang dipimpinnya untuk dapat
119 memunculkan ide-ide, dan selalu mengijinkan orang-orang untuk berbeda pendapat. Dalam hal
mengambil kebijakan juga diperlakukan hal yang sama . Dalam kepemimpinannya ia berusaha untuk selalu kerja sebagai satu tim. Sebagai wujudnya, ia sebagai pemimpin menyukai adakan
pertemuan, untuk dapat mendengarkan dan membicarakan ide-ide dari rekan-rekan pelayananya yang lain.
Berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan dari Pdt. Gideon Rusli ditemukan dari hasil wawancara dengan informan pendukung yang adalah salah satu staff di bagian multimedia,
bahwa Pdt. Gideon Rusli adalah tipe pemimpin yang memberikan kesempatan kepada patner pelayanannya untuk dapat melakukan yang bisa dilakukan dengan talenta dan kemampuan yang
dimiliki. Sebagai patner pelayanan Pdt, Gideon Rusli, ia menilai bahwa Pdt. Gideon adalah pemimpin yang mau memberikan kesempatan dan ruang yang lebih kepada orang-orang yang
dipimpinnya untuk dapat berkreativitas dengan kemampuan dan talenta yang dimiliki. Yang ia rasakan selama bekerja sama dengan Pdt. Gideon Rusli adalah ia dapat berkembang lebih baik
dalam hal talenta yang dimiliki. Pdt. Gideon Rusli sebagai pemimpin selalu mendorong orang- orang yang dipimpinnya, termasuk sdr. Maikel untuk dapat melakukan segala sesuatu dengan
terbaik. Sebagai pemimpin ia selalu memberikan masukan kepada patner-patner pelayanannya. Pemimpin yang sering juga memberikan apresiasi kepada apa yang telah dikerjakan dengan
maksimal oleh orang-orang yang dipimpinnya. Hal tersebut sejalan dengan keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan saudari
Yunita, yang juga adalah salah satu staff di Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga. Ia juga menilai Pdt. Gideon Rusli adalah pemimpin yang selalu memberikan tantangan dan kesempatan
untuk rekan-rekan kerja dan pelayanannya untuk melakukan apa yang bisa dilakukan untuk kemajuan pelayanan. Selain itu juga, Pdt. Gideon Rusli adalah
sosok yang selalu “
welcome
” dan
120 “
open
” dengan berbagai pendapat atau usulan dari orang lain. Selama pendapat yang diberikan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Firman Tuhan, maka ia akan mendengarkan dan
mempertimbangkan. Gambaran yang berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan yang ditunjukan oleh kedua
subjek tersebut menurut penjelasan Nawawi dan Hadari merupakan tipe pemimpin yang demokratis. Gaya atau tipe kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang diwujudkan
dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi tersebut disesuaikan dengan posisi masing-
masing, disamping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota. Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap
kelompokorganisasi.Lebih lanjut dijelaskan bahwa tipe kepemimpinan demokratis adalah tipe kepemimpinan yang menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang
memiliki kepribadian dengan berbagai aspek, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minatperhatian, kreativitas, insiatif dan lain-lain yang
berbeda-beda antara yang satu dengan lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar
1
. Kepemimpinan gaya atau tipe ini dalam mengambil keputusan-keputusan sangat
mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing- masing. Pemimpin dengan tipe demokratis menaruh perhatian penuh pada gagasan anggota
kelompok. Dengan demikian akan selalu terjadi pertemuan gagasan, yang dapat menghasilkan keputusan terbaik untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukan oleh kedua subjek dalam memimpin,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan data yan diperoleh. Sehingga yang terjadi adalah orang-orang- yang dipimpinnya dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan
1
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan yang…., 100-102.
121 sebagai kegiatan yang dipaksaka, justru sebaliknya semua terdorong untuk mensukseskannya
sebagai tanggung jawab bersama
2
. Pendapat lain yang sejalan dengan hasil temuan, dijelaskan oleh Siagian. Ia menejelaskan
bahwa seorang pemimpin yang demokratis akan dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan organisasional. Perilakunya mendorong orang-orang yang
dipimpinnya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik orang lain, terutama
orang-orang yang dipimpinnya. Bahkan seorang pemimpin yang demokratis tidak akan takut membiarkan para bahwahannya berprakarsa meskipun ada kemungkinan prakarsa itu akan
berakibat pada kesalahan Jika terjadi kesalahan, pemimpin yang demokratis berada di samping orang-orang yang dipimpinnya yang berbuat kesalahan itu bukan untuk menindak atau
menghukumnya, melainkan meluruskannya sedemikian rupa sehingga orang-orang yang dipimpinnya tersebut belajar dari kesalahannya itu dan dengan demikian menjadi anggota
organisasi yang lebih bertanggung jawab
3
. Hal ini sesuai dengan hasil temuan yang memperlihatkan bahwa kedua subjek sebagai pemimpin dengan tipe demokratis sangat dihormati
dan disegani oleh orang-orang dipimpinnya.
4.1.3. Gaya kepemimpinan Situasional