Pengolahan Citra TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Pengolahan Citra

Digital Pengolahan citra digital merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas citra peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra, transformasi citra rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik, melakukan pemilihan fitur citra feature image yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek maupun pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data dan waktu proses data. Input pengolahan citra digital adalah citra, sedangkan outputnya adalah citra hasil pengolahan ataupun berupa atribut-atribut. Gonzalez dan Woods 2002 menjabarkan tahap-tahap pengolahan citra seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. Berdasarkan diagram pada Gambar 2.2, bukan berarti semua proses harus dilakukan di dalam setiap pengolahan citra, namun tergantung pada tujuan pengolahan. Diagram tersebut juga tidak menyatakan urutan proses yang dilakukan. Diagram dimaksudkan untuk menyampaikan ide dari semua metodologi yang dapat diterapkan pada pengolahan citra untuk tujuan yang berbeda. Gambar 2.2 Tahap-tahap Dasar Pengolahan Citra Digital Sumber: Gonzalez dan Woods, 2002 Image acquisition Image enhancement Image restoration Color image processing Wavelet and multiresolution processing Compression Morphological processing Segmentation Representation description Object recognition Knowledge base Problem domain Universita Sumatera Utara Tahap-tahap dasar pengolahan citra digital meliputi: 1. Akuisisi citra image acquisition Akuisisi citra merupakan tahap awal untuk memperoleh citra digital. Tujuan akuisisi citra adalah untuk menentukan data yang diperlukan dan memilih metode perekaman citra digital. Tahap ini dimulai dari persiapan objek, persiapan peralatan, sampai pada proses pencitraan. Pencitraan adalah kegiatan transformasi dari citra tampak foto, gambar, lukisan, patung, pemandangan, dan lain-lain menjadi citra digital. Beberapa alat yang digunakan untuk pencitraan adalah kamera video, kamera digital, konverter analog ke digital, scanner, Photo sinar-x sinar infra merah. Umumnya. tahap akuisisi citra melibatkan praproses preprocessing, misalnya pengaturan skala. 2. Peningkatan kualitas citra image enhancement Peningkatan kualitas citra dilakukan dengan memanipulasi parameter-parameter citra. Ide dasarnya adalah untuk menonjolkan detil-detil atau ciri-ciri khusus yang terkandung pada suatu citra. Operasi-operasi yang dilakukan meliputi a. peningkatan kualitas citra kontras, kecerahan b. peningkatan tepi edge enhancement c. penajaman sharpening 3. Pemugaran citra image restoration Tujuan dari pemugaran citra adalah meningkatkan penampilan dari suatu citra, namun tidak seperti peningkatan kualitas citra yang secara subjektif. Pemugaran citra bersifat objektif, dalam arti bahwa teknik restorasi cenderung didasarkan pada matematis atau probabilistik degradasi citra. Peningkatan citra didasarkan pada preferensi subjektif manusia tentang apa yang disebut “baik” terhadap peningkatan hasil. Contoh-contoh operasi pemugaran citra adalah: a. penghilangan kesamaran deblurring b. penapisan derau noise filtering. 4. Pengolahan warna citra color image processing. Secara umum pengolahan warna citra digunakan untuk mempermudah ekstraksi fitur dari suatu citra. Dalam pengolahan warna citra terdapat beberapa konsep mendasar pengolahan warna dan ruang warna yang dapat digunakan. Contoh- contoh operasi pengolahan warna citra adalah: Universita Sumatera Utara a. konversi ruang warna citra untuk memenuhi kapasitas perangkat tampilan display device b. media pemberian warna semu pseudocoloring. 5. Wavelet dan pengolahan multiresolusi wavelets and multiresolution processing. Wavelet merupakan dasar untuk mewakili citra dalam berbagai tingkat resolusi. Secara khusus, wavelet sangat mendukung untuk proses kompresi data citra. 6. Kompresi compression Kompresi berhubungan dengan teknik untuk mengurangi kapasitas penyimpanan maupun bandwidth yang diperlukan untuk mengirimkan citra ke tempat lain. 7. Pengolahan morfologi morphological processing Pengolahan morfologi bertujuan untuk menggali besaran-besaran komponen citra yang berguna untuk mendeskripsikan objek-objek yang terdapat di dalam sebuah citra. Proses segmentasi kadangkala diperlukan dalam proses ini. Contoh-contoh operasi pengolahan morfologi adalah: a. pendeteksian tepi edge detection b. ekstraksi batas boundary extraction c. ekstraksi fitur feature extraction d. analisis citra image analysis e. rekonstruksi citra image reconstruction 8. Segmentasi segmentation Operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam bagian-bagian penyusunnya dengan menggunakan suatu kriteria tertentu. Operasi segmentasi berkaitan erat dengan pengenalan pola. Dalam operasi segmentasi, sebuah citra dipartisi menjadi bagian-bagian pokok yang mengandung informasi penting. Secara umum, segmentasi otomatis merupakan pekerjaan yang paling sulit dilakukan di dalam pengolahan citra. Misalnya, memisahkan suatu objek dari latar-belakangnya. 9. Representasi dan deskripsi representation and description Representasi dan deskripsi biasanya mengikuti output dari tahap segmentasi yang merumuskan bentuk data yang cocok untuk pemrosesan komputer. Dalam proses ini harus ditetapkan apakah data merepresentasikan batas suatu wilayah, atau karakteristik lainnya seperti sudut, fitur atau atribut-atribut lainnya. Tahap Universita Sumatera Utara representasi dan deskripsi ini bertujuan untuk mengubah data mentah menjadi bentuk yang sesuai untuk pengolahan komputer. 10. Pengenalan objek object recognition Pengenalan objek adalah proses untuk menyimpulkan kandungan dari suatu citra dan memberikan label objek misalnya, “kenderaan”. Pengenalan objek juga memberi arti atau makna kepada kelompok objek-objek yang dikenali. Selanjutnya output dari tahap ini diperlukan dalam komputer visi vision computer. 11. Basis pengetahuan knowledge base. Basis pengetahuan merupakan database pengetahuan yang berguna untuk memandu operasi dari masing-masing tahap proses dan mengendalikan interaksi antara tahap-tahap proses tersebut. Basis pengetahuan juga berfungsi sebagai referensi pada proses pencocokan template template matching atau pengenalan pola. 2.4.1 Ruang warna color space Warna yang diterima oleh mata dari sebuah objek ditentukan oleh warna cahaya yang dipantulkan oleh objek tersebut. Sebagai contoh, suatu objek berwarna hijau karena objek tersebut memantulkan sinar hijau dengan panjang gelombang 450 sampai 490 nanometer nm. Kedudukan dan panjang gelombang cahaya tampak diperlihatkan pada Gambar 2.3 Bovik, 2009. Bovik 2009 menyampaikan bahwa munculnya suatu warna dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengolahan citra tergantung pada 3 faktor yaitu: 1. Sifat pantulan spektrum spectral reflectance dari suatu permukaan. Sifat ini menentukan bagaimana suatu permukaan memantulkan gelombang cahaya sehingga menampakkan suatu warna. 2. Kandungan spektrum spectral content dari cahaya yang menyinari permukaan. Pada dasarnya suatu gelombang cahaya, mengandung berbagai warna. 3. Respon spektrum spectral response dari sensor yang terdapat pada peralatan sistem visual. Respon spektrum akan menentukan kepekaan mata pada sistem visual manusia atau kepekaan kamera pada sistem visual buatan. Universita Sumatera Utara Sinar Kosmis Sinar Gamma Sinar X UV Cahaya Tampak Infra Merah Gelombang Mikro TV Radio Tenaga Listrik Ultra Violet Cahaya Tampak Infra Merah 300 400 500 600 700 1000 1500 Panjang gelombang nm Gambar 2.3 Kedudukan dan Panjang Gelombang dari Cahaya Tampak Sumber: Bovik. A. 2009 Cahaya matahari yang terlihat berwarna putih oleh mata manusia, sebenarnya terdiri dari beberapa gelombang cahaya tampak. Bila cahaya matahari dilewatkan pada sebuah prisma yang terbuat dari kaca tembus cahaya maka akan terjadi pemisahan gelombang sesuai dengan panjangnya masing-masing. Cahaya yang meninggalkan prisma akan terurai menjadi warna ungu, biru, hijau, kuning, jingga dan merah. Gonzales et al 2004 menyampaikan beberapa model warna yang dikenal di dalam pengolahan citra, yakni NTSC, YIQ, RGB, YCbCr, HSV, CMY, CMYK, HSI. Ruang warna NTSC digunakan dalam Televisi. Keuntungan format ini adalah informasi tingkat keabuan dipisahkan dari data warna, sehingga sinyal yang sama dapat digunakan untuk televisi monokrom dan berwarna. Dalam format NTSC, data citra terdiri dari tiga komponen yakni luminance Y, hue I dan saturation Q. Model warna RGB digunakan pada monitor yang terdiri dari warna merah red, hijau green dan biru blue. Ketiga warna ini disebut sebagai warna primer. Komponen YIQ dapat diperoleh dari komponen RGB dengan menggunakan transformasi pada Persamaan 2.1. Sebaliknya komponen RGB dapat diperoleh dari komponen YIQ dengan menggunakan transformasi pada Persamaan 2.2. Gonzalez et al, 2004.                     − − − =           B G R Q I Y 321 , 523 , 211 , 322 , 274 , 596 , 114 , 587 , 299 , 2.1                     − − − =           Q I Y B G R 703 , 1 106 , 1 000 , 1 647 , 272 , 000 , 1 621 , 956 , 000 , 1 2.2 Universita Sumatera Utara Ruang warna YCbCr digunakan secara luas di dalam video digital. Dalam format ini, informasi luminance direpresentasikan dengan komponen Y dan informasi warna disimpan sebagai komponen color-difference, Cb dan Cr. Komponen Cb merupakan perbedaan antara komponen biru dengan sebuah nilai referensi. Komponen Cr merupakan perbedaan komponen merah dengan sebuah nilai referensi. Transformasi RGB ke YCbCr dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.3 Gonzalez et al, 2004.                     − − − − +           =           B G R C C Y r b 214 , 18 786 , 93 000 , 112 000 . 112 203 , 74 797 , 37 966 , 24 553 , 128 481 , 65 128 128 16 2.3 Ruang warna HSI hue, saturation, intensity merupakan ruang warna yang komponen-komponennya berkontribusi langsung pada persepsi visual manusia. Representasi ruang warna HSI diperlihatkan pada Gambar 2.4. Hue adalah atribut yang menyatakan kemurnian warna misalnya murni merah, hijau atau kuning dengan cara menentukan tingkat kemerahan, kehijauan, atau kekuningan. Saturation memberikan ukuran sejauh mana warna murni diencerkan dengan cahaya putih atau persentase warna putih yang ditambahkan ke warna murni. Intensity menggambarkan sensasi warna yang dirasakan atau menyatakan tingkat keabuan. Ruang warna HSI cukup ideal digunakan untuk mengembangkan algoritma pengolahan citra berdasarkan deskripsi warna. Transformasi RGB menjadi HSI dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.4 sampai 2.7 Gonzalez et al, 2004 dan Russ, 2011. Universita Sumatera Utara Gambar 2.4 Representasi Ruang Warna HSI Hue, Saturation, Intensity Sumber: Russ, 2011 Tingkat keabuan ditentukan sepanjang pusat sumbu. Jarak dari pusat sumbu menyatakan saturation, sementara sudut menyatakan nilai hue.    − ≤ = G B G B H , 360 , θ θ 2.4 ] [ 2 1 cos 2 1 B G B R G R B R G R − − + − − + − = − θ 2.5 ] , , [min 3 1 B G R B G R S + + − = 2.6 3 1 B G R I + + = 2.7 Dimana, H menyatakan nilai hue, S menyatkan saturation, I menyatakan Intensity, R menyatkan nilai warna merah, G menyatakan nilai warna hijau, B menyatakan nilai warna biru. Universita Sumatera Utara Untuk menyederhakan proses pengolahan citra berwarna, dalam hal tertentu citra warna RGB terlebih dahulu dikonversikan ke citra gray abu-abu. Konversi citra RGB ke citra gray dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.8. 114 , 587 , 299 , B G R Gray × + × + × = 2.8 Dimana, Gray menyatakan nilai warna grayabu-abu, R red, Ggreen dan B blue. 2.4.2 Operasi ambang batas thresholding Tujuan dari operasi ambang batas thresholding adalah untuk mentransformasikan atau memetakan nilai yang memenuhi syarat ambang batas ke suatu nilai yang dikehendaki; disesuaikan dengan kebutuhan. Operasi ambang batas sering digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada citra berdasarkan intensitas tingkat keabuan grayscale. Secara matematis operasi ambang batas dapat dituliskan seperti Persamaan 2.9.        ≤ ≤ = − n i n n i i o T f T N T f T N T f N f 1 2 1 2 1 1 , ,   2.9 Dimana f o adalah nilai output hasil transformasi; f i adalah nilai input yang akan ditransformasikan; N 1 , N 2 ,...,N n adalah nilai yang dikehendaki; T 1 ,T 2 ,...,T n Dengan menggunakan operasi ambang batas, suatu citra yang memiliki tingkat keabuan 255 dapat ditransformasikan menjadi citra biner citra yang memiliki 2 warna saja yaitu hitam dan putih. Fungsi transformasi yang digunakan adalah Persamaan 2.10. adalah nilai ambang batas yang disyaratkan.    ≥ = 128 , , 255 128 , , , y x f y x f y x f i i o 2.10 Universita Sumatera Utara 2.4.3 Histogram warna konvensional Secara umum histogram menyatakan frekewensi kemunculan atau peluang keberadaan parameter dalam domain. Histogram warna menyatakan frekwensi kemunculan atau peluang setiap warna pixel di dalam sebuah citra. Untuk mengurangi waktu komputasi dan menghemat tempat penyimpanan, histogram warna menggunakan kuantisasi warna. Selain itu, kuantisasi warna juga dapat mengeliminasi komponen warna yang dapat dianggap sebagai noise. Banyaknya komponen kuantisasi bin dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan pembuatan histogram. Operasi ambang batas sangat membantu dalam penghitungan frekwensi masing-masing bin. Peluang setiap bin dari histogram warna dapat ditentukan dengan Persamaan 2.11 dan 2.12. ∑ = = N j j i i P N h 1 | 1 2.11    − = selainnya i bin ke s dikuantisa j ke piksel jika P j i , , 1 | 2.12 dimana h i menyatakan nilai histogram bin ke-i, N menyatakan jumlah pixel dari citra, P i|j menyatakan peluang pixel ke-j dimasukkan ke bin-i. Histogram warna seperti ini dikenal dengan conventional color histogram CCH Nixon dan Aguado, 2002. 2.4.4 Pendeteksian tepi Tepi edge adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang mendadak besar dalam jarak yang singkat. Perbedaan intensitas inilah yang menampakkan rincian atau batas objek pada citra. Tepi biasanya terdapat pada batas antara dua daerah berbeda pada suatu citra. Tepi dapat diorientasikan dengan suatu arah dan arah ini berbeda- beda bergantung pada perubahan intensitas. Pendeteksian tepi edge detection adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garis tepi edge, yakni garis yang membatasi dua wilayah citra homogen berdasarkan tingkat kecerahan yang berbeda. Pendeteksian tepi merupakan salah satu langkah untuk meliput informasi di dalam citra. Tepi menampilkan batas-batas objek, oleh karena itu tepi berguna dalam proses segmentasi dan indentifikasi objek di dalam citra. Universita Sumatera Utara Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk memperjelas garis batas suatu objek dari latar-belakang di dalam citra. Karena tepi termasuk ke dalam komponen berfrekuensi tinggi, maka pendeteksian tepi dapat dilakukan dengan penapis lolos tinggi high pass filter. Beberapa operator pendeteksi tepi yang umum digunakan, antara lain Sobel, Prewitt, Roberts, Laplacian of a Gaussian LoG, Zero Crossings dan Canny Gonzalez et al, 2004. Pendeteksi tepi Sobel Sobel edge detector merupakan salah satu metode pendeteksi tepi yang umum digunakan. Pendeteksi tepi Sobel menggunakan dua buah matriks konvolusi berukuran 3 x 3. Matrik konvolusi pada pixel-pixel tetangga berukuran 3 x 3, yang diperlihatkan pada Gambar 2.5.a. Matriks konvolusi pertama digunakan untuk mengestimasi gradient pada arah sumbu x, diperlihatkan pada Gambar 2.5.b. Matrik konvolusi kedua digunakan untuk menentukan gradient pada arah sumbu y, diperlihatkan pada Gambar 2.5.c Gonzalez et al, 2004. Hasil operasi konvolusi dalam arah sumbu x terhadap citra I dinyatakan dengan G x , dan hasil operasi konvolusi dalam arah sumbu y terhadap citra I dinyatakan dengan dinyatakan dengan G y . Sehingga dengan menggunakan matrik konvolusi maka nilai G x dan G y z berturut turut dapat dihitung dengan Persamaan 2.13 dan 2.14. Magnitudo edge strength dari gradien dapat dihitung dengan Persamaan 2.15 atau 2.16. Sebuah pixel akan dianggap sebagai tepi bernilai satu jika nilai magnitudonya lebih besar dari nilai ambang threshold yang ditetapkan. Arah tepi edge direction dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.17. Setelah nilai edge direction diperoleh, langkah selanjutnya adalah menentukan pixel pixel citra yang merupakan garis edge. Sebuah pixel akan dianggap sebagai edge jika nilai magnitudonya lebih besar dari nilai threshold yang ditetapkan Gonzalez et al, 2004. z 1 z 2 3 -1 -2 -1 -1 0 1 z z 4 z 5 6 -2 0 2 z z 7 z 8 9 1 2 1 -1 0 1 a. b. c. Gambar 2.5. Matrik Konvolusi Pendeteksi Tepi Sobel a. Matrik citra tetangga b. Matrik konvolusi arah sumbu x c. Matrik konvolusi arah sumbu y 2 2 3 2 1 9 8 7 z z z z z z G x + + − + + = 2.13 2 2 3 4 1 9 6 3 z z z z z z G y + + − + + = 2.14 Universita Sumatera Utara y x G G G + = 2.15 2 2 y x G G G + = 2.16 tan 1 Gx Gy − = θ 2.17 2.4.5 Tekstur Kebanyakan citra mengandung daerah yang ditandai bukan oleh karena nilai unik dari kecerahan atau warna, tetapi oleh pola nilai kecerahan yang sering disebut tekstur. Hal ini terjadi karena adanya variasi lokal dari kecerahan atau kadang-kadang warna dari satu pixel ke pixel berikutnya dalam suatu wilayah kecil. Jika kecerahan ditafsirkan sebagai elevasi dalam sebuah representasi dari citra permukaan, maka tekstur adalah ukuran kekasaran permukaan Russ, 2011 Tekstur merupakan sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar sehingga secara alami sifat-sifat tadi berulang dalam daerah tersebut. Daerah yang kecil bila dibandingkan dengan elemen-elemen tekstur yang ada di dalamnya, tidak dapat menunjukkan tekstur itu sendiri. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri pada skala jauh atau dekatnya jarak suatu objek dari kamera saat diambil yang digunakan untuk mengekstrak sifat-sifat yang berhubungan dengan suatu daerah. . Tekstur merupakan sifat penting dari gambar. Berbagai representasi tekstur terus diteliti dalam pengenalan pola dan komputer visi. Pada dasarnya, metode representasi tekstur dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yakni struktural dan statistik. Metode struktural, meliputi operator morfologi dan grafik adjacency, yang mendesrikpsikan tekstur dengan mengidentifikasi struktural primitif dan aturan penempatannya. Metode ini cenderung efektif bila diterapkan pada tekstur yang sangat teratur. Metode statistik, meliputi daya spektrum Fourier, matriks co- occurence, shift-invariant principal component analysis SPCA, fitur Tamur, Wold decompotition, Markov random field, fractal model, dan teknik multi-resolution filtering seperti halnya Gabor dan transformasi wavelet, tekstur dikarakteristikkan melalui distribusi statistik dari intensitas Sesungguhnya, tekstur yang sama bila dilihat dengan dua skala yang berbeda akan terlihat seperti dua tekstur yang berbeda, bila perbedaan skalanya cukup besar. Dengan skala yang semakin kecil atau rapat jarak objek dengan kamera sangat jauh . Universita Sumatera Utara ketika pengambilan citra, akan semakin susah untuk mendapatkan tekstur dari permukaan objek. Sehingga tekstur citra menjadi lemah, sehingga terlihat samar. Tinku dan Ray 2005 menyatakan syarat terbentuknya tekstur yaitu, 1. Terdapat pola-pola primitif yang terbentuk dari satu atau lebih pixel. Pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan, dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari sebuah bentuk. 2. Pola-pola primitif muncul berulang-berulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya Penelitian ini menggunakan metode berbasis statistika untuk mengekstraksi ciri tekstur. Metode berbasis statistika menganalisis distribusi spasial dari tingkat keabuan dengan menghitung ciri lokal pada setiap pixel. Beberapa perhitungan statistika dari distribusi ciri lokal tersebut dan dapat dianalisa dengan bantuan co- occurrence matrix, seperti yang akan digunakan pada penelitian ini. 2.4.6. Co-occurence matrix Matriks co-occurence co-occurence matrix adalah suatu matriks yang menggambarkan frekuensi kemunculan pasangan dua pixel dari setiap tingkat keabuan dalam jarak dan arah tertentu dalam citra Candan dan Sapino, 2010. Matriks co- occurence pi 1 ,i 2 didefinisikan dengan dua langkah. Langkah pertama adalah menentukan lebih dulu jarak antara dua titik dalam arah vertikal dan horizontal vektor d=dx,dy, dimana besaran dx dan dy dinyatakan dalam pixel sebagai unit terkecil dalam citra. Langkah kedua adalah menghitung frekwensi kemunculan pasangan pixel-pixel yang mempunyai nilai intensitas i 1 dan i 2 dan berjarak d pixel. Frekwensi kemunculan setiap pasangan tingkat keabuan diletakkan pada matriks sesuai dengan koordinatnya. Dimana absis untuk nilai intensitas i 1 dan ordinat untuk nilai intensitas i 2 . Misalnya, tingkat keabuan citra berukuran 5 x 5 mempunyai intensitas 0,1 dan 2 seperti pada Gambar 2.6.a. Karena hanya ada tiga nilai intensitas 0,1 dan 2, maka matriks pi 1 ,i 2 akan berukuran 3 x 3. Bila jarak antar titik ditentukan d=1,1, yang berarti satu pixel ke kanan dan satu pixel ke bawah, maka pasangan pixel yang harus dihitung adalah yang berjarak satu pixel dengan arah sudut 135 dari sumbu tegak. Dalam citra berukuran 5 x 5 ada 16 pasangan yang memenuhi syarat ini.. Universita Sumatera Utara Kemudian pasangan pixel, dimana pixel pertama mempunyai nilai intensitas i 1 dan pasangannya yang berjarak d mempunyai nilai intensitas i 2 , dihitung dan dimasukkan ke dalam kolom ke-i 1 dan baris ke-i 2 pada matriks pi 1 ,i 2 . Pada Gambar 2.6.a, terdapat tiga pasangan pixel yang mempunyai pasangan intensitas 2,1 dan terpisah dengan jarak d=1,1 seperti ditetapkan semula, maka nilai koordinat yang bersangkutan pada matriks pi 1 ,i 2 adalah 3. Matriks co-occurence yang sudah lengkap diisi terlihat pada Gambar 2.6.b. i 1 2 1 2 0 1 0 1 2 0 2 1 1 2 i 1 1 x 0 2 2 0 0 1 2 2 0 i 2 16 2 1 3 1 i 2 1 2 2 0 1 2 2 2 2 2 0 1 0 1 a b Gambar 2.6. Penyusunan Matrik Co-occurence a Citra berukuran 5x5 dengan intensitas 0,1,2 b Matriks intensitas co-occurence untuk d=1,1 Setiap elemen matriks pi 1 ,i 2 perlu dinormalisasi dengan cara membaginya dengan jumlah total dari pasangan pixel. Pada contoh yang sama, tiap elemen dibagi dengan bilangan 16 karena jumlah tiap pasangan intensitas dalam Gambar 2.6.a adalah 16. Nilai-nilai elemen matriks setelah di normalisasi kemudian dapat diperlakukan sebagai fungsi probabilitas dengan rentang nilai 0 sampai 1. Matriks co-occurence mengandung informasi distribusi dari pasangan pixel dengan dua buah tingkat keabuan. Beberapa fitur citra yang dapat diekstrasi dari matriks co-occurence adalah: a. Entropi entropy yiatu fitur untuk mengukur keteracakan dari distribusi intensitas, dinyatakan dengan Persamaan 2.18. b. Energi energy yaitu fitur untuk mengukur konsentrasi pasangan intensitas pada matriks co-occurence, dinyatakan dengan Persamaan 2.19. c. Kontras contrast yaitu fitur untuk mengukur kekuatan perbedaan intensitas dalam citra, dinyatakan dengan Persamaan 2.20. Universita Sumatera Utara d. Homogenitas homogenity yaitu fitur untuk mengukur ke-homogen-an variasi intensitas dalam citra, dinyatakan dengan Persamaan 2.21. e. Inverse moment, yaitu fitur untuk pengukuran kuantitatif himpunan intensitas pixel dari suatu bentuk, dinyatakan dengan Persamaan 2.22. f. Maximum probabilty, yaitu fitur untuk menghitung nilai probabilitas maksimum pasangan intensitas, dinyatakan dengan Persamaan 2.23. g. Korelasi correlation, yaitu fitur yang mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari pasangan intensitas, dinyatakan dengan Persamaan 2.24. ∑∑ = = − = N i N j j i p log j i p Entropy 1 1 , , 2.18 ∑∑ = = = N i N j j i p Energy 1 1 2 , 2.19 ∑∑ = = − = N i N j j i p j i Contrast 1 1 2 , 2.20 ∑∑ = = − + = N i N j j i j i p Homogenity 1 1 1 , 2.21 ∑∑ = ≠ = − = N i N j i j j i j i p Moment Inverse 1 1 2 , 2.22 , j i p max y probabilit Maximum = 2.23 ∑∑ = = − − = N i N j j i j i j i p j i n Correlatio 1 1 , σ σ µ µ 2.24 Dimana pi,j adalah elemen kolom ke-i, baris ke-j dari matriks co-occurrence yang telah dinormalisasi. µ i adalah nilai rata-rata kolom ke-i dan µ j adalah nilai rata-rata baris ke-j pada matriks p. σ i adalah standard deviasi kolom ke-i dan σ j adalah standard deviasi baris ke-j pada p.

2.5 Cosine Similarity