Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin dan Asetanilida

Gambar 16. Distribusi bentuk nikotin dalam posisi protonated atau unprotonated berdasarkan variasi pH larutan Geiss dan Kotzias, 2007 Asetanilida yang berperan sebagai standar internal ditambahkan pada saat awal dimulainya ekstraksi sampel, yakni sebelum ditambahkan etanol. Asetanilida disini akan mengalami proses ekstraksi sampel yang sama seperti yang dialami oleh nikotin.

D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin dan Asetanilida

Penentuan panjang gelombang dilakukan baik pada baku nikotin maupun asetanilida bertujuan untuk mendapatkan panjang gelombang maksimum maks . Panjang gelombang maksimum ialah panjang gelombang yang menunjukkan absorbansi terbesar bagi analit yang dianalisis. Analisis dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena pada panjang gelombang ini akan memberikan sensitivitas dan presisi yang baik, daerah disekitar puncak kurva panjang gelombang maksimum pada spektra adalah daerah dengan fluktuasi absorban yang minimal sehingga kesalahan pembacaan oleh detektor dapat diminimalisir. Pengukuran panjang gelombang maksimal diharapkan menghasilkan panjang gelombang yang berada pada panjang gelombang teoritis. Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995, toleransi pengukuran panjang gelombang maksimum untuk senyawa dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditentukan. Alasan senyawa dapat dianalisis secara spektrofotometri UV ialah memiliki kromofor. 1. Pengukuran panjang gelombang maksimum nikotin . Nikotin dapat teridentifikasi menggunakan spektrofotometer UV karena memiliki kromofor. Gambar 17. Gambaran struktur nikotin dan kromofor yang dimiliki Menurut Domino 1999 panjang gelombang maksimum nikotin ialah 260 nm. Pengukuran panjang gelombang maksimum yang dilakukan menggunakan larutan baku nikotin pada konsentrasi yang berbeda-beda, hal ini dilakukan untuk melihat apakah perbedaan konsentrasi menghasilkan perubahan panjang gelombang maksimum. Keterangan : Kromofor Tabel IV. Perbandingan panjang gelombang maksimum nikotin hasil pengukuran terhadap panjang gelombang maksimum teoritis Konsentrasi µgmL λ maks Terukur λ maks Teoritis 20 260,5 nm 260 nm 30 260,5 nm 40 260,0 nm Berdasarkan data yang didapat dari Tabel IV, perbedaan panjang gelombang maksimum antara panjang gelombang maksimum teoritis dan pengukuran tidak berbeda 2 nm, sehingga toleransi pengukuran yang dipersyaratkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995 dapat tercapai. A B Gambar 18. Spektra yang didapatkan dari hasil percobaan dan dibandingkan dengan sumber acuan. A - Spektra teoritis asetanilida Moffat. Osselton dan Widdop ,2011. B – Spektra pengujian dengan konsentrasi nikotin 0,02 µgmL. C – Spektra pengujian dengan konsentrasi asetanilida 0,03 µgmL. D – Spektra pengujian dengan konsentrasi asetanilida 0,04 µgmL 2. Pengukuran panjang gelombang maksimum asetanilida. Asetanilida dapat terukur dengan spektrofotometer UV karena memiliki kromofor. Gambar 19. Gambaran struktur asetanilida dan kromofor yang dimilikinya Pengukuran terhadap senyawa asetanilida berdasarkan 1 1cm A yang bernilai 1 1cm A = 815a pada 239 nm dalam larutan asam Moffat. Osselton dan Widdop, C D Keterangan : Kromofor 2011. Pengukuran panjang gelombang maksimal dilakukan pada konsentrasi larutan baku yang berbeda-beda untuk melihat apakah perbedaan konsentrasi tersebut menghasilkan perubahan panjang gelombang maksimum. Tabel V. Perbandingan panjang gelombang maksimum asetanilida hasil pengukuran terhadap panjang gelombang maksimum teoritis Konsentrasi µgmL λ maks Terukur λ maks Teoritis 1 240,0 nm 239 nm 5 240,5 nm 10 240,5 nm Berdasarkan data yang didapatkan pada tabel V, toleransi panjang gelombang yang dipersyaratkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995 memenuhi panjang gelombang maksimum yang didapatkan dari hasil pengukuran dibandingkan dengan panjang gelombang maksimum teoritis, yakni tidak berbeda 2 nm. Pengukuran panjang gelombang asetanilida disini bertujuan untuk mengetahui bahwa senyawa yang digunakan sebagai standar internal benar merupakan asetanilida dan seiring perubahan konsentrasi absorbansi yang didapatkan dapat berubah-ubah. Gambar 20. Spektra yang didapatkan dari hasil percobaan dan dibandingkan dengan sumber acuan. A - Spektra teoritis asetanilida Moffat. Osselton dan Widdop ,2011, B – Spektra pengujian dengan konsentrasi asetanilida 1 µgmL. C – Spektra pengujian dengan konsentrasi asetanilida 5 µgmL. D – Spektra pengujian dengan konsentrasi asetanilida 10 µgmL D C B A 3. Penentuan panjang gelombang campuran asetanilida dan nikotin. Penentuan panjang gelombang yang ditentukan saat pengukuran menggunakan KCKT Kromarografi Cair Kinerja Tinggi ialah 260 nm. Alasan dipilih panjang gelombang 260 nm karena merupakan panjang gelombang maksimum dari nikotin. Beberapa alasan memilih panjang gelombang maksimum dalam pengukuran, yaitu pada panjang gelombang maksimum kepekaan yang dihasilkan maksimal karena perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar, disekitar panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut Hukum Lambert-Beer akan terpenuhi dan jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan pengukuran akan kecil jika digunakan panjang gelombang maksimum Gandjar dan Rohman, 2010. Pada penelitian ini, nikotin merupakan analit yang diukur dalam sampel rokok dan konsentrasinya dapat beragam, dengan demikian untuk meningkatkan kepekaan pengukuran dan meminimalisir kesalahan pengukuran maka digunakanlah panjang gelombang maksimum nikotin, yaitu 260 nm. Lain halnya dengan asetanilida, peran asetanilida sebagai standar internal ialah sebagai pembanding terhadap respon yang dihasilkan oleh nikotin, konsentrasi asetanilida yang digunakan diketahui dan tidak berubah-ubah sehingga tidak bermasalah bila tidak digunakan panjang gelombang maksimum asetanilida dalam penelitian ini. Gambar 21. A - Perbedaan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum dan tidak pada panjang gelombang maksimum. B – Pengukuran pada panjang gelombang maksimum akan memberikan garis linear. C – Pengukuran tidak pada panjang gelombang maksimum memberikan garis yang tidak linear Gandjar dan Rohman, 2010

E. Optimasi Komposisi Fase Gerak dan Kecepatan Alir

Dokumen yang terkait

Pengembangan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pada Penetapan Kadar Simvastatin Tablet Menggunakan Fase Gerak Asetonitril : Air

6 110 114

Optimasi Fase Gerak Dan Laju Alir Pada Penetapan Kadar Campuran Guaifenesin Dan Dekstrometorfan HBr Dalam Sirup Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

1 73 111

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk ``X``.

0 10 99

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok ``Merek X``.

0 3 131

Validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok ``Merek X`` dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan standar internal asetanilida.

4 21 116

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok `merek X` menggunakan standar internal asetanilida

0 17 133

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok Merek X

0 3 129

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok ``Merek X`` dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan standar internal asetanilida - USD Repository

0 0 114

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik pada pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup ``Merek X`` - USD Repository

0 0 118