Optimasi Komposisi Fase Gerak dan Kecepatan Alir

Gambar 21. A - Perbedaan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum dan tidak pada panjang gelombang maksimum. B – Pengukuran pada panjang gelombang maksimum akan memberikan garis linear. C – Pengukuran tidak pada panjang gelombang maksimum memberikan garis yang tidak linear Gandjar dan Rohman, 2010

E. Optimasi Komposisi Fase Gerak dan Kecepatan Alir

Sistem KCKT yang digunakan dalam penelitian ini merupakan KCKT fase terbalik reversed phase, yakni fase gerak yang digunakan akan lebih polar dibandingkan fase diamnya. Fase diam yang digunakan dalam penelitian adalah oktil silika C 8 , sedangkan fase geraknya merupakan campuran metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 yang bersifat lebih polar daripada fase diam oktil silika C 8 . Sistem kromatografi fase terbalik akan mengelusi terlebih dahulu analit yang bersifat polar daripada analit yang bersifat non polar karena analit non polar lebih terikat pada fase diam dan terelusi lebih lambat sehingga waktu retensinya lebih lama. Berdasarkan hasil elusi masing-masing baku pada komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 60:40 pada kecepatan alir 0,8 mLmenit gambar 22, terlihat asetanilida t R 8,641 menit kurang tertambat pada fase diam sehingga terelusi fase gerak lebih dahulu daripada nikotin t R 11,892 menit yang lebih tertambat pada fase diam, dengan demikian dapat dikatakan bahwa asetanilida bersifat lebih polar dibandingkan nikotin. A Gambar 22. A - Kromatogram baku asetanilida konsentrasi 20 µgmL. B – Kromatogram baku nikotin konsentrasi 20 µgmL. Komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 60:40 dengan kecepatan alir 0,5 mLmenit Migrasi analit yang cepat melewati fase diam juga ditentukan oleh koefisien distribusinya D, semakin besar nilai D maka semakin lambat migrasi analit karena afinitas relatif analit diantara dua fase fase diam dan fase gerak lebih besar pada fase diam. Koefisien distribusi asetanilida 0,0150 dengan t R 3,645 menit lebih kecil dibandingkan koefisien distribusi nikotin 0,0298 dengan t R 4,638 menit dengan komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 pada kecepatan alir 1,0 mLmenit. Asetanilida yang memiliki nilai koefisien distribusi lebih kecil mempunyai afinitas relatif lebih besar pada fase gerak dibandingkan fase diam sehingga lebih cepat terelusi keluar dibuktikan dengan nilai retention time asetanilida yang lebih kecil, sebaliknya nikotin yang memiliki nilai koefisien distribusi lebih besar mempunyai afinitas B relatif lebih kecil pada fase gerak sehingga tertahan lebih lama pada fase diam dibuktikan dengan nilai retention time yang lebih besar dari asetanilida. Pencampuran fase gerak selama tahap optimasi untuk menentukan fase gerak yang optimal menggunakan sistem gradien yakni pencampuran komposisi fase gerak berada dalam alat KCKT untuk mendapatkan komposisi metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 dengan polaritas yang sesuai dan konsisten. Tabel VI. Perbandingan komposisi fase gerak dan indeks polaritas masing-masing komposisi fase gerak No Komposisi Fase Gerak Indeks Polaritas Metanol Ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 1 50 50 7.85 2 60 40 7.14 3 70 30 6.63 Nilai indeks polaritas yang semakin kecil akan menyebabkan fase gerak bersifat lebih nonpolar. Komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 merupakan komposisi yang paling nonpolar dan komposisi metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 50:50 merupakan komposisi yang paling polar. Fase gerak yang akan digunakan kedalam sistem KCKT sebelumnya disaring terlebih dahulu dengan kertas saring Whatman untuk menghilangkan partikel yang dapat menyumbat selang dan kolom KCKT. Larutan fase gerak yang telah disaring kemudian diawaudarakan menggunakan ultrasonikator untuk menghilangkan gelembung udara yang dapat mengganggu pengukuran. Optimasi lain yang dilakukan selain mengubah-ubah komposisi fase gerak, juga dilakukan optimasi terhadap kecepatan alir dari masing-masing komposisi fase gerak yang digunakan tersebut. Optimasi kecepatan alir yang digunakan pada kecepatan 0,5; 0,8; dan 1,0 mLmin untuk memperoleh bentuk peak yang memenuhi syarat. Parameter yang digunakan dalam optimasi ini meliputi : nilai retention time, nilai TF, nilai resolusi yang dihasilkan, reprodusibilitas retention time baku dan sampel serta reprodusibilitas resolusi sampel. Pada optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir digunakan terlebih dahulu baku nikotin dan asetanilida yang tidak dicampur untuk melihat kesesuaian bentuk peak dan parameter lain yang diiginkan pada masing-masing peak baku nikotin dan asetanilida. Hal ini dilakukan untuk mencegah penumpukan peak baku asetanilida dengan baku nikotin dan juga melihat parameter optimasi yang memenuhi syarat. Hasil optimasi fase gerak dan kecepatan alir yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel VII. Tabel VII menunjukkan parameter retention time dan taling factor peak yang dihasilkan dari variasi campuran fase gerak dan kecepatan alir, terdapat 3 komposisi fase gerak dengan kecepatan alirnya yang memenuhi syarat, yakni komposisi metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 50:50 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin, komposisi metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 60:40 dengan kecepatan alir 0,8 mLmin, dan komposisi metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin. Tabel VII. Hasil optimasi peak baku nikotin dan asetanilida pada berbagai komposisi fase gerak dan kecepatan alir No Komposisi Fase gerak Kecepatan alir mLmin Baku Konsentrasi Retention time menit Tailing Factor Resolusi Keterangan 1 50:50 0,5 Nikotin 20 µgmL 18,201 1,568 - t R tidak memenuhi Asetanilida 20 µgmL 11,269 1,410 - t R tidak memenuhi 0,8 Nikotin 20 µgmL 11,493 1,784 - t R tidak memenuhi Asetanilida 20 µgmL 7,100 1,581 - - 1,0 Nikotin 20 µgmL 9,185 1,720 - Memenuhi Asetanilida 20 µgmL 5,695 1,595 - Memenuhi 2 60:40 0,5 Nikotin 20 µgmL 11,892 1,568 - t R tidak memenuhi Asetanilida 20 µgmL 8,641 1,673 - - 0,8 Nikotin 20 µgmL 7,507 1,613 - Memenuhi Asetanilida 20 µgmL 5,445 1,640 - Memenuhi 1,0 Nikotin 20 µgmL 6,041 1,709 - - Asetanilida 20 µgmL - - - Peak terpecah 3 70:30 0,5 Nikotin 20 µgmL - - - Peak terpecah Asetanilida 20 µgmL - - - Peak terpecah 0,8 Nikotin 20 µgmL 5,820 2,003 - TF tidak memenuhi Asetanilida 20 µgmL 4,640 1,992 - - 1,0 Nikotin 20 µgmL 4,599 1,592 - Memenuhi Asetanilida 20 µgmL 3,915 1,647 - Memenuhi Campuran Baku Nikotin dan Asetanilida Nikotin 20 µgmL 4,638 1,983 - Memenuhi Asetanilida 20 µgmL 3,645 1,699 3,915 Memenuhi Untuk memperjelas tabel VII mengenai tiga komposisi fase gerak dengan kecepatan alirnya yang memenuhi syarat, maka optimasi komposisi fase gerak pada masing-masing kecepatan alir yang memenuhi syarat akan ditunjukan satu per satu kromatogramnya. 1. Komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 50:50 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin A Gambar 23. A – Kromatogram baku nikotin konsentrasi 20 µgmL. B – Kromatogram baku asetanilida konsentrasi 20 µgmL. Komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 50:50 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin 2. Komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 60:40 dengan kecepatan alir 0,8 mLmin B A Gambar 24. A – Kromatogram baku nikotin konsentrasi 20 µgmL. B – Kromatogram baku asetanilida konsentrasi 20 µgmL. Komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 60:40 dengan kecepatan alir 0,8 mLmin 3. Komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin A B Gambar 25. A – Kromatogram baku nikotin konsentrasi 20 µgmL. B – Kromatogram baku asetanilida konsentrasi 20 µgmL. C – Kromatogram baku campuran nikotin konsentrasi 20 µgmL dan asetanilida 20 µgmL. Komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin Melihat dari gambar 23, 24 dan 25 secara sekilas kedua parameter, yakni retention time dan tailing factor telah memenuhi syarat. Ditinjau dari latar B C belakang penelitian yang ditujukan untuk pengembangan metode analisis rutin kandungan nikotin dalam rokok, dipilih komposisi fase gerak 70:30 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin sebagai komposisi fase gerak dengan kecepatan alirnya yang optimal, pemilihan komposisi ini didasarkan pada retention time yang paling kecil dibandingkan komposisi fase gerak 60:40 dengan kecepatan alir 0,8 mLmin dan komposisi fase gerak 50:50 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin. Analisis nikotin menggunakan standar internal asetanilida, peak yang didapatkan dapat terpisah dengan baik dengan pemisahan yang paling efisien yang menjadi pilihan penulis menentukan komposisi 70:30 dengan kecepatan alir 1,0 mLmin sebagai fase gerak optimal dan kecepatan alir optimal. Tabel VIII. Perbandingan hasil parameter optimasi baku nikotin dan asetanilida dengan fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 N o Komposisi Fase Gerak Kecepatan alir Senyawa Konsentrasi Retention time menit HETP Faktor Retensi k’ Selekti- vitas α Fase Gerak 1 50:50 1,0 mLmin Nikotin 20 µgmL 9,185 57,294 2,473 Asetanilida 20 µgmL 5,695 34,811 1,153 2 60:40 0,8 mLmin Nikotin 20 µgmL 7,507 69,954 1,271 Asetanilida 20 µgmL 5,445 36,820 0,647 3 70:30 1,0 mLmin Nikotin 20 µgmL 4,599 68,684 0,739 Asetanilida 20 µgmL 3,915 40,569 0,480 Campuran baku dengan resolusi 3,915 Nikotin 20 µgmL 4,638 65,264 0,753 1,445 Asetanilida 20 µgmL 3,645 50,503 0,521 sistem pencampuran fase gerak menggunakan metode gradien sistem pencampuran fase gerak menggunakan metode isokratik Optimasi komposisi fase gerak tidak dilanjutkan dengan mengganti komponen solven B metanol lebih lanjut berdasarkan solvent selectivity triangle, misalnya dengan asetonitril karena telah didapatkan fase gerak optimal dengan perbandingan metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 yang memberikan selektivitas 1,445 selain itu metanol mendekati daerah asam pada solven selectivity triangle dibandingkan asetonitril yang mendekati daerah basa. pH fase gerak yang diharapkan berada 8 sehingga lebih dipilih metanol sebagai solvent modifier-nya. Optimasi kecepatan alir tidak dilanjutkan hingga 1,2 mLmin ataupun 1,5 mLmin karena diprediksikan bahwa tekanan pompa akan melebihi batas dari tekanan pompa yang mampu ditahan kolom yang digunakan, yakni tidak boleh melebihi 350 kgfcm 2 , bila melebihi batas maka dapat merusak kolom. Tabel IX. Tekanan pompa pada berbagai komposisi fase gerak dan kecepatan alir Fase Gerak Komposisi Fase Gerak Kecepatan alir mLmin Tekanan kolom kgfcm 2 Metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 50:50 0,5 161 0,8 262 1 310 60:40 0,5 164 0,8 245 1 293 70:30 0,5 160 0,8 213 1 260 Penentuan reprodusibilitas retention time baku dan sampel serta penentuan reprodusibilitas resolusi sampel dilakukan setelah diperoleh kondisi optimal sistem KCKT, yakni komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 pada kecepatan alir 1,0 mLmin. Tujuan dilakukan penentuan reprodusibilitas retention time baku dan sampel ialah untuk melihat sistem KCKT yang telah teroptimasi dapat menjamin hasil keterulangan retention time yang baik dengan syarat CV 2. Tujuan dilakukan penentuan reprodusibilitas pemisahanresolusi sampel ialah untuk melihat pemisahan yang baik dari sampel pada sistem KCKT dalam kondisi yang telah teroptimasi dengan syarat CV 2. Penentuan reprodusibilitas retention time baku dibuat dari campuran baku nikotin dan asetanilida yang masing-masing direplikasi sebanyak tiga kali dengan tiga level konsentrasi nikotin dan diinjeksikan pada sistem KCKT yang terjadi pada tabel X dan XI. Tabel X. Hasil perhitungan CV nilai retention time larutan baku nikotin dengan fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 pada kecepatan alir 1,0 mLmin Konsentrasi Retention time menit Rata- rata SD CV Replikasi I II III μg L 4,629 4,627 4,674 4,643 0,027 0,572 60 μg L 4,605 4,622 4,618 4,615 0,009 0,193 μg L 4,595 4,591 4,603 4,596 0,006 0,133 Tabel XI. Hasil perhitungan CV nilai retention time larutan baku asetanilida dengan fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 pada kecepatan alir 1,0 mLmin Konsentrasi Retention time menit Rata-rata SD CV Replikasi I II III μg L 3,631 3,641 3,626 3,633 0,008 0,210 3,628 3,646 3,644 3,639 0,010 0,271 3,625 3,621 3,600 3,615 0,013 0,371 Dari tabel X dan XI terlihat bahwa nilai retention time pada tiga level konsentrasi baku memenuhi syarat yang ditunjukan dengan hasil yang reprodusibel yakni CV 2. Reprodusibilitas pemisahan sampel uji dan retention time dilihat dengan menginjeksikan larutan sampel fraksi kloroform ekstrak etanolik serbuk rokok dengan repetisi sebanyak tiga kali. Sampel yang sudah dinjeksikan ke dalam sistem KCKT fase terbalik kemudian ditambahkan baku nikotin sebanyak 20 µgmL, kemudian diinjeksikan kembali pada sistem KCKT fase terbalik untuk melihat reprodusibilitas respon yang muncul dibandingkan dengan sampel yang tidak ditambahkan baku nikotin. Tabel XII. Hasil perhitungan CV nilai retention time larutan sampel dan sampel yang ditambahkan baku nikotin sebanyak 20 µgmL dengan fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 pada kecepatan alir 1,0 mLmin Sampel Senyawa Retention time menit Rata- rata SD CV Repetisi I II III Rokok Nikotin 4,380 4,390 4,384 4,385 0,005 0,115 Asetanilida 3,620 3,623 3,623 3,622 0,002 0,048 Rokok + baku nikotin Nikotin 4,359 4,362 4,360 4,360 0,002 0,035 Asetanilida 3,591 3,587 3,591 3,590 0,002 0,064 Nilai CV dari tabel XII menunjukkan bahwa retention time sampel uji yang diinjeksikan berulang dengan penambahan baku nikotin dan tanpa penambahan baku nikotin menunjukkan bahwa fase gerak dan kecepatan alir yang digunakan teroptimasi dengan baik dilihat dari reprodusibilitas retention time yang memenuhi syarat, yakni 2. Tabel XIII. Hasil perhitungan CV resolusi sampel dengan fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 pada kecepatan alir 1,0 mLmin Sampel Senyawa Resolusi Rata- rata SD CV Repetisi I II III Rokok Nikotin 2,975 2,937 2,875 2,929 0,050 1,723 Asetanilida Rokok + Baku Nikotin Nikotin 3,038 3,039 3,003 3,027 0,021 0,677 Asetanilida Nilai resolusi dan perhitungan CV yang ditunjukan tabel XIII menunjukkan bahwa peak kromatogram dapat terpisah baik dengan rata-rata resolusi sampel tanpa penambahan baku nikotin sebesar 2,929 dan memiliki reprodusibilitas resolusi yang baik dengan nilai CV 1,723. Hal yang sama terjadi saat ditambahkan baku nikotin, rata-rata resolusi 3,027 dan memiliki reprodusibilitas resolusi yang baik dengan nilai CV 0,677. Nilai resolusi ≥ 1,5 menyatakan bahwa fase gerak dapat selektif memisahan analit yang dianalis dengan baik, nilai CV yang memenuhi syarat menyatakan bahwa pemisahan fase gerak memiliki presisi yang baik. Pemisahan dan reprodusibilitas pengukuran yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa metode KCKT fase terbalik dengan fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 pada kecepatan alir 1,0 mLmin bersifat selektif dan reprodusibel sehingga cocok digunakan untuk analisis nikotin dalam sampel multikomponen ekstrak etanolik rokok “merek X”. Menurut Demas in process komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1 70:30 dengan kecepatan alir 1,0 mLmenit telah tervalidasi. 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Pengembangan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pada Penetapan Kadar Simvastatin Tablet Menggunakan Fase Gerak Asetonitril : Air

6 110 114

Optimasi Fase Gerak Dan Laju Alir Pada Penetapan Kadar Campuran Guaifenesin Dan Dekstrometorfan HBr Dalam Sirup Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

1 73 111

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk ``X``.

0 10 99

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok ``Merek X``.

0 3 131

Validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok ``Merek X`` dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan standar internal asetanilida.

4 21 116

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok `merek X` menggunakan standar internal asetanilida

0 17 133

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok Merek X

0 3 129

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok ``Merek X`` dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan standar internal asetanilida - USD Repository

0 0 114

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik pada pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup ``Merek X`` - USD Repository

0 0 118