Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk ``X``.

(1)

OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR ASAM ASKORBAT DALAM SEDIAAN LARUTAN

INJEKSI OBAT PEMUTIH KULIT MERK “X” Eunike Lystia Florentien Kelana Jeversoon

128114025 INTISARI

Asam askorbat merupakan salah satu agen pemutih kulit yang paling sering digunakan di masyarakat Indonesia. Kemampuannya melindungi kulit dari radiasi UV mampu mencegah pembentukan melanin pada kulit.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimal Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik sebagai metode yang digunakan dalam penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X”. Sistem KCKT fase terbalik menggunakan kolom Phenomenex® C18 dimensi 250

x 4,6 mm ukuran partikel 5µm dengan fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3. Optimasi dilakukan dengan mengubah komposisi fase gerak yaitu 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60; 50 : 50 dan kecepatan alir fase gerak yaitu 0,7; 0,8; 0,9; 1,0; 1,1 dan 1,2 mL/menit menggunakan detektor ultraviolet pada panjang gelombang 244 nm.

Analisis hasil dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap nilai

tailing factor, nilai resolusi, nilai koefisien variansi, HETP, area under curve (AUC), tinggi puncak dan waktu retensi asam askorbat hasil pemisahan.

Kondisi optimum sistem KCKT fase terbalik yang diperoleh adalah fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40:60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit. Kondisi ini telah memenuhi parameter pemisahan yang baik yaitu nilai

tailing factor 1,42 dan waktu retensi 3,03. Nilai koefisien variansi (% CV) yang diperoleh dari Uji Kesesuaian Sistem (UKS) untuk parameter tailing factor, HETP, AUC, tinggi puncak, dan waktu retensi secara berturut-turut adalah 0,36%, 0,47%, 0,05%, 0,23%, dan 0,04%.

Kata kunci: Asam askorbat, obat pemutih kulit, optimasi metode, KCKT fase terbalik


(2)

ABSTRACT

Ascorbic acid is one of skin whitening agents which are most frequently used in Indonesia societies. Its ability to protect skin from UV radiation capables to inhibit the formation of melanin in human skin.

This study aims to determine the optimum conditions of Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatography which is used as a method to analyze the ascorbic acid in injection solution of skin whitening product with brand “X”. The RP-HPLC system uses Phenomenex® C18 column and the dimension is 250 x 4.6 mm.

The size of the particle is 5 µm with methanol : 0.01 M phosphate buffer pH 3 as mobile phase. Optimization was done by varying the composition of mobile phase 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60; 50 : 50 and varying the flow rate of mobile phase 0.7; 0.8; 0.9; 1.0; 1.1 dan 1.2 mL/min using UV detector at 244 nm.

The analysis of the result was carried out by observing the tailing factor value, resolution value, coefficient of variation value, HETP, area under curve (AUC), peak height, and retention time of ascorbic acid.

The optimum condition of RP-HPLC which has been obtained is methanol : 0.01 M phosphate buffer pH 3 (40 : 60) as a mobile phase with flow rate 0.9 mL/min. These conditions have fulfilled the requirements of a good separation parameters which are 1.42 for tailing factor value and 3.03 for the retention time.Coefficient of variation (%CV) values which have been obtained from System Suitability Test (SST)for parameter of tailing factor, HETP, AUC, peak height, and retention time respectively were 0.36%, 0.47%, 0.05%, 0.23%, and 0.04%.

Keyword: Ascorbic acid, whitening-skin product, optimization method, Reversed-Phase HPLC.


(3)

i

OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR ASAM ASKORBAT DALAM

SEDIAAN LARUTAN INJEKSI OBAT PEMUTIH KULIT MERK “X”

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh:

Eunike Lystia Florentien Kelana Jeversoon NIM : 12814025

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii


(5)

iii


(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Sometimes I just look up, smile and

say, I know that was You, God! For

You be glorified”

I am able to do all things through the one who

strengthens me - Philippians 4 : 13

Kupersembahkan karya tulisku ini

untuk Tuhan Yesus Kristus yang aku

tahu bahwa Ia yang selalu turut bekerja

bersamaku hingga akhirnya, Papa

Mama Cece dan Adik-adikku tercinta

yang selalu menyemangati dan

mendoakanku, sahabat-sahabatku yang

selalu disampingku memberi

penghiburan, dan almamaterku tercinta


(7)

(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik untuk Penetapan Kadar Asam Askorbat dalam Sediaan Larutan Injeksi Obat Pemutih Kulit Merk “X” dengan baik.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tentu penulis memperoleh campur tangan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. dan Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku Dekan dan Ketua Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah membimbing dan memberikan saran serta motivasi selama penyusunan skripsi.

3. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah membimbing, dan memberikan saran serta motivasi selama penyusunan skripsi.

4. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.


(10)

viii

5. Mas Bimo dan Mas Kethul selaku laboran dan karyawan laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

6. Keluargaku tercinta papa, mama, cece Regi, Sammy, dan Ezra yang selalu setia memberi semangat, perhatian, doa demi kelancaran studi dan penyusunan naskah skripsi.

7. Teman-teman seperjuangan skripsi Petra Annie Anjani dan Rosalia Lestari atas segala kerjasama, bantuan dan semangat dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

8. Jonathan Wijaya Setiawan, Sina Susanti, Ludwina Dearesthea Onevita, Januaritha Dara Nastiandari, dan Prisca Nadya Verina Djala untuk kesetiaannya menemani, menghibur, membantu penyelesaian skripsi ini dari awal hingga akhir.

9. Teman-teman FSM-A 2012, FST-A 2012 dan seluruh angkatan 2012.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu Farmasi.


(11)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA . ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Masalah ... 3

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6


(12)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Asam Askorbat ... 7

B. Spektrofotometer UV ... 9

C. Larutan bufer ... 13

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 15

E. Landasan Teori ... 25

F. Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian ... 27

1. Variabel bebas ... 27

2. Variabel tergantung ... 27

3. Variabel pengacau terkendali ... 27

C. Definisi Operasional ... 28

D. Bahan Penelitian ... 28

E. Alat Penelitian ... 29

F. Tata Cara Penelitian ... 29

1. Pembuatan asam fosfat 0,1 M ... 29

2. Pembuatan bufer fosfat 0,01 M ... 29

3. Pembuatan fase gerak ... 30

4. Pembuatan larutan stok asam askorbat. ... 30

5. Pembuatan larutan baku asam askorbat yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang maksimum ... 30


(13)

xi

6. Pembuatan larutan kerja asam askorbat yang digunakan untuk

optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak ... 30

7. Penentuan panjang gelombang maksimum asam askorbat dengan spektrofotometer UV-Vis ... 31

8. Preparasi larutan sampel ... 31

9. Optimasi pemisahan asam askorbat dari matriks sampel dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik ... 31

G. Analisis Hasil ... 33

1. Bentuk puncak pemisahan asam askorbat ... 34

2. Waktu retensi ... 34

3. Nilai resolusi ... 34

4. Nilai HETP ... 35

5. Nilai koefisien variansi ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pemilihan Pelarut ... 36

B. Penentuan Fase Gerak ... 37

C. Larutan Baku ... 42

D. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Askorbat Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis ... 43

E. Optimasi Komposisi Fase Gerak ... 45

F. Optimasi Kecepatan Alir Fase Gerak ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64


(14)

xii

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN ... 67


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Jenis bufer yang digunakan pada sistem KCKT fase terbalik ... 15

Tabel II. Indeks polaritas fase gerak campuran metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 ... 41

Tabel III. Waktu retensi, nilai tailing factor dan nilai resolusi baku asam askorbat 100 µg/mL pada beberapa komposisi fase gerak pada kecepatan alir 1 mL/menit ... 46

Tabel IV. Waktu retensi, nilai tailing factor dan nilai resolusi baku asam askorbat 100 µg/mL pada komposisi metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada beberapa kecepatan alir ... 54

Tabel V. Uji kesesuaian sistem asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 40 : 60 dan kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 62

Tabel VI. Uji kesesuaian sistem asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 40 : 60 dan kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 62


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur asam askorbat. ... 7

Gambar 2. Reaksi degradasi asam askorbat ... 9

Gambar 3. Skema eksitasi elektron ... 11

Gambar 4. Skema sistem KCKT ... 15

Gambar 5. Struktur kolom C18 ... 17

Gambar 6. Perhitungan nilai As dan nilai Tf ... 20

Gambar 7. Kromatogram asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL tanpa menggunakan fase gerak mengandung bufer fosfat dengan kecepatan alir 1 mL/menit ... 39

Gambar 8. Kromatogram asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL menggunakan fase gerak metanol : bufer fosfat pH 5,6 dengan kecepatan alir 1 mL/menit ... 40

Gambar 9. Kromatogram asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL menggunakan fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan kecepatan alir 1 mL/menit ... 40

Gambar 10. Gugus kromofor dan auksokrom asam askorbat ... 44

Gambar 11. Spektra asam askorbat pada 3 seri konsentrasi ... 44

Gambar 12. Interaksi asam askorbat dengan fase diam oktadesilsilan ... 47

Gambar 13. Interaksi asam askorbat dengan fase gerak metanol : bufer fosfat ... 47


(17)

xv

Gambar 14. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 10 : 90 pada kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 49 Gambar 15. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 20 : 80 pada kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 50 Gambar 16. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 30 : 70 pada kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 51 Gambar 17. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 52 Gambar 18. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 50 : 50 pada kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 53 Gambar 19. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL


(18)

xvi

pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada kecepatan alir 0,7 mL/menit ... 55 Gambar 20. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada kecepatan alir 0,8 mL/menit ... 56 Gambar 21. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 57 Gambar 22. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit ... 58 Gambar 23. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada kecepatan alir 1,1 mL/menit ... 59 Gambar 24. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada kecepatan alir 1,2 mL/menit ... 60


(19)

xvii

Gambar 25. Kromatogram sampel larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X” konsentrasi 100 µg/mL menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 pada kecepatan alir 0,9 mL/menit ... 61


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) baku asam askorbat. ... 68 Lampiran 2. Penimbangan asam askorbat ... 69 Lampiran 3. Perhitungan indeks polaritas fase gerak yang dioptimasi ... 69 Lampiran 4. Kromatogram asam askorbat pada Uji Kesesuaian Sistem


(21)

xix INTISARI

Asam askorbat merupakan salah satu agen pemutih kulit yang paling sering digunakan di masyarakat Indonesia. Kemampuannya melindungi kulit dari radiasi UV mampu mencegah pembentukan melanin pada kulit.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimal Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik sebagai metode yang digunakan dalam penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X”. Sistem KCKT fase terbalik menggunakan kolom Phenomenex® C18

dimensi 250 x 4,6 mm ukuran partikel 5µm dengan fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3. Optimasi dilakukan dengan mengubah komposisi fase gerak yaitu 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60; 50 : 50 dan kecepatan alir fase gerak yaitu 0,7; 0,8; 0,9; 1,0; 1,1 dan 1,2 mL/menit menggunakan detektor ultraviolet pada panjang gelombang 244 nm.

Analisis hasil dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap nilai tailing factor, nilai resolusi, nilai koefisien variansi, HETP, area under curve (AUC), tinggi puncak dan waktu retensi asam askorbat hasil pemisahan.

Kondisi optimum sistem KCKT fase terbalik yang diperoleh adalah fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40:60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit. Kondisi ini telah memenuhi parameter pemisahan yang baik yaitu nilai tailing factor 1,42 dan waktu retensi 3,03. Nilai koefisien variansi (% CV) yang diperoleh dari Uji Kesesuaian Sistem (UKS) untuk parameter tailing factor, HETP, AUC, tinggi puncak, dan waktu retensi secara berturut-turut adalah 0,36%, 0,47%, 0,05%, 0,23%, dan 0,04%.

Kata kunci: Asam askorbat, obat pemutih kulit, optimasi metode, KCKT fase terbalik


(22)

xx ABSTRACT

Ascorbic acid is one of skin whitening agents which are most frequently used in Indonesia societies. Its ability to protect skin from UV radiation capables to inhibit the formation of melanin in human skin.

This study aims to determine the optimum conditions of Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatography which is used as a method to analyze the ascorbic acid in injection solution of skin whitening product with brand “X”. The RP-HPLC system uses Phenomenex® C18 column and the dimension is 250 x

4.6 mm. The size of the particle is 5 µm with methanol : 0.01 M phosphate buffer pH 3 as mobile phase. Optimization was done by varying the composition of mobile phase 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60; 50 : 50 and varying the flow rate of mobile phase 0.7; 0.8; 0.9; 1.0; 1.1 dan 1.2 mL/min using UV detector at 244 nm.

The analysis of the result was carried out by observing the tailing factor value, resolution value, coefficient of variation value, HETP, area under curve (AUC), peak height, and retention time of ascorbic acid.

The optimum condition of RP-HPLC which has been obtained is methanol : 0.01 M phosphate buffer pH 3 (40 : 60) as a mobile phase with flow rate 0.9 mL/min. These conditions have fulfilled the requirements of a good separation parameters which are 1.42 for tailing factor value and 3.03 for the retention time. Coefficient of variation (%CV) values which have been obtained from System Suitability Test (SST) for parameter of tailing factor, HETP, AUC, peak height, and retention time respectively were 0.36%, 0.47%, 0.05%, 0.23%, and 0.04%.

Keyword: Ascorbic acid, whitening-skin product, optimization method, Reversed-Phase HPLC.


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Produk pemutih kulit sudah menjadi salah satu produk yang paling banyak dicari oleh masyarakat saat ini. Beberapa penelitian menunjukkan 55% dari 85% wanita Indonesia yang memiliki kulit gelap ingin memutihkan kulitnya (Saputri, 2011). Tujuan utama penggunaan produk pemutih kulit ini tidak lain adalah untuk mencerahkan kulit, baik dengan meratakan warna kulit maupun merawat kulit sehingga terhindar dari masalah pigmentasi seperti bintik-bintik hitam, melasma, tanda bekas hamil dan keriput. Beberapa agen pemutih kulit yang

saat ini sering digunakan adalah arbutin, vitamin C (asam askorbat), kojic acid,

licorice extract, burner root extract, scutellaria extract, dan mulberry (Thongchai dkk., 2007).

Peranan asam askorbat sebagai agen pemutih kulit adalah dengan menghambat pembentukan melanin dengan meminimalkan kemampuan radiasi UV menginduksi sintesis melanin. Asam askorbat bertindak sebagai antioksidan dengan cara menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada kompartemen air dalam sel (Hwang dkk., 2009).

Asam askorbat bersifat tidak stabil terutama dalam bentuk larutan (Sihite, 2010). Asam askorbat mudah mengalami oksidasi menjadi bentuk asam dehidro


(24)

askorbat yang bereaksi secara reversibel dan asam dehidro askorbat dapat mengalami oksidasi lanjutan yang bereaksi secara ireversibel menjadi bentuk yang tidak aktif, yaitu asam diketoglukonat. Reaksi oksidasi dapat diinduksi oleh paparan cahaya, peningkatan suhu, peningkatan pH, oksigen dan katalis logam (Novakova dkk., 2008). Sifat asam askorbat tersebut dapat mempengaruhi jumlah asam askorbat dalam produk pemutih kulit.

Menurut Undang-Undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen memiliki hak untuk memperoleh barang sesuai dengan yang kondisi atau jaminan yang telah dijanjikan dan pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan informasi terkait produk secara benar mengenai kondisi barang dan menjamin mutu barang yang diproduksi atau diperdagangkan sehingga konsumen menerima barang yang sesuai dengan kondisi sebenarnya. Jumlah asam askorbat yang tidak sesuai dengan yang tertera pada label dapat menurunkan efikasi produk pemutih kulit sehingga konsumen akan dirugikan. Menurut Farmakope Indonesia (1995), larutan injeksi asam askorbat yang dibuat mengandung asam askorbat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada label. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetapan kadar asam askorbat dalam produk pemutih kulit dengan bentuk sediaan larutan injeksi yang mengandung asam askorbat untuk menjamin efikasi produk.

Pengembangan metode dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu : optimasi metode, validasi metode dan aplikasi metode penetapan kadar (Suprianto, 2014). Sebelum melakukan penetapan kadar, perlu dilakukan tahapan optimasi pada metode analisis yang digunakan. Penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah


(25)

optimasi pada sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik untuk mendapatkan kondisi yang optimal sehingga diperoleh hasil yang optimal yaitu pemisahan yang baik pada senyawa asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X” yang akan ditetapkan kadarnya. Penggunaan metode KCKT fase terbalik menjadi pilihan utama dalam analisis asam askorbat dikarenakan metode ini memiliki selektivitas yang lebih baik dibandingkan metode lainnya seperti titrasi dan spektrofotometri (Solichova dkk., 2008) sehingga metode analisis yang dihasilkan dapat memberikan hasil pemisahan antara senyawa asam askorbat dengan produk degradasinya, yaitu asam dehidroaskorbat.

Penelitian mengenai asam askorbat dengan metode KCKT fase terbalik sudah pernah dilakukan oleh Ullah, A., Hussain, A., Ali, J., Khaliqurrehman and Ullah, A. (2012) menggunakan panjang gelombang 300 nm, fase gerak campuran metanol dan bufer fosfat dengan perbandingan 20 : 80, pengaturan pH dilakukan

dengan penambahan meta phosporic acid mencapai pH 3 ± 0,1 dan kecepatan alir

fase gerak 1,0 mL/menit. Adanya perbedaan sistem KCKT melatarbelakangi perlunya dilakukan optimasi kondisi optimal suatu metode analisis agar diperoleh pemisahan optimal asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X” sehingga dapat dilakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. 1. Rumusan masalah

Bagaimana komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat

memberikan pemisahan dengan bentuk puncak simetris, waktu retensi (tR), nilai


(26)

nilai koefisien variansi yang optimal untuk pemisahan asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X” dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik ?

2. Keaslian penelitian

Pengembangan dan validasi metode kuantifikasi asam askorbat dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik pernah dilakukan oleh Ullah, A.,

Hussain, A., Ali, J., Khaliqurrehman and Ullah, A. (2012) dengan judul “A Simple

and Rapid HPLC Method for Analysis of Vitamin-C in Local Packed Juices of Pakistan”. Penelitian tersebut menggunakan kolom Inertsil ODS-3 C18 (250 mm x

4,6 mm), fase gerak campuran metanol : bufer fosfat dengan perbandingan (20 : 80, v/v) pH 3 ± 0,1, dan kecepatan alir fase gerak 1,0 mL/menit untuk menganalisis asam askorbat dalam kemasan jus. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 300 nm.

Penelitian lain mengenai asam askorbat dilakukan oleh Wang, A., Cheng,

S., Sheu, C. And Kwan, C. (2011) dengan judul “Simultaneous Determination of

Five Whitening Agents by Ion-Pair Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatography”. Penelitian tersebut menggunakan kolom Inertsil ODS-3V (4,6

x 250 mm, 5µm), fase gerak campuran asetonitril : larutan bufer campuran

(50 mM natrium dihidrogen fosfat dan 2 mM n-heksadesiltrimetil amonium bromida) dengan elusi gradien komposisi asetoniril : larutan bufer campuran (1 : 99, v/v) dari menit ke-0 sampai ke-20, (70 : 30, v/v) dari menit ke-21 sampai ke-40 dan (1 : 99, v/v) dari menit ke-41, pH 4,5, dan kecepatan alir fase gerak


(27)

1,0 mL/menit untuk menganalisis sediaan kosmetik lotion dan krim pemutih kulit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 270 nm.

Penelitian mengenai agen pemutih kulit juga dilakukan oleh Thongchai,

W., Liawruangrath, B. and Saisunee L. (2007) dengan judul “High-Perfomance

Liquid Chromatograpic Determination of Arbutin in Skin-Whitening Creams and Medicinal Plant Extracts” menggunakan kolom ODS Hypersil® C18 (125 mm x 4

mm, 5 µm), fase gerak campuran air : metanol : 0,1 M hydrochloric acid (89 : 10 :

1, v/v), dan kecepatan alir fase gerak 1,0 mL/menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 222 nm.

Sejauh penelitian penulis, analisis asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik belum pernah dilakukan, sehingga dapat dilakukan optimasi sistem KCKT fase terbalik untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X”.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan tentang

pengembangan metode yang optimal dalam pemisahan dan penetapan kadar asam askorbat.

b. Manfaat praktis. Memberikan informasi kondisi pemisahan asam askorbat

yang optimal untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sampel produk pemutih kulit.


(28)

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Mengetahui metode yang optimal dalam pemisahan dan penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X” dengan metode KCKT fase terbalik.

2. Tujuan khusus

Mengetahui komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat

memberikan pemisahan dengan bentuk puncak, waktu retensi (tR), nilai resolusi

antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat senyawa lain, dan nilai koefisien variansi optimal pada hasil pemisahan asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X” dengan metode KCKT fase terbalik.


(29)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Askorbat

Asam askorbat (Gambar 1), secara kimia dikenal sebagai (2R)-2-[(1S)-1,2-dihidroksietil]-4,5-dihidroksifuran-3-on merupakan senyawa berbentuk kristal tidak berwarna atau berbentuk serbuk kristal berwarna putih atau kuning pudar.

Asam askorbat dengan rumus kimia C6H8O6 memiliki berat molekul 176,1

g/mol, nilai pKa = 4,2; 11,6 (pada suhu 25°C), dan nilai log P (oktanol : air) 1,8. Kelarutan dalam air 1 : 3, dalam etanol 1 : 30, dalam metanol 1 : 10 dan dalam propilen glikol 1 : 20. Asam askorbat dapat larut dalam aseton, tidak larut dalam benzena, kloroform, eter, petroleum eter, minyak, lemak, dan pelarut lemak (Moffat dkk., 2011). Asam askorbat bersifat fotosensitif dan mudah teroksidasi

(Ahuja dan Dong, 2005). Nilai asam askorbat adalah 556a pada pelarut asam,

λ 243 nm (Moffat dkk., 2011).

Gambar 1. Struktur Asam askorbat (Moffat dkk., 2011)

Asam askorbat merupakan salah satu agen pemutih kulit yang paling sering digunakan (Thongchai dkk., 2007). Radiasi UV akan menstimulasi melanogenesis dengan mengaktivasi enzim tirosinase yang berperan sebagai oksidator dalam reaksi pembentukan melanin. Radiasi UV juga menginduksi

1% 1cm E


(30)

pembentukan reactive oxygen species (ROS). ROS berperan untuk memulai reaksi oksidasi selama proses pembentukan melanin. Asam askorbat menghambat pembentukan melanin dengan meminimalkan kemampuan sinar UV menginduksi sintesis melanin. Asam askorbat bertindak sebagai antioksidan dengan cara menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada kompartemen air dalam sel (Hwang dkk., 2009). Dosis asam askorbat adalah 0,2-3 g per hari (Moffat dkk., 2011).

Larutan injeksi asam askorbat adalah larutan steril asam askorbat dalam air untuk injeksi yang dibuat dengan penambahan natrium hidroksida/natrium karbonat/natrium bikarbonat. Sediaan larutan injeksi asam askorbat mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada label (Dirjen POM, 1995).

Asam askorbat bersifat mudah teroksidasi terutama dalam bentuk larutan. Degradasi asam askorbat dipengaruhi oleh beberapa faktor luar seperti paparan cahaya, oksigen, peningkatan suhu, peningkatan pH, dan katalis logam. Asam askorbat mudah mengalami oksidasi menjadi bentuk asam dehidro askorbat yang bereaksi secara reversibel dan asam dehidro askorbat dapat mengalami oksidasi lanjutan yang bereaksi secara ireversibel menjadi bentuk yang tidak aktif, yaitu asam diketoglukonat. Reaksi degradasi asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini:


(31)

Gambar 2. Reaksi degradasi asam askorbat (Sihite, 2010).

B. Spektrofotometer UV

1. Radiasi elektromagnetik dan penyerapan radiasi oleh molekul

Sinar ultraviolet merupakan salah satu jenis radiasi elektromagnetik yang memiliki suatu energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Panjang gelombang adalah jarak linier antara suatu titik pada satu gelombang dengan titik yang bersebelahan pada gelombang terdekatnya. Hubungan antara energi yang dimiliki suatu radiasi elektromagnetik, frekuensi, dan panjang gelombang suatu senyawa dapat dilihat dari persamaan berikut:

λ

hc

E= (1)

Keterangan :

E = Energi radiasi cahaya

h = Tetapan planck (6,626 x 10-34 Joule) c = Kecepatan cahaya (2,998 x 1010 cm. s-1)

λ = panjang gelombang (Rohman dan Gandjar, 2007).

Suatu molekul bergerak dari tingkat energi yang lebih tinggi menuju tingkat energi yang lebih rendah dengan melepaskan suatu energi yang sering dianggap sebagai radiasi. Dalam kata lain, kehilangan radiasi ini dapat disebut dengan emisi radiasi. Apabila suatu molekul dikenai oleh suatu radiasi


(32)

elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga menyebabkan energi molekul ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi absorpsi energi oleh molekul. Peristiwa absorpsi ini hanya dapat terjadi apabila terjadi kesetaraan antara perbedaan energi pada dua tingkat energi dengan jumlah energi foton yang diserap suatu molekul. Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini:

E

E21= (2) Keterangan :

E1 = Energi pada tingkat yang lebih rendah E2 = Energi pada tingkat yang lebih tinggi

ʋ = frekuensi foton yang diabsorpsi (Rohman dan Gandjar, 2007).

Energi yang melompat dari suatu tingkat ke tingkat lain disebut transisi. Transisi yang dimiliki oleh suatu molekul dengan struktur yang berbeda tidak sama sehingga spektra absorpsi dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Absrobansi suatu senyawa pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Senyawa analit menjerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang UV-Vis yang mengakibatkan tereksitasinya elektron ketingkat energi yang lebih tinggi (Gambar 3). Elektron


(33)

Gambar 3. Skema eksitasi elekron (Rohman dan Gandjar, 2007)

Molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih banyak untuk mengeksitasikan elektron maka akan menyerap panjang gelombang yang lebih pendek, sedangkan untuk molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit untuk mengeksitasikan elektron maka akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden and Fessenden, 1997). Jumlah energi yang diserap oleh molekul-molekul disebut absorban. Hukum Lambert-Beer menunjukkan bahwa absorbansi suatu senyawa dipengaruhi oleh absorptivitas molar, tebal kuvet dan konsentrasi molekul dalam senyawa analit (Rohman dan Gandjar, 2007). Hukum Lambert-Beer dapat dilihat melalui persamaan di bawah ini:

A = ɛ b c (3)

Keterangan : A = absorban

ɛ = absorptivitas molar (M-1. cm-1) b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi molekul dalam senyawa analit (Rohman dan Gandjar, 2007).

Absorptivitas molar merupakan suatu konstante yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan


(34)

sampel, tetapi tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Dikatakan sebagai absorptivitas molar apabila konsentrasi molekul zat analit dalam satuan Molar (M). Jika konsentrasi molekul zat analit berada dalam satuan persen berat/volume (g/100 mL), maka absorptivitas dapat

ditulis dengan 1%

1cm

E (Rohman dan Gandjar, 2007). Hubungan antara 1%

1cm

E dengan

absorptivitas molar (ɛ) dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:

10 BM x E ε 1% 1cm = (4) Keterangan :

ɛ = absorptivitas molar (M-1. cm-1) 1%

1cm

E = absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100 mL)

BM = bobot molekul (g/mol) (Rohman dan Gandjar, 2007).

Nilai 1%

1cm

E memberikan manfaat untuk mengetahui berapa besar

konsentrasi senyawa asam askorbat yang harus dipersiapkan sehingga diperoleh

absorbansi pada kisaran 0,2-0,8. Selain itu, manfaat dari informasi nilai E1%1cm

adalah terkait dengan sensitivitas senyawa untuk diukur dengan spektrofotometer

UV-Vis. Semakin besar nilai 1%

1cm

E suatu senyawa maka semakin sensitif senyawa

tersebut untuk dideteksi dan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Nilai

asam askorbat adalah 556a pada pelarut asam, λ 243 nm (Moffat dkk., 2011).

Nilai tersebut dapat menunjukkan bahwa senyawa asam askorbat cukup sensitif dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer UV-Vis. Nilai absorbtivitas molar

asam askorbat adalah 9791,15 M-1. cm-1. Nilai tersebut menunjukkan bahwa asam

askorbat akan mengalami transisi dan dapat diaplikasikan pada spektrofotometer 1% 1cm E


(35)

yang memiliki rentang panjang gelombang antara 200-700 nm (Rohman dan Gandjar, 2007).

2. Gugus yang mempengaruhi penyerapan radiasi elektromagnetik

Gugus kromofor merupakan suatu gugus atau atom dalam suatu senyawa organik yang mampu menyerap radiasi sinar UV. Disamping itu, dalam suatu molekul organik terdapat suatu gugus auksokrom yang merupakan suatu gugus

fungsional yang memiliki elektron bebas, seperti: -OH, -NH2, dan -OCH3.

Terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor mampu menggeser pita absorpsi sehingga panjang gelombang yang dihasilkan akan lebih besar.

Ikatan terkonjugasi adalah ikatan rangkap yang berselang-seling dengan ikatan tunggal dalam suatu struktur molekul senyawa. Adanya ikatan terkonjugasi dalam senyawa akan mempengaruhi panjang gelombang maksimalnya. Semakin panjang ikatan terkonjugasinya, maka akan semakin besar panjang gelombang maksimalnya (Rohman dan Gandjar, 2007).

C. Larutan Bufer

Larutan bufer sering dipakai dalam analisis seperti penggunaanya sebagai fase gerak dalam sistem KCKT. Jenis bufer paling sederhana terdiri atas suatu asam atau basa lemah yang dikombinasikan dengan suatu asam atau basa konjugatnya (Rohman dan Gandjar, 2007).

Larutan bufer (bufer) memiliki peranan penting dalam pemisahan senyawa asam ataupun basa dalam sistem KCKT. Penggunaan bufer dalam fase gerak sistem KCKT akan memberikan suatu nilai pH yang relatif konstan sehingga


(36)

waktu retensi senyawa selama proses pemisahan menjadi lebih reprodusibel. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan larutan bufer pada fase gerak sistem KCKT fase terbalik adalah nilai pKa asam lemah atau basa lemah, kapasitas bufer, kelarutan komponen bufer, absorbansi pada daerah UV, dan stabilitas bufer (Snyder dkk., 2010).

Kapasitas bufer adalah kemampuan bufer untuk mempertahankan pH dan tergantung pada nilai pKa asam lemah atau basa lemah, konsentrasi bufer, dan pH fase gerak. Asam lemah atau basa lemah yang menyusun bufer hendaknya memiliki nilai pKa dalam rentang ±1,0 unit dari pH fase gerak yang diinginkan (Snyder dkk., 2010).

Dalam sistem KCKT dengan detektor UV, penggunaan bufer dapat dikatakan ideal apabila memiliki absorban pada panjang gelombang di bawah 220 nm. Beberapa jenis bufer yang sering digunakan dalam sistem KCKT fase terbalik dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(37)

Tabel I. Jenis bufer yang digunakan pada sistem KCKT fase terbalik (Kazakevich and Lobrutto, 2007)

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 1. Definisi dan instrumen KCKT

Kromatografi cair kinerja tinggi adalah salah satu metode analisis untuk pemisahan suatu campuran senyawa kimia. Penggunaan pompa bertekanan tinggi akan mengalirkan fase gerak ke dalam kolom sehingga akan terjadi pemisahan dengan cepat, terkontrol dan efektif. Baik buruknya pemisahan dipengaruhi oleh kondisi eksperimental seperti kondisi kolom, kemurnian pelarut, suhu, kecepatan alir fase gerak, komposisi fase gerak, dan sebagainya (Snyder dkk., 2010). Pemisahan pada sistem kromatografi terjadi akibat adanya interaksi antara zat


(38)

analit dengan fase diam dan fase gerak yang kemudian akan menghasilkan perbedaan waktu migrasi dari zat analit (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

Ada dua macam jenis kromatografi cair kinerja tinggi dalam analisis, yaitu KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. KCKT fase normal adalah KCKT yang menggunakan fase diam bersifat lebih polar dibandingkan dengan fase geraknya, sedangkan KCKT fase terbalik adalah KCKT yang menggunakan fase diam bersifat lebih non-polar dibandingkan dengan fase geraknya (Snyder dkk., 2010).

Sistem KCKT dapat diilustrasikan secara sistematik seperti pada Gambar 4 di bawah ini:

Gambar 4. Skema sistem KCKT (Snyder dkk., 2010)

Bagian-bagian dalam sistem KCKT fase terbalik, antara lain:

a) Kolom

Salah satu jenis kolom KCKT fase terbalik yang paling sering digunakan

adalah kolom tipe C18. Kolom C18 (Gambar 5) tersusun oleh suatu penyangga

silika gel (SiO2) dimana silika gel tersusun atas rantai -O-Si-O- dan pada bagian


(39)

relatif bersifat polar. Pada KCKT fase terbalik, modifikasi silika gel dilakukan dengan menutup gugus silanol (-SiOH) dengan suatu bagian organik yang umumnya adalah suatu hidrokarbon rantai panjang untuk menghilangkan gugus hidroksil melalui reaksi silanisasi. Semakin panjang rantai karbon yang diikatkan pada silika maka akan semakin hidrofobik. Kebanyakan fase diam dengan penyusun silika memiliki rentang pH yang dapat ditoleransi, yaitu pH 2-7. Apabila di bawah pH 2, maka akan terjadi hidrolisis yang menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan fase terikat dengan substrat silika. Apabila di atas pH 7, maka substrat silika akan terdisolusi sebagian dalam fase gerak yang polar. Salah satu dampak yang terlihat adalah terbentuknya puncak yang asimetris pada pH di atas 3 akibat adanya interaksi antara bentuk ion zat analit dengan residu silanol (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

Gambar 5. Struktur kolom C18 (Snyder dkk., 2010))

b) Fase gerak

Fase gerak atau eluen tersusun atas campuran pelarut yang saling bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam elusi zat analit dan resolusi dalam sistem KCKT. Daya elusi dan resolusi dipengaruhi oleh polaritas fase gerak, polaritas fase diam, dan sifat komponen analit. Pada sistem KCKT fase terbalik, kemampuan elusi akan menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut yang digunakan dalam fase gerak (Rohman dan Gandjar, 2007).


(40)

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan fase gerak adalah kompatibilitas pelarut yang digunakan, kelarutan analit dalam fase gerak, polaritas fase gerak, transmisi cahaya, viskositas, stabilitas dan pH fase gerak (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

Kompatibilitas antar komponen fase gerak perlu diperhatikan supaya penyusun fase gerak dapat bercampur dengan baik. Campuran fase gerak harus dapat digunakan untuk melarutkan analit dengan baik. Apabila analit tidak terlarut sempurna pada fase gerak yang digunakan, maka analit akan mengendap ketika proses penginjekan dilakukan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah transmisi cahaya dari fase gerak. Transmisi cahaya akan berkaitan erat dengan detektor UV

yang digunakan. Setiap fase gerak memiliki UV-cutoff yang berbeda satu sama

lain sehingga perlu diperhatikan ketika memilih komponen fase gerak. Perlu

dipastikan bahwa UV-cutoff pelarut fase gerak yang digunakan tidak mengganggu

deteksi analit pada detektor UV. Viskositas fase gerak perlu diperhatikan pula karena semakin besar viskosias fase gerak makan akan semakin besar tekanan dalam kolom sistem KCKT (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

Tingkat kepolaran fase gerak yang digunakan akan mempengaruhi elusi analit dalam sistem KCKT. Kepolaran campuran komponen penyusun fase gerak dapat dilihat dari nilai indeks polaritasnya. Indeks polaritas fase gerak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

n

φnP'

...

φ2P'2

φ1P'1

camp

P' = + + + (5)

Keterangan:

P’camp = indeks polaritas campuran P’n = indeks polaritas pelarut ke-n


(41)

Indeks polaritas menunjukkan korelasinya dengan kepolaran suatu pelarut fase gerak. Semakin besar nilai indeks polaritasnya maka semakin polar pelarut fase gerak yang digunakan (Snyder dkk., 2010).

Sebagian besar senyawa obat yang berada di pasaran dapat terionisasi pada pH tertentu, sehingga diperlukan pengaturan pH pada fase gerak untuk mempertahankan kondisi pH fase gerak yang membawa analit agar analit tetap dalam bentuk molekulnya sampai detektor. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penggunaan larutan bufer dalam komponen penyusun fase gerak. Hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan bufer adalah tingkat kelarutan bufer dalam pelarut yang digunakan karena pemilihan jenis bufer yang salah akan mengakibatkan mengendap atau terpisahnya komponen bufer dalam fase gerak (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

c) Detektor

Detektor yang digunakan untuk KCKT dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu golongan detektor universal dan golongan detektor spesifik mendeteksi analit secara spesifik dan selektif. Detektor UV merupakan salah satu jenis detektor spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif sesuai panjang gelombang yang digunakan. Dasar detektor UV adalah penyerapan radiasi UV pada kisaran panjang gelombang 200-400 nm oleh analit yang memiliki gugus kromofor pada strukturnya. Beberapa karakteristik detektor adalah memiliki respon yang cepat dan reprodusibel terhadap analit, memiliki sensitifitas tinggi, stabil dalam pengoperasiannya dan signal yang dihasilkan


(42)

berbanding lurus dengan konsentrasi analit dalam sampel (Rohman dan Gandjar, 2007).

2. Pemisahan yang optimal pada sistem KCKT

a. Bentuk puncak pemisahan asam askorbat. Bentuk puncak yang

diharapkan adalah simetris. Parameter bentuk puncak adalah asymmetry

factor (As) dan tailing factor (Tf). Nilai asymmetry factior (As) dihitung

pada 10% tinggi puncak. Perhitungan As dapat dilakukan dengan

persamaan yang tercantum pada Gambar 5. Apabila nilai As = 1, maka

dapat dikatakan puncak yang dihasilkan simetri. Akan tetapi, pada nilai

As < 2 puncak juga masih dikatakan baik (Snyder dkk., 2010). Tailing

factor (Tf) merupakan rasio antara lebar setengah tinggi puncak. Nilai

Tf = 1 menunjukkan bahwa puncak simetris, sedangkan nilai Tf ˃ 1

menunjukkan bahwa puncak mengalami tailing. Semakin besar nilai Tf

maka efisiensi kolom semakin menurun. Tailing factor (Tf) dapat

dihitung melalui persamaan yang tercantum pada Gambar 6 berikut:

Gambar 6. Perhitungan nilai As dan nilai Tf (Snyder dkk., 2010)

Pada saat migrasi, analit mengalami transfer antara fase diam atau fase gerak berkali-kali. Analit hanya dapat bergerak bila berada dalam fase gerak,


(43)

maka migrasi dalam kolom menjadi tidak teratur. Akibatnya, laju rata-rata analit relatif terhadap fase gerak sangat bervariasi dan menyebabkan pelebaran puncak analit.

Berdasarkan teori laju, pelebaran puncak analit disebabkan oleh 3 faktor yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Difusi Eddy

Difusi Eddy merupakan aliran tidak teratur yang menyebabkan terjadinya

pencampuran konvektif. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jarak yang harus dilalui molekul yang satu dengan yang lain. Perbedaan jarak yang dilalui oleh molekul yang satu dengan yang lain disebabkan oleh perbedaan bentuk, ukuran partikel pengisi kolom, cara pengisian kolom, dan diameter kolom. Perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan waktu elusi molekul-molekul dari kolom. Suatu molekul solut dapat bergerak melalui kolom dekat dinding kolom yang memiliki kerapatan kemas partikel fase diam yang rendah, sehingga molekul tersebut dengan cepat akan terelusi. Berbeda dengan molekul solut yang melalui bagian tengah kolom yang memiliki kerapatan kemas partikel fase diam yang tinggi, solut akan terelusi dengan kecepatan yang lebih rendah. Hal inilah yang menyebabkan pelebaran puncak untuk tiap analit. Cara memperkecil efek ini adalah menggunakan fase diam yang memiliki partikel berdiameter kecil, diameter kolom kecil, pengemasan kolom yang rapat dan homogen (Rohman dan Gandjar, 2007).


(44)

2) Difusi longitudinal

Analit ketika berada dalam fase gerak melewati fase diam menyebar ke segala arah secara difusi, baik dengan arah yang sama maupun berlawanan dengan aliran fase gerak sehingga akan menghasilkan bentuk puncak yang melebar simetris. Difusi longitudinal merupakan efek dari gerakan random molekul analit dalam fase gerak karena adanya perbedaan konsentrasi. Ketika melintasi kolom, molekul-molekul akan berdifusi menyebar ke segala arah. Difusi ini dapat terjadi di sepanjang kolom, baik pada fase gerak maupun fase diam. Akibatnya bentuk puncak analit yang semula sempit, dengan adanya difusi ke dalam fase gerak di sekelilingnya, akan melebarkan profil puncak. Efek ini dapat diperkecil dengan menggunakan fase gerak yang bobot jenisnya lebih tinggi dengan kecepatan linier aliran ditingkatkan (Rohman dan Gandjar, 2007).

3) Transfer massa

Pengaruh transfer massa ini terjadi antara fase diam dengan fase gerak. Proses transfer massa tidak terjadi secara instan melainkan terjadi secara lambat dalam hal kinetikanya. Fase gerak mengalir secara terus menerus mengakibatkan distribusi kesetimbangan analit dalam fase diam dan fase gerak tidak pernah ada. Konsentrasi analit pada fase diam yang tertinggal sebenarnya lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrasi analit pada fase gerak sehingga akan terbentuknya pelebaran puncak (Rohman dan Gandjar, 2007).


(45)

Beberapa penyebab terjadinya puncak asimetris antara lain:

1) Konsentrasi analit terlalu besar yang membuat fase gerak tidak mampu

membawa analit dengan sempurna sehingga akan terbentuk tailing pada

puncak yang dihasilkan.

2) Adanya interaksi yang kuat antara analit dengan fase diam sehingga analit

sulit terelusi dari kolom dan membuat terbentuknya tailing pada puncak.

3) Terdapat kontaminan dalam sampel sehingga akan muncul suatu puncak

didepan puncak analit yang membuat terbentuknya fronting pada puncak

(Rohman dan Gandjar, 2007).

b. Waktu retensi (tR). Waktu retensi merupakan waktu yang dibutuhkan suatu

analit untuk melewati kolom. Waktu retensi (tR) dan faktor retensi (k’)

dihubungkan dengan persamaan:

tR = tM (l + k’) (6)

tM merupakan waktu yang dibutuhkan analit yang tidak tertahan

untuk melewati kolom. Analit yang tidak tertahan akan bermigrasi melewati kolom dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan fase gerak, sehingga

nilai faktor retensinya adalah nol (tR = tM). Analit yang mempunyai nilai

k’ > 0 akan tertahan secara proporsional dan menghasilkan waktu retensi

yang lebih besar daripada tM (Gandjar dan Rohman, 2007).

c. Resolusi (Rs). Resolusi adalah indikator pemisahan dua puncak yang

berdekatan. Pemisahan yang baik adalah pemisahan yang menghasilkan nilai

Rs≥ 1,5. Hubungan antara waktu retensi analit (tR) dengan lebar puncak (W)


(46)

0,5(W W) t t Rs 1 2 R1 R2 + −

= (7)

Dimana : tR1 dan tR2 = waktu retensi komponen

W1 dan W2 = lebar alas puncak komponen (Snyder dkk., 2010).

d. Efisiensi kolom. Salah satu yang menjadi tolok ukur efisiensi kolom adalah

jumlah lempeng (N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis. Efisiensi kolom akan berpengaruh pada waktu retensi analit. Semakin tinggi jumlah lempeng teoritis maka semakin baik pula efisiensi kolom (Snyder dkk., 2010).

Nilai Height Equivalent Theoritical Plate (HETP) merupakan tolok

ukur efisiensi kolom, dimana HETP dapat dihitung melalui persamaan berikut:

N L

HETP= (8)

Dimana : L = panjang kolom N = jumlah lempeng

dimana nilai N merupakan bilangan lempeng teoritik dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

2 h 2 1 R W t x 5,54 N ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛

= (9)

Dimana : tR = waktu retensi analit

h 2 1

W = lebar puncak pada posisi setengah tinggi puncak

Nilai HETP berbanding terbalik dengan jumlah lempeng teoritis (N). Dengan begitu, semakin tinggi nilai N makan semakin kecil nilai HETP dan semakin efisien kolom yang digunakan (Snyder dkk., 2010).


(47)

E. Landasan Teori

Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang digunakan sebagai agen pemutih kulit. Jumlah asam askorbat dalam produk pemutih kulit perlu untuk dipastikan kebenarannya dengan klaim label agar konsumen tidak dirugikan. Sifat asam askorbat yang mudah terdegradasi oleh paparan cahaya, peningkatan suhu, peningkatan pH, oksigen dan katalis logam merupakan salah satu penyebab ketidaksesuaian jumlah asam askorbat dalam produk dengan klaim label. Dalam penelitian ini, asam askorbat yang akan diteliti berada dalam sampel larutan injeksi obat pemutih kulit.

KCKT dapat digunakan untuk melakukan pemisahan asam askorbat dari sampel larutan injeksi obat pemutih kulit. Pemisahan yang dilakukan dengan KCKT merupakan pemisahan yang berdasarkan tingkat kepolaran dan interaksi analit dengan fase gerak dan fase diam pada metode KCKT ini. Analit yang sudah dipisahkan dengan KCKT akan dideteksi oleh detektor UV karena asam askorbat memberikan absorban pada panjang gelombang UV. Asam askorbat memiliki gugus kromofor dan auksokrom pada struktur sebagai syarat senyawa yang dapat

dideteksi dengan detektor UV. Nilai 1%

1cm

E asam askorbat adalah 556a pada pelarut

asam, λ 243 nm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa senyawa asam askorbat

cukup sensitif dan dapat dideteksi dengan detektor UV. Nilai absorbtivitas molar

asam askorbat adalah 9791,15 M-1. cm-1. Nilai tersebut menunjukkan bahwa asam

askorbat akan mengalami transisi ππ*. Jenis transisi ini merupakan transisi

yang cocok untuk analisis pada rentang panjang gelombang antara 200-400 nm dan dapat diaplikasikan pada spektrofotometer.


(48)

Sistem KCKT fase terbalik yang optimal diperlukan untuk melakukan penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit, sehingga di penelitian ini dilakukan optimasi sistem KCKT fase terbalik untuk mendapatkan metode KCKT fase terbalik yang mampu memisahkan asam askorbat dari matriks sampel secara optimal. Variabel yang akan dioptimasi dalam penelitian ini adalah komposisi dan kecepatan alir fase gerak. Variasi perbandingan fase gerak dan kecepatan alir fase gerak dilakukan untuk melihat perbandingan berapa yang akan memberikan pemisahan optimal. Parameter optimasi yang harus dipenuhi adalah bentuk puncak, nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat senyawa lain, nilai koefisien variansi dari nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat senyawa lain, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi asam askorbat.

F. Hipotesis

Metode KCKT fase terbalik detektor UV dengan komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang optimal dapat memberikan pemisahan dengan

bentuk puncak simetris yaitu nilai tailing factor < 2, waktu retensi (tR) kurang dari

10 menit, nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat

senyawa lain > 1,5, dan nilai koefisien variansi ≤ 2% sehingga dapat digunakan

untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X”.


(49)

27 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis rancangan penelitian eksperimental analitik karena pada subjek uji diberikan perlakuan yaitu komposisi dan kecepatan alir fase gerak.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi fase gerak yaitu metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 dan kecepatan alir fase gerak yang digunakan.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pemisahan puncak dari

asam askorbat dari matriks sampel yang terlihat dari asymmetry factor, tailing

factor, nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat

senyawa lain, nilai koefisien variansi, HETP, area under curve (AUC) dan waktu

retensi asam askorbat hasil pemisahan. 3. Variabel pengacau terkendali

a. Kemurnian pelarut yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan


(50)

b. Kemurnian bahan baku yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan

bahan baku yang telah terjamin kualitasnya dengan adanya Certificate of

Analysis (CoA).

C. Definisi Operasional

1. Asam askorbat merupakan salah satu agen pemutih kulit yang terdapat dalam

sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X”.

2. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT

menggunakan jenis kolom C18 merek Phenomenex® (250 x 4,6 mm, ukuran

partikel 5 µm), dengan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat

pH 3

3. Optimasi dilakukan dengan mengubah komposisi fase gerak dan kecepatan

alir fase gerak.

4. Parameter optimasi dengan menggunakan metode KCKT adalah bentuk

puncak, waktu retensi, nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat senyawa lainnya dan reprodusibilitas luas area dan waktu retensi.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reference standard

asam askorbat (Supelco), metanol grade HPLC, asam fosfat 85% dan kalium


(51)

Whatman 0,45µm, dan produk pemutih kulit merk “X” yang diperoleh dari online

shop “Y”.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat KCKT

dengan detektor ultraviolet, Shimadzu LC-2010C, kolom C18 merek

Phenomenex® (dimensi 250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 µm), seperangkat

komputer (merek Dell B6RDZ1S Connexant system RD01-D850 A03-0382 JP

France S.A.S, printer HP Deskjet D2566 HP-024-000 625730), UV-Vis

Spechtrophotometer SP-3000plus merek OPTIMA dengan detektor silicon photo

diode, milipore, ultrasonikator Refsch, Tipe : T460 (Schwing 1 PXE, FTZ-Nr.

C-066/83, HF-Frequ:35 kHz), timbangan analitik SCALTEC (max 60/210 g, min

0,001 g), alat vakum GAST, dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan asam fosfat 0,1 M

Larutan pekat H3PO4 dengan konsentrasi 85% diambil sejumlah 0,3 mL,

kemudian diencerkan dalam akua demineralisata 25,0 mL sehingga konsentrasi

H3PO4 menjadi 0,1 M.

2. Pembuatan bufer fosfat 0,01 M

Sejumlah 0,68 g KH2PO4 ditimbang seksama dan dilarutkan dalam akua

demineralisata hingga 500,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 0,1 M, kemudian pH diatur dengan penambahan asam fosfat 0,1 M hingga mencapai pH 3.


(52)

3. Pembuatan fase gerak

Fase gerak dibuat dengan mencampur antara metanol dan 0,01 M bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60; dan 50 : 50 oleh sistem KCKT. Sebelumnya masing-masing fase gerak tersebut disaring

dengan penyaring Whatman 0,45 µm yang dibantu dengan pompa vakum

kemudian didegassing selama 15 menit menggunakan ultrasonicator.

4. Pembuatan larutan stok asam askorbat

Sejumlah 4,0 mg asam askorbat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam

fase gerak hingga 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL.

5. Pembuatan larutan baku asam askorbat yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang maksimum

Dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 40; 50; dan 60

µg/mL dengan mengencerkan 1,0; 1,25; dan 1,5 mL larutan stok menggunakan

fase gerak hingga 10,0 mL.

6. Pembuatan larutan kerja asam askorbat yang digunakan untuk optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak

Sejumlah 2,5 mL larutan stok asam askorbat dengan konsentrasi

400 µg/mL diambil dan diencerkan dalam fase gerak 10,0 mL sehingga diperoleh

konsentrasi larutan 100 µg/mL. Larutan disaring dengan menggunakan milipore


(53)

7. Penentuan panjang gelombang maksimum asam askorbat dengan spektrofotometer UV-Vis

Masing-masing konsentrasi larutan seri baku asam askorbat 40; 50; dan

60 µg/mL dengan pelarut fase gerak, discan antara panjang gelombang 200-400

nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Spektrum yang dihasilkan akan menunjukkan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan untuk deteksi pada sistem KCKT yaitu panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi maksimum dari ketiga konsentrasi tersebut.

8. Preparasi larutan sampel

Sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk “X” yang mengandung

200 mg/mL asam askorbat (klaim label), diambil sejumlah 50 µL dan dimasukkan

ke dalam labu takar 10 mL, diencerkan dengan fase gerak sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan stok sampel yang memiliki konsentrasi asam askorbat

1000 µg/mL. Kemudian diambil sejumlah 2,0 mL larutan stok sampel dan

dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, diencerkan dengan fase gerak sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan sampel yang memiliki konsentrasi asam

askorbat 100 µg/mL. Larutan sampel disaring dengan menggunakan milipore dan

didegassing dengan ultrasonicator selama 15 menit.

9. Optimasi pemisahan asam askorbat dari matriks sampel dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik

a. Optimasi komposisi fase gerak. Larutan kerja asam askorbat dengan

konsentrasi 100 µg/mL diinjeksikan sejumlah 20 µL ke sistem KCKT.


(54)

menggunakan fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60; dan 50 : 50 pada kecepatan alir fase gerak 1,0 mL/menit. Dilakukan analisis hasil terhadap parameter nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak

terdekat senyawa lain, waktu retensi dan nilai tailing factor dari berbagai

perbandingan fase gerak.

b. Optimasi kecepatan alir fase gerak. Larutan kerja asam askorbat dengan

konsentrasi 100 µg/mL diinjeksikan sejumlah 20 µL ke sistem KCKT.

Optimasi dilakukan pada panjang gelombang maksimum dengan menggunakan fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan hasil optimasi pada kecepatan alir fase gerak 0,7; 0,8; 0,9; 1,0; 1,1; dan 1,2 mL/menit. Dilakukan analisis hasil terhadap parameter nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat

senyawa lain, waktu retensi dan nilai tailing factor dari berbagai

kecepatan alir fase gerak.

c. Pemisahan asam askorbat dari matriks larutan sampel dengan fase gerak

hasil optimasi. Larutan sampel dengan konsentrasi 100 µg/mL

diinjeksikan sejumlah 20 µL ke sistem KCKT. Pengamatan dilakukan

menggunakan komposisi dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi serta pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan. Kromatogram yang dihasilkan diamati dan dihitung parameter uji kesesuaian sistem yang meliputi nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak senyawa lain, luas puncak asam askorbat, nilai


(55)

N dan HETP dari pemisahan asam askorbat dari matriks pada larutan sampel.

d. Uji kesesuaian sistem KCKT. Larutan baku asam askorbat dengan

konsentrasi 100 µg/mL diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT

menggunakan fase gerak dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi. Penginjekan larutan ini dilakukan sebanyak 6 kali. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang maksimum dan kemudian diamati kromatogram asam askorbat hasil pemisahan dan dihitung nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat senyawa lain, waktu retensi, nilai

k’, nilai tailing factor, area under curve (AUC), tinggi puncak, nilai N

dan HETP, serta % koefisien variansi pada masing-masing parameter tersebut.

G. Analisis Hasil

Hasil optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir fase gerak tertentu menghasilkan data kromatogram. Pemisahan asam askorbat dari matriks sampel paling baik dapat diketahui dengan melihat baik data kromatogram baku maupun kromatogram sampel dan melakukan pengamatan terhadap nilai resolusi antara puncak asam askorbat dengan puncak terdekat senyawa lain, waktu retensi,

nilai k’, nilai tailing factor, AUC, tinggi puncak, nilai N dan HETP, serta


(56)

Pemisahan yang baik adalah pemisahan yang menghasilkan bentuk

puncak simetris, waktu retensi < 10 menit, memiliki nilai resolusi ≥ 1,5 terhadap

puncak terdekat, dan nilai koefisien variansi (% CV) ≤ 2% (Snyder dkk., 2010).

1. Bentuk puncak pemisahan asam askorbat

Bentuk puncak yang diharapkan adalah simetris. Parameternya adalah asymmetry factor (As) dan tailing factor (Tf). Nilai asymmetry factior (As)

dihitung pada 10% tinggi puncak dan nilai tailing factor (Tf) dihitung pada 5%

tinggi puncak. Perhitungan As dan Tf dapat dilakukan dengan persamaan yang

tercantum pada Gambar 6.

Apabila nilai As dan Tf = 1, maka dapat dikatakan puncak yang

dihasilkan simetris. Akan tetapi, pada nilai As dan Tf < 2 puncak juga masih

dikatakan baik (Snyder dkk., 2010). 2. Waktu retensi (tR)

Pengamatan waktu retensi dilakukan untuk melihat waktu yang dibutuhkan suatu senyawa berpisah dengan optimal dalam suatu campuran. Apabila waktu yang didapatkan kurang dari 10 menit, maka dapat dikatakan waktu pemisahan efektif (Snyder dkk., 2010).

3. Nilai resolusi (Rs)

Nilai resolusi pemisahan puncak dapat dihitung dengan persamaan berikut: ) W 0,5(W t t Rs 1 2 R1 R2 + − =

Dimana : tR1 dan tR2 = waktu retensi komponen W1 dan W2 = lebar alas puncak komponen


(57)

Pemisahan yang baik adalah pemisahan yang menghasilkan nilai resolusi

sebesar ≥1,5 (Rohman dan Gandjar, 2007).

4. Nilai HETP

Nilai HETP dapat dihitung melalui persamaan berikut:

N L

HETP=

Dimana : L = panjang kolom N = jumlah lempeng

dimana nilai N merupakan bilangan lempeng teoritik dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

2 h 2 1 R W t x 5,54 N ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = Dimana : tR = waktu retensi analit

h 2 1

W = lebar puncak pada posisi setengah tinggi puncak

Apabila nilai HETP semakin kecil, maka efisiensi kolom akan semakin baik dan pemisahan juga semakin baik.

5. Nilai koefisien variansi

Nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP, AUC dan waktu

retensi asam askorbat hasil pemisahan diketahui dengan menghitung nilai % CV dengan menggunakan persamaan berikut:

x SD %CV=

Dimana : SD = standar deviasi data x = rata-rata jumlah data


(58)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemilihan Pelarut

Pemilihan pelarut dalam analisis menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menjadi penting karena analit harus terlarut dalam pelarut sebelum masuk ke sistem KCKT. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan asam askorbat adalah campuran fase gerak metanol dan bufer fosfat 0,01 M yang dominan mengandung akua demineralisata. Asam askorbat dapat terlarut dalam akua demineralisata dan metanol. Kelarutan asam askorbat dalam air pada suhu 20°C adalah 290 g/L dan kelarutan dalam metanol adalah 125 g/L (International Œnological Codex, 2007). Syarat pemilihan pelarut adalah dapat melarutkan analit dengan baik, tidak berinteraksi dengan analit dan tidak toksik. Akua demineralisata merupakan jenis pelarut air yang bebas mineral. Proses mendapatkan akua demineralisata adalah dengan melewatkan air mineral yang mengandung ion melalui suatu kolom resin sehingga mineral yang ada akan tertahan pada kolom resin (Falah dkk., 2009).

Degradasi asam askorbat akan meningkat dengan adanya ion logam

transisi seperti Cu2+ dan Fe3+. Menurut Khan dan Sarwar (1999), ion Cu2+, Fe3+,

Cr6+, Mn2+ dan V5+ mampu meningkatkan kecepatan reaksi degradasi asam

askorbat pada suhu ruang 25°C. Kandungan trace metal dalam akua

demineralisata sangat kecil (Soen dkk., 1966) sehingga penggunaan akua demineralisata diharapkan dapat meminimalkan risiko degradasi asam askorbat


(59)

B. Penentuan Fase Gerak

Berdasarkan polaritas fase diam dan fase gerak, metode KCKT yang digunakan merupakan metode KCKT fase terbalik karena fase diam yang

digunakan yaitu oktadesilsilan (C18) yang bersifat non polar sedangkan fase gerak

bersifat lebih polar dibanding fase diam. Fase gerak yang paling sering digunakan dalam penelitian menggunakan sistem KCKT fase terbalik adalah campuran air dengan pelarut organik seperti asetonitril dan metanol. Fase gerak yang dipakai untuk sistem KCKT fase terbalik adalah pelarut organik yang bersifat mudah bercampur dengan air, viskositas relatif rendah, stabil di bawah kondisi yang digunakan. Jenis pelarut organik yang paling sering dan disarankan berturut-turut adalah asetonitril, metanol, dan paling jarang digunakan adalah tetrahidrofuran (Snyder dkk., 2010).

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran metanol dengan bufer fosfat 0,01 M pada pH 3. Sistem elusi fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah isokratik karena menggunakan campuran fase gerak dengan perbandingan tetap sehingga polaritas fase gerak tetap selama proses elusi berlangsung.

Eluent strength (ε°) merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan

ketika memilih suatu pelarut dalam fase gerak. Eluent strength adalah

kemampuan pelarut organik untuk mengelusi suatu analit. Semakin besar nilai eluent strength maka semakin besar kemampuan elusinya. Semakin besar nilai ε° maka semakin besar risiko terjadinya tumpang tindih antara puncak dua analit


(60)

maka fase gerak akan lebih sulit untuk mengelusi analit. Metanol memiliki nilai

ε° = 1,0 sedangkan asetonitril memiliki nilai ε° = 3,1 pada kolom C18. Apabila

dilihat dari nilai ε° menunjukkan kemampuan elusi asetonitril untuk mengelusi

analit lebih besar dari pada metanol. Namun, asetonitril tidak digunakan sebagai komposisi fase gerak dikarenakan biaya yang dibutuhkan terlalu mahal. Selain itu, dengan menggunakan pelarut metanol, asam askorbat sudah dapat terelusi dengan baik dalam sistem KCKT yang digunakan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi biaya dalam penelitian ini dipilih pelarut metanol sebagai komponen fase gerak.

Bufer fosfat merupakan salah satu komponen fase gerak yang digunakan. Bufer fosfat mempunyai nilai pKa 2,1; 7,2 dan 12,3 dengan rentang pH berturut-turut adalah 1,1-3,1; 6,2-8,2; dan 11,3-13,3 (Supelco, 2001). Rentang pH tersebut menunjukkan kapasitas bufer fosfat, yaitu kemampuan untuk mempertahankan pH secara efektif. Suatu larutan asam askorbat 5% dalam air memiliki pH 2,1 - 2,6, pH 10% larutan kalsium askorbat dalam air adalah antara 6,8 dan 7,4 dan pH larutan natrium askorbat dalam air antara 7,0 dan 8,0. Stabilitas maksimum terjadi dekat pH 3 dan pH 6 (Sihite, 2010). Asam askorbat cukup stabil dalam larutan dengan pH rendah seperti 2 atau 3 dengan anggapan bahwa tidak ada ion logam transisi dalam larutan. Peningkatan pH fase gerak menjadi > nilai pKa asam

askorbat yaitu 4,2 akan meningkatkan terbentuknya ion asam askorbat (AscH-)

yang berakibat pada stabilitas asam askorbat dalam larutan menurun (Buettner and Jurkiewics, 1996). Pada penelitian ini digunakan pH 3 dengan pertimbangan stabilitas larutan asam askorbat dalam sistem KCKT yang digunakan. Pada saat


(61)

orientasi, dilakukan pengukuran dengan menggunakan fase gerak tanpa mengandung bufer, mengandung bufer fosfat pH 3 dan bufer fosfat pada pH 5,6. Akan tetapi, hasil puncak kromatogram yang diperoleh dari penggunaan fase gerak tanpa bufer dan bufer pH 5,6 terpecah menjadi beberapa bagian dan bentuk puncak yang tidak baik (Gambar 7 dan 8). Berbeda dengan puncak kromatogram yang dihasilkan dengan menggunakan bufer fosfat pH 3 (Gambar 9). Oleh sebab itu, perlu digunakan bufer untuk mempertahankan pH selama berada dalam sistem KCKT tetap pada rentang pH stabil larutan asam askorbat sehingga menghasilkan waktu retensi asam askorbat yang tetap dan meminimalkan terjadinya kerusakan asam askorbat akibat perubahan pH.

Gambar 7. Kromatogram asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL, dengan parameter sebagai berikut:

Fase diam : Phenomenex®C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : air (40 : 60)

Kecepatan alir : 1 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm


(62)

Gambar 8. Kromatogram asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL, dengan parameter sebagai berikut:

Fase diam : Phenomenex®C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat pH 5,6 (40 : 60)

Kecepatan alir : 1 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

Gambar 9. Kromatogram asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL, dengan parameter sebagai berikut:

Fase diam : Phenomenex®C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60)

Kecepatan alir : 1 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

Selain kapasitas bufer, UV-cutoff merupakan hal lain yang perlu

diperhatikan dalam pemilihan bufer. UV-cutoff adalah panjang gelombang suatu


(63)

kuvet yang memiliki tebal 1 cm (Rohman dan Gandjar, 2007). Bufer fosfat

memiliki nilai UV-cutoff di bawah 200 nm (Supelco, 2001), sedangkan metanol

memiliki UV-cutoff 205 nm (Rohman dan Gandjar, 2007). Apabila pengukuran

analit dilakukan pada panjang gelombang UV-cutoff pelarut yang digunakan maka

akan terjadi kekacauan hasil sehingga hasil data menjadi bias. Panjang gelombang yang digunakan dalam penelitian ini adalah 244 nm sehingga tidak terjadi bias

data akibat UV-cutoff.

Evaluasi polaritas fase gerak yang digunakan dapat dilihat dengan menggunakan parameter indeks polaritas (P’). Komposisi fase gerak yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 dengan perbandingan 10:90; 20:80; 30:70; 40:60; dan 50:50. Menurut Mulja dan Suharman (1995), semakin besar nilai indeks polaritas campuran fase gerak, maka semakin polar fase gerak yang digunakan. Indeks polaritas fase gerak yang digunakan untuk masing-masing komposisi dapat dilihat pada tabel II di bawah ini:

Tabel II. Indeks polaritas fase gerak campuran metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 (Snyder dkk., 2010)

No. Komposisi Fase Gerak Indeks Polaritas Metanol Bufer fosfat 0,01 M pH 3

1. 10 90 9,69

2. 20 80 9,18

3. 30 70 8,67

4. 40 60 8,16

5. 50 50 7,65

Menurut hasil indeks polaritas di atas dapat dikatakan bahwa dengan bertambahnya metanol dalam campuran fase gerak maka semakin non polar fase gerak yang digunakan. Hal ini menjadi dasar pemilihan variasi komposisi fase


(64)

gerak metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 yang akan di optimasi yaitu 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60 dan 50 : 50. Asam askorbat merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga cenderung akan lebih optimal terelusi dengan menggunakan fase gerak yang bersifat polar dalam sistem KCKT fase terbalik.

Fase gerak yang telah dipersiapkan, disaring dengan menggunakan

kertas Whatman 0,45 µm dengan maksud untuk menghilangkan partikel-partikel

yang dapat mengotori kolom dan mengganggu pengukuran. Selanjutnya, fase

gerak harus didegassing selama kurang lebih 15 menit untuk menghilangkan

gelembung gas yang dapat mengganggu detektor.

C. Larutan Baku

Baku asam askorbat yang digunakan adalah reference standard dengan

kemurnian 98,7 % yang didapatkan dari PT. Supelco dan memiliki Certificate of

Analysis (CoA) yang dapat dilihat pada lampiran 1 sehingga terjamin kemurniannya. Tujuan pembuatan larutan baku adalah memastikan di dalam sampel terdapat zat asam askorbat yang hendak dianalisis. Tujuan tersebut dilihat dari kesamaan waktu retensi antara waktu retensi larutan baku dengan senyawa analit dalam sampel.

Pada penentuan panjang gelombang maksimum dibuat larutan baku

dengan tiga level konsentrasi berbeda, yaitu 40, 50, dan 60 µg/mL pada pelarut

campuran fase gerak. Larutan baku tersebut diukur absorbansi pada panjang gelombang UV antara 200-400 nm dengan spektrofotometer UV-Vis.


(65)

Optimasi sistem KCKT dilakukan dengan menggunakan larutan baku

asam askorbat dengan konsentrasi 100 µg/mL. Tujuan dibuat larutan baku asam

askorbat adalah untuk mengetahui waktu retensi asam askorbat. Larutan baku ini akan digunakan dalam optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir sistem KCKT.

Uji kesesuaian sistem KCKT menggunakan larutan baku asam askorbat

dengan konsentrasi 100 µg/mL juga. Uji kesesuaian sistem dilakukan pada

kondisi sistem KCKT dengan komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang optimal.

Larutan baku yang sudah dibuat perlu disaring terlebih dahulu dengan milipore dengan tujuan untuk menghilangkan partikel yang dapat menyumbat kolom dan mengkontaminasi fase diam. Setelah dilakukan penyaringan, larutan

baku juga perlu didegassing sebelum diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan

tujuan untuk menghilangkan gelembung gas yang bisa mengganggu respon detektor.

D. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Askorbat Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis

Panjang gelombang yang digunakan untuk pengamatan pada instrumen KCKT fase terbalik ditentukan dengan mengukur panjang gelombang analit tunggal terlebih dahulu menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Secara teori, asam askorbat memiliki rentang panjang gelombang di daerah UV yaitu antara 200-400 nm. Asam askorbat diukur pada tiga seri konsentrasi yaitu 40, 50, dan


(66)

60 µg/mL. Pembuatan tiga seri konsentrasi dilakukan dengan maksud untuk melihat kenaikan respon absorbansi terhadap kenaikan konsentrasi sehingga kita dapat memastikan bahwa bentuk spektra serta panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah benar-benar milik asam askorbat.

Gugus kromofor dan auksokrom pada asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini:

Gambar 10. Gugus kromofor dan auksokrom asam askorbat

Pola spektrum asam askorbat pada konsentrasi 40, 50, dan 60 µg/mL

menunjukkan bahwa kenaikan respon absorbansi sebanding dengan kenaikan konsentrasi dan dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini:

Gambar 11. Spektra asam askorbat pada seri konsentrasi 40, 50 dan 60 µg/mL dengan pelarut campuran fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3


(67)

Hasil spektra asam askorbat pada tiga seri konsentrasi menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum asam askorbat adalah 244 nm. Menurut Moffat dkk. (2011), panjang gelombang maksimum asam askorbat adalah 243 nm. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), pergeseran panjang gelombang yang diijinkan adalah sebanyak 1 nm. Hasil pengukuran yang dilakukan menunjukkan panjang gelombang maksimum yang bergeser 1 nm dari teoritis, sehingga panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari hasil pengamatan dapat diterima dan digunakan untuk pengukuran dengan sistem KCKT fase terbalik.

E. Optimasi Komposisi Fase Gerak

Pada sistem KCKT fase terbalik, fase diam yang bersifat non polar akan menahan senyawa yang lebih non polar sehingga senyawa yang bersifat lebih polar akan terelusi terlebih dahulu daripada senyawa yang bersifat non polar. Asam askorbat merupakan suatu senyawa yang bersifat polar sehingga secara teori asam askorbat akan terelusi dengan cepat yang dapat ditunjukkan dengan

waktu retensi yang pendek. Tabel III menunjukkan waktu retensi, nilai tailing

factor dan nilai resolusi yang diperoleh dari pengukuran asam askorbat 100

µg/mL pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 dengan

perbandingan 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60 dan 50 : 50 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit.


(68)

Tabel III. Waktu retensi, nilai tailing factor dan nilai resolusi baku asam askorbat 100 µg/mL pada beberapa komposisi fase gerak pada kecepatan alir 1,0 mL/menit

No. Komposisi fase gerak Waktu retensi pada kecepatan

alir 1,0 mL/menit

Nilai tailing factor pada kecepatan alir 1,0 mL/menit Nilai resolusi pada kecepatan alir 1,0 mL/menit Metanol (%) Bufer fosfat 0,01 M pH 3

(%)

1. 10 90 3,37 0 0,60

2. 20 80 2,86 2,99 0

3. 30 70 2,78 1,98 0

4. 40 60 2,73 1,41 0

5. 50 50 2,70 1,27 0

Data pada tabel III menunjukkan bahwa semakin besar jumlah metanol dalam fase gerak maka semakin pendek waktu retensi asam askorbat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kemampuan elusi fase gerak akan meningkat dengan menambahkan jumlah pelarut organik dalam fase gerak (Snyder dkk., 2010).

Asam askorbat dapat berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak. Interaksi asam askorbat dengan fase diam adalah interaksi gaya London. Menurut Levita dan Mustarichie (2012), gaya London merupakan gaya tarikan lemah yang disebabkan oleh dipol induksi sesaat pada suatu atom yang terjadi karena adanya pergerakan elektron dalam suatu orbital. Pergerakan ini dapat mengakibatkan tidak meratanya kepadatan elektron atom sehingga atom memiliki satu sisi dipol dengan muatan lebih negatif dibandingkan sisi lainnya. Dipol sesaat pada suatu atom dapat menginduksi atom yang berada disekitarnya sehingga terjadi dipol terinduksi. Hal ini menyebabkan terjadinya gaya tarik menarik antara dipol sesaat suatu atom dengan dipol terinduksi atom lainnya. Gambar 12 di bawah ini


(1)

72

Nama sampel : baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL replikasi 2 Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 40 : 60 Kecepatan alir : 0,9 mL/menit

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

73

Nama sampel : baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL replikasi 3 Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 40 : 60 Kecepatan alir : 0,9 mL/menit

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

74

Nama sampel : baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL replikasi 4 Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 40 : 60 Kecepatan alir : 0,9 mL/menit

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

75

Nama sampel : baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL replikasi 5 Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 40 : 60 Kecepatan alir : 0,9 mL/menit

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

76

Nama sampel : baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL replikasi 6 Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 40 : 60 Kecepatan alir : 0,9 mL/menit

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

77

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Optimasi Komposisi dan

Kecepatan Alir Fase Gerak Metode Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi Fase Terbalik untuk Penetapan Kadar

Asam Askorbat dalam Sediaan Larutan Injeksi Obat

Pemutih Kulit Merk “X” ini memiliki nama lengkap

Eunike Lystia Florentien Kelana Jeversoon. Penulis

lahir di Metro, 26 Oktober 1994. Penulis adalah anak

kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bambang Kelana dan Rumicha

Panjaitan. Penulis telah menyelesaikan pendidikannya di TK Xaverius Metro pada

1998-2000, SD Xaverius I Bandar Lampung pada 2000-2006, SMP Xaverius II

Bandar Lampung 2006-2009, dan SMA BOPKRI I Yogyakarta 2009-2012.

Penulis melanjutkan studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun

2012. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi Sanata Dharma, penulis

pernah menjadi asisten praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode dan

asisten praktikum pharmaceutical analysis. Penulis pernah meraih juara II lomba

Pharmaceutical Industry Case Study (PICS) yang diselenggarakan oleh Institut

Teknologi Bandung (ITB) tahun 2015. Selain itu, penulis pernah mewakili

Universitas Sanata Dharma dalam kegiatan 61st IPSF World Congress 2015 di

Hyderabad, India dan berkontribusi dalam kegiatan Public Health Campaign on

Tuberculosis yang diselenggarakan di Auxilium High School, Secunderabad,

India.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ``X`` secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

2 21 125

Validasi metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek "X".

1 1 114

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok `merek X` menggunakan standar internal asetanilida.

0 2 135

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok `merek X` menggunakan standar internal asetanilida

0 17 133

PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DALAM TABLET MERK “X” DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK SKRIPSI

0 2 110

Validasi metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar merk Kiranti secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 118

Optimasi metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair Obat Herbal Terstandar (OHT) Kiranti dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik - USD Repository

0 4 140

Penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar merk Kiranti secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 117

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR KAFEIN DAN TEOBROMIN DALAM COKELAT BUBUK MERK “X” Skripsi

0 1 145

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik pada pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup ``Merek X`` - USD Repository

0 0 118