sebelas penanggung jawab farmasi sehingga dapat diketahui bahwa sebelas PBF memang memiliki SOP dan melaksanakan SOP tersebut, berdasarkan pendapat
umum dari kesebelas penanggung jawab isi SOP memuat antara lain judul protap, nomor, dokumen, revisi, jumlah halaman, dokumen acuan, nama dan tanda tangan
pembuat protap, nama dan tanda tangan penanggung jawab yang mengesahkan serta uraian suatu proses distribusi meliputi tujuan, ruang lingkup, definisi dan
singkatan, diagram, tanggung-jawab, prosedur, pencatatan. Dalam penelitian ini isi dari SOP masing-masing PBF tidak dapat dijabarkan secara mendetail, karena
SOP bersifat rahasia dimana tidak bisa diakses oleh pihak luar.
Gambar 4. Perbandingan jumlah Pembuat SOP berdasarkan keahlian
di PBF Provinsi Bangka-Belitung
2. Personalia
Struktur organisasi PBF yang baik hendaklah ditunjang dengan pelaksanaan operasional yang baik, yang dalam hal ini dibutuhkan seorang
penanggung jawab yang terlibat dalam seluruh proses penyaluran obat untuk mewujudkan tujuan penyimpanan, penyaluran obat, sebagaimana digariskan
ketentuan perundang-undangan. Untuk kriteria struktur organisasi mengacu pada undang-undang yang berlaku di Indonesia yakni Peraturan-Pemerintah No.51
Penanggung Jawab PBF
37 Kantor Pusat
36 Pegawai
administrasi 9
Direktur 9
Salesman dan Supervisor
9
tahun 2009, untuk penanggung jawab PBF sudah diatur di dalam peraturan pemerintah No. 51 dimana setiap fasilitas distribusi wajib memiliki apoteker
sebagai penanggung jawab PBF. Dari hasil penelitian di Provinsi Bangka- Belitung ditemukan pendidikan terakhir penanggung jawab PBF di Provinsi
Bangka-Belitung yang paling banyak adalah apoteker sebesar 82 n=11, sedangkan yang jumlahnya sama dan persentase terkecil yakni 9 adalah
lulusan SMF dan D3 Analisa Farmasi dan kesehatan
Gambar 5.
Perbandingan jumlah pendidikan terakhir penanggung- jawab PBF Provinsi Bangka
–Belitung Kriteria pendidikan terakhir penanggung-jawab PBF yang diwajibkan
adalah Apoteker berdasarkan Peraturan - Pemerintah Nomor 51 tahun 2009, penanggung jawab PBF harus seorang apoteker, tetapi sampai sekarang
penanggung jawab PBF di Provinsi Bangka-Belitung belum semua apoteker. Masih ada 2 PBF yang ada di Provinsi Bangka-Belitung yakni PT. A dan PT. I
belum mempunyai apoteker. keterbatasan jumlah apoteker yang berada di wilayah Provinsi Bangka-Belitung, berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada
Penanggung- Jawab PT. A dan PT. I salah satu faktor penyebabnya dan Apoteker
9
82 9
SMF Apoteker
Lainnya : D3 analisis farmasi dan kesehatan
dianggap belum begitu penting karena sediaan yang didistribusi kebanyakan merupakan jenis makanan, minuman dan kosmetika tetapi berdasarkan Undang-
Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 1 sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika dimana peran apoteker dalam
mengelola kosmetika dibutuhkan dan telah tercantum dalam peraturan perundang- undangan Republik Indonesia. Apoteker harus menjadi penanggung-jawab PBF
dikarenakan untuk menjamin mutu obat agar obat yang sampai ke tangan konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan
penggunaannya serta menjamin penyimpanan obat yang aman dan sesuai dengan kondisi yang dipersyarakan suhu penyimpanan. Apoteker memiliki kewenangan
dan kompetensi dalam sistem pengelolaan, dan distribusi obat Peraturan - Pemerintah, 2009. Dengan adanya tenaga kefarmasian yang berada di dalam
lingkup PBF maka proses distribusi akan lebih baik.
Gambar 6. Perbandingan jumlah karyawan di PBF
Provinsi Bangka – Belitung
36,36 36,36
18,18 9,09
10 orang 11 -20 orang
21 - 30 orang 30 orang
Kriteria BPS tentang skala usaha berdasarkan jumlah karyawan yang membagi skala usaha menjadi tiga yakni: usaha kecil 5-19 orang, usaha mikro
1-4 orang, usaha menengah 20-99 orang. Jumlah karyawan total yang ada di PBF Provinsi Bangka-Belitung kurang dari 10 orang ada 36,36 berdasarkan
kriteria BPS masuk ke dalam usaha kecil, jumlah karyawan 11- 20 orang ada 36,36, berdasarkan kriteria BPS masuk dalam usaha kecil , jumlah karyawan
21-30 orang ada 18,18 berdasarkan kriteria BPS masuk dalam usaha menengah sedangkan jumlah karyawan lebih dari 30 orang ada 9,09 berdasarkan kriteria
BPS masuk dalam usaha menengah yang dimiliki oleh PT. D. Berdasarkan hasil wawancara mendalam jumlah karyawan sudah memadai menurut pendapat
sebelas penanggung-jawab PBF. Lama bekerja para penanggung jawab persentase yang terbesar adalah 1-
5 tahun 64. Secara rasional semakin seseorang bekerja pada suatu tempat maka pengetahuannya dan ketrampilannya akan bertambah. Menurut Wirawan,
2009 faktor-faktor yang diperoleh selama proses bekerja adalah pengetahuan, ketrampilan, pengalaman bekerja berbanding lurus dengan faktor bawaan individu
internal misalnya bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan namun lama bekerja tidak menjamin performance karyawan akan meningkat. Jadi,
apabila semakin tinggi faktor internal tersebut maka semakin tinggi pula kinerja pegawai. Sebaliknya semakin rendah faktor internal maka semakin rendah pula
kinerja karyawan.
Gambar 7. Lama bekerja Penanggung Jawab di PBF tempat bekerja di Provinsi Bangka- Belitung.
Suatu PBF yang baik harus memiliki struktur organisasi supaya organisasinya bisa berjalan dengan baik. Pekerjaan yang terorganisir dengan baik
akan menjamin kualitas pelayanan yang optimal. Seluruh PBF di Provinsi Bangka-Belitung sudah memiliki struktur organisasi diperkuat dengan data
wawancara mendalam kepada sebelas penanggung-Jawab mereka mengatakan bahwa PBF tempat mereka bekerja memiliki struktur organisasi yang sesuai
dengan HK.00.05.3. 2522 tahun 2003 dimana disebutkan “struktur organisasi
perusahaan hendaknya dibentuk untuk menunjang pelaksanaan operasional yang baik bagi suatu distributor”.
27
64 9
1 tahun 1-5 tahun
6- 10 tahun
Contoh Struktur organisasi PBF di Provinsi Bangka-Belitung:
Gambar 8. Struktur Organisasi PT. H
Struktur organisasi yang dipakai oleh PT. H adalah model piramida Henry G, dan Hodges, 1989. PT. H sudah sesuai dengan Peraturan - Pemerintah
No. 51 tahun 2009 dimana mempekerjakan apoteker sebagai penanggung- jawab PBF. Berdasarkan hasil wawancara mendalam tugas dari seorang penanggung-
jawab adalah memastikan semua kegiatan dari pendistribusian obat agar dapat berjalan dengan lancar mulai dari memastikan mutu, keamanan obat apakah layak
untuk masuk ke gudang untuk didistribusikan kembali. Struktur PT. H menempatkan kepala cabang yang membawahi 4 bawahan. Menurut Wahyono
dalam buku Manajemen Tata Kelola Organisasi Bisnis 2009, kepala cabang maksimal membawahi karyawan yang dapat diawasi sebanyak 8 sampai 10 orang
karyawan.
Gambar 9. Struktur Organisasi PT. D
Dari struktur organisasi di atas jelas sekali penanggung jawab adalah seorang apoteker. Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan kepada PT.
D Apoteker pada perusahaan ini berperan sebagai penanggung jawab terhadap hal-hal yang ekstern misalnya pembuatan laporan ke Dinas Kesehatan Provinsi
Bangka-Belitung, Balai POM serta berperan khusus dalam pengadaan sediaan farmasi serta barang keluar dari gudang dan semuanya wajib diketahui oleh
apoteker penanggung jawab.
Gambar 10. Struktur PT. J
Penanggung jawab PT. J adalah apoteker yang merangkap sebagai branch manager
dimana dalam hasil wawancara mendalam penanggung jawab mengetahui semua proses distribusi, keuangan, stok barang karena membawahi
supervisor dan pelaksana dalam perusahaan serta bertanggung jawab ke perusahaan pusat. Dilihat dari struktur branch manager membawahi secara
langsung 4 supervisor dan 1 kasir jumlah total ada 5 bawahan yang diawasi. Menurut Wahyono 2009, jumlah maksimum bawahan yang diawasi oleh
seorang manajer adalah antara 8 sampai 10 sehingga dapat dikatakan tugas seorang manajer yang menjabat sebagai penanggung jawab PT. J sudah baik.
Gambar 11. Struktur PT. I
Pada struktur organisasi jelas tidak terdapat apoteker melainkan hanya seorang asisten apoteker, berdasarkan PP 51 tahun 2009 bahwa setiap fasilitas
distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa obat harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggung jawab. Struktur yang dipakai pada PT. I adalah
model piramida Henry G, Hodges Wahjono, 2009. Penanggung jawab masih seorang asisten apoteker yang merangkap sebagai fakturis dalam perusahaan
tersebut. Berdasarkan hasil wawancara mendalam tentang tidak adanya apoteker
dikarenakan keterbatasan jumlah apoteker yang berada di Bangka- Belitung dan Apoteker belum diperlukan karena PT. I mendistribusikan hampir 80 produk
kesehatan bayi dan kosmetik. Dilihat dari struktur organisasinya manajer pada perusahaan ini membawahi 3 bawahan yang harus diawasi, dan dapat dikatakan
manajer dalam perusahaan ini sudah sesuai dengan teori yang ada karena jumlah maksimum bawahan yang dapat diawasi dengan baik oleh seorang manajer adalah
antara 8 sampai 10 orang Wahjono, 2009.
Gambar 12.
Struktur Organisasi PT. B Sangat jelas terlihat bahwa penanggung jawab perusahaan ini adalah
seorang apoteker dimana setiap proses kegiatan distribusi harus melalui seorang apoteker pada perusahaan tersebut. Berdasarkan PP 51 tahun 2009, perusahaan ini
sudah mentaati
peraturan perundang-undangan
yang berlaku
dengan mempekerjakan apoteker sebagai penanggung jawab perusahaan.
Dalam PP nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian yang menugaskan apoteker sebagai penanggung jawab dalam menjalankan tugas
pendistribusi dan penyaluran sediaan farmasi berupa obat, penanggung jawab mengetahui proses keluar masuknya sediaan obat meliputi stok obat,
penyimpanan obat dan penjualan obat. Hasil wawancara mendalam tugas dari seorang apoteker penanggung-jawab adalah memastikan semua kegiatan dari
pendistribusian obat agar dapat berjalan dengan lancar, memastikan kelayakan sediaan, mengontrol suhu.
Tabel V. Perbandingan jenis pelatihan yang diikuti PBF di Provinsi Bangka
– Belitung
Jenis pelatihan Jumlah PBF
Persentase
Pelatihan sanitasi dan hygiene
PT.B
9,09 Pelatihan tentang CDOB
PT.B, PT.J, PT.H
27,27 PBF di Provinsi Bangka-Belitung yang belum pernah mengikuti kegiatan
pelatihan sanitasi dan Hygiene maupun pelatihan CDOB, baik yang dilaksanakan oleh pihak internal dan pihak eksternal PBF yakni sebesar 72.72. Di dalam
pedoman CDOB dikatakan bahwa seluruh karyawan yang terlibat dalam pendistribusian obat, hendaknya diberikan pelatihan mengenai CDOB sehingga
CDOB dapat berjalan dengan benar. Terdapat 27,27 penanggung jawab yang pernah mengikuti pelatihan mengenai CDOB.
Pelatihan dapat diselenggarakan dari pihak luar PBF dan pihak intern PBF. Penanggung jawab PBF yang pernah mengikuti pelatihan dari pihak luar
PBF sebesar 9,09, yang pernah mengikuti pelatihan dari pihak intern PBF sebesar 18,18 dan lainnya tidak pernah mengikuti pelatihan.
Penyelenggara pelatihan dari pihak luar PBF yakni: ALI Aliansi Logistik Indonesia yakni hanya PT. J hanya satu-satunya yang mengikuti
pelatihan dari pihak luar sisanya 10 PBF tidak pernah mengikuti pelatihan dari pihak luar perusahaan.
Sedangkan penyelenggara dari pihak intern PBF berasal dari pusat. Penanggung jawab yang menerima pelatihan dari intern PBF yang
diselenggarakan oleh pusat sebanyak 2 PBF yakni PT. H dan PT. B. Setahun terakhir ini penanggung jawab PBF di Provinsi Bangka-Belitung jarang sekali
mendapat pelatihan baik dari pihak luar maupun intern PBF. Penanggung jawab yang mendapat pelatihan 1 kali dalam setahun
terakhir dengan persentase sebesar 18, dan penanggung jawab yang mendapatkan pelatihan 2-3 kali dalam setahun terakhir dengan persentase sebesar
9 kemudian sisanya sebesar 73 tidak pernah mengikuti pelatihan.
Gambar 13. Perbandingan jumlah frekuensi diadakan pelatihan dalam
1 tahun terakhir di PBF Provinsi Bangka-Belitung
18 9
73 1 kali
2 - 3 kali 3 kali
tidak ada
Dari data sistem distribusi obat di tempat penyimpanan obat yang digunakan, penanggung jawab PBF sebesar 46 menggunakan sistem gabungan
antara sistem First In First Out FIFO dan First Expired First Out FEFO dan lainnya menggunakan sistem FIFO saja sebesar 27, FEFO saja sebesar 27.
Sistem gabungan antara FIFO dan FEFO adalah barang yang datang lebih awal dan mendekati expired date maka barang tersebut didistribusikan lebih dahulu
maka dengan menggunakan metode gabungan otomatis tidak akan terjadi penumpukan stok sehingga proses distribusi akan lancar.
Gambar 14. Perbandingan jumlah sistem distribusi di tempat penyimpanan
obat di gudang pada PBF ProvinsiBangka – Belitung
3. Bangunan dan peralatan