Penyelesaian FLP Menggunakan Metode Simpleks

− − − − . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..  Pembentukan persyaratan bahwa semua variabel keputusan x ij harus bernilai 0 atau positif tidak boleh negatif. = , , = , , . . . . . . . . . . . . . .. Dari beberapa contoh di atas, maka pembentukan model Fuzzy Linear Programming di atas dapat ditulis sebagai Rumusan Program Linear berikut. Maksimumkan λ dengan batasan: + + + λ + + − λ + + + + − − − − − − . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. = , , = , ,

3.2 Penyelesaian FLP Menggunakan Metode Simpleks

 Perusahaan sasaran : Jogja Konveksi  Posisi yang dinilai : Semua posisi  Faktor-faktor penilaian : x1 – Kuantitatif, x2 – Kualitatif, x3 – Ketepatan Waktu  Level penilaian : 1 – Kurang, 2 – Cukup, 3 – Baik  Standar Benchmark : x1 = Baik, x2 = Baik, x3 = Baik  Nilai Benchmark : 90 pada rentang 80 sampai 95  Level Max-Min : 60 ≤ x ≤ 100  Selisih antar level : x ij – x ij-1 ≥ 5  Pemodelan linear : Maksimumkan L x13 + x23 + x33 + 5L + s1 = 95; s1 = slack x13 + x23 + x33 - 10L – s2 + a2 = 80; s2 = surplus, a2 = artificial x13 + x23 + x33 + s3 = 100; s3 = slack x11 + x21 + x31 – s4 + a4 = 60; s4 = surplus, a4 = artificial x12 - x11 – s5 + a5 = 5; s5 = surplus, a5 = artificial x13 - x12 – s6 + a6 = 5; s6 = surplus, a6 = artificial x22 - x21 – s7 + a7 = 5; s7 = surplus, a7 = artificial x23 - x22 – s8 + a8 = 5; s8 = surplus, a8 = artificial x32 - x31 – s9 + a9 = 5; s9 = surplus, a9 = artificial x33 - x32 – s10 + a10 = 5; s10 = surplus, a10 = artificial xij = 0 Catatan Penting dalam Penyelesaian Simplex Untuk kasus maksimasi dan minimasi, jika batasan constraint menggunakan tanda “≤”, maka digunakan slack +s. Sebaliknya, jika digunakan tanda “≥”, maka digunakan surplus -s. Jika dalam batasan-batasan kedua tanda digunakan bersamaan, maka diperlukan artificial +a untuk ditambahkan pada surplus.  Pembentukan tabel Model Fuzzy Linear Programming Tabel simplex di atas adalah tabel model dari model permasalahan program linear yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tabel ini memiliki 10 batasan benchmark, maksimum-minimum, dan jarak antar level pada tiap barisnya dan 10 variabel x11, x12, x13, x21, x22, x23, x31, x32, x33, dan λ yang disimbolkan dengan huruf ‘L’ pada tiap kolomnya.  Pembentukan tabel iterasi pertama perhitungan simplex Tabel iterasi pertama ini adalah tabel yang paling penting dalam proses perhitungan dengan simplex. Pada tabel ini semua variabel slack, surplus, dan artificial yang dibutuhkan sudah mulai digunakan dan ditulis pada kolom-kolom baru. Setelah semua nilai ditetapkan dan ditempatkan pada kolomnya masing-masing, proses perhitungan dimulai dengan menghitung nilai Zj. Nilai Zj untuk suatu kolom diperoleh dengan menjumlahkan semua hasil perkalian nilai pada kolom tersebut dengan semua nilai pada kolom nilai tujuan. Pada contoh di atas, misalnya, perhitungan nilai Zj pada beberapa kolom adalah: Zj pada kolom q = 0 x 95 + -1 x 80 + 0 x 100 + ... + -1 x 5 = -170 Zj pada kolom x11 = 0 x 0 + -1 x 0 + 0 x 0 + ... + -1 x 0 = 0 ... Zj pada kolom a10 = 0 x 0 + -1 x 0 + 0 x 0 + ... + -1 x 1 = -1 Setelah diperoleh nilai Zj, cari nilai cj-Zj dengan melakukan pengurangan pada cj terhadap Zj. Pilih kolom dengan nilai cj-Zj yang paling positif. Pada tabel di atas, terdapat beberapa kolom yang nilai cj-Zj-nya paling positif, yakni kolom x13, x23, dan x33 dengan nilai cj-Zj = 2; maka pilih salah satu nilai dalam contoh ini dipilih kolom x13. Kolom terpilih ini kemudian disebut dengan kolom kunci. Setelah memperoleh kolom kunci, cari nilai rasio. Nilai Rasio diperolah dengan melakukan pembagian pada kolom q nilai batasan terhadap kolom kunci x13. Pada contoh di atas, misalnya, perhitungan nilai rasio pada beberapa baris adalah: 95 1 = 95 80 1 = 80 ... 5 0 = nilai kosong pembagian dengan 0 Kemudian, dari nilai-nilai rasio yang sudah diperoleh, pilihlah baris yang rasionya positif terkecil di atas 0 yang terkecil. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai positif terkecilnya adalah 5 pada baris a6. Baris inilah yang kemudian disebut dengan baris kunci. Nilai yang terletak pada perpotongan kolom kunci dengan baris kunci kemudian disebut dengan angka kunci. Pada contoh di atas, misalnya, angka kunci terletak pada perpotongan kolom kunci x13 dan baris kunci a6, dengan nilai 1. Pada akhir proses di iterasi pertama ini, variabel dasar a6 pada baris kunci keluar, kemudian digantikan oleh variabel kolom kunci yakni x13. Dengan pergantian ini, maka nilai variabel dasar pada baris tersebut adalah x13.  Pembentukan tabel iterasi kedua Pada awal proses pembentukan tabel iterasi kedua, kosongkan semua nilai untuk kemudian diisi dengan nilai baru. Pastikan bahwa variabel dasar a6 pada iterasi pertama tadi telah diganti dengan masuknya variabel x13 dari kolom kunci iterasi 1. Kemudian, lakukan penetapan nilai pada setiap kolom yang telah dikosongkan tadi dengan nilai baru. Berikut ini adalah penetapan nilai barunya.  baris kunci baru = baris kunci lama angka kunci ‘Baris kunci baru’ yang dimaksud adalah baris pada iterasi kedua yang terletak pada baris yang disebut baris kunci pada iterasi sebelumnya, yakni pada baris yang variabel dasarnya telah berubah menjadi x13. Nilai pada baris ini adalah hasil pembagian nilai pada baris kunci dengan angka kunci iterasi sebelumnya.  baris baru selain baris kunci = baris lama – rasio kunci x baris kunci lama  rasio kunci = unsur kolom kunci angka kunci ‘Baris baru yang lain’ nilainnya adalah nilai pada baris lama dikurangi hasil perkalian rasio kunci dengan baris kunci iterasi sebelumnya. Dimana rasio kunci tersebut bernilai unsur kolom kunci dibagi angka kunci. Catatan Penting: Proses pembentukkan tabel iterasi kedua ini diulangi untuk iterasi berikutnya sampai nilai cj-Zj tidak ada yang bernilai positif.  Pembentukkan tabel iterasi ketiga Dari iterasi ketiga ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 2, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x11. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 60, yang terletak pada baris s4. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x11 dengan baris s4. Kemudian, variabel s4 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x11. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi keempat.  Pembentukkan tabel iterasi keempat Dari iterasi keempat ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 2, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x23. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 5, yang terletak pada baris s8. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x23 dengan baris s8. Kemudian, variabel s8 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x23. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi kelima.  Pembentukkan tabel iterasi kelima Dari iterasi kelima ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 2, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x22. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 5, yang terletak pada baris s7. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x22 dengan baris s7. Kemudian, variabel s7 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x22. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi keenam.  Pembentukkan tabel iterasi keenam Dari iterasi keenam ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 2, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x33. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 0, yang terletak pada baris s2. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x33 dengan baris s2. Kemudian, variabel s2 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x33. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi ketujuh.  Pembentukkan tabel iterasi ketujuh Dari iterasi ketujuh ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 10, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom L. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 0,5, yang terletak pada baris s10. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 10, yakni perpotongan antara kolom L dengan baris s10. Kemudian, variabel s10 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel L. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi kedelapan.  Pembentukkan tabel iterasi kedelapan Dari iterasi kedelapan ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 1, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x32. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 5, yang terletak pada baris s9. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x32 dengan baris s9. Kemudian, variabel s9 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x32. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi kesembilan.  Pembentukkan tabel iterasi kesembilan Pada iterasi kesembilan ini sudah tidak ditemukan cj-Zj yang bernilai positif. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa tabel ini sudah optimal. Setelah sudah optimal, maka proses berikutnya adalah melakukan proses perhitungan untuk masuk Phase II.  Pembentukan iterasi pertama Fase-2 Pada iterasi pertama Fase-2 ini tidak digunakan variabel artificial yang membuat jumlah kolomnya berkurang. Nilai-nilai pada tabel ini mengacu pada nilai-nilai pada tabel iterasi kesembilan pada fase-1. Proses yang dilakukan sama, yakni menghitung nilai Zj, kemudian mencari kolom dengan nilai cj-Zj paling positif, dan menghitung nilai rasionya. Setelah dilakukan perhitungan, ditemukan angka kunci, yakni 1,5, yang merupakan hasil perpotongan kolom kunci s4 dengan baris kunci s1. Kemudian, variabel s1 keluar dan digantikan dengan variabel s4. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif, sehingga perlu dilakukan perhitungan untuk pembentukan tabel iterasi kedua Fase-2.  Pembentukan iterasi kedua Fase-2 Setelah tabel iterasi kedua terbentuk, ternyata dapat dilihat bahwa tidak ada lagi nilai cj-Zj yang bernilai positif. Kondisi ini dianggap sudah optimal. Dengan demikian, hasil akhir perhitungan simplex yang diperoleh adalah s4=0, x33=10, s3=10, x11=60, x12=65, x13=70, x22=5, x23=10, x32=5, dan L=1. Dilihat dari hasil tersebut, tidak terdapat variabel x21 dan x31, sehingga kedua variabel ini dapat secara langsung diberikan nilai 0. Selain itu, hasil yang diperolah, nilai λ atau L = 1. Nilai ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil untuk menggunakan benchmark ini 100 baik atau dapat dinyatakan bahwa hasil yang diperoleh adalah hasil yang paling optimum. Hasil perhitungan dengan metode simpleks tersebut kemudian dibentuk menjadi tabel nilai dengan model berikut. Tabel 3.3 – Model tabel nilai yang terbentuk dari perhitungan Faktor Level 1 2 3 1 Kuantitas x 11 x 12 x 13 2 Kualitas x 21 x 22 x 23 3 Ketepatan waktu x 31 x 32 x 33 Berdasarkan model tersebut, dari hasil perhitungan Fuzzy Linear Programming dengan metode simpleks dual fase di atas, telah diperoleh hasil-hasil untuk tiap variabelnya yang dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut. Tabel 3.4 – Nilai level untuk setiap faktor Faktor Level 1 2 3 1 Kuantitas 60 65 70 2 Kualitas 5 10 3 Ketepatan waktu 5 10 Dari hasil skor yang diperoleh untuk setiap level pada setiap faktor ini, dapat ditentukan nilai untuk setiap faktor berdasarkan benchmark yang telah ditentukan. Berdasarkan perhitungan sebelumnya, dari tetapan benchmark x 13 + x 23 + x 33 = 90, diperoleh nilai untuk tiap variabel x 13 = 70, x 23 = 10, dan x 33 = 10. Hasil perhitungan tersebut yang akan digunakan untuk menghitung tetapan gaji seorang karyawan yang memiliki suatu hasil evaluasi kinerja tertentu. Untuk setiap faktor, nilai untuk setiap levelnya yang diperoleh dari hasil perhitungan disajikan pada tabel-tabel berikut. Faktor Sedikit Sedang Banyak Kuantitas 60 65 70 Faktor Buruk Sedang Baik Kualitas 5 10 Faktor Lama Sedang Cepat Kecepatan 5 10 Misalnya, pada perusahaan Jogja Konveksi gaji untuk karyawan yang memenuhi standar kinerja benchmark ditetapkan sebesar Rp1.350.000,00 per bulan. Dengan perhitungan sebelumnya, maka, jika terdapat karyawan yang nilai kuantitasnya banyak x13, kualitasnya baik x23, tapi kecepatan produksinya sedang x32, maka gajinya akan dihitung sebagai berikut. Total skor: x13 + x23 + x32 = 70 + 10 + 5 = 85 Perhitungan gaji untuk karyawan tersebut dalam sebulan adalah: × � . . , = � . . , Oleh karena karyawan tersebut memiliki faktor tertentu yang kurang dari standar, yakni dalam hal ketepatan waktunya, maka gajinya juga tidak dapat mencapai standar, dimana ia hanya memperoleh gaji sebesar Rp1.275.000,00.

3.3 Flow Chart