Model penetapan gaji karyawan berdasarkan evaluasi kinerja menggunakan Fuzzy Linear Programming.

(1)

Suatu perusahaan dianggap baik jika karyawan-karyawan yang bekerja di dalamnya memiliki kinerja yang baik. Kinerja karyawan sangat menentukan seberapa tinggi prestasi sebuah perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mencari agar karyawannya dapat bekerja dengan semaksimal mungkin. Salah satu cara perusahaan memaksimalkan kinerja karyawannya adalah dengan melakukan suatu pengukuran kinerja berupa suatu proses penilaian atau evaluasi. Evaluasi ini tentunya harus dilakukan dengan baik dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penilaian. Hasil evaluasi tersebut kemudian akan digunakan sebagai acuan penetapan gaji. Akan tetapi, banyak perusahaan yang menilai karyawannya berdasarkan kriteria-kriteria yang bersifat kabur. Pada umumnya, kekaburan tersebut diatasi dengan pengelompokkan nilai tertentu pada himpunan tegas. Himpunan tegas dirasa kurang adil dan kurang tepat. Model penetapan gaji yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan himpunan kabur, dimana suatu nilai dapat masuk pada lebih dari satu kategori nilai. Himpunan kabur dirasa lebih adil dan lebih tepat. Model penilaian kinerja bersifat linear sehingga evaluasi kinerja dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Program Linear Kabur. Penyelesaian program linearnya menggunakan metode Simplex Dual Phase. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tiga (3) faktor penilaian, yakni Kuantitas, Kualitas, dan Waktu.


(2)

A company is considered on a good performance when their employees are

performing good at work because employees’ performance will determine on the

company’s achievement. Therefore, the companies need to seek a mean so their

employees can perform best at work. One of the means for the company to

maximize their employees’ performance is to conduct a measurement in the form of an assessment or evaluation. This evaluation process must be done properly and appropriately so there will be no error on the judgement. This evaluation result will then be used as a reference that will determine their salaries. However, many companies are eassessing their employees based on blurred criterias. On general, that haziness is overcomed by grouping certain values to a firmly set. The firmly set seems less fair and less appropriate. Therefore, the salary determination model that used on this research is using a fuzzy set, where the certain values can be entered in more than one categories. Fuzzy set seems fairer and more appropriate. The performance assessment model is linear so the performance evaluation on this research use the linear fuzzy program method. The finishing of the linear program is using the Simple Dual Phase method. Evaluation uses three (3) assessing factors, that are Quantity, Quality, and Time Period.


(3)

MODEL PENETAPAN GAJI KARYAWAN

BERDASARKAN EVALUASI KINERJA

MENGGUNAKAN FUZZY LINEAR PROGRAMMING

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Program Studi Teknik Informatika

Oleh

Ferdinand Pascanata Driyarkara NIM 115314035

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

ii

SALARY DETERMINATION MODEL

BASED ON PERFORMANCE EVALUATION

USING FUZZY LINEAR PROGRAMMING

A THESIS

Presented as Partial Fullfillment of The Requirements To Obtain Sarjana Komputer Degree

In Informatics Engineering Department

by

Ferdinand Pascanata Driyarkara Student Number 115314035

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF INFORMATICS ENGINEERING

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2016


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

vii

ABSTRAK

Suatu perusahaan dianggap baik jika karyawan-karyawan yang bekerja di dalamnya memiliki kinerja yang baik. Kinerja karyawan sangat menentukan seberapa tinggi prestasi sebuah perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mencari agar karyawannya dapat bekerja dengan semaksimal mungkin. Salah satu cara perusahaan memaksimalkan kinerja karyawannya adalah dengan melakukan suatu pengukuran kinerja berupa suatu proses penilaian atau evaluasi. Evaluasi ini tentunya harus dilakukan dengan baik dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penilaian. Hasil evaluasi tersebut kemudian akan digunakan sebagai acuan penetapan gaji. Akan tetapi, banyak perusahaan yang menilai karyawannya berdasarkan kriteria-kriteria yang bersifat kabur. Pada umumnya, kekaburan tersebut diatasi dengan pengelompokkan nilai tertentu pada himpunan tegas. Himpunan tegas dirasa kurang adil dan kurang tepat. Model penetapan gaji yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan himpunan kabur, dimana suatu nilai dapat masuk pada lebih dari satu kategori nilai. Himpunan kabur dirasa lebih adil dan lebih tepat. Model penilaian kinerja bersifat linear sehingga evaluasi kinerja dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Program Linear Kabur. Penyelesaian program linearnya menggunakan metode Simplex Dual Phase. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tiga (3) faktor penilaian, yakni Kuantitas, Kualitas, dan Waktu.


(10)

viii

ABSTRACT

A company is considered on a good performance when their employees are

performing good at work because employees’ performance will determine on the company’s achievement. Therefore, the companies need to seek a mean so their

employees can perform best at work. One of the means for the company to

maximize their employees’ performance is to conduct a measurement in the form

of an assessment or evaluation. This evaluation process must be done properly and appropriately so there will be no error on the judgement. This evaluation result will then be used as a reference that will determine their salaries. However, many companies are eassessing their employees based on blurred criterias. On general, that haziness is overcomed by grouping certain values to a firmly set. The firmly set seems less fair and less appropriate. Therefore, the salary determination model that used on this research is using a fuzzy set, where the certain values can be entered in more than one categories. Fuzzy set seems fairer and more appropriate. The performance assessment model is linear so the performance evaluation on this research use the linear fuzzy program method. The finishing of the linear program is using the Simple Dual Phase method. Evaluation uses three (3) assessing factors, that are Quantity, Quality, and Time Period.


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Model

Penetapan Gaji Karyawan Berdasarkan Evaluasi Kinerja Menggunakan Fuzzy Linear Programming”. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut mengambil peran dalam terselesaikannya tulisan ini. Secara khusus, terima kasih sebesar-besarnya ditujukan untuk pihak-pihak berikut.

1) Bapak Eko Hari Parmadi, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktunya, di sela-sela kesibukannya, untuk membimbing penulis dari awal pemilihan topik ini sampai terselesaikannya tulisan ini.

2) Bapak Kanisius Barung dan Ibu Maria Sukristiningsih, selaku orang tua penulis, yang dengan sabar memberikan doa dan dorongan yang besar dalam penyelesaian tulisan ini.

3) Sisil Natasha, yang dengan setia menemani penulis dari awal proses berjalannya penelitian ini sampai dengan terselesaikannya tulisan ini.


(12)

x

4) Simeon, Enda, Vina, Dhiah, teman-temanku seperjuangan yang dengan caranya masing-masing selalu memberikan hiburan dan dorongan.

5) Para pejuang skripsi yang selalu bersama-sama berjuang menyelesaikan tulisan ini, Bee, Priska, Dwi, Dio.

6) Teman-teman Teknik Informatika Angkatan 2011, atas dukungannya sampai dengan terselesaikannya tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Februari 2016


(13)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL (Bahasa Inggris) ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I - PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan ... 5

1.5 Manfaat ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II - LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Evaluasi Kinerja ... 7

2.1.1 Pengertian Evaluasi Kinerja ... 7

2.1.2 Fungsi Evaluasi Kinerja ... 8

2.1.3 Keuntungan dan Kerugian Menggunakan Sistem Evaluasi Kinerja ... 9

2.1.4 Standar Kinerja ... 10

2.1.5 Kriteria Umum untuk Mengukur Kinerja ... 12

2.2 Logika Kabur ... 13

2.2.1 Kekaburan (Fuzzy) ... 13

2.2.2 Himpunan Tegas (Crisp) ... 15

2.2.3 Himpunan Kabur (Fuzzy) ... 16

2.3 Pemrograman Linear ... 16


(14)

xii

2.5 Fuzzy Linear Programming (FLP) ... 20

2.6 Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (SPPK) ... 21

2.7 Evaluasi Kinerja pada Lingkungan Fuzzy ... 22

BAB III - PERANCANGAN SISTEM ... 27

3.1 Pemodelan Masalah Evaluasi Kinerja Ke Dalam FLP ... 27

3.1.1 Pengumpulan Data, Kriteria Penilaian, dan Benchmark ... 27

3.1.2 Pemodelan Batasan Fuzzy Linear Programming ... 31

3.2 Penyelesaian FLP Menggunakan Metode Simpleks ... 33

3.3 Flow Chart ... 51

BAB IV - IMPLEMENTASI SISTEM ... 53

4.1 Desain Tampilan Sistem ... 53

4.2 Penjelasan Beberapa Source Code Utama Aplikasi ... 56

4.2.1 Class: EkstrakSimplex.cs ... 56

4.2.1.1 Deklarasi Variabel ... 56

4.2.1.2 Lakukan Perhitungan Simplex ... 57

4.2.2 Class: KelolaHasil.cs ... 59

4.2.2.1 Hitung Gaji Karyawan Berdasarkan Hasil Perhitungan FLP ... 59

4.2.2.2 Simpan Hasil Perhitungan Gaji ke File PDF ... 61

4.3 Uji Coba Aplikasi Real Gaji ... 63

BAB V - PENUTUP ... 91

5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 91


(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Proses Penyusunan Standar Kinerja ... 11

2.2 Hubungan Kinerja, Standar Kinerja, dan Evaluasi Kinerja ... 11

2.3 Himpunan Tegas (Crisp) ... 15

2.4 Himpunan Kabur (Fuzzy) ... 16

2.5 Fungsi Keanggotaan µr(Zr), fungsi yang tidak pernah turun ... 24

2.6 Fungsi Keanggotaan µr(Zr), fungsi yang tidak pernah naik ... 25

3.1 Contoh Model Diagram Benchmark ... 28

3.2 Flowchart Aplikasi “Real Gaji” ... 51

4.1 Tampilan Sistem – Penetapan Aturan ... 52


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

3.1 Level-level dalam Tiap Faktor ... 29

3.2 Contoh Tetapan Tabel Benchmark ... 30

3.3 Model Tabel Nilai yang Terbentuk Dari Perhitungan... 48


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah perusahaan disebut sukses ketika berhasil mencapai cita-cita dan tujuan utama perusahaan. Hal tersebut sangat bergantung pada orang-orang yang bekerja di dalamnya. Ketika para pekerja dalam perusahaan itu bekerja dengan sebaik-baiknya atau seoptimal mungkin maka perusahaan tersebut dapat memperoleh banyak keuntungan. Perusahaan harus mampu merespons dengan cepat akan adanya tuntutan perkembangan dalam berbagai hal sehingga perusahaan tersebut dapat memiliki keunggulan dalam persaingan yang terjadi dengan perusahaan lain. Adanya pengukuran kinerja ini sangat penting dalam evaluasi perusahaan, penyusunan rencana perusahaan dan tentunya pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan tersebut.

Perusahaan tentunya perlu melakukan proses penilaian (evaluasi) untuk karyawan-karyawannya. Setiap perusahaan mempunyai cara yang berbeda dalam melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan-karyawannya. Penilaian ini bergantung pada kebijakan perusahaan dengan suatu prosedur tertentu. Evaluasi kinerja karyawan harus dilakukan dengan metode yang baik dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan penilaian kinerja sesuai dengan posisi yang ada di perusahaan tersebut. Evaluasi kinerja ini dapat digunakan untuk penentuan penentuan promosi jabatan tertentu yang lebih tinggi, pembagian gaji yang


(18)

bergantung pada keoptimalam kinerjanya, pemberian bonus, mutasi karyawan, dan lain sebagainya.

Penilaian atau evaluasi yang biasanya digunakan perusahaan adalah penilaian secara tegas. Ketegasan dalam penilaian ini maksudnya nilai kinerja karyawan berada pada nilai tetap. Pengukuran kinerja karyawan biasanya hanya diukur dengan memperhatikan faktor-faktor yang bersifat tegas saja, misalnya tingkat pendidikannya, waktu bekerjanya, pengalaman bekerjanya, dan sebagainya. Permasalahan yang terjadi oleh karena model penilaian ini adalah penilaian pada faktor-faktor lain yang bersifat tidak tegas atau lebih dikenal dengan istilah bersifat kabur (fuzzy) sering diabaikan. Pengabaian nilai-nilai fuzzy ini salah satu akibatnya, misalnya, berpengaruh pada penetapan bonus. Pada suatu batasan nilai crisp, seorang karyawan tetap tidak akan memperoleh gaji walaupun nilai yang diperolehnya hampir atau bahkan nyaris mencapai standar (benchmark). Sedangkan, jika penilaiannya sudah dibuat secara fuzzy, karyawan tersebut masih akan tetap memperoleh bonus, walaupun disesuaikan dengan porsi nilainya (seberapa jauh atau dekat dengan standar).

Faktor-faktor yang bersifat fuzzy ternyata memiliki peran yang sangat penting juga dalam penilaian atau evaluasi seorang karyawan. Dengan memperhatikan adanya nilai kabur ini, nilai yang diberikan terhadap karyawan akan berbeda dengan hal yang sebenarnya terjadi. Faktor-faktor yang dimaksud misalnya tanggung jawab akan pekerjaan, tingkat kerumitan dalam pekerjaannya, risiko-risiko yang mungkin dihadapi dalam pekerjaannya, dan lain-lain. Faktor-fakor ini tidak memiliki nilai yang pasti atau tetap atau tegas, sehingga kadang


(19)

diabaikan dalam penilaian, tidak masuk dalam kriteria dalam evaluasi kinerja karyawan yang dilakukan perusahaan tersebut.

Adanya faktor-faktor yang tidak memiliki nilai tegas atau dalam kata lain bersifat kabur tentu akan mempengaruhi suatu penilaian terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu, digunakanlah Logika Fuzzy untuk mengikutsertakan faktor-faktor yang bernilai kabur sebagai bagian dari kriteria penilaian. Dengan pemenuhan kriteria-kriteria penilaian ini maka diharapkan hasil evaluasi pun akan lebih baik dan tepat. Adanya hasil penilaian yang lebih baik dan tepat ini tentunya sangat berguna bagi kemajuan dan kesuksesan perusahaan.

Parmadi (2010) menjelaskan bahwa program linear adalah suatu teknik riset operasi untuk memecahkan masalah optimasi (memaksimumkan atau meminimumkan) dengan menggunakan persamaan atau pertidaksamaan linear dalam mencari pemecahan yang optimum dengan memperhatikan batasan-batasan yang ada. Dalam penelitiannya, Parmadi (2010) menggunakan fuzzy linear programming untuk optimasi produksi gerabah. Pada umumnya, linear programming baik untuk himpunan tegas maupun himpunan kabur, dapat digunakan untuk berbagai masalah optimasi.

Model evaluasi kinerja yang digunakan berbentuk linear yang berarti memiliki arah yang lurus. Model tersebut maksudnya untuk tiap faktor, hasil evaluasi merupakan hasil penjumlahan nilai-nilai kinerja seorang karyawan. Misalnya, untuk tiga faktor penilaian, kuantitas (x), kualitas (y), dan ketepatan waktu (z), dengan nilai untuk tiap faktor masing-masing disimbolkan dengan a, b, dan c, maka model evaluasi kinerja dapat dirumuskan ke dalam bentuk ax + by +


(20)

cz; dimana bentuk tersebut merupakan bentuk linear. Oleh karena bentuknya yang linear maka evaluasi kinerja dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Linear Programming. Penyelesaian model ini dilakukan dengan metode simpleks. Dalam penelitian ini, metode penyelesaian yang digunakan secara spesifik adalah metode Simplex Dual Phase.

Pada perusahaan Jogja Konveksi, belum pernah dibuat suatu sistem yang dapat menilai kinerja karyawannya. Model penetapan gaji yang dilakukan selama ini juga tidak mempertimbangkan penilaian kinerja tersebut. Dengan melihat tingkat kepentingan akan adanya kinerja karyawan yang baik dalam kesuksesan sebuah perusahaan, dan berbagai faktor penilaian yang sering diabaikan karena tidak memiliki nilai tegas maka penulis mencari pilihan metode yang dapat menyelesaikan permasalahan ini. Dari berbagai macam metode, dalam penelitian ini penulis memilih metode Fuzzy Linear Programming sebagai metode penilaian atau evaluasi kinerja karyawan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat judul Model Penetapan Gaji Karyawan Berdasarkan Evaluasi

Kerja Menggunakan Fuzzy Linear Programming.

1.2 Rumusan Masalah

Secara umum berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan inti permasalahan dari tulisan ini ke dalam pertanyaan, bagaimana menentukan gaji karyawan berdasarkan evaluasi terhadap kinerja karyawan didasari oleh faktor-faktor yang bersifat fuzzy (tidak ada ukuran pasti).


(21)

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah-masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini, yakni sebagai berikut.

1) Penilaian atau evaluasi dilakukan dengan berdasarkan faktor-faktor tertentu yang diperoleh dari berbagai sumber.

2) Faktor-faktor evaluasi pada sistem yang dibuat dalam penelitian ini hanya terdiri dari tiga (3) faktor, yakni Kuantitas (seberapa banyak produk yang dihasilkan), Kualitas (seberapa baik produk yang dihasilkan), dan Waktu (ketepatan waktu penyelesaian produksi).

3) Standar gaji yang digunakan hanya satu, yang mengindikasikan bahwa semua karyawan pada awalnya memperoleh jumlah gaji yang sama. 4) Proses penilaian evaluasi kinerja karyawan menggunakan metode Fuzzy

Linear Programming.

5) Keluaran program evaluasi dibuat berbasis desktop dengan Visual C# 2010 dengan bahasa pemrograman C#.

1.4 Tujuan

Tujuan dari dibuatnya tugas akhir ini adalah untuk membuat suatu perangkat lunak yang dapat menentukan gaji berdasarkan hasil evaluasi kinerja karyawan. Penilaian kinerja karyawan mempertimbangkan tiga faktor antara lain kuantitas, kualitas, dan kecepatan waktu dalam produksi yang bernilai kabur (fuzzy).


(22)

1.5 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini, yakni untuk memberikan keadilan dalam pemerolehan gaji karyawan. Keadilan yang dimaksudkan adalah karyawan mendapatkan gaji yang sesuai dengan kinerjanya di perusahaan. Karyawan yang bekerja dengan lebih baik tentunya dapat memperoleh gaji yang lebih besar daripada karyawan yang kinerjanya kurang baik. Manfaat lain yang dirasakan secara tidak langsung adalah hasil dari penelitian ini diharapkan mendorong peningkatan kinerja karyawan dengan lebih maksimal.

1.6 Sistematika Penulisan

Tulisan ini disusun dalam tiga bab utama, yakni pendahuluan, landasan teori, serta analisis dan desain.

1) BAB I – Pendahuluan, berisi latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian, tujuan, dan manfaat penelitian.

2) BAB II – Landasan Teori, berisi teori-teori dasar yang berkaitan dengan pembuatan tulisan ini tentang evaluasi kinerja karyawan dan metode yang digunakan untuk melakukan penilaian (Fuzzy Linear Programming).

3) BAB III – Perancangan Sistem, berisi pemodelan masalah, penetapan nilai, analisis model, dan proses perhitungan secara manual.

4) BAB IV – Implementasi Sistem, berisi penerapan proses perhitungan pada sistem, perancangan sistem, dan uji coba.

5) BAB V – Penutup, berisi rangkuman dan kesimpulan dari keseluruhan penelitian ini disertai dengan saran-saran pengembangan sistem.


(23)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Evaluasi Kinerja

2.1.1 Pengertian Evaluasi Kinerja

Wirawan (2009) menjelaskan bahwa evaluasi adalah suatu proses pengumpulan informasi mengenai objek evaluasi dan menilai objek evaluasi dengan membandingkannya dengan standar evaluasi. Kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance dan diindonesiakan sebagai performa. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Kinerja merupakan fungsi dari kompetensi, sikap, dan tindakan. Evaluasi kinerja menurutnya dapat didefinisikan sebagai proses penilai

– pejabat yang melakukan penilaian – (appraiser) mengumpulkan informasi mengenai kinerja ternilai – pegawai yang dinilai – (appraise) yang didokumentasikan secara formal untuk menilai kinerja ternilai dengan membandingkannya dengan standar kinerjanya secara periodik untuk membantu pengambilan keputusan manajemen sumber daya manusia.

Para ahli Manajemen Personalia memberikan beragam definisi tentang evaluasi pekerjaan. Berikut adalah rangkuman dari definisi-definisi tersebut yang dirangkum oleh Ranupandojo (1985).


(24)

a) Suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu pekerjaan tertentu dengan nilai pekerjaan lain yang terdapat dalam suatu organisasi. b) Suatu proses analisa dan penilaian pekerjaan tertentu untuk menentukan

besarnya balas jasa yang wajar sehingga tersusun struktur upah yang adil. c) Suatu metode yang digunakan untuk menyusun peringkat (ranking)

pekerjaan secara keseluruhan guna dijadikan dasar penentuan balas jasa. d) Penilaian pekerjaan guna menentukan pekerjaan tertentu dalam suatu

hirarki pekerjaan.

e) Menentukan nilai relatif pekerjaan-pekerjaan yang ada dalam suatu organisasi, dengan cara yang logis dan disepakati bersama.

f) Suatu metode untuk membandingkan berbagai pekerjaan dengan menggunakan prosedur-prosedur formal dan sistematis untuk menentukan suatu urutan tingkat pekerjaan tertentu, dan dengan demikian memberikan dasar untuk suatu sistem balas jasa yang adil.

Dari definisi-definisi di atas dapat dirumuskan bahwa evaluasi pekerjaan adalah usaha menentukan peringkat pekerjaan secara sistematis dan melalui prosedur-prosedur tertentu. Usaha menentukan peringkat pekerjaan ini dimaksudkan untuk dapat menyusun tingkat balas jasa yang dirasa adil sesuai dengan bobot pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan (Ranupandojo, 1985)

2.1.2 Fungsi Evaluasi Kinerja

Hasil evaluasi kerja berupa informasi mengenai kinerja ternilai. Informasi tersebut berupa kekuatan dan kelemahan kinerja ternilai dalam kaitannya dengan


(25)

standar kinerjanya. Informasi mengenai kinerja ternilai digunakan sebagai alat manajemen kinerja karyawan dan pengambilan keputusan manajemen SDM organisasi. Fungsi evaluasi kinerja antara lain sebagai berikut (Wirawan, 2009).

1. Memberikan balikan kepada pegawai ternilai mengenai kinerjanya. 2. Alat promosi dan demosi.

3. Alat memotivasi ternilai.

4. Sebagai alat pemutusan hubungan kerja dan merampingkan organisasi. 5. Menyediakan alasan hukum untuk pengambilan keputusan personalia. 6. Penentuan dan pengukuran tujuan kinerja.

7. Konseling kinerja buruk.

8. Mendukung perencanaan sumber daya manusia.

9. Menentukan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia. 10.Merencanakan dan memvalidasi perekrutan tenaga baru. 11.Alat manajemen kinerja organisasi.

12.Pemberdayaan pegawai. 13.Menghukum anggota. 14.Penelitian.

2.1.3 Keuntungan dan Kerugian Menggunakan Sistem Evaluasi Kinerja

Mangkunegara (2007) mengemukakan bahwa terdapat keuntungan dan kerugian dalam menggunakan sistem evaluasi kinerja. Keuntungan menggunakan sistem evaluasi kinerja, yakni sebagai berikut.


(26)

b) Mengurangi kemungkinan terjadinya ketidaksepakatan selama pertemuan evaluasi berjalan sesuai proses perencanaan kinerja.

c) Lebih memungkinkan menempatkan manajer dan karyawan di pihak yang sama, tidak seperti sistem penilaian maupun peringkat.

d) Merupakan pendekatan terhadap evaluasi kinerja yang paling mudah dibela secara hukum.

Adapun kerugian dari penggunaan sistem evaluasi kinerja, yakni sebagai berikut. a) Memakan waktu yang relatif banyak, karena perlunya menginvestigasikan

waktu di muka untuk melakukan perencanaan kinerja.

b) Meminta manajer dan pegawai mengembangkan keahlian dalam menuliskan tujuan serta standar yang penting dan dapat diukur.

c) Dapat menimbulkan lebih banyak pekerjaan administrasi ketimbang sistem penilaian maupun sistem peringkat.

d) Dapat disalahgunakan atau digunakan sambil lalu saja oleh para manajer.

2.1.4 Standar Kinerja

Dalam evaluasi kinerja, terdapat standar yang disebut sebagai standar kinerja. Evaluasi kinerja tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik tanpa standar kinerja. Secara umum, evaluasi kinerja membandingkan kinerja ternilai dengan suatu standar kinerjanya. Jika evaluasi kinerja dilaksanakan tanpa standar kinerja, hasilnya tidak mempunyai nilai. Menurut Wirawan (2009), standar kinerja adalah tolok ukur minimal kinerja yang harus dicapai karyawan secara individual


(27)

atau kelompok pada semua indikator kinerjanya. Berikut disajikan diagram proses penyusunan standar kinerja.

Fungsi utama standar kinerja adalah sebagai tolok ukur (benchmark) untuk menentukan keberhasilan dan ketidakberhasilan kinerja ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya. Standar kinerja merupakan target, sasaran, atau tujuan upaya kerja karyawan dalam kurun waktu tertentu. Di bawah ini disajikan diagram hubungan antara pelaksanaan pekerjaan, kinerja karyawan, evaluasi kinerja, dan standar kinerja karyawan.

Karyawan melaksanakan pekerjaannya Kinerja karyawan Evaluasi kinerja Hasil evaluasi kinerja Instrumen Kinerja Rekaman kinerja karyawan Keputusan SDM Standar Kinerja Hasil Analisis Pekerjaan Analisis Pekerjaan Deskripsi Pekerjaan Untuk menyusun dimensi dan indikator pekerjaan

Hasilnya digunakan untuk menyusun standar kinerja

dan indikator pekerjaan Survei mengenai keluaran

pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan yang sama

Alat, biaya, dan resiko untuk melaksanakan

pekerjaan

Gambar 2.1 – Proses Penyusunan Standar Kinerja


(28)

2.1.5 Kriteria Umum untuk Mengukur Kinerja

Menurut Wirawan (2009), setiap indikator kinerja diukur berdasarkan kriteria standar tertentu. Dalam mengukur kinerja, terdapat kriteria atau ukuran. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kuantitatif (seberapa banyak). Ukuran kuantitatif merupakan ukuran paling mudah untuk disusun dan diukurnya, yaitu hanya dengan menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.

2) Kualitatif (seberapa baik). Melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain mengemukakan akurasi, presisi, penampilan, kemanfaatan, atau efektivitas. Standar kualitas dapat diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah atau presentase kesalahan yang diperbolehkan per unit hasil kerja.

3) Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk. Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk, membuat sesuatu atau melayani sesuatu. Kriteria ini menjawab pertanyaan seperti kapan, berapa cepat, atau dalam periode apa.

4) Efektivitas penggunaan sumber organisasi. Efektivitas penggunaan sumber dijadikan indikator jika syarat untuk mengerjakan suatu pekerjaan yakni menggunakan jumlah sumber tertentu, seperti uang dan bahan baku. 5) Cara melakukan pekerjaan. Digunakan sebagai standar kinerja jika kontak

personal, sikap personal, atau perilaku karyawan merupakan faktor penentu keberhasilan melaksanakan pekerjaan.


(29)

6) Efek atas suatu upaya. Pengukuran yang diekspresikan akibat akhir yang diharapkan akan diperoleh dengan bekerja. Standar jenis ini menggunakan kata-kata ‘sehingga’ dan ‘agar supaya’ yang digunakan jika hasilnya tidak dapat dikualifikasikan.

7) Metode melaksanakan tugas. Standar yang digunakan jika ada undang-undang, kebijakan, prosedur standar, metode, dan peraturan untuk menyelesaikan tugas atau jika cara pengecualian ditentukan tidak dapat diterima.

8) Standar sejarah. Standar yang menyatakan hubungan antara standar masa lalu dengan standar sekarang. Standar masa sekarang dinyatakan lebih tinggi atau lebih rendah daripada standar masa lalu dalam pengertian kuantitas dan kualitas.

9) Standar nol atau absolut. Standar yang menyatakan tidak akan terjadi sesuatu. Standar ini dipakai jika tidak ada alternatif lainnya.

2.2 Logika Kabur

2.2.1 Kekaburan (Fuzzy)

Istilah “kabur” digunakan sebagai terjemahan dari kata bahasa Inggris

fuzzy”. Kekaburan yang dimaksud di sini dibatasi pada kekaburan semantik. Menurut Susilo (2006), suatu kata/istilah dikatakan kabur (fuzzy, vague) secara semantik apabila kata/istilah tersebut tidak dapat didefinisikan secara tegas, dalam arti tidak dapat ditentukan dengan tegas (benar atau salah) apakah suatu obyek tertentu memiliki ciri/sifat yang diungkapkan oleh kata/istilah itu atau tidak.


(30)

Susilo (2006) juga menjelaskan tentang gejala kekaburan dengan suatu contoh, yakni dalam suatu kelas, seorang guru bertanya kepada muridnya (1) berapa orang yang memiliki sepeda di kelas ini, dan (2) berapa orang yang pandai di kelas ini. Dari contoh tersebut, pada pertanyaan pertama, diketahui bahwa guru menanyakan jumlah siswa yang memiliki sepeda. Hal tersebut dapat langsung diketahui jawabannya karena jumlah siswa yang memiliki sepeda itu pasti atau tegas. Dikatakan tegas karena siswa tinggal berpikir, kalau dia memiliki sepeda, maka dia akan mengangkat tangannya. Sebaliknya, jika tidak memiliki sepeda, maka dia tidak akan mengangkat tangannya. Dengan demikian dapat secara langsung diketahui jawabannya. Berbeda halnya dengan pertanyaan kedua. Pada pertanyaan kedua, guru menanyakan jumlah siswa yang pandai. Sedangkan, tidak ada suatu kejelasan mengenai definisi pandai itu seperti apa; kapan seorang siswa dikatakan pandai atau tidak. Siswa akan menjadi bingung, apakah dia akan mengangkat tangan atau tidak. Hal ini menyebabkan suatu kekaburan makna dari

“pandai”. Setiap siswa pasti memiliki pandangan yang berbeda tentang definisi dari faktor tersebut. Ketidaktegasan atau kekaburan makna inilah yang disebut sebagai nilai kabur.

Ada banyak solusi untuk memecahkan masalah kekaburan ini. Salah satunya, yang paling sederhana adalah dengan menentukan nilai batas. Misalnya untuk contoh di atas, seorang siswa dikatan pandai jika nilai ulangannya di atas 80. Dengan adanya batas ini, maka jelas bahwa siswa dengan nilai ulangan di atas 80 masuk dalam kategori pandai. Sebaliknya, siswa dengan nilai di bawah 80 masuk dalam kategori tidak pandai. Kelemahan dari metode ini adalah ketika nilai


(31)

ulangan siswa dekat dengan 80, misalnya nilainya 78, 79, 80, 81, atau 82. Tentunya agak tidak adil ketika guru menyatakan bahwa siswa dengan nilai 81 masuk kategori pandai, sedangkan siswa dengan nilai 80 masuk kategori tidak pandai.

2.2.2 Himpunan Tegas (Crisp)

Pada himpunan tegas (Kusumadewi dan Purnomo, 2004), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan µA[x], memiliki dua kemungkinan, yaitu:

 satu (1) - suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan, atau

 nol (0) - suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan. Misalnya, ketika variabel umur dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

MUDA umur < 35 tahun PAROBAYA 35 < umur < 55 tahun TUA umur > 55 tahun

Gambar 2.3 – Himpunan Tegas (Crisp)

Misalnya, seseorang yang sudah berusia 34 tahun, jika masuk dalam himpunan tegas seperti pada gambar di atas, ia masih berada pada kategori

“Muda”. Padahal sebenarnya dengan umur tersebut, orang tersebut sudah hampir masuk kategori “Parobaya”. Dari gambar himpunan di atas dapat dikatakan bahwa

pemakaian himpunan crisp untuk menyatakan umur sangat tidak adil, adanya MUDA

1

0

35 55

PAROBAYA 1

0

35 55

TUA 1

0


(32)

perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan.

2.2.3 Himpunan Kabur (Fuzzy)

Himpunan Fuzzy digunakan untuk mengantisipasi kelemahan pada himpunan crisp. Seseorang dapat masuk dalam dua himpunan yang berbeda, MUDA dan PAROBAYA, PAROBAYA dan TUA, dan sebagainya. Dari contoh sebelumnya, misalnya, seseorang yang berusia 34 tahun, jika masuk dalam himpunan kabur seperti pada diagram di bawah ini, maka ia tidak sepenuhnya

masuk dalam kategori “Muda” melainkan hanya memperoleh bobot di antara 0 sampai 1 untuk kategori tersebut sesuai dengan penetapan aturannya.

2.3 Pemrograman Linear

Susilo (2006) menyatakan bahwa pemrograman linear adalah suatu cara untuk menentukan nilai optimum (maksimum atau minimum) dari suatu fungsi linear di bawah kendala-kendala tertentu yang dinyatakan dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan linear. Fungsi linear yang dicari nilai optimumnya itu disebut fungsi objektif atau fungsi tujuan. Bentuk umum masalah pemrograman linear dapat dirumuskan sebagai berikut.

0,5 0,25 0

25 35 40 45 50 55 65

MUDA PAROBAYA TUA

µ[x]


(33)

� ∶ =

∶ , . . . ..

di mana x = (x1, x2, ... , xn)T adalah vektor variabel, c = (c1, c2, ... , cn) adalah vektor biaya, A = (aij) adalah matriks kendala berukuran m x n, dan b = (b1, b2, ... , bm)T adalah vektor ruas-kanan. Himpunan semua vektor x ϵ Rn yang memenuhi semua kendala disebut himpunan layak. Bentuk umum tersebut juga dapat disajikan dalam bentuk sebag ai berikut.

� ∶ = ∑

=

∶ ∑ = , , … ,

=

= , , … , . . . ..

Dalam banyak aplikasi, fungsi objektif maupun kendala-kendalanya seringkali tidak dapat dinyatakan dengan formula yang tegas. Oleh karena itu, pemrograman linear (tegas) dikembangkan menjadi pemrograman linear kabur dengan bentuk yang paling utama adalah sebagai berikut.

� ∶ ̃ = ∑ ̃ ̃

=

∶ ∑ ̃ ̃ ̃ = , , … ,

=

̃ ̃ = , , … , . . . ..

di mana ̃ , ̃, ̃, dan ̃ adalah bilangan-bilangan kabur, dan ̃ adalah variabel dengan nilai bilangan kabur.


(34)

2.4 Penyelesaian Program Linear dengan Metode Simpleks

Menurut Aminudin (2005), sebelum menggunakan metode simpleks dalam memecahkan persoalan program linear, bentuk dari program linear tersebut perlu diubah menjadi bentuk standarnya. Bentuk standar ini digunakan dalam metode simpleks yaitu pada langkah pertama sebelum persoalan diringkas dalam tabel simpleks. Beberapa aturan bentuk program linear baku atau standar yakni sebagai berikut.

1. Semua batasan/kendala adalah persamaan (dengan sisi kanan non-negatif). 2. Semua variabel keputusan adalah non-negatif.

3. Fungsi tujuan dapat berupa maksimasi dan minimasi. Bentuk standar program linear dapat dirumuskan sebagai berikut.

� � = ∑

=

dengan batasan:

∑ = … = , , … , =

… = , , … , . . . ..

Semua kendala harus berbentuk persamaan. Oleh karena itu, jika ada kendala yang berbentuk pertidaksamaan harus dikonversikan menjadi persamaan dengan memasukkan variabel semu slack atau surplus.

Persoalan program linear dapat diselesaikan melalui langkah-langkah yakni sebagai berikut.


(35)

2. Bentuk tabel awal simpleks berdasarkan informasi model di atas.

3. Tentukan kolom kunci di antara kolom-kolom variabel yang ada, yaitu kolom yang mengandung nilai (cj – Zj) paling positif untuk kasus maksimasi dan atau mengandung nilai (cj – Zj) paling negatif untuk kasus minimasi.

4. Tentukan baris kunci di antara baris-baris variabel yang ada, yaitu baris yang memiliki rasio kuantitas dengan nilai positif terkecil.

� − =

5. Bentuk tabel berikutnya dengan memasukkan variabel pendatang ke kolom variabel dasar dan mengeluarkan variabel perantau dari kolom tersebut, serta lakukan transformasi baris-baris variabel. Dengan menggunakan rumus transformasi sebagai berikut.

 baris baru selain baris kunci = (baris lama – (rasio kunci x baris kunci lama))

 baris kunci baru = (baris kunci lama / angka kunci)

 rasio kunci = (unsur kolom kunci / angka kunci)

6. Lakukan uji optimalitas. Dengan kriteria jika semua koefisien pada baris (cj – Zj) sudah tidak ada lagi yang bernilai positif (untuk kasus maksimasi) atau sudah tidak ada lagi yang bernilai negatif (untuk kasus minimasi), berarti tabel sudah optimal. Jika kriteria di atas belum terpenuhi maka diulangi mulai langkah ke-3 sampai ke-6, hingga terpenuhi kriteria tersebut.


(36)

2.5 Fuzzy Linear Programming (FLP)

Pada umumnya, model linear programming klasik berupa sebuah kasus maksimasi atau minimasi terhadap suatu fungsi tertentu dengan ditetapkannya batasan-batasan. Jika diasumsikan bahwa keputusan linear programming akan dibuat pada lingkungan fuzzy, maka model tersebut akan mengalami sedikit perubahan, yakni sebagai berikut.

1) Bentuk imperatif (suatu bentuk perintah yang menyatakan larangan atau keharusan) pada fungsi obyektif tidak lagi benar-benar “maksimum” atau

“minimum”, karena adanya beberapa hal yang perlu mendapat

pertimbangan dalam suatu sistem.

2) Tanda ≤ (pada kasus maksimasi) dan tanda ≥ (pada kasus minimasi) dalam batasan tidak lagi bermakna crisp (tegas) secara matematis, namun sedikit mengalami pelanggaran makna. Hal ini juga disebabkan karena adanya beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam sistem yang mengakibatkan batasan tidak dapat didekati secara tegas.

Menurut Klir & Yuan (1995), permasalahan fuzzy linear programming dapat dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut.

� ∑

=

dengan batasan ∑

=

= , , , … , = , , , … ,


(37)

Dimana xj adalah variabel ke-j, cj adalah koefisien-koefisien fungsi objektif, Aij adalah koefisien-koefisien kendala, dan Bij adalah koefisien nilai ruas kanan. Masalah program linear fuzzy dapat diubah menjadi masalah program linear tegas yang ekuivalen dengan masalah semula. Hasil akhir dari masalah program linear fuzzy adalah suatu nilai optimum (maksimum atau minimum) bernilai real yang menggambarkan hasil optimum dan toleransi dari berbagai kendala atau batasan yang ada.

2.6 Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (SPPK)

Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (SPPK) atau Decision Support System (DSS), menurut Alter (2002), berupa sebuah sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi pemodelan dan pemanipulasian data. Sistem tersebut digunakan untuk membantu mengambil keputusan dalam situasi yang semi-terstruktur dan situasi yang tidak semi-terstruktur. SPPK biasanya dibangun untuk mendukung solusi atas suatu masalah atau mengevaluasi suatu peluang. Sistem ini tidak dapat mengotomatisasikan pengambilan keputusan melainkan memberikan kemungkinan-kemungkinan kepada sang pengambil keputusan untuk melakukan berbagai analisis menggunakan model-model yang tersedia. Persoalan pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih melalui mekanisme tertentu dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik.

Pada umumnya, dalam membuat sebuah keputusan, terdapat langkah-langkah, yakni (1) identifikasi masalah, (2) pemilihan metode pemecahan


(38)

masalah, (3) pengumpulan data yang dibutuhkan untuk melaksanakan model keputusan tersebut, (4) mengimplementasikan model tersebut, (5) mengevaluasi sisi positif dari setiap alternatif yang ada, dan (6) melaksanakan solusi terpilih. Ada banyak metode pengambilan keputusan, salah satunya yakni seperti yang penulis gunakan dalam penelitian ini, dengan menggunakan metode Linear Programming khususnya Fuzzy Linear Programming.

2.7 Evaluasi Kinerja pada Lingkungan Fuzzy

Penilaian kinerja karyawan dalam suatu perusahaan merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara berkala. Penilaian ini dilakukan untuk bermacam-macam hal, di antaranya untuk mendorong peningkatan kinerja karyawan, pemilihan karyawan dalam berbagai hal menjadi lebih selektif, dan untuk pembuatan keputusan administratif yang berkaitan dengan promosi, pemberhentian, pemutusan hubungan kerja, dan peningkatan upah karyawan.

Model evaluasi yang masih banyak digunakan sampai saat ini adalah evaluasi terhadap faktor-faktor yang bersifat tegas saja, seperti masa kerja, golongan, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor yang bersifat fuzzy terkadang dipaksakan untuk menjadi tegas atau justru diabaikan. Selain faktor-faktor yang bersifat tegas, faktor-faktor fuzzy ini juga mempengaruhi berat ringannya pekerjaan atau tanggung jawab yang harus dipikul oleh seorang karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

Pada tulisan ini, evaluasi terhadap kinerja karyawan dilakukan terhadap berbagai faktor yang bersifat tegas maupun fuzzy. Sebelum melakukan evaluasi,


(39)

perusahaan harus memenuhi persyaratan berikut untuk mendapatkan ukuran atau kriteria penilaian suatu pekerjaan (Kusumadewi dan Purnomo, 2004).

1) Memiliki kumpulan daftar pekerjaan yang akan digunakan sebagai basis untuk mengevaluasi suatu pekerjaan. Kumpulan pekerjaan yang telah diseleksi tersebut dikenal dengan nama benchmark.

2) Menetapkan faktor-faktor kompensasi yang akan menentukan harga relatif dari suatu pekerjaan. Faktor kompensasi ini hendaknya bervariasi antara satu pekerjaan dengan pekerjaan yang lainnya.

3) Menetapkan level untuk tiap-tiap faktor dalam tiap-tiap pekerjaan. Nilai level dalam suatu faktor hendaknya juga berbeda.

4) Menetapkan batas bawah (level terendah) dan batas atas (level tertinggi). 5) Menetapkan batas bawah selisih antar level dalam setiap faktor.

Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa terdapat m faktor yang berpengaruh dengan tiap-tiap faktornya terdiri dari n level. Sehingga faktor ke-i dan level ke-j dapat ditulis sebagai xij. Diasumsikan juga bahwa level yang lebih tinggi pada suatu faktor (nilai j naik) menunjukkan bahwa kompleksitas pekerjaannya lebih tinggi. Benchmark atau tetapan (standar) kinerja dengan pengupahannya adalah Z(X). Jumlah skor pada level terendah harus ditetapkan lebih dari atau sama dengan suatu nilai tertentu (ci), sedangkan jumlah skor pada level tertinggi juga harus ditetapkan kurang dari atau sama dengan suatu nilai tertentu (wi).

∑ � �� . . . ..

∑ �� � . . . ..


(40)

Perlu diperhatikan bahwa dalam suatu faktor harga suatu level harus lebih tinggi dibanding dengan level sebelumnya. Selisih yang diperbolehkan untuk kedua level dalam faktor ke-i tersebut minimal harus sama dengan ei.

− −

dengan i = 1, 2, ..., m dan j = 1, 2, ..., n . . . .. (7)

Dari beberapa model di atas (Persamaan 5, 6 dan 7), dapat disusun suatu model:

Tentukan: � = dengan batasan:

� � ≈ �

∑ ∑

− −

; . . . .. (8) (i = 1, 2, ..., m; dan j = 1, 2, ..., n)

Kesamaan fuzzy tersebut dapat direpresentasikan sebagai kombinasi antara dua ketidaksamaan fuzzy berikut.

� � ̃ � dan � � ̃ � . . . ..

Misalkan Zmin dan Zmax masing-masing adalah nilai benchmark minimum dan nilai benchmark maksimum, maka fungsi keanggotaan untuk kesamaan fuzzy dapat didefinisikan sebagai berikut.


(41)

1) Fungsi keanggotaan µr(Zr) adalah fungsi yang tidak pernah turun. Jika diasumsikan bahwa nilai 0 akan terjadi pada daerah Zr ≤ Zmin, dan fungsi akan naik secara monoton pada Zmin < Zr≤ dr, maka dapat ditulis:

�[ �] =

{

; � �−

�− ; < � �

; � > �

. . . ..

2) Fungsi keanggotaan µr(Zr) adalah fungsi yang tidak pernah naik. Jika diasumsikan bahwa nilai 0 akan terjadi pada daerah Zr ≥ Zmax, dan fungsi akan turun secara monoton pada dr < Zr≤ Zmax, maka dapat ditulis:

�[ �] =

{

; � �

�� − �

�� − �; � < � ��

; � > ��

. . . . 1

0 µr[Zr]

Zmin dr + pi dr

Zr

1

0 µr[Zr]

dr + pi

dr

Zr

Zmax

Gambar 2.5 - Fungsi keanggotaan µr(Zr); fungsi yang tidak pernah turun


(42)

Dari kedua persamaan tersebut, dengan operator min(λ), maka diperoleh:

� �− +

� − �� − � + ��

Dengan demikian, model persamaan fuzzy sebelumnya dapat diturunkan menjadi bentuk linear programming yang lebih sederhana, yakni sebagai berikut.

Max λ dengan batasan �− �−

�+ �� − � ��

∑ ∑

− −

; ... (Persamaan 12) (i = 1, 2, ..., m; j = 1, 2, ..., n; wi > ci)


(43)

27

BAB III

PERANCANGAN SISTEM

3.1 Pemodelan Masalah Evaluasi Kinerja Ke Dalam FLP

3.1.1 Pengumpulan Data, Kriteria Penilaian, dan Benchmark

Dalam proses evaluasi terhadap suatu pekerjaan dibutuhkan adanya indikator kinerja yang sesuai. Indikator kinerja tersebut diukur berdasarkan kriteria standar tertentu. Indikator-indikator kinerja yang dimaksud adalah faktor-faktor seorang karyawan yang akan dinilai dan dibandingkan dengan standar kinerja yang ada. Pada suatu perusahaan, indikator-indikator yang digunakan misalnya tentang, (1) kuantitatif, seberapa banyak produksi yang dihasilkan, (2) kualitatif, seberapa baik hasil produksinya, (3) waktu penyelesaian produksi, (4) efektivitas penggunaan sumber daya, (5) cara melakukan pekerjaan, dan sebagainya. Dalam sistem ini, penulis hanya menerapkan tiga faktor, yakni kuantitas, kualitas, dan kecepatan waktu produksi.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data hasil penilaian kinerja karyawan dari perusahaan Jogja Konveksi yang berlokasi di Jl. Godean KM 6,5 Gg. Merpati 32, RT 01, RW 10, Nglarang Lor, Sidoarum, Godean, Sleman Yogyakarta. Perusahaan ini bergerak dalam bidang konveksi berbagai jenis pakaian. Jogja Konveksi sudah memiliki nama yang cukup dikenal baik secara lokal (kawasan Yogyakarta) maupun luar daerah. Perusahaan ini memiliki 20


(44)

orang karyawan yang dibagi ke beberapa divisi, yakni Divisi Penjahit, Divisi Sablon, Divisi Tukang Potong dan Pola, serta Divisi Finishing dan Packing. Beban tugas yang sama membuat tingkat gaji yang diberikan pun sama. Tingkatan gaji ini dalam sistem ini disebut dengan benchmark.

Dalam perusahaan ini, telah dilakukan suatu penilaian kinerja terhadap beberapa macam faktor (Lembar Penilaian Terlampir). Namun sesuai dengan batasan masalah yang telah penulis uraikan pada BAB I, sistem ini hanya akan melakukan penilaian terhadap tiga faktor utama penilaian, dimana sudah ada persetujuan antara penulis dengan pemilik Jogja Konveksi. Ketiga faktor yang dipilih, yakni sebagai berikut.

Faktor-1 : Kuantitatif (seberapa banyak). Ukuran kuantitatif mudah untuk disusun dan diukurnya, yaitu hanya dengan menghitung unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.

Faktor-2 : Kualitatif (seberapa baik). Melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain mengemukakan akurasi, presisi, penampilan (kecantikan dan ketampanan), kemanfaatan atau efektivitas. Standar kualitas dapat diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah atau persentase kesalahan yang diperbolehkan per unit hasil kerja.

Faktor-3 : Ketepatan waktu. Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk, membuat sesuatu atau melayani sesuatu. Kriteria menjawab pertanyaan, seperti kapan, berapa cepat, atau dalam periode apa.


(45)

Manajer perusahaan Jogja Konveksi secara rutin melakukan evaluasi kinerja untuk karyawan-karyawannya. Penilaiannya dibuat dalam format penilaian sebagai berikut.

Misalkan, dalam proses evaluasi kinerja, manajer Jogja Konveksi menetapkan suatu standar kinerja bahwa untuk semua faktor penilaian, setiap karyawannya harus mampu mencapai level penilaian tertinggi (baik). Karyawan yang berhasil mencapai tetapan standar kinerja (benchmark) ini diberi nilai berkisar 90. Diberikan toleransi nilai untuk benchmark ini yakni 10 poin ke bawah (90 – 10 = 80) dan 5 poin ke atas (90 + 5 = 95). Selain itu juga ditetapkan nilai minimal 60 dan nilai maksimal 100. Tetapan benchmark ini dapat dilihat pada diagram berikut.

Karyawan yang mampu mencapai standar kinerja (benchmark) ini akan memperoleh standar gaji yang ditetapkan oleh manajer perusahaan. Karyawan

JOGJA KONVEKSI

Nama :

Posisi :

Faktor Penilaian Kurang Cukup Baik

Kuantitatif (seberapa banyak produk yang dihasilkan) Kualitatif (seberapa baik produk yang dihasilkan) Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk

NB: Beri tanda centang pada penilaian yang sesuai

1=λ

0

80

60 90 95 100

Z


(46)

yang memperoleh nilai kinerja di bawah nilai standar kinerja, 90, akan memperoleh gaji yang lebih rendah daripada standar gajinya.

Untuk tetapan benchmark ini, standar gaji yang diberikan adalah senilai

Rp1.750.000,00. Setiap faktor evaluasi terdiri atas tiga level (tingkatan) penilaian.

Tiap-tiap faktor tersebut terbagi menjadi tiga level dalam tabel berikut. Tabel 3.1 – Level-level dalam tiap faktor

Faktor Level Variabel Keterangan Penjelasan

Faktor-1: Kuantitatif

1 1 x11 Sedikit Produk yang dihasilkan tidak banyak

1 2 x12 Sedang Karyawan menghasilkan cukup produk

1 3 x13 Banyak Karyawan mampu menghasilkan banyak produk

Faktor-2: Kualitatif

2 1 x21 Buruk Produk yang dihasilkan tidak baik

2 2 x22 Sedang Produk yang dihasilkan lumayan baik

2 3 x23 Baik Produk yang dihasilkan berkualitas baik

Faktor-3: Ketepatan Waktu

3 1 x31 Lama Penyelesaian produksi lebih lama dari deadline

3 2 x32 Sedang Penyelesaian produksi sesuai deadline

3 3 x33 Cepat Penyelesaian produksi lebih cepat dari deadline

Besarnya gaji yang diterima oleh karyawan ditetapkan sesuai persyaratan. Persyaratan tersebut ditetapkan oleh Manajer yang merupakan pengguna dari aplikasi ini. Penyesuaian besaran gaji tersebut dimasukkan ke dalam benchmark seperti yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni karyawan yang tingkat

kuantitas produknya ‘Banyak’, dengan kualitas yang ‘Baik’, dan diselesaikan dengan tingkat waktu ‘Cepat’. Karyawan yang memenuhi kriteria ini mendapatkan nilai 90. Tetapan benchmark ini ditetapkan dalam fungsi berikut.


(47)

= + + = . . . ..

Toleransi yang ditetapkan untuk benchmark tersebut yakni sebagai berikut. Tabel 3.2 – Contoh Tetapan Tabel Benchmark

Benchmark Nilai Tegas Toleransi Batas atas bawah atas Bawah

1 90 5 10 95 80

Toleransi atas = Zmax– nilai tegas dari benchmark Toleransi bawah = nilai tegas dari benchmark - Zmin

Batas atas = Zmax Batas bawah = Zmin

Nilai Tegas = dr

Adapun level terendah dan tertinggi ditetapkan memiliki batasan sebagai berikut. ∑ ; ∑ ; ... dengan i=1,2,3

Antara satu level dengan level sebelumnya dalam setiap faktor memiliki selisih nilai minimum 5. Syarat ini dimodelkan sebagai berikut.

xij– xij-1≥ 5 ... dengan i=1,2,3 dan j=1,2,3

3.1.2 Pemodelan Batasan Fuzzy Linear Programming

Berdasarkan uraian mengenai kriteria penilaian di atas, berdasarkan pada Persamaan 12, permasalahan linear ini dapat dirangkum dalam suatu pemodelan Fuzzy Linear Programming, yakni sebagai berikut.

 Fungsi tujuan: Maksimumkan λ, dimana semakin tinggi nilai λ (mendekati atau sama dengan 1), semakin baik hasil yang diperoleh.

 Pada kasus ini, seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, level yang ditetapkan untuk benchmark adalah x1 = 3, x2 = 3, dan x3 = 3, dengan nilai 90 pada rentang 80 sampai 95, atau dapat ditulis:


(48)

� = + + = . . . ..  Pembentukan fungsi batasan untuk tetapan benchmark (Zr)

�+ ��− � ��

menjadi

+ + + − λ

+ + + λ . . . ..

� − �−

menjadi

+ + − − λ

+ + − λ . . . ..

 Pembentukan fungsi batasan untuk nilai maksimum dan minimum

∑ = , ,

i = faktor penilaian; 1 = level terendah menjadi

+ + . . . ..

∑ = , , =

i = faktor penilaian; n = level tertinggi menjadi

+ + . . . ..

 Pembentukan fungsi batasan untuk jarak antar level

− −

= , , = , ,

menjadi − −


(49)

− − −

− . . . ..

 Pembentukan persyaratan bahwa semua variabel keputusan xij harus bernilai 0 atau positif (tidak boleh negatif).

= , , = , , . . . ..

Dari beberapa contoh di atas, maka pembentukan model Fuzzy Linear Programming di atas dapat ditulis sebagai Rumusan Program Linear berikut.

Maksimumkan λ dengan batasan:

+ + + λ

+ + − λ

+ +

+ +

− − − − − −

. . . .. = , , = , , 3.2 Penyelesaian FLP Menggunakan Metode Simpleks

 Perusahaan sasaran : Jogja Konveksi

 Posisi yang dinilai : Semua posisi

 Faktor-faktor penilaian : x1 – Kuantitatif, x2 – Kualitatif,


(50)

 Level penilaian : 1 – Kurang, 2 – Cukup, 3 – Baik

Standar / Benchmark : x1 = Baik, x2 = Baik, x3 = Baik

Nilai Benchmark : 90 (pada rentang 80 sampai 95)

 Level Max-Min : 60 ≤ x ≤ 100

 Selisih antar level : xij– xij-1≥ 5

 Pemodelan linear : Maksimumkan L

x13 + x23 + x33 + 5L + s1 <= 95; s1 = slack

x13 + x23 + x33 - 10L – s2 + a2 >= 80; s2 = surplus, a2 = artificial x13 + x23 + x33 + s3 <= 100; s3 = slack

x11 + x21 + x31 – s4 + a4 >= 60; s4 = surplus, a4 = artificial x12 - x11 – s5 + a5 >= 5; s5 = surplus, a5 = artificial

x13 - x12 – s6 + a6 >= 5; s6 = surplus, a6 = artificial x22 - x21 – s7 + a7 >= 5; s7 = surplus, a7 = artificial x23 - x22 – s8 + a8 >= 5; s8 = surplus, a8 = artificial x32 - x31 – s9 + a9 >= 5; s9 = surplus, a9 = artificial x33 - x32 – s10 + a10 >= 5; s10 = surplus, a10 = artificial xij >= 0

Catatan Penting dalam Penyelesaian Simplex

Untuk kasus maksimasi dan minimasi, jika batasan (constraint) menggunakan

tanda “≤”, maka digunakan slack (+s). Sebaliknya, jika digunakan tanda “≥”,

maka digunakan surplus (-s). Jika dalam batasan-batasan kedua tanda digunakan bersamaan, maka diperlukan artificial (+a) untuk ditambahkan pada surplus.


(51)

Pembentukan tabel Model Fuzzy Linear Programming

Tabel simplex di atas adalah tabel model dari model permasalahan program linear yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tabel ini memiliki 10 batasan (benchmark, maksimum-minimum, dan jarak antar level) pada tiap barisnya dan 10 variabel (x11, x12, x13, x21,


(52)

 Pembentukan tabel iterasi pertama perhitungan simplex

Tabel iterasi pertama ini adalah tabel yang paling penting dalam proses perhitungan dengan simplex. Pada tabel ini semua variabel slack, surplus, dan artificial yang dibutuhkan sudah mulai digunakan dan ditulis pada kolom-kolom baru.

Setelah semua nilai ditetapkan dan ditempatkan pada kolomnya masing-masing, proses perhitungan dimulai dengan menghitung nilai Zj. Nilai Zj untuk suatu kolom diperoleh dengan menjumlahkan semua hasil perkalian nilai pada kolom tersebut dengan semua nilai pada kolom nilai tujuan. Pada contoh di atas, misalnya, perhitungan nilai Zj pada beberapa kolom adalah:

Zj pada kolom q = (0 x 95) + (-1 x 80) + (0 x 100) + ... + (-1 x 5) = -170 Zj pada kolom x11 = (0 x 0) + (-1 x 0) + (0 x 0) + ... + (-1 x 0) = 0


(53)

...

Zj pada kolom a10 = (0 x 0) + (-1 x 0) + (0 x 0) + ... + (-1 x 1) = -1

Setelah diperoleh nilai Zj, cari nilai cj-Zj dengan melakukan pengurangan pada cj terhadap Zj. Pilih kolom dengan nilai cj-Zj yang paling positif. Pada tabel di atas, terdapat beberapa kolom yang nilai cj-Zj-nya paling positif, yakni kolom x13, x23, dan x33 dengan nilai cj-Zj = 2; maka pilih salah satu nilai (dalam contoh ini dipilih kolom x13). Kolom terpilih ini kemudian disebut dengan kolom kunci.

Setelah memperoleh kolom kunci, cari nilai rasio. Nilai Rasio diperolah dengan melakukan pembagian pada kolom q (nilai batasan) terhadap kolom kunci (x13). Pada contoh di atas, misalnya, perhitungan nilai rasio pada beberapa baris adalah:

95 / 1 = 95 80 / 1 = 80

...

5 / 0 = nilai kosong (pembagian dengan 0)

Kemudian, dari nilai-nilai rasio yang sudah diperoleh, pilihlah baris yang rasionya positif terkecil (di atas 0 yang terkecil). Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai positif terkecilnya adalah 5 pada baris a6. Baris inilah yang kemudian disebut dengan baris kunci. Nilai


(54)

yang terletak pada perpotongan kolom kunci dengan baris kunci kemudian disebut dengan angka kunci. Pada contoh di atas, misalnya, angka kunci terletak pada perpotongan kolom kunci x13 dan baris kunci a6, dengan nilai 1.

Pada akhir proses di iterasi pertama ini, variabel dasar a6 pada baris kunci keluar, kemudian digantikan oleh variabel kolom kunci yakni x13. Dengan pergantian ini, maka nilai variabel dasar pada baris tersebut adalah x13.


(55)

Pada awal proses pembentukan tabel iterasi kedua, kosongkan semua nilai untuk kemudian diisi dengan nilai baru. Pastikan bahwa variabel dasar a6 pada iterasi pertama tadi telah diganti dengan masuknya variabel x13 dari kolom kunci iterasi 1. Kemudian, lakukan penetapan nilai pada setiap kolom yang telah dikosongkan tadi dengan nilai baru. Berikut ini adalah penetapan nilai barunya.

 baris kunci baru = baris kunci lama / angka kunci

‘Baris kunci baru’ yang dimaksud adalah baris pada iterasi kedua yang terletak pada baris yang disebut baris kunci pada iterasi sebelumnya, yakni pada baris yang variabel dasarnya telah berubah menjadi x13. Nilai pada baris ini adalah hasil pembagian nilai pada baris kunci dengan angka kunci iterasi sebelumnya.

 baris baru selain baris kunci = baris lama – (rasio kunci x baris kunci lama)

 rasio kunci = unsur kolom kunci / angka kunci

‘Baris baru yang lain’ nilainnya adalah nilai pada baris lama dikurangi hasil perkalian rasio kunci dengan baris kunci iterasi sebelumnya. Dimana rasio kunci tersebut bernilai unsur kolom kunci dibagi angka kunci.

Catatan Penting:


(56)

 Pembentukkan tabel iterasi ketiga

Dari iterasi ketiga ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 2, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x11. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 60, yang terletak pada baris s4. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x11 dengan baris s4. Kemudian, variabel s4 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x11. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi keempat.


(57)

 Pembentukkan tabel iterasi keempat

Dari iterasi keempat ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 2, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x23. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 5, yang terletak pada baris s8. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x23 dengan baris s8. Kemudian, variabel s8 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x23. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi kelima.


(58)

 Pembentukkan tabel iterasi kelima

Dari iterasi kelima ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 2, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x22. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 5, yang terletak pada baris s7. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x22 dengan baris s7. Kemudian, variabel s7 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x22. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi keenam.


(59)

 Pembentukkan tabel iterasi keenam

Dari iterasi keenam ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 2, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x33. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 0, yang terletak pada baris s2. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x33 dengan baris s2. Kemudian, variabel s2 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x33. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi ketujuh.


(60)

 Pembentukkan tabel iterasi ketujuh

Dari iterasi ketujuh ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 10, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom L. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 0,5, yang terletak pada baris s10. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 10, yakni perpotongan antara kolom L dengan baris s10. Kemudian, variabel s10 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel L. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi kedelapan.


(61)

 Pembentukkan tabel iterasi kedelapan

Dari iterasi kedelapan ini, diperoleh nilai cj-Zj yang paling positif adalah 1, dan kolom kunci yang dipilih adalah kolom x32. Dari kolom kunci ini, dapat dihitung nilai rasionya. Nilai rasio yang positif terkecil adalah 5, yang terletak pada baris s9. Dengan demikian, angka kunci yang diperoleh adalah 1, yakni perpotongan antara kolom x32 dengan baris s9. Kemudian, variabel s9 tersebut keluar untuk digantikan dengan variabel x32. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif. Maka, masih diperlukan penambahan iterasi kesembilan.


(62)

 Pembentukkan tabel iterasi kesembilan

Pada iterasi kesembilan ini sudah tidak ditemukan cj-Zj yang bernilai positif. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa tabel ini sudah optimal. Setelah sudah optimal, maka proses berikutnya adalah melakukan proses perhitungan untuk masuk Phase II.


(63)

 Pembentukan iterasi pertama (Fase-2)

Pada iterasi pertama (Fase-2) ini tidak digunakan variabel artificial yang membuat jumlah kolomnya berkurang. Nilai-nilai pada tabel ini mengacu pada nilai-nilai pada tabel iterasi kesembilan pada fase-1. Proses yang dilakukan sama, yakni menghitung nilai Zj, kemudian mencari kolom dengan nilai cj-Zj paling positif, dan menghitung nilai rasionya. Setelah dilakukan perhitungan, ditemukan angka kunci, yakni 1,5, yang merupakan hasil perpotongan kolom kunci s4 dengan baris kunci s1. Kemudian, variabel s1 keluar dan digantikan dengan variabel s4. Dilihat dari nilai cj-Zj yang muncul, masih terdapat nilai yang positif, sehingga perlu dilakukan perhitungan untuk pembentukan tabel iterasi kedua (Fase-2).


(64)

 Pembentukan iterasi kedua (Fase-2)

Setelah tabel iterasi kedua terbentuk, ternyata dapat dilihat bahwa tidak ada lagi nilai cj-Zj yang bernilai positif. Kondisi ini dianggap sudah optimal. Dengan demikian, hasil akhir perhitungan simplex yang diperoleh adalah s4=0, x33=10, s3=10, x11=60, x12=65, x13=70, x22=5, x23=10, x32=5, dan L=1. Dilihat dari hasil tersebut, tidak terdapat variabel x21 dan x31, sehingga kedua variabel ini dapat secara langsung diberikan nilai 0. Selain itu, hasil yang diperolah, nilai λ atau L = 1. Nilai ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil untuk menggunakan benchmark ini 100% baik atau dapat dinyatakan bahwa hasil yang diperoleh adalah hasil yang paling optimum.


(65)

Hasil perhitungan dengan metode simpleks tersebut kemudian dibentuk menjadi tabel nilai dengan model berikut.

Tabel 3.3 – Model tabel nilai yang terbentuk dari perhitungan

Faktor Level

1 2 3

1 Kuantitas x11 x12 x13

2 Kualitas x21 x22 x23

3 Ketepatan waktu x31 x32 x33

Berdasarkan model tersebut, dari hasil perhitungan Fuzzy Linear Programming dengan metode simpleks dual fase di atas, telah diperoleh hasil-hasil untuk tiap variabelnya yang dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut.

Tabel 3.4 – Nilai level untuk setiap faktor

Faktor Level

1 2 3

1 Kuantitas 60 65 70

2 Kualitas 0 5 10

3 Ketepatan waktu 0 5 10

Dari hasil skor yang diperoleh untuk setiap level pada setiap faktor ini, dapat ditentukan nilai untuk setiap faktor berdasarkan benchmark yang telah ditentukan. Berdasarkan perhitungan sebelumnya, dari tetapan benchmark x13 + x23 + x33 = 90, diperoleh nilai untuk tiap variabel x13 = 70, x23 = 10, dan x33 = 10. Hasil perhitungan tersebut yang akan digunakan untuk menghitung tetapan gaji seorang karyawan yang memiliki suatu hasil evaluasi kinerja tertentu.


(66)

Untuk setiap faktor, nilai untuk setiap levelnya yang diperoleh dari hasil perhitungan disajikan pada tabel-tabel berikut.

Faktor Sedikit Sedang Banyak

Kuantitas 60 65 70

Faktor Buruk Sedang Baik

Kualitas 0 5 10

Faktor Lama Sedang Cepat

Kecepatan 0 5 10

Misalnya, pada perusahaan Jogja Konveksi gaji untuk karyawan yang memenuhi standar kinerja (benchmark) ditetapkan sebesar Rp1.350.000,00 per bulan. Dengan perhitungan sebelumnya, maka, jika terdapat karyawan yang nilai kuantitasnya banyak (x13), kualitasnya baik (x23), tapi kecepatan produksinya sedang (x32), maka gajinya akan dihitung sebagai berikut.

Total skor: x13 + x23 + x32 = 70 + 10 + 5 = 85 Perhitungan gaji untuk karyawan tersebut dalam sebulan adalah:

× � . . , = � . . ,

Oleh karena karyawan tersebut memiliki faktor tertentu yang kurang dari standar, yakni dalam hal ketepatan waktunya, maka gajinya juga tidak dapat mencapai standar, dimana ia hanya memperoleh gaji sebesar Rp1.275.000,00.


(67)

3.3 Flow Chart

Aplikasi Penetapan Gaji Berdasarkan Evaluasi Kinerja dengan Fuzzy Linear Programming, yang selanjutnya diberi nama (disebut dengan) Real Gaji, berupa sebuah aplikasi sederhana berbasis desktop yang dibuat dengan bahasa C#. Gambaran umum proses kerja sistem ini dapat dijelaskan melalui diagram alur (flow chart) berikut.


(68)

(69)

53

BAB IV

IMPLEMENTASI SISTEM

4.1 Desain Tampilan Sistem

Gambar 4.1 – Tampilan Sistem – Penetapan Aturan

Ketika ‘Real Gaji’ pertama dibuka, aplikasi ini akan menampilkan sebuah kotak

dialog. Pada awal tampilan ini, pengguna diminta untuk memasukkan tetapan nilai benchmark. Tetapan yang dimaksud adalah nilai level yang dipilih sebagai standar kinerja untuk faktor-faktor yang ada. Setelah itu, untuk standar tersebut, pengguna diminta untuk menetapkan nilai tertentu sebagai nilai untuk standar tersebut. Nilai yang diinputkan tersebut berupa nilai yang berada di antara suatu rentang nilai


(70)

tertentu yang harus diinputkan juga oleh penggunanya. Misalnya, untuk suatu benchmark, diberikan nilai 90; nilai 90 ini adalah nilai yang berada pada rentang 80 sampai 95; dengan catatan bahwa untuk suatu nilai, makin mendekati 90 maka bobotnya semakin besar; sebaliknnya jika makin menjauhi 90 dan masih berada pada rentang yang ditetapkan, maka bobotnya semakin kecil; untuk nilai yang berada di luar rentang tersebut, bobotnya bernilai 0. Setelah menetapkan nilai benchmark, tetapkan juga nilai minimal dan maksimal serta jarak antar levelnya. Tombol ‘Simpan Tetapan Benchmark’ berfungsi untuk menyimpan tetapan benchmark dan secara otomatis membentuk model program linearnya. Pemodelan program linear yang terbentuk akan ditampilkan pada kotak berwarna merah, kuning, dan hijau, yang terletak di sebelah kanan kotak tetapan benchmark.

Setelah model sudah terbentuk, tombol ‘Lakukan Perhitungan’ akan menjadi aktif

dan dapat diklik. Setelah diklik, sistem akan melakukan perhitungan; pengguna diharapkan menunggu sampai progress bar (akan muncul di tengah) penuh.

Setelah mencapai 100%, tombol ‘Kelola Hasil Perhitungan’ akan menjadi aktif

dan kotak di bagian terbawah akan menampilkan iterasi demi iterasi perhitungan.

Ketika tombol ‘Kelola Hasil Perhitungan’ diklik, sistem akan menampilkan kotak


(71)

Gambar 4.2 – Tampilan Sistem – Kelola Hasil Perhitungan

Halaman ini akan muncul ketika tombol ‘Kelola Hasil Perhitungan’ diklik, yang menyatakan bahwa telah dilakukan proses perhitungan terhadap model program linear yang terbentuk. Pada halaman ini, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menetapkan nilai tetapan gaji standar untuk karyawan, misalnya ditetapkan gaji sebesar Rp1.350.000,00 untuk sebulan. Setelah tetapan gaji sudah ditetapkan, pengguna dapat mulai menambah karyawan yang akan dihitung gajinya berdasarkan hasil evaluasi kinerjanya. Karyawan yang telah ditambahkan akan tampil pada kotak di sebelah kanan disertai dengan perhitungan pemerolehan gajinya. Daftar karyawan beserta dengan gaji yang telah ditambahkan dapat disimpan ke file PDF yang tersimpan di direktori aplikasi.


(72)

4.2 Penjelasan Beberapa Source Code Utama Aplikasi

4.2.1 Class: EkstrakSimplex.cs

4.2.1.1 Deklarasi Variabel

/* Variabel integer untuk menyimpan nilai

* jumlah faktor, level, jarak antar level, benchmark,

* jumlah variabel yang akan terbentuk pada tabel iterasi,

* jumlah iterasi yang akan dibuat, cj-Zj dan rasio yang terpilih, * panjang baris dan kolom tabel iterasi */

int jmlFaktor, jmlLevel, jarakLv, jmlBenchmark,

utkBenchmark, utkMaxMin, utkJarakLevel, ssa,

varkep, iterasi, jmlIterasi, baris, kolom, patokanSSA, ITR, cjminZ_TERPILIH, rasio_TERPILIH;

/* array 3 dimensi untuk menyimpan tiap nilai pada tabel iterasi * dimana dimensi pertama sebagai index iterasi,

* dimensi kedua sebagai index baris, * dimensi ketiga sebagai index kolom */

double[, ,] X;

/* array 1 dimensi double untuk menyimpan nilai * cj, Z, cj-Zj, dan rasio pada tiap tabel iterasi */

double[] cj, Z, cjminZ, rasio;

/* array 1 dimensi string untuk menyimpan nilai * variabel dasar (kiri) dan variabel atas */

string[] varAtas, varKiri;

/* variabel bertipe double untuk menyimpan nilai angka kunci * untuk sekali iterasi */

double angkaKunci;

/* array 1 dimensi integer untuk menyimpan * index dari cj-Zj dan rasio yang terpilih,

* yang nantinya akan dipilih sebagai baris dan kolom kunci */

int[] indexRasioYangTerpilih, indexCjMinZjYangTerpilih;

/* variabel bertipe boolean untuk mengaktifkan tombol di GUI */

bool bukaKunci = false;

/* variabel bertipe static double untuk menyimpan nilai * hasil perhitungan untuk tiap variabel keputusan */

public static double x11 = 0, x12 = 0, x13 = 0, x21 = 0, x22 = 0, x23 = 0, x31 = 0, x32 = 0, x33 = 0;

/* variabel bertipe static string dan double untuk menyimpan nilai

* benchmark dan nilainya yang ditetapkan */

public static string bench1 = "", bench2 = "", bench3 = ""; public static double nBenc1 = 0, nBenc2 = 0, nBenc3 = 0;


(73)

4.2.1.2 Lakukan Perhitungan Simplex

Pada awal proses, setelah aplikasi dijalankan, pengguna diminta untuk memasukkan / menginputkan beberapa nilai sebagai tetapan benchmark. Setelah memastikan bahwa semua inputan telah terisi, pengguna melakukan klik pada

tombol ‘Simpan Tetapan Benchmark’. Ketika tombol tersebut diklik, maka program akan menjalankan method btnSimpan_Click() yang akan menyimpan semua inputan tadi berupa model pemrograman linear pada kotak berwarna merah, kuning, dan hijau di samping kotak input tetapan batasan. Setelah model terbentuk, maka tombol ‘Lakukan Perhitungan’ akan menjadi aktif. Pengguna melakukan klik pada tombol tersebut dan program akan memanggil method btnSimplex_Click(). Method inilah yang merupakan inti dari proses perhitungan simplex.

/* method isiNilaiAwal() berfungsi untuk membentuk

* tabel iterasi pertama sesuai dengan inputan dari pengguna * berupa array 3 dimensi besar yang ditetapkan per bagian */

isiNilaiAwal();

gbu.Text = gbu.Text + " F A S E 1 \n";

/* set iterasi pertama = 0 */

ITR = 0;

/* ambil nilai-nilai variabel keputusan seperti

* x11 sampai x33 dan L serta nilai tetapan max-min */

tangkapNilaiVarkep();

/* berdasar model program linear yang terbentuk

* method cetakSSA() menghitung nilai variabel tambahan seperti * slack, surplus, dan artificial yang diperlukan

* untuk setiap batasan benchmark, maxmin, dan jarak antar level */

cetakSSA();

/* method ini mencetak 'nilai' dari tiap batasan dan tujuan*/

cetakNilaiBatasan(); cetakNilaiTujuan();

/* mencetak satu tabel iterasi sesuai kondisi array 3 dimensi */


(74)

/* menghitung setiap nilai cj, Zj, cj-Zj, dan rasio

* kemudian menetapkan baris dan kolom kunci yang terpilih * dan menetapkan angka kunci untuk satu iterasi */

hitung_cjminZj_rasio();

/* lakukan perulangan iterasi selama masih ada * nilai cj-Zj yang bernilai positif (>0) */

while (cjminZ.Max() > 0) {

/* lakukan penambahan iterasi */

ITR++;

/* proses pembentukan iterasi baru dengan perhitungan * berdasarkan baris, kolom, dan angka kunci */

buatIterasiBaru(); cetakMatrix();

/* sama seperti iterasi sebelumnya, tabel baru * akan menghitung nilai cj, Zj, cj-Zj, dan rasio * untuk kemudian diperiksa lagi sampai

* cj-Zj tidak ada lagi yang bernilai positif */

hitung_cjminZj_rasio(); }

gbu.Text = gbu.Text + " F A S E 2 \n";

for (int a = 0; a < varKiri.Length; a++) {

gbu.Text = gbu.Text + varKiri[a] + " - "; if (varKiri[a] == "0.9.10")

{

X[ITR, baris - 1, 0] = 1; }

}

//X[ITR, baris - 1, 0] = 1;

cj[10] = 1; //ganti nilai L

/* pembentukan iterasi baru untuk fase-2

* yakni dengan proses yang sama seperti iterasi sebelumnya */

cetakMatrix(); hitung_cjminZj_rasio(); ITR++; buatIterasiBaru(); cetakMatrix(); hitung_cjminZj_rasio();


(1)

Nilai benchmark 82

Dengan tetapan aturan yang sama, perubahan nilai benchmark menjadi 82

menyebabkan perubahan pada nilai λ menjadi 0,38 yang dapat diartikan

bahwa keputusan yang dihasilkan 38% baik.  Nilai benchmark 92

Dengan tetapan aturan yang sama, perubahan nilai benchmark menjadi 92

tidak menyebabkan perubahan pada nilai λ, yakni 1 yang dapat diartikan


(2)

Nilai benchmark 94

Dengan tetapan aturan yang sama, perubahan nilai benchmark menjadi 94 tidak menyebabkan perubahan pada nilai λ, yakni 1 yang dapat diartikan bahwa keputusan yang dihasilkan 100% baik.

Tetapan-tetapan nilai benchmark berikut berada pada rentang toleransi yang sama, yakni dari 80 sampai 95. Ketika nilai benchmark diganti menjadi 82 maka toleransi ke bawahnya (dari 80 sampai 82) hanya 2 poin; ketika diganti menjadi 86 maka toleransi kebawahnya (dari 80 sampai 86) menjadi 6 poin; ketika diganti 88 menjadi 8 poin; kenaikan nilai benchmark ini juga menyebabkan kenaikan nilai toleransi. Pengaruh perubahan nilai benchmark

terhadap λ yang mempengaruhi keputusan yang dihasilkan dapat disajikan


(3)

Hal ini membuktikan bahwa nilai λ maksimum diperoleh saat nilai

benchmark ≥ 90. Sedangkan, nilai λ akan kurang dari 1 dan lebih besar

daripada 0 ketika nilai benchmark < 90. Jika nilai benchmark makin

mendekati 90 maka nilai λ semakin mendekati 1, yang berarti hasil keputusannya semakin baik. Ketika nilai benchmark diganti menjadi 90, 92,

94, dan seterusnya, nilai λ akan tetap bernilai 1 yang berarti hasil keputusannya sudah 100% baik.

0,38

0,45

0,56

0,71

1 1 1

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

82 84 86 88 90 92 94

L a m b d a Nilai Benchmark


(4)

91

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari proses penelitian tentang penetapan gaji karyawan berdasarkan evaluasi kinerja ini, yang diperoleh dari implementasi dan pengujian-pengujian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, antara lain sebagai berikut.

1) Metode Fuzzy Linear Programming dapat digunakan untuk evaluasi kinerja karyawan dengan nilai-nilai fuzzy (kabur) dan mengubahnya menjadi penilaian numerik.

2) Perubahan pada tetapan benchmark maupun batas toleransi bawah dapat mempengaruhi hasil penilaian kinerja serta gaji yang diperoleh karyawan. 3) Untuk tetapan benchmark pada pengujian, nilai λ akan semakin mendekati 1

ketika nilai benchmark semakin mendekati 90. 5.2 Saran

Jogja Konveksi, sebagai obyek studi kasus pada penelitian ini, pada awalnya memberikan gaji untuk karyawan-karyawannya hanya berdasarkan hasil bagi rata keuntungan pada suatu pemesanan produksi. Model evaluasi yang digunakan pada perusahaan ini dibuat dengan nilai-nilai kabur (baik-buruk, cepat-lama, banyak-sedikit). Aplikasi yang dibuat dalam penelitian ini mengubah


(5)

penilaian-penilaian yang bersifat kabur tersebut ke dalam nilai-nilai numerik. Nilai-nilai ini kemudian digunakan sebagai acuan jumlah pemberian gaji.

Akan tetapi, dalam penerapannya, sistem ini masih memerlukan banyak pengembangan. Oleh karena itu, penulis memberikan beberapa saran, antara lain sebagai berikut.

1) Sistem yang dibuat ini hanya dapat digunakan oleh manajer perusahaan. Akan lebih baik jika untuk pengembangannya, sistem ini dapat digunakan oleh berbagai pihak terkait. Misalnya, karyawan dapat melihat hasil penilaiannya, pemimpin perusahaan dapat memilih karyawan-karyawan tertentu berdasarkan hasil penilaian untuk berbagai kepentingan, dan sebagainya.

2) Faktor dan level-level yang digunakan pada sistem ini terbatas pada tiga faktor dan tiga level saja. Untuk penilaian yang lebih baik, seharusnya faktor dan level-level tersebut dapat ditambahkan lagi sesuai keperluan.

3) Sistem ini hanya menggunakan satu benchmark, dimana tetapan benchmark ini hanya diperuntukkan bagi suatu posisi dengan gaji tertentu. Dalam pengembangan sistem ini, developer dapat membuat penetapan benchmark ini menjadi lebih dinamis, agar dapat ditambahkan lagi sesuai keperluan.


(6)

93

DAFTAR PUSTAKA

Alter. 2002. Analisis dan Perencanaan Sistem Informasi dengan Metodologi

Berorientasi Objek. Bandung : Informatika.

Aminudin. 2005. Prinsip-prinsip Riset Operasi. Jakarta : Erlangga.

Klir, George J. dan Yuan Bo. 1995. Fuzzy Sets and Fuzzy Logic Theory and

Applications. Prentice Hall International, Inc.

Kusumadewi, Sri dan Hari Purnomo. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk

Pendukung Keputusan. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.

Mangkunegara, Anwar P.. 2007. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : PT Refika Aditama.

Parmadi, Eko Hari. 2010. Penerapan Program Linear Berkendala Fuzzy Untuk

Optimisasi Produksi Gerabah. Seminar Nasional Informatika 2009

(semnasIF 2009) UPN “Veteran” Yogyakarta, ISSN: 1970-2328. Ranupandojo, Heidjrachman. 1985. Evaluasi Pekerjaan. Yogyakarta : BPFE. Susilo, Frans. 2006. Himpunan dan Logika Kabur serta Aplikasinya. Yogyakarta :

Penerbit Graha Ilmu.

Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia : Teori, Aplikasi, dan