Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Manfaat Penelitian Nutrisi dan Kognitif

Prestasi sekolah yang tidak memuaskan saat ini telah menjadi masalah global yang terjadi di negara – negara berkembang. Banyak hal menjadi penyebab prestasi yang tidak memuaskan di sekolah, termasuk didalamnya rendahnya kualitas tenaga pengajar, tidak tersedianya buku – buku teks pelajaran, rendahnya pengetahuan orang tua terhadap pentingnya pendidikan formal, dan tingkat kehadiran di sekolah yang rendah Acham, 2012. Asupan nutrisi yang tidak memadai baru – baru ini juga telah diakui sebagai salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi di sekolah. Pada anak dengan defisiensi yodium misalnya, memiliki intelegensia yang lebih buruk dari pada anak yang mendapat asupan nutrisi yang memadai. Anak – anak dengan defisiensi besi juga mengalami penurunan pada beberapa aspek dari kemampuan mereka untuk belajar. Pada sebuah program pemberian sarapan di Kenya, didapatkan bahwa pada sekolah yang ikut berpartisipasi pada program kehadiran siswanya 35,9, sedangkan pada sekolah yang tidak berpartisipasi kehadirannya hanya 27,4 Acham, 2012.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan prestasi belajar dari siswa siswi kelas 5 SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar dari siswa siswi kelas 5 SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Tujuan Khusus 1. Mengetahui status gizi dari siswa siswi kelas 5 di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. 2. Mengetahui Prestasi belajar dari siswa siswi kelas 5 di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Universitas Sumatera Utara 3. Mengetahui hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar dari siswi kelas 5 di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini berguna untuk: 1. Bagi pemerintah Kota Medan Mengetahui status gizi dan prestasi belajar pada siswa siswi kelas 5 di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah. 2. Bagi Dinas Pendidikan Kota Medan Mengetahui dan meningkatkan prestasi belajar dari siswa siswi kelas 5 di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah. 3. Bagi orang tua Menjaga pola asuh anak untuk meningkatkan status gizi dan prestasi dari siswa siswi kelas 5 di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah. 4. Bagi masyarakat Mengetahui hubungan dari status gizi dengan prestasi belajar anak. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi 2.1.1. Definisi Gizi Gizi adalah asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan diet tubuh. Gizi baik adalah keseimbangan antara asupan makanan dan aktivitas fisik. Kurang gizi dapat menyebabkan kekebalan tubuh berkurang, peningkatan kerentanan terhadap penyakit, gangguan perkembangan fisik dan mental, serta mengurangi produktivitas WHO, 2013. Gizi kurang didefinisikan sebagai asupan makanan yang tidak mencukupi dan menyebabkan terjadinya penyakit infeksi yang berulang. Dalam hal ini termasuk kurus untuk usia seseorang, terlalu pendek, dan kekurangan vitamin dan mineral UNICEF, 2006. Gizi lebih didefinisikan sebagai asupan nutrisi yang berlebihan atau makanan yang berlebihan dimana akhirnya mempengaruhi kesehatan yang dapat berkembang menjadi obesitas, yang meningkatkan risiko gangguan kesehatan yang serius, termasuk penyakit jantung, hipertensi, kanker dan diabetes tipe 2 UNITE FOR SIGHT, 2012. Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaannya Cakrawati, 2012. Status nutrisi berbanding lurus dengan kesehatan tubuh dari individu Goon et al, 2011. Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Klasifikasi status nutrisi

Menurut DEPKES RI tahun 2010 kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagai mana terdapat pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Indeks Kategori Status gizi Ambang Batas z-score Berat Badan menurut Umur BBU 0 – 60 Bulan Gizi Buruk -3 SD Gizi Kurang -3 SD sampai dengan -2 SD Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD Gizi Lebih 2SD Panjang Badan menurut Umur PBU atau Tinggi Badan menurut Umur TBU 0 – 60 Bulan Sangat Pendek -3 SD Pendek -3 SD sampai dengan -2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Tinggi 2SD Berat Badan menurut Panjang Badan BBPB atau Berat Badan menurut Tinggi Badan BBTB Umur 0 – 60 Bulan Sangat Kurus -3 SD Kurus -3 SD sampai dengan -2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Gemuk 2 SD Indeks Massa Tubuh menurut Umur IMTU 0 – 60 Bulan Sangat Kurus -3 SD Kurus -3 SD sampai dengan -2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Gemuk 2 SD Indeks Massa Tubuh menurut Umur IMTU 5 – 18 Tahun Sangat Kurus -3 SD Kurus -3 SD sampai dengan -2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Universitas Sumatera Utara Gemuk 1 sampai dengan 2 SD Obesitas 2 SD Sumber: Depkes RI 2013

2.1.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi

A. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain: 1 Pendapatan Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut Santoso, 1999. 2 Pendidikan Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan status gizi baik Suliha, 2001. 3 Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang hidup keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu – ibu akan mempunyai pengaruh terhadap keluarga Markum, 1991. 4 Budaya Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan Soetjiningsih, 1998. B. Faktor Internal Faktor internal yang mempengaruhi status gizi antara lain: 1 Usia Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita Nursalam, 2001. Universitas Sumatera Utara 2 Jenis Kelamin Jenis kelamin sepertinya mempengaruhi status nutrisi dari segi genetik Felix, 2010. 3 Kondisi Fisik Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesadaran mereka yang buruk. Bayi dan anak – anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat. 4 Infeksi Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan Suhardjo, et, all, 1986.

2.1.4. Masalah gizi anak usia sekolah

Ada beberapa masalah gizi yang terjadi pada anak usia sekolah dalam buku Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan tahun 2012, antara lain: 1. Anemia defisiensi besi Keadaan ini terjadi, karena terlalu sedikit kandungan zat besi dalam makanan yang dikonsumsi terutama pada anak yang sering jajan sehingga mengendurkan keinginan untuk menyantap makanan lain Adriani, 2012 2. Penyakit Defisiensi Yodium Salah satu gambaran penyakit kekurangan yodium adalah pembesaran kelenjer gondok yang disebut penyakit gondok oleh awam atau nama ilmiahnya struma simpleks Adriani, 2012. 3. Karies gigi Universitas Sumatera Utara Karies gigi sering terjadi pada anak, karena terlalu sering makan cemilan yang lengket dan banyak mengandung gula. Karies yang terjadi pada gigi sulung memang tidak berbahaya, namun kejadian ini biasanya terus berlangsung sampai anak menjadi dewasa. Gigi yang berlubang akan menyerang gigi yang permanen bahkan sebelum gigi tersebut menembus gusi Adriani, 2012. 4. Berat badan berlebih Obesitas Jika tidak teratasi, berat badan berlebih akan berlanjut sampai remaja dan dewasa. Sama seperti pada orang dewasa, kelebihan berat badan terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Berbeda dengan dewasa, berat badan anak tidak boleh diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Laju pertumbuhan berat selayaknya dihentikan atau diperlambat sampai proporsi berat badan terhadap tinggi badan kembali normal. Perlambatan ini dicapai dengan cara mengurangi makan dan memperbanyak olahraga Adriani, 2012. 5. Berat Badan Kurang Kekurangan berat yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan masalah serius. Kondisi ini mencerminkan kebiasaan yang buruk. Sama seperti masalah kelebihan berat, langkah penanganan harus didasarkan kepada penyebab serta kemungkinan pemecahannya Adriani, 2012.

2.1.5. Pemeriksaan antropometri

Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini dimensi tulang, otot, dan jaringan lemak Hendarto, 2011. Antropometri saat ini telah digunakan untuk menilai status nutrisi, kesehatan, dan perkembangan dari anak Srivastava, 2012. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa dasar pengukuran tinggi dan berat badan, berdasarkan buku Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik tahun 2011, ukuran – ukuran yang lazim digunakan dalam menilai tumbuh kembang anak, antara lain: 1. Tinggi badan Panjang badan diukur dengan menggunakan papan pengukur panjang untuk anak dibawah 2 tahun atau PB kurang dari 85 cm. Pengukuran panjang badan dilakukan oleh 2 orang pemeriksa. Pemeriksa pertama memposisikan sang bayi agar lurus dipapan pengukur sehingga kepala sang bayi agar lurus di papan pengukur sehingga kepala sang bayi menyentuh papan penahan kepala dalam posisi bidang datar. Pemeriksa kedua menahan agar lutut dan tumit sang bayi menempel dengan papan penahan kaki Hendarto, 2011. Untuk anak yang dapat berdiri tanpa bantuan dan kooperatif, tinggi badan diukur dengan menggunakan stadiometer, yang memiliki penahan kepala yang bersudut 90 terhadap stadiometer yang dapat digerakkan. Sang anak diukur dengan telanjang kaki atau dengan kaus kaki tipis dan dengan pakaian minimal agar pengukur dapat memeriksa apakah posisi anak tersebut sudah benar. Saat pengukuran sang anak harus berdiri tegak, kedua kaki menempel, tumit, bokong, dan belakang kepala menyentuh stadiometer, dan menatap kedepan pada bidang datar Hendarto, 2011. 2. Berat badan Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berat badan. Sampai anak berumur 24 bulan atau berdiri sendiri, maka digunakan timbangan bayi. Sebelum menimbang, timbangan dikalibrasi sehingga jarum menunjuk angka nol. Pada saat melakukan penimbangan, sebaiknya menggunakan pakaian seminimal mungkin. Berat badan dicatat dengan ketelitian 0,01 Kg pada bayi dan 0,1 Kg pada anak yang lebih besar Hendarto, 2011. Universitas Sumatera Utara 3. Lingkar kepala Lingkar kepala diukur dengan menggunakan pita pengukur fleksibel yang tidak dapat diregangkan. Panjang lingkar sebaiknya diambil dari lingkar maksimum dari kepala, yaitu diatas tonjolan supraorbital dan melingkari oksiput. Saat pengukuran harus diperhatikan agar pita pengukur tetap datar pada permukaan kepala dan paralel di kedua sisi. Pengukuran dicatat dengan ketelitian sampai 0,1 cm Hendarto, 2011. 4. Lingkar lengan atas LILA Untuk pengukuran LILA, anak harus berdiri tegak lurus dengan lengan dilemaskan disisi tubuh. Pita ukur yang fleksibel dan tidak dapat diregangkan diletakkan tegak lurus dengan aksis panjang dari lengan, dirapatkan melingkari lengan, dan dicatat dengan ketelitian sampai ke 0,1 cm. sebaiknya dilakukan 3 kali dan diambil nilai rata – ratanya Hendarto, 2011. 5. Tebal lipatan kulit triseps TLK Dalam mengukur TLK, seorang anak harus dalam posisi tegak dengan lengan disisi tubuh. TLK diukur di pertengahan lengan atas, tepat ditengah otot triseps di lengan bagian belakang diukur dan diberi tanda sebelumnya. Pengukur mencubit lemak dengan ibu jari dan jari telunjuk, sekitar 1 cm diatas titik tengah yang telah ditandai, dan dengan menempatkan caliper pada titik yang telah ditandai. Empat detik kemudian, caliper dilepaskan, hasil pengukuran diambil lalu caliper dilepaskan. Pengukuran sebaiknya dilakukan 3 kali, lalu diambil rata – ratanya Hendarto, 2011. 2.2. Belajar 2.2.1. Definisi Belajar Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti Universitas Sumatera Utara keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif Syah, 2003. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar Abdurrahman,1999. Dalam kegiatan pembelajaran, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan – tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional. Menurut Benjamin S. Bloom tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut A.J. Romizowski hasil belajar merupakan keluaran output dari suatu sistem pemrosesan masukan input. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam – macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja performance Abdurrahman, 1999. Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya Juliah, 2004. Menurut Hamalik 2003 hasil belajar adalah pola – pola perbuatan, nilai – nilai, pengertian – pengertian dan sikap – sikap, serta persepsi dan abilitas. Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar sesuai dengan tujuan pengajaran. Universitas Sumatera Utara Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap – sikap baru, yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa Hamalik, 2005.

2.2.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar

Secara garis besar, Suryabrata 1989 menyatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1. Faktor – faktor yang berasal dari dalam diri pembelajar, yang meliputi: a faktor – faktor fisiologis b faktor – faktor psikologis. 2. Faktor – faktor yang berasal dari luar diri pembelajar, yang meliputi: a faktor – faktor sosial b faktor – faktor non sosial. Faktor – faktor fisiologis yang mempengaruhi belajar mencakup dua hal, yaitu: 1. Keadaan jasmani pada umumnya. Keadaan jasmani yang segar akan siap dan aktif dalam belajarnya, sebaliknya orang yang keadaan jasmaninya lesu dan lemas akan mengalami kesulitan untuk menyiapkan diri dalam melakukan aktifitas belajar. 2. Keadaan fungsi – fungsi fisiologis tertentu. Keadaan fungsi – fungsi fisiologis tertentu, terutama kesehatan pancaindra merupakan alat untuk belajar. Karenanya, berfungsinya indra dengan baik merupakan syarat untuk dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Indra yang terpenting dalam hal ini adalah mata dan telinga karena kedua indra inilah yang merupakan pintu gerbang masuknya berbagai informasi yang diperlukan dalam proses belajar. Universitas Sumatera Utara Faktor – faktor psikologis yang mempengaruhi belajar antara lain mencakup: 1. Minat, adanya minat terhadap objek yang dipelajari akan mendorong orang untuk mempelajari sesuatu dan mencapai hasil belajar yang maksimal. Karena minat merupakan komponen psikis yang berperan mendorong seseorarng untuk meraih tujuan yang diinginkan, sehingga ia bersedia melakukan kegiatan berkisar objek yang diminati. 2. Motivasi, motivasi belajar seseorang akan menentukan hasil belajar yang dicapainya. Bahkan dua orang yang sama, namun memiliki motivasi belajar yang berbeda. Maslow dalam Frandsen, 1961 mengemukakan motif – motif belajar itu ialah: a. Adanya kebutuhan fisik b. Adanya kebutuhan akan rasa aman c. Adanya kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dari orang lain d. Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan e. Adanya kebutuhan untuk aktualisasi diri 3. Intelegensi, merupakan modal utama dalam melakukan aktivitas belajar dan mencapai hasil belajar yang maksimal. Orang berintelegensi rendah tidak akan mungkin mencapai hasil belajar yang melebihi orang yang berintelegensi tinggi. 4. Memori, kemampuan untuk merekam, menyimpan, dan mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajari akan sangat membantu dalam proses belajar dan mencapai hasil belajar yang baik. 5. Emosi, penelitian tentang otak menunjukkan bahwa emosi yang positif akan sangat membantu kerja saraf otak untuk “merekatkan” apa yang dipelajari ke dalam memori Goleman, 1995; LeDoux, 1993, MacLean, 1990. Karena informasi pelajaran yang dikirim ke pusat memori melalui amygdala sebagai pusat emosi berjalan tanpa halangan. Universitas Sumatera Utara Faktor – faktor sosial yang mempengaruhi belajar merupakan faktor manusia baik manusia itu hadir secara langsung maupun tidak. Faktor ini mencakup: 1. Orang tua, diakui bahwa orang tua, fasilitas belajar yang disediakan, perhatian, dan motivasi merupakan dukungan belajar yang harus diberikan orang tua untuk kesuksesan belajar anak. 2. Guru, terutama kompetensi pribadi dan profesional guru sangat berpengaruh pada proses dan hasil belajar yang dicapai anak didik. 3. Teman – teman atau orang – orang di sekitar lingkungan belajar, kehadiran orang lain secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh buruk atau baik pada belajar seseorang. Faktor – faktor non-sosial yang memengaruhi belajar merupakan faktor – faktor luar yang bukan faktor manusia yang memengaruhi proses dan hasil belajar, diantaranya: 1. Keadan udara, suhu, dan cuaca. Keadaan udara dan suhu yang terlalu panas dapat membuat seseorang menjadi tidak nyaman belajar sehingga juga tidak mencapai hasil belajar yang maksimal. 2. Waktu. Sebagian besar orang lebih mudah memahami pelajaran di pagi hari dibanding siang dan sore hari. 3. Tempat. Seseorang biasanya sulit belajar ditempat yang ramai dan bising. 4. Alat – alat atau perlengkapan belajar. Dalam pembelajaran tertentu yang memerlukan alat, belajar tidak akan mencapai hasil yang maksimal jika tanpa alat tersebut.

2.3. Nutrisi dan Kognitif

Hubungan antara nutrisi dengan otak telah menjadi fokus dari banyak penelitian. Penelitian telah menunjukkan dampak asupan nutrisi terhadap fungsi otak. Pembawa pesan kimia dalam otak yang disebut neurotransmitter telah dipelajari Universitas Sumatera Utara dalam hubungannya dengan gizi. Growden dan Wurtman 1980 mengemukakan bahwa otak tidak bisa lagi dipandang sebagai organ otonom, bebas dari proses metabolisme lainnya di dalam tubuh; sebaliknya, otak perlu dipengaruhi oleh asupan nutrisi, konsentrasi asam amino dan kolin dalam darah yang merangsang otak untuk membentuk banyak neurotransmiter seperti serotonin, asetilkolin, dopamin, dan norepinefrin. Asupan nutrisi sangat penting untuk otak, yang fungsinya untuk membentuk asam amino dan kolin dalam jumlah yang tepat. Asam amino dan kolin merupakan dua molekul prekursor yang diperoleh dari darah yang dibutuhkan bagi otak untuk berfungsi secara normal. Hal ini tidak mengherankan jika apa yang kita makan langsung mempengaruhi otak Colby-Morley,1981. Wood didalam Kretsch et al. 2001 menunjukkan kemungkinan lebih lanjut bahwa nutrisi memiliki peran dalam mempengaruhi fungsi kognitif. Penelitian telah dilakukan pada anak usia sekolah untuk melihat korelasi langsung antara gizi buruk dan prestasi sekolah yang menurun. Zat besi memainkan peranan penting dalam fungsi otak. Kretsch et al. mengutip hasil penelitian yang dilakukan pada pria berusia 27-47 dan terbukti bahwa zat besi mempengaruhi konsentrasi. Skor yang rendah pada tes konsentrasi sejalan dengan rendahnya zat besi yang ada dalam tubuh. Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan antara zat besi dengan konsentrasi anak; anak-anak dengan anemia defisiensi besi terbukti memiliki konsentrasi yang rendah. Kretsch et al. juga menemukan bahwa zinc adalah zat nutrisi lain yang ikut berperan dalam fungsi kognitif, khususnya memori. Dalam tes fungsi mental, peneliti menemukan bahwa kemampuan responden untuk mengingat kata - kata sehari - hari melambat secara signifikan setelah tiga minggu mengurangi konsumsi zinc Wood, 2001. Erickson 2006 menyebutkan lima zat nutrisi kunci, berdasarkan penelitian, diperlukan untuk menjaga agar otak berfungsi dengan baik. Keseluruhan zat ini dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Protein dapat ditemukan dalam daging, ikan, susu, dan keju. Protein digunakan untuk membentuk sebagian besar jaringan Universitas Sumatera Utara tubuh, termasuk neurotransmitter pembawa pesan kimia yang membawa informasi dari satu sel otak ke sel-sel otak lainnya. Kurangnya protein, menyebabkan performa sekolah yang buruk dan menyebabkan anak-anak menjadi lesu, dan pasif, yang semuanya membantu mempengaruhi perkembangan sosial dan emosi anak. Karbohidrat biasanya ditemukan dalam biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran. Karbohidrat dipecah menjadi glukosa gula sehingga dapat digunakan otak sebagai sumber energi. Mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan seseorang merasa lebih tenang dan santai karena zat kimia otak yang disebut serotonin. Serotonin dibuat dalam otak melalui penyerapan dan konversi triptofan. Tryptophan diserap dalam darah dan penyerapan ini ditingkatkan dengan karbohidrat Erickson, 2006. Erickson juga menyebutkan bahwa lemak membentuk lebih dari 60 dari bagian otak dan bertindak sebagai kontrol aspek parsial contohnya suasana hati. Asam lemak omega-3 sangat penting untuk meningkatkan kinerja otak dan kurangnya lemak ini dapat menyebabkan depresi, memori lemah, IQ rendah, ketidakmampuan belajar, dan disleksia. Makanan penting untuk memastikan asupan asam lemak Omega-3 adalah ikan tertentu dan kacang-kacangan Erickson,2006. Erickson 2006 menyebut vitamin dan mineral sebagai zat penting untuk fungsi otak optimal. Yang paling penting adalah vitamin A, C, E, dan vitamin B kompleks. Mangan dan magnesium adalah dua mineral penting untuk fungsi otak; natrium, kalium dan kalsium berperan dalam transmisi pesan dan proses berpikir. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep