Latar Belakang Analisis Tata Niaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah Allium ascalonicum . Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari bawang merah dan tingginya nilai ekonomi yang dimiliki sayuran ini, membuat para petani di berbagai daerah tertarik membudidayakannya untuk mendapatkan keuntungan besar dari potensi bisnis tersebut. Budidaya bawang merah memang memberikan keuntungan cukup besar bagi para petaninya. Mengingat saat ini kebutuhan pasar akan bawang merah semakin meningkat tajam seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku bisnis makanan yang tersebar di berbagai daerah. Kondisi ini terjadi karena bawang merah sering dimanfaatkan masyarakat untuk bahan baku pembuatan bumbu masakan dan menjadi bahan utama dalam proses produksi bawang goreng yang sering digunakan sebagai pelengkap berbagai menu kuliner. Usahatani bawang merah hingga kini masih menjadi pilihan dalam usaha agribisnis di bidang hortikultura. Keunggulan bawang merah dibanding dengan komoditas pertanian lain adalah mempunyai daya simpan lebih lama. Konsumsi dalam negeri yang belum bisa dicukupi dan keuntungan yang memberikan peluang membuat usaha ini banyak digeluti para petani. Universitas Sumatera Utara Bawang merah, seperti komoditas hortikultura lainnya, mempunyai fluktuasi harga yang cukup tajam karena produksi bersifat musiman dan komoditas bersifat mudah rusak dan tidak tahan lama. Di samping itu, harus disadari bahwa petani kurang mampu mengupayakan penganekaragaman produk menjadi barang jadi. Petani terpaksa menjual hasil dalam bentuk mentah atau tidak diproses lebih lanjut, walaupun petani telah melakukan cara penangan lepas panen dengan baik, misalnya pengeringan dan penyimpanan Tim Penyusun, 1998 . Mengingat kebutuhan terhadap bawang merah yang kian terus meningkat, maka pengusahaannya memberikan prospek yang cerah. Prospek tersebut tidak hanya bagi petani dan pedagang saja, tetapi juga bagi semua pihak yang ikut terlibat dalam kegiatan usahanya mulai dari penanaman sampai ke pemasaran. Dalam rangka peningkatan taraf hidup dan pendapatan petani maka usaha – usaha peningkatan produksi saja tidaklah cukup, akan tetapi harus diimbangi dengan usaha perbaikan dan penyempurnaan di bidang pemasaran hasil. Hal ini disebabkan peningkatan produksi tanpa diiringi oleh sistem pemasaran hasil yang efisien menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani mengakibatkan berkurangnya pendapatan petani. Upaya peningkatan produksi sayur – mayur seperti bawang merah sangat berkaitan erat dengan aspek – aspek pemasaran karena usahatani sayur – mayur pada umumnya adalah usahatani komersial yang sebagian besar hasil produksinya untuk dijual ke pasar. Produksi dan pemasaran mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat. Produksi yang meningkat tanpa Universitas Sumatera Utara didukung oleh sistem pemasaran yang dapat menampung hasil dengan tingkat harga yang layak tidak akan berlangsung lama, malah pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usahatani Ginting, 2006 . Adapun sistem tataniaga bawang merah, tidak terlepas dari peranan – peranan lembaga tataniaga. Lembaga – lembaga ini dalam menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen, berhubungan satu dengan yang lain membentuk saluran pemasaran. Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses pemasaran ini beragam sekali atau terdapat beberapa saluran pemasaran di dalamnya, misalnya produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau produsen terlebih dahulu berhubungan dengan tengkulak, pedagang pengumpul, ataupun pedagang besar Sudiyono, 2004 . Hasil produksi bawang merah tidak dapat disimpan terlalu lama sehingga petani segera memasarkannya. Kesempatan ini digunakan oleh para pedagang membeli harga semurah – murahnya dari petani kemudian memanfaatkan kesempatan menjualnya dengan harga yang tinggi. Maka timbul banyak saluran tata niaga bawang merah sehingga petani berusaha memilih saluran tata niaga yang paling menguntungkan usahataninya. Dengan pemilihan ini maka tingkat keuntungan petani berbeda – beda pula. Dalam banyak kenyataan, kelemahan dalam sistem pertanian di Indonesia adalah kurangnya perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi – fungsi pemasaran seperti pembelian, sortir grading , penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran sering tidak berjalan seperti yang diharapkan. Sementara keterampilan dalam mempraktekkan unsur – Universitas Sumatera Utara unsur manajemen memang terbatas. Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan informasi pasar sehingga kesempatan – kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai. Lemahnya manajemen pemasaran disebabkan karena tidak mempunyai pelaku – pelaku pasar dalam menekan biaya pemasaran Soekartawi, 2002 . Semua proses mulai dari penampungan dari produsen sampai penyaluran komoditi jelas membutuhkan biaya yang masing – masing tidak sama. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran semakin tinggi dan margin pemasaran juga semakin besar. Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi pertanian. Bila pemasaran tidak baik, mungkin disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli dan lain sebagainya, kondisi ini sudah pasti merugikan pihak petani. Sementara si petani harus berjuang dengan penuh resiko memelihara tanamannya sekian lama, sedangkan si pedagang memperoleh hasil hanya dalam waktu singkat saja. Sehingga pantas dikatakan bahwa efisiensi di bidang pemasaran masih rendah Daniel, 2002 . Di Indonesia, daerah yang merupakan sentra produksi bawang merah yang terkenal adalah Cirebon, Brebes, Tegal, Kuningan, Wates, Lombok Timur, dan Samosir Sunarjono dan Prasodjo Soedomo, 1989 . Universitas Sumatera Utara Menurut Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara 2008 , Kabupaten Samosir menempati urutan kedua setelah Kabupaten Simalungun sebagai sentra produksi bawang merah di Sumatera Utara pada tahun 2008 dengan luas panen sebesar 208 Ha, produktivitas sebesar 43,13 kuintalHa, dan produksi sebesar 897 ton.

1.2 Identifikasi Masalah