Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Landasan Teori

Menurut Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara 2008 , Kabupaten Samosir menempati urutan kedua setelah Kabupaten Simalungun sebagai sentra produksi bawang merah di Sumatera Utara pada tahun 2008 dengan luas panen sebesar 208 Ha, produktivitas sebesar 43,13 kuintalHa, dan produksi sebesar 897 ton.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dapat diidentifikasikan beberapa masalah dalam penelitian ini : 1 Bagaimana saluran tata niaga bawang merah yang ada di daerah penelitian ? 2 Apa saja fungsi tata niaga yang dilakukan oleh lembaga – lembaga yang terlibat dalam tata niaga bawang merah di daerah penelitian ? 3 Bagaimana perbedaan margin tata niaga dan distribusinya pada masing – masing lembaga tata niaga bawang merah di daerah penelitian ? 4 Berapa koefisien elastisitas transmisi harga bawang merah di daerah penelitian ? 5 Bagaimana efisiensi tata niaga untuk setiap saluran tata niaga di daerah penelitian ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : 1 Untuk mengetahui saluran tata niaga bawang merah di daerah penelitian. 2 Untuk mengetahui fungsi – fungsi tata niaga yang dilakukan oleh lembaga – lembaga yang terlibat dalam tataniaga bawang merah di daerah penelitian. Universitas Sumatera Utara 3 Untuk mengetahui besar margin dan distribusinya pada masing – masing lembaga tata niaga bawang merah di daerah penelitian. 4 Untuk mengetahui koefisien elastisitas transmisi harga bawang merah di daerah penelitian. 5 Untuk mengetahui efisiensi untuk setiap saluran tata niaga di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

1 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2 Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perkembangan agribisnis bawang merah. 3 Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomi Bawang Merah Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu, pada zaman Mesir Kuno sudah banyak orang menggunakan bawang merah untuk pengobatan. Di dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo : Liliales Liliflorae Famili : Liliaceae Genus : Allium Species : Allium ascalonicum atau Allium cepa var. ascalonicum Rahayu dan Nur Berlian, 1999 . Bawang merah mempunyai akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah. Bawang merah memiliki batang sejati disebut discus yang bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek, sebagai tempat melekatnya perakaran dan titik tumbuh. Di Universitas Sumatera Utara bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah – pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis bulbus . Bentuk daun bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek. Tangkai daun keluar dari titik tumbuh dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum bunga yang tersusun seolah – olah berbentuk payung. Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 – 3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji – biji bawang merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif. Umbi lapis bawang merah sangat bervariasi. Bentuknya ada yang bulat, bundar, sampai pipih, sedangkan ukuran umbi meliputi besar, sedang, dan kecil. Warna kulit umbi ada yang putih, kuning, merah muda sampai merah tua. Umbi bawang merah sudah umum digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif Rukmana, 1994 . Pemilihan lahan untuk tanaman bawang merah harus memperhatikan syarat tumbuh tanaman. Syarat tumbuh tanaman bawang merah yang paling penting adalah iklim dan tanah. Tanaman bawang merah membutuhkan tempat yang beriklim kering dengan suhu yang cukup panas antara 25 – 30 C. Curah hujan yang cocok untuk tanaman bawang merah adalah 300 – 2500 mm per tahun. Tanaman ini sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi. Angin kencang Universitas Sumatera Utara yang berhembus terus – menerus secara langsung dapat merobohkan tanaman karena sistem perakaran tanaman yang dangkal. Jenis tanah yang cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah liat yang mengandung pasir, banyak mengandung bahan organik atau humus, gembur, solumnya dalam, sirkulasi udara dan drainase dalam tanah baik. Tanaman bawang merah dapat tumbuh optimal di tanah dengan pH antara 5,8 – 7, tetapi masih toleran terhadap tanah dengan pH 5,5. pH tanah berpengaruh terhadap kegiatan organisme tanah terutama dalam penguraian bahan organik menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman Tim Bina Karya Tani, 2008 . Umur tanaman bawang merah siap panen bervariasi antara 60 – 90 hari tergantung varietasnya. Ciri – ciri tanaman bawang merah yang siap panen adalah umbi tampak besar dan beberapa daun berwarna kecoklatan. Keadaan tanah pada saat panen diusahakan kering untuk mencegah terjadinya pembusukan umbi Sudarmanto, 2009 . Kualitas bawang merah yang disukai pasar adalah berwarna merah atau kuning mengilap, bentuknya padat, aromanya harum saat digoreng, dan tahan lama. Beberapa varietas unggul tanaman bawang merah yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut : bawang merah bima brebes, bawang merah sumenep, bawang merah ampenan, bawang merah bali, bawang merah medan, bawang merah kramat 1 dan 2, bawang merah australia, bawang merah bangkok, dan bawang merah filipina Sudarmanto, 2009 . Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Tinjauan Ekonomi Bawang Merah

Selama periode 1977 hingga 2007 terjadi peningkatan produksi dan produktivitas yang sangat mengesankan namun perkembangan tersebut tidak diikuti oleh areal tanamnya. Akan tetapi selama periode tersebut terjadi kecenderungan penurunan pertumbuhan produksi maupun produktivitasnya. Produksi bawang merah yang pada periode 1977 – 1987 rata – rata tumbuh 12,16 mengalami penurunan menjadi 5,18 periode 1987 – 1997 dan terus menurun hingga 2,01 pada periode 1997 – 2007. Selaras dengan itu, pertumbuhan produktivitasnya juga mengalami penurunan dari 4,74 pada periode 1977 – 1987 menjadi 2,31 dan 1,10 pada periode 1997 – 2007 Wibowo, 2009 . Produksi bawang merah sampai saat ini masih terpusat di beberapa kabupaten di Jawa, yaitu Kuningan, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bantul, Nganjuk, dan Probolinggo. Berdasarkan data dari Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian, permintaan bawang merah secara nasional dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Begitu pula produksi bawang merah cenderung meningkat. Pada tahun 2007, permintaan bawang merah sebesar 909.853 ton sedangkan pada tahun 2008, permintaan bawang merah meningkat menjadi 934.301 ton. Produksi bawang merah dalam negeri tahun 2007 sebesar 807.000 ton dan tahun 2008 sebesar 855.000 ton. Data tersebut menunjukkan bahwa ternyata pasokan bawang merah dari dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan secara nasional. Bahkan di Brebes yang dikenal sebagai sentra produksi bawang merah nasional masih dapat Universitas Sumatera Utara dijumpai importir bawang merah. Hal ini berarti bahwa bawang merah mempunyai prospek yang baik untuk dibudidayakan. Setiap hasil produksi bawang merah akan mampu diserap pasar. Keadaan seperti itu akan membuat harga bawang merah cenderung stabil, kecuali ada pengaruh dari faktor lain seperti impor yang berlebihan, keadaan sosial, ekonomi, dan politik Sudarmanto, 2009 . Musim kemarau merupakan bulan – bulan yang baik untuk menghasilkan bawang. Dari satu kilogram bibit bisa menghasilkan panen sebanyak lima belas kilogram bawang merah. Hal inilah yang mengakibatkan pada bulan – bulan seperti Mei sampai September panen bawang meningkat. Lain halnya pada bulan – bulan Oktober sampai dengan Maret yaitu pada musim penghujan merupakan bulan – bulan yang tidak baik dalam produksi bawang merah. Dari satu kilogram bibit hanya bisa menghasilkan panen sekitar lima kilogram bawang merah dengan ukuran yang kecil Tim Bina Karya Tani, 2008 . Usahatani bawang merah layak diusahakan dan menguntungkan. Keuntungan yang didapat pun termasuk tinggi yaitu sekitar 45 dari total biaya, berarti setiap pengeluaran biaya Rp 1.000,00 akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 450,00 Sudarmanto, 2009 . Menurut Roszandi dalam Tempo 2011 , harga jual bawang merah asal Kabupaten Brebes, Jawa Tengah anjlok. Petani bawang Brebes menuding masuknya bawang impor secara besar-besaran membuat harga jual hasil panennya anjlok hingga Rp 7.000,00 kg. Padahal sebelumnya harga jual bawang merah dari petani di atas Rp 15.000,00 kg. Harga jual hasil panen ini Universitas Sumatera Utara tidak seimbang dengan biaya produksi bawang merah yang nilainya lebih dari Rp 10 juta per hektarnya. Saat ini hasil petani bawang merah kian menipis. Saat ini rata-rata hasil panen bawang mencapai 12 ton per hektarnya. Hasil tersebut tidak akan menutupi biaya produksi apabila harga jual bawang merah kurang dari Rp 10.000,00 kg . Itu belum termasuk pembelian bibit bawang saat ini yang mencapai Rp 25.000,00 kg. Sedangkan menurut Sijabat dalam Medan Bisnis 2011 , harga jual tanaman bawang merah di Kabupaten Samosir semakin menjanjikan. Harga bawang merah di tingkat petani kini mencapai Rp 12.000,00kg dan rata – rata produksi petani di Kabupaten Samosir dapat mencapai 500 kg per rantai.

2.2 Landasan Teori

Istilah tata niaga di negara kita diartikan sama dengan pemasaran yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Disebut tata niaga karena niaga berarti dagang, sehingga tata niaga berarti segala sesuatu yang menyangkut “ aturan permainan “ dalam hal perdagangan barang – barang. Karena perdagangan itu biasanya dijalankan melalui pasar maka tata niaga juga disebut pemasaran terjemahan dari perkataan marketing Mubyarto, 1989 . Pasar pada awalnya mengacu pada suatu geografis tempat transaksi berlangsung. Pada perkembangan selanjutnya mungkin definisi ini sudah tidak sesuai lagi, terutama dengan berkembangnya teknologi informasi yang memungkinkan transaksi dapat dilakukan tanpa melalui kontak langsung antara Universitas Sumatera Utara penjual dengan pembeli. Dengan demikian pasar dapat didefinisikan sebagai tempat ataupun terjadinya pemenuhan kebutuhan atau keinginan dengan menggunakan alat pemuas yang berupa barang ataupun jasa dimana terjadi pemindahan hak milik antara penjual dan pembeli Sudiyono, 2004 . Sebagai proses produksi yang komersial maka tata niaga pertanian merupakan syarat mutlak yang diperlukan dalam pembangunan pertanian yang memberikan nilai tambah yang dapat dianggap sebagai kegiatan produktif. Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai dengan perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga – lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi – fungsi pemasaran Sudiyono, 2004 . Lembaga tata niaga adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan tata niaga, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga tata niaga ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk dapat memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk keinginan konsumen. Lembaga – lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran produk –produk pertanian sangat beragam sekali tergantung dari jenis komoditi yang dipasarkan. Lembaga – lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1 tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan petani, 2 pedagang pengumpul, lembaga yang membeli komoditi dari tengkulak, Universitas Sumatera Utara 3 pedagang besar, lembaga yang melakukan proses konsentrasi pengumpulan komoditi dari pedagang – pedagang pengumpul, melakukan proses distribusi ke agen penjualan atau pengecer, 4 agen penjualan, lembaga yang membeli komoditi yang dimiliki pedagang dalam jumlah banyak dengan harga yang relatif murah dibanding pengecer, 5 pengecer, lembaga yang berhadapan langsung dengan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi – fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran Sudiyono, 2004 . Margin tata niaga adalah selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga tata niaga yang terlibat dalam proses tata niaga tersebut. Semakin panjang pemasaran semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin besar margin pemasaran Daniel, 2002 . Margin pemasaran terdiri dari biaya – biaya untuk melakukan fungsi – fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga – lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi – fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin yang diperoleh pada masing – masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda pula Sudiyono, 2004 . Universitas Sumatera Utara Kegiatan pemasaran meliputi berbagai macam fungsi berupa : 1 fungsi pertukaran exchange function . Fungsi ini merupakan bentuk dari kegiatan jual beli yang terjadi antara penjual dan pembelinya. Fungsi ini merupakan fungsi yang paling penting dalam proses pemasaran karena tanpa kegiatan ini, fungsi yang lain tidak akan ada artinya. 2 fungsi penyediaan fisik atau logistik. Fungsi ini meliputi kegiatan pengangkutan atau transportasi, pergudangan atau penyimpanan, serta kegiatan pendistribusian. Termasuk pula dalam fungsi ini adalah usaha untuk menempatkan barang – barang di rak supermarket atau toko sehingga mudah dijangkau oleh pembeli. 3 fungsi pemberian fasilitas facilitating function . Fasilitas tersebut berupa penerapan standardisasi produk, penyediaan dana financing, penanggungan resiko, serta penyediaan informasi pasar Gitosudarmo, 2000 . Elastisitas transmisi harga adalah perbandingan persentase perubahan harga di tingkat konsumen dengan persentase perubahan harga di tingkat produsen. Analisis transmisi ini memberikan gambaran bagaimana harga yang dibayar konsumen akhir ditransmisikan kepada petani produsen. Pada umumnya nilai elastisitas transmisi ini lebih kecil dari 1 satu , artinya pada volume dan harga input konstan maka perubahan nisbi harga di tingkat petani pengecer tidak akan melebihi perubahan nisbi harga di tingkat petani Sudiyono, 2004 . Mubyarto 1987 dalam Ginting 2006 berpendapat bahwa ada dua syarat suatu sistem pemasaran dapat dikatakan efisien yaitu 1 mampu menyampaikan produk dari produsen ke konsumen dengan biaya semurah – Universitas Sumatera Utara murahnya dan 2 mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran produk tersebut. Untuk mencapai tingkat efisiensi pemasaran tersebut perlu ditekan biaya pemasaran terutama dengan mengurangi keuntungan – keuntungan yang tidak wajar dari pedagang perantara. Pasar yang tidak efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efisiensi pemasaran terjadi jika : 1 harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran lebih tinggi, 2 persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, 3 adanya kompetisi pasar yang sehat Soekartawi, 2002 .

2.3 Kerangka Pemikiran