Kebaruan Gelombang Model perubahan garis pantai di sekitar delta sungai jeneberang, Makassar, Sulawesi Selatan

kesulitan dalam pengambilan skala yang tepat. Dengan semakin berkembangnya kemampuan komputer, menjadikan model numerik sebagai alternatif yang cukup ekonomis dalam penyelesaian masalah ini Dean Zheng 1997. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dijabarkan secara umum pada Gambar 1. Diagram tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian dengan mengacu pada tinjauan pustaka, maka dalam penelitian ini dibuat model perubahan garis pantai yang aplikasikan pada pantai di sekitar Delta Sungai Jeneberang. Uji hasil model dilakukan dengan membandingkan perubahan garis pantai yang diperoleh dari hasil interpretasi citra sampai diperoleh bahwa hasil model sudah sesuai dengan hasil citra.

1.6 Kebaruan

Kebaruan novelty yang di peroleh dalam penelitian ini antara lain: • Dalam penelitian ini dibuat model perhitungan gelombang laut lepas dengan menggunakan data angin harian selama 19 tahun, model transformasi gelombang, model angkutan sedimen sejajar pantai dan model perubahan garis pantai, keempat model tersebut menyatu dalam satu program utama yang menerapkan prinsip cascades output dari hasil proses terakhir menjadi input pada proses berikutnya. • Model perhitungan angkutan sedimen dilakukan penyesuaian pada titik grid dimana garis pantai hasil model masih terlalu jauh menyimpang dari garis pantai hasil citra. Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah dan pencapaian tujuan penelitian. Latar Belakang Pustaka Hipotesis Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Perubahan garis pantai hasil model Perbandingan hasil model denga Citra Garis Pantai Akhir Selesai Ya Tidak Metode Penelitian Pengumpulan Data Model Citra Perubahan garis pantai hasil citra II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gelombang

Dinamika yang terjadi di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah gelombang, suplai sedimen dan aktifitas manusia Sorensen 1993. Mula-mula angin membangkitkan gelombang di laut lepas, kemudian gelombang merambat menuju ke pantai. Selama penjalaran gelombang menuju pantai terjadi transformasi gelombang dan membangkitkan arus menyusuri pantai longshore current atau arus tegak lurus pantai rip current yang dapat mengubah bentuk garis pantai. Gelombang yang dominan terjadi di laut adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Angin yang berhembus di atas permukaan laut mentransfer energi ke permukaan air sehingga dapat membangkitkan gelombang yang merambat menjauhi daerah asal terbentuknya. Tinggi dan periode gelombang yang terbentuk tergatung pada kecepatan angin, lama hembusan angin dan jarak hembusan angin tanpa rintangan Komar 1976 dan Massel 1989. Jika suatu muka barisan gelombang datang dengan membentuk sudut terhadap garis pantai yang mempunyai kedalaman dasar pantai dangkal, maka gelombang tersebut akan mengalami refraksi. Dalam hal ini arah perambatan gelombang berangsur-angsur berubah dengan berkurangnya kedalaman, sehingga muka gelombang cenderung sejajar dengan kontur kedalaman laut. Proses pembiasan gelombang ini disebabkan oleh perubahan kedalaman yang mengakibatkan perubahan kecepatan dan amplitudo gelombang Carter 1988 dan Dean Dalrymple 1984. Beberapa model transformasi gelombang telah dibuat untuk melihat perubahan tinggi dan arah gelombang yang merambat dari laut lepas ke garis pantai. Misalnya, model yang dibuat oleh Thornton dan Guza 1983 untuk mengamati transformasi gelombang dengan menggunakan persamaan distribusi Rayleigh dalam menjelaskan distribusi tinggi gelombang yaitu: 1 dimana: pH = distribusi tinggi gelombang H = Tinggi gelombang laut lepas K s = koefisien soaling H h = tinggi gelombang pada kedalaman h Hasil ini menunjukkan bahwa metode distribusi Rayleigh memprediksi gelombang secara detail sedikit lebih tinggi dari hasil pengukuran lapangan, walaupun demikian metode ini mampu memprediksi H 13 dan H 110 dengan baik. Selain itu, metode distribusi Rayleigh mampu meramalkan peningkatan tinggi gelombang rata-rata akibat shoaling dan penurunan tinggi gelombang akibat gelombang pecah. Perhitungan tinggi gelombang pada surf zone dilakukan dengan menggunakan koefisien gesekan dasar C f = 0.01 dan menghasilkan penurunan tinggi gelombang maksimum sebesar 3. Maa dan Wang 1995 mengamati transformasi gelombang di pantai Virginia dengan menggunakan model RCPWAVE. Dalam model ini perhitungan transformasi gelombang dilakukan dengan memasukkan pengaruh shoaling, refraksi dan difraksi menggunakan persamaan mild slope. Hasil perhitungan metode ini menunjukkan bahwa gesekan dasar merupakan suatu faktor penting yang mempengaruhi transpormasi gelombang. Jika efek gesekan dasar dikeluarkan dalam perhitungan, hasil perhitungan spectra gelombang di dekat pantai akan menjadi sangat lebih besar dari pada hasil pengukuran. Dengan menggunakan konstanta faktor gesekan dasar yang kecil f w = 0,01 untuk frekuensi ≤ 0,07 Hz, f w = 0,02 untuk 0,07 frekuensi 0,08 Hz, dan f w = 0,03 untuk frekuensi ≥ 0,08 Hz, maka diperoleh spectra gelombang yang baik pada stasiun dekat pantai. Hung et al. 2008 membuat model transformasi gelombang dengan menggunakan persamaan mild slope bergantung waktu yang dinyatakan sebagai berikut: 2 3 dimana: adalah operator gradien horizontal η = elevasi permukaan air laut m C = kecepatan gelombang ms = percepatan gravitasi mdet 2 h = kedalaman air laut m d b = ketebalan medium pemecah gelombang m k = bilangan gelombang ε b = Porositas medium pemecah gelombang C r = Koefisien energi aliran f = Faktor gesekan Untuk keperluan penentuan tinggi gelombang pecah, maka model ini menggunakan kriteria gelombang pecah dari Goda 1975 yaitu: 4 dimana: H b = Tinggi gelombang pecah m L = Panjang gelombang di laut lepas m tan β = Kelerengan pantai h = kedalaman laut m Perubahan tinggi dan panjang gelombang berhubungan dengan berkurangnya kedalaman air. Hubungan antara tinggi gelombang dan kedalaman air pada saat gelombang pecah telah banyak diteliti. Dari beberapa hasil eksperimen memberikan perbandingan antara tinggi gelombang pecah H b dan kedalaman air di mana gelombang pecah h b berkisar antara 0.7 sampai 1.2 Messel 1988. Beberapa hasil penelitian telah dibuat untuk memformulasikan hubungan antara tinggi gelombang pecah dengan tinggi gelombang laut lepas H b H o yaitu Komar dan Gaughan 1972 dalam Sunamura 1992 menggunakan hubungan fluks energi dalam teori gelombang linier untuk mendapatkan persamaan semi- empiris. Le Mehaute dan Koh 1967 dalam Sunamura 1992 menurunkan hubungan H b H o dengan memasukkan efek kemiringan dasar pantai. Kriteria gelombang pecah telah diformulasikan oleh beberapa penulis seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria gelombang pecah Thornton Guza 1983 Penulis Sifat Shoaling Kriteria Gelombang Pecah Collins 1970 Linier Battjes 1972 Linier Kuo Kuo 1974 Linier Goda 1975 Nonlinier

2.2 Kecepatan Arus Menyusur Pantai