Pada bulan Desember sampai Februari musim barat arah angin harian dominan berasal dari arah barat laut 39.48 dan dari arah barat 28.05,
sedangkan kecepatan angin harian dominan berkisar antara 3.6-5.7 ms 32.65 dan antara 5.7-8.8 mdetik 31.49. Pada bulan Juni sampai Agustus musim
timur arah angin harian dominan berasal dari arah barat 39.30 dan dari arah barat 22.42, sedangkan kecepatan angin harian dominan berkisar antara
3.6-5.7 ms 68.76 dan antara 5.7-8.8 mdetik 23.68 seperti diperlihatkan pada Gambar 18. Secara umum baik pada musim barat maupun musim timur arah
angin harian dominan berasal dari arah Barat, Barat Laut dan Barat Daya.
Kec. Angin ms
a b
Gambar 18 Mawar angin wind rose a musim barat, b musim timur.
4.2 Bentuk Profil Pantai
Dari data kedalaman dasar laut diperoleh bahwa pada pantai Barombong lokasi A, B dan C lebih dangkal dibandingkan dengan pantai Tanjung Merdeka
lokasi D dan E dan pantai Tanjung Bunga lokasi F dan G. Gambar 19 memperlihatkan bahwa pada pantai Barombong kedalaman laut 20 m berada pada
jarak sekitar 3.5 km dari garis pantai, sedangkan pada pantai Tanjung Merdeka dan Tanjung bunga kedalaman laut 20 m berada pada jarak sekitar sekitar 2.5 km
dari garis pantai.
Gambar 19 Hasil pengukuran kedalaman dasar laut.
Untuk keperluan dalam melakukan koreksi terhadap garis pantai yang diperoleh dari citra maka dibuat 7 tujuh profil lereng pantai pada jarak 0 sampai
1 km ke lepas pantai, seperti ditunjukkan pada Gambar 20. Pada gambar tersebut diperoleh bahwa dari selatan ke utara dari pantai Barombong sampai Tanjung
bunga lereng pantai cenderung semakin membesar. Lereng pantai di perairan Barombong berkisar antara 0.9-1.3, di perairan Tanjung merdeka berkisar antara
0.8-1.2 dan di perairan Tanjung bunga berkisar antara 1.0-1.3, seperti diperlihatkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Data kemiringan pantai pada pada jarak 0 sampai 1 km ke lepas pantai
Lokasi Barombong
Tanjung Merdeka Tanjung Bunga
A B
C D
E F
G Kelerengan
0.9 1.3
0.9 0.8
1.2 1.3
1.0
a
b
c Gambar 20 Hasil pengukuran kelerengan pantai a Tanjung Bunga, b Tanjung
Merdeka, dan c Barombong.
-16 -14
-12 -10
-8 -6
-4 -2
500 1000
K e
d a
la m
an m
Jarak tegak lurus pantai m
Lokasi A Lokasi B
Lokasi C
4.3 Gelombang
4.3.1 Karakteristikgelombanglaut lepas
Perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut lepas Lampiran 9 dan 10 dilakukan dengan menggunakan data panjang fetch dan kecepatan angin. Karena
pantai lokasi penelitian merupakan pantai barat, maka dalam perhitungan tinggi gelombang digunakan panjang fetch dari arah barat laut 63.000 m, barat
100.000 m dan barat daya 79.000 m. Tinggi dan periode gelombang pada kedalaman 20 m selama tahun
1990-2008 diperlihatkan pada Gambar 21 dan 22. Hasil perhitungan tersebut diringkaskan seperti diperlihatkan pada Tabel 6 dan Gambar 23. Dari hasil
perhitungan diperoleh bahwa tinggi gelombang yang terjadi selama tahun 1990- 2008 berkisar antara 0.26-2.78 m, sedangkan periode gelombang berkisar antara
3.06-7.26 detik. Tinggi dan periode gelombang yang terjadi di lokasi penelitian selama 19 tahun sangat bervariasi.
Tinggi gelombang dominan berada pada kisaran 0.40-0.59 m 46.05 dan kemudian pada kisaran 0.60-0.79 m 32.37. Sedangkan arah gelombang
dominan dari arah barat 43.48, barat laut 28.93 dan barat daya 27.59, seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Tinggi gelombang rata-rata bulanan yang
terjadi umumnya lebih besar pada bulan Desember sampai Februari musim barat dibandingkan pada bulan Juni sampai Agustus musim timur, kecuali pada tahun
2007 tinggi gelombang rata-rata bulanan terbesar pada bulan Juni separti diperlihatkan pada Gambar 23. Tinggi gelombang yang terjadi sangat dipengaruhi
oleh kondisi angin musiman di Selat Makassar. Kecepatan dan arah angin di Selat Makassar dipengaruhi oleh sistim angin muson yang selalu berubah tergantung
pada musim. Perubahan sistim angin muson di sebabkan oleh posisi matahari yang melintasi equator dua kali setiap tahun Wrytki 1961.
Berdasarkan letak geografis daerah penelitian yang menghadap ke barat, pantai di daerah tersebut dapat diterjang oleh hempasan gelombang yang
dibangkitkan oleh angin yang berhembus dari Selat Makassar, terutama pada saat angin dari arah barat daya, barat dan barat laut. Di sekitar daerah penelitain
terdapat beberapa pulau yang umumnya terletak di sebelah barat laut lokasi penelitian. Keberadaan pulau tersebut dapat berfungsi sebagai penghalang
gelombang sehingga gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan bergerak menuju ke pantai dapat tertahan oleh pulau-pulau tersebut. Karena letak pulau-
pulau tersebut berada di sebelah barat laut, gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang bersal dari arah barat laut umumnya lebih kecil dari pada gelombang
yang berasal dari barat dan barat daya.
Gambar 21 Tinggi gelombang harian selama tahun 1990-2008.
Gambar 22 Periode gelombang harian selama tahun 1990-2008.
Tabel 6 Presentase tinggi dan arah gelombang laut pada kedalaman 20 m selama tahun 1990-2008
Arah Gelombang dari
Tinggi Gelombang m 0-0,19
0.20-0.39 0.40-0.59
0.60-0.79 0.80-0.99
= 1.00 Total Barat Laut
0.02 2.62
13.89 6.00
3.69 2.70
28.93 Barat
0.10 1.38
18.77 15.68
4.37 3.19
43.48 Barat Daya
0.00 0.91
13.39 10.69
1.96 0.64
27.59 Total
0.12 4.92
46.05 32.37
10.03 6.53
100
a
b Gambar 23 Tinggi dan periode gelombang bulanan a tahun 1990-1999,
b tahun 2000-2008.
4.3.2 Transformasigelombang
Berdasarkan bentuk pantai dan arah angin yang dapat membangkitkan gelombang pada lokasi penelitian, maka perhitungan transformasi gelombang
dilakukan dalam tiga arah yaitu arah barat daya, barat dan barat laut. Pada saat gelombang merambat dari arah barat daya, terlihat adanya perubahan garis
ortogonal gelombang yaitu arah perambatan gelombang yang membelok ke kiri dan cenderung untuk tegak lurus dengan garis pantai Gambar 24a, pada saat
gelombang berasal dari arah barat, arah perambatan gelombang pada umumnya lurus menuju ke pantai Gambar 24b kecuali pada pantai Tanjung Bunga lokasi
F dan G, dan di sekitar muara bagian selatan lokasi C dan D arah gelombang cenderung mengumpul Gambar 24d. Pada saat gelombang berasal dari arah
barat daya arah perambatan gelombang membelok ke kanan dan cenderung untuk tegak lurus dengan garis pantai Gambar 24c.
Perubahan arah gelombang terutama terjadi pada saat gelombang sudah dekat dengan pantai. Perubahan arah gelombang disebabkan oleh pengaruh
refraksi karena adanya perbedaan kecepatan rambat gelombang. Perbedaan kecepatan gelombang terjadi di sepanjang garis muka gelombang yang bergerak
membentuk sudut terhadap garis pantai. Gelombang yang berada pada laut yang lebih dalam bergerak lebih cepat dari pada gelombang yang berada pada laut yang
lebih dangkal USACE 2003a. Perubahan arah gelombang menyebabkan terjadinya pengumpulan garis
arah gelombang konvergensi pada garis pantai yang menjorok ke laut dan terjadi penyebaran divergensi pada garis pantai yang menjorok ke darat. Konvergensi
gelombang terjadi pada lokasi C, D, E dan F. Pantai yang mempunyai kelerengan lebih curam pantai Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga tinggi gelombang
yang terjadi lebih besar dari pada pantai yang mempunyai kelerengan landai pantai Barombong.
a b
c d
Gambar 24 Proses refraksi gelombang yang menuju pantai a arah gelomabng dari barat laut, b dari barat, c dari barat daya dan d dari barat
yang diperbesar pada lokasi C dan D.
Pada saat gelombang merambat dari laut lepas menuju ke pantai, tinggi gelombang tersebut mula-mula mengalami penurunan di perairan transisi dan di
perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang membesar secara perlahan hingga mencapai tinggi maksimum saat gelombang pecah. Penurunan tinggi gelombang
mulai terjadi pada kedalaman 10 m kemudian pada kedalaman 5 m tinggi gelombang mulai membesar sampai pecah, dan tinggi gelombang berkurang
secara drastis hingga bernilai nol pada garis pantai seperti diperlihatkan pada Gambar 25.
Perubahan tinggi gelombang yang terjadi selama menjalar dari laut lepas ke pantai disebabkan oleh pengaruh shoaling dan refraksi karena adanya perubahan
kedalaman laut USACE 2003a. Hasil ini menunjukkan adanya kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balas dan Inan 2002 di pantai Turki
0.8 0.82
0.84 0.86
0.88 0.9
0.92 0.94
0.96 0.98
1 1.02
1.04
A B
C D
E F
G
A B
C D
E F
G
25 23
20 10
5
25 23
20 10
5 25
23 20
10 5
A B
C D
E F
G
C D
yaitu pada saat gelombang tiba di pantai, tinggi gelombang mengalami peningkatan sampai gelombang pecah. Perbedaan model ini dengan model yang
dibuat oleh Balas dan Inan 2002 adalah model ini menggunakan persamaan CEM yang dibangun oleh US Army Corps of Engineers sedangkan dalam model
Balas dan Inan 2002 menggunakan persamaan Mild Slopes.
a
b
c Gambar 25 Perubahan tinggi gelombang dari laut lepas sampai pada saat
gelombang pecah, a i = 250, c i = 630 dan c i = 940.
Gelombang yang bergerak dari laut lepas menuju ke pantai akan mengalami perubahan tinggi dan arah karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di
laut lepas bentuk gelombang adalah sinusoidal, pada saat gelombang memasuki perairan dangkal puncak gelombang menjadi semakin tajam sementara lembah
gelombang menjadi semakin landai. Pada suatu kedalaman tertentu puncak gelombang semakin tajam sehingga tidak stabil dan pecah. Setelah pecah
gelombang terus menjalar ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai tinggi gelombang semakin berkurang. Pada saat gelombang mengalami proses
transformasi, selain terjadi perubahan tinggi gelombang juga terjadi perubahan arah gelombang. Tinggi dan arah gelombang di daerah pantai sangat penting
dalam menentukan laju angkutan sedimen di daerah pantai dan perubahan garis pantai Ashton Murray 2006 .
Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah yang diperlihatkan pada Gambar 26 dilakukan dengan menggunakan tinggi gelombang laut lepas:
H = 0.69, H
= 0.98 dan H = 1.56 m. Hasil perhitungan diperoleh bahwa untuk
input H = 0.69 m, tinggi gelombang pecah yang diperoleh berkisar antara 0.77-
0.79 m, untuk input H = 0.98 m tinggi gelombang pecah yang terjadi berkisar
antara 1.18-1.21 m, untuk input H = 1.56 m tinggi gelombang pecah yang
terjadi berkisar antara 1.86-1.94 m.
Gambar 26 Tinggi gelombang pecah sepanjang pantai dengan tinggi gelombang laut lepas H
yang berbeda.
Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah, secara umum menunjukkan kecenderungan yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdallah
et al. 2006 yang mengamati transformasi gelombang di Tanjung Rosetta, Teluk Abu-Qir. Tinggi gelombang pecah pada kedua sisi Tanjung Rosetta hampir sama.
Untuk tiggi gelombang laut lepas 1 m, gelombang pecah terjadi pada kedalaman air sekitar 1.7 m dengan tinggi gelombang pecah 1.5 m. Dalam penelitian ini
model transformasi gelombang menggunakan persamaan CEM USACE 2003a dan kriteria gelombang pecah menggunakan persamaan Horikawa 1988,
sedangkan pada model Abdallah et al. 2006 menggunakan program ACES. Jarak gelombang pecah ke garis pantai surf zone tergantung pada tinggi
gelombang yang datang dan kelerengan pantai. Semakin tinggi gelombang yang datang, semakin lebar surf zone dan semakin kecil kelerengan pantai, semakin
lebar surf zone. Jarak gelombang pecah ke garis pantai diperlihatkan pada Gambar 27.
Lokasi gelombang pecah terhadap garis pantai bervariasi sebagai fungsi dari posisi. Gelombang yang lebih besar bergerak menuju pantai cenderung pecah
lebih jauh dari garis pantai dibandingkan dengan gelombang yang kecil Thornton Guza 1983. Hal ini mungkin disebabkan karena semakin besar gelombang laut
lepas yang bergerak menuju pantai semakin besar pula gelombang pecah dan semakin besar kedalaman laut dimana gelombang tersebut pecah.
Lebar surf zone untuk tinggi gelombang H = 1.56 m lebih besar dari pada
H = 0.69 dan H
= 0.98 m. Untuk tinggi gelombang laut lepas H = 0.69 m, lebar
surf zone berkisar antara 170-790 m, untuk tinggi gelombang laut lepas Ho = 0.98 m, lebar surf zone berkisar antara 245-840 m dan untuk H
= 1.56 m, berkisar antara 275-880 m. Pada Gambar 25 terlihat bahwa lebar surf zone pada
lokasi C, D dan E lebih besar dari pada lokasi A, B, F dan G. Hal ini disebabkan karena kelerengan pantai pada lokasi C, D dan E lebih landai dibandingkan pada
lokasi A, B, F dan G.
Gambar 27 Jarak gelombang pecah dari garis pantai dengan tinggi gelombang laut lepas H
yang berbeda.
4.4 Pasang surut
Data pasang surut Gambar 28 yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan diolah untuk memperoleh konstanta harmonik pasang surut dengan
metode Admiralty Hasil perhitungan konstanta harmonik pasang surut di diperlihatkan pada Tabel 7. Dari nilai konstanta harmonik pasang surut, diperoleh
bilangan Formzahl F sebesar 2.4. Berdasarkan kriteria courtier range, nilai tersebut termasuk dalam tipe pasang surut campuran condong ke harian tunggal
mixed tide prevailing diurnal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut.
Gambar 28 Grafik data pasang surut di lokasi penelitian.
20 40
60 80
100 120
140 160
0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0 12 P
o sis
i m u
k a
air cm
Jam
Lokasi gelombang pecah
A B
C D
E F
G
Tabel 7 Hasil perhitungan konstanta harmonik pasang surut Kota Makassar
So M2
S2 N2
K2 K1
O1 P1
M4 MS4 Amplitudo cm
90 10
19 5
4 38
33 13
1 1
Fase der 118
159 66
159 54
299 54
156 242
Perhitungan tunggang pasang surut untuk pasang surut harian tunggal dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Beer 1997
seperti diperlihatkan pada Tabel 8. Tunggang pasang surut didasarkan pada tinggi muka air laut rata-rata MSL artinya ketinggian MSL adalah nol. Dari hasil
perhitungan diperoleh bahwa tunggang pasang surut pada saat pasang purnama spring tidesebesar 81 cm, sedangkan pada saat pasang perbani neap tide
tunggang pasang surut sebesar 61 cm. Tabel 8 Hasil perhitungan tunggang air pasang surut pada referensi MSL
Beer 1997
Karakteristik Pasang Surut
Persamaan Posisi
cm Tunggang
Pasang cm
MHWS S
+ M
2
+ K
1
+ O
1
2 40.5
MHWN S
+ K
1
+ O
1
-M
2
2 30.5
MSL MLWN
S -K
1
+ O
1
-M
2
2 -30.5
MLWS S
-M
2
+ K
1
+ O
1
2 -40.5
4.5 Sedimen Pantai