dijumpai hubungan antara gejala pada penderita PPOK dari kulitas hidup dari nilai CAT, skala sesak napas yang dinilai dengan MMRC terhadap derajat obstruksi dan risiko eksaserbasi.8
Hartono S. dalam penelitian cross sectional tahun 2011 didapati dari 92 orang CAT level rendah sebanyak 2 orang, CAT level sedang sebanyak 35 orang, CAT tinggi sebanyak 51
orang, CAT level sangat tinggi sebanyak 4 orang.13Berdasarkan penelitian Anwar D dkk. tahun 2011 di rumah sakit M. Djamil Padang didapat kesimpulan semakin tinggi derajat sesak napas
berdasarkan kuesioner mMRC , makin tinggi derajat PPOK dan makin rendah VEP1.14 Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti a
pakah ada hubungan antara nilai CAT dan mMRC dengan derajat obstruksi VEP1 dan frekuensi eksaserbasi pada pasien
PPOK stabil yang berobat ke poliklinik rawat jalan Paru di RSUP Haji Adam Malik, dan RSU Pirngadi Medan .
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut a
pakah pasien PPOK stabil yang mempunyai nilai CAT dan derajat MMRC berkorelasi positif ataupun negatif dengan derajat obstruksi dan frekuensi eksaserbasi
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.
Tujuan Umum
Untuk melihat korelasi antara nilai CAT dan MMRC dengan derajat obstruksi VEP1 dan frekuensi eksaserbasi pada pasien PPOK stabil yang berobat ke poliklinik rawat jalan
Paru di RSUP Haji Adam Malik, dan RSU Pirngadi Medan .
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi Indeks Brinkman pada PPOK stabil
2. Mengetahui distribusi frekuensi nilai CAT pada PPOK stabil
3. Mengetahui distribusi frekuensi skala modified Medical Research Council MMRC pada
PPOK stabil
4. Mengetahui distribusi frekuensi eksaserbasi pada PPOK stabil
5. Mengetahui distribusi frekuensi derajat VEP1 pada PPOK stabil
1.4. Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik adalah meningkatkan pengetahuan peneliti hubungan antara kualitas hidup melalui nilai COPD Assesment Test CAT, gejala sesak napas
MMRC, dengan derajat obstruksi dan frekuensi eksaserbasi.
2. Sebagai acuan dalam penatalaksanaan yang lebih cepat dan tepat dengan risiko eksaserbasi terkecil bagi pasien.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder untuk penelitian PPOK
lebih lanjut
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. EPIDEMIOLOGI
Saat ini penyakit paru obstruksi kronik PPOK merupakan masalah kesehatan global. D
ata prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum terkait langsung dengan prevalensi merokok dan pada beberapa negara dengan polusi udara akibat
pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya.2,3,4 GOLD memperkirakan PPOK sebagai penyebab kematian ke-6 pada tahun 1990, akan
meningkat menjadi penyebab kematian ke-3 pada 2020 di seluruh dunia.1 PPOK menjadi salah satu gangguan kualitas hidup pada usia lanjut. Meningkatnya polusi udara dan pencemaran
lingkungan oleh industri serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama PPOK sehingga membutuhkan perhatian khusus dalam penatalaksanaan dan pencegahan terhadap penurunan
progresifitas paru.2,4,5 Pada tahun 1990 PPOK merupakan penyebab ke-12 hilangnya Disability Adjusted Life
Years DALYs. Diperkirakan pada tahun 2020, PPOK menduduki urutan kelima hilangnya DALYs. PPOK mengenai lebih dari 16 juta orang Amerika Serikat, lebih dari 2,5 juta orang di
Italia, lebih dari 30 juta di seluruh dunia dan menyebabkan 2,74 juta kematian pada tahun 2000. Total biaya akibat keadaan ini lebih dari 30 juta milyar dolar di Amerika Serikat. Angka
kesakitan secara klasik didasarkan pada jumlah kunjungan ke dokter, kunjungan ke ruang gawat
Universitas Sumatera Utara
darurat dan rawat inap. Kesakitan yang diakibatkan oleh PPOK juga dipengaruhi oleh penyakit- penyakit penyerta komorbid yang secara tidak langsung berhubungan dengan PPOK.2,4,5
Di Indonesia, PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang sekitar 10 penduduk usia 40 tahun ke atas. Jumlah kasus PPOK memiliki kecenderungan untuk meningkat.
Berdasarkan pada Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT 1986, PPOK menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama SKRT Depkes RI
1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam
peningkatan penyakit tersebut,yaitu kebiasaan merokok yang masih tinggi laki-laki di atas 15 tahun 60-70, pertambahan penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun
pada 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi, polusi udara di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan.2,4,5
Berbeda dengan definisi PPOK sebelumnya yang hanya lebih menekankan pada inflamasi kronik jalan napas dan pengaruhnya secara sistemik, definisi terbaru 2014 yang
dikembangkan oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease GOLD menekankan pengaruh eksaserbasi dan penyakit komorbid pada keparahan penyakit secara
individual. Dengan demikian pendalaman tentang eksaserbasi pada PPOK menjadi sangat penting.1,2
Revisi GOLD 2014 terdapat perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan publikasi sebelumnya. Perbedaan tersebut terutama didasari oleh banyaknya publikasi penelitian tentang
Universitas Sumatera Utara
PPOK dengan skala besar selama 10 tahun terakhir. Perubahan paradigma pendekatan pengelolaan PPOK diharapkan dapat memberikan hasil maksimal berdasarkan hasil penelitian
yang ada, sehingga lebih ilmiah dan berbasis bukti.1,2
2.2. DEFINISI PPOK