BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penyakit paru obstruktif kronik PPOK adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan memburuk secara lambat dari tahun ke
tahun. PPOK akan memiliki dampak pada berbagai aspek kehidupan medis maupun non medis, baik secara individual maupun komunitas.1
World Health Organization WHO memperkirakan sekitar 210 juta orang di dunia menderita PPOK. Pada tahun 2005 lebih dari 3 juta meninggal akibat PPOK, jumlah itu sama
artinya dengan 5 dari seluruh kematian di dunia. WHO memperkirakan terjadinya peningkatan angka kematian akibat PPOK lebih dari 30 dalam 10 tahun, bila intervensi untuk mengurangi
faktor risiko, khusunya pajanan asap rokok tidak dilakukan dengan baik, pada tahun 2020 PPOK bahkan diperkirakan menjadi penyebab kematian terbanyak ketiga di dunia.1,2,3
Selama satu dekade terakhir telah banyak terjadi perubahan pada pemahaman tentang PPOK. Terdapat perubahan yang sangat mendasar pada GOLD 2014, revisi terbaru
dimutakhirkan dengan pengetahuan baru. Kekuatan pertama bertumpu pada tujuan pengobatan. Kekuatan kedua memperkenalkan sistem klasifikasi keparahan PPOK berbasis pada VEP1.
Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
kualitas hidup. Masalah eksaserbasi terbukti berpengaruh buruk pada kualitas hidup pasien, memperburuk inflamasi di jalan napas maupun sistemik. Riwayat eksaserbasi sebelumnya
merupakan suatu prediktor tunggal untuk meramalkan mudahnya terjadi eksaserbasi berikutnya. 1,2,3
Menururt GOLD Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
yang direvisi pada tahun 2014, penilaian beratnya gejala pada pasien PPOK dihitung berdasarkan kuesioner
yang sudah divalidasi yaitu COPD Assesment Test CAT dan Modified Medical Research
Council mMRC. CAT merupakan kuesioner berisi 8 pertanyaan yang dapat menilai aspek
kualitas hidup penderita PPOK. Sedangkan skor mMRC
digunakan untuk menilai derajat sesak napas pada penderita PPOK.1walaupun CAT hanya terdiri dari beberapa pertanyaan saja, namun
sudah mencakup area luas yang dapat menilai kualitas hidup pasien. CAT juga telah terbukti tetap efektif dipergunakan secara berulang dan menilai secara selektif pada semua stadium
PPOK. Sesak napas bersifat persisten serta progresif, gejala Sesak napas harus dievaluasi secara rutin pada penderita PPOK. Sesak napas biasanya dinilai dengan menghitung fungsi paru dengan
cara spirometri, namun untuk menilai sesak napas pada penderita PPOK dapat juga digunakan kuesioner mMRC.1,3,4
Berdasarkan hasil penelitian Ghobadi H dkk. di Iran tahun 2011 menyatakan adanya hubungan antara nilai CAT dengan
derajat obstruksi melalui pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama VEP1,
dimana didapati adanya hubungan antara penurunan derajat obstruksi dengan penurunan kualitas hidup yang dinilai dengan CAT, dijumpai derajat obstruksi sangat
berat GOLD IV nilai CAT tinggi.7 Berdasarkan penelitian Han KM dkk. pada tahun 2012
Universitas Sumatera Utara
dijumpai hubungan antara gejala pada penderita PPOK dari kulitas hidup dari nilai CAT, skala sesak napas yang dinilai dengan MMRC terhadap derajat obstruksi dan risiko eksaserbasi.8
Hartono S. dalam penelitian cross sectional tahun 2011 didapati dari 92 orang CAT level rendah sebanyak 2 orang, CAT level sedang sebanyak 35 orang, CAT tinggi sebanyak 51
orang, CAT level sangat tinggi sebanyak 4 orang.13Berdasarkan penelitian Anwar D dkk. tahun 2011 di rumah sakit M. Djamil Padang didapat kesimpulan semakin tinggi derajat sesak napas
berdasarkan kuesioner mMRC , makin tinggi derajat PPOK dan makin rendah VEP1.14 Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti a
pakah ada hubungan antara nilai CAT dan mMRC dengan derajat obstruksi VEP1 dan frekuensi eksaserbasi pada pasien
PPOK stabil yang berobat ke poliklinik rawat jalan Paru di RSUP Haji Adam Malik, dan RSU Pirngadi Medan .
1.2. Perumusan Masalah