Jenis Peribahasa Landasan Teori .1 Sosiolinguistik

16

b. Jenis Peribahasa

Peribahasa dapat berupa pepatah, ungkapan, bidal, perumpamaan, tamsil dan semboyan. Berikut contoh peribahasa: Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Artinya setiap orang yang sudah meninggal pasti akan dikenang sesuai dengan perbuatannya di dunia. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Sosiolinguistik Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetap sebagai masyarakat sosial. Ohoiwutun 2007: 78-80 mengungkapkan bahwa bahasa, pikiran dan kebudayaan merupakan satu rangkaian kesatuan yang bergulir terus dalam satu alur tak terbatas, bahasa juga menjadi bukti keberadaan kebudayaan. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya. Sosiolinguistik berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi bervariasi. Ditinjau dari nama, sosiolingustik menyangkut sosiologi dan linguistik, karena itu sosiolinguistik mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kedua kajian tersebut. Sosio adalah masyarakat dan linguistik adalah kajian bahasa. Jadi kajian sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan Sumarsono, 2004: 1. Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat 17 disimpulkan bahwa sosiolinguistik berarti ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi masyarakat tertentu. Trudgill dalam Sumarsono, 2004: 3 mengungkapkan sosiolinguistik adalah bagian dari linguistik yang berkaitan dengan bahasa sebagai gejala social dan gejala kebudayaan. Implikasinya adalah bahasa dikaitkan dengan kebudayaan masih menjadi cakupan sosiolinguistik, dan ini dapat dimengerti karena setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan tertentu. Sebagai anggota masyarakat sosiolinguistik terikat oleh nilai-nilai budaya masyarakat, termasuk nilai-nilai ketika menggunakan bahasa. Nilai selalu terkait dengan apa yang baik dan apa yang tidak baik, dan ini diwujudkan dalam kaidah- kaidah yang sebagian besar tidak tertulis tapi dipatuhi oleh warga masyarakat. Apa pun warna batasan itu, sosiolinguistik meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu dalam suatu masyarakat bahasa Kridalaksana, 1978: 94. Pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan disebut sosiolinguistik Nababan, 1984: 2. Sosiolinguitik lahir karena ketidakpuasan ahli bahasa terhadap linguistik struktural yang hanya mengkaji bahasa dari segi strukturalnya dengan mengabaikan faktor sosial dalam analisisnya. Menurut Hymes, istilah sosiolinguistik mulai dikenal pada tahun 1960-an. Dekade ini ditandai dengan terbitnya buku yang berjudul Language in Culture and Society oleh Dell Hymes pada tahun 1966. Pada tahun 1968 Fishman menulis dalam kumpulan karangan 18 yang diberi judul Reading in The Sociology of Language. Pada tahun yang sama Ferguson, Fishman, dan Das Gupta menerbitkan kumpulan makalah yang diberi judul Language Problems of Developing Nations. Chaer 2004: 3 mengungkapkan sosiolinguistik adalah bagian dari linguistik yang berkaitan dengan bahasa sebagai gejalan sosial dan gejala kebudayaan. Berdasarkan batasan-batasan tentang sosiolinguistik diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik itu meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dengan masyarakat. Sosiolinguistik membahas atau mengkaji bahasa sehubungan dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat, bagaimana bahasa itu digunakan untuk berkomunikasi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya untuk saling bertukar pendapat dan berinteraksi.

2.2.2 Teori SPEAKING Dell Hymes

Penelitian ini merupakan kajian sosiolinguistik dengan menerapkan teori Speaking milik Dell Hymes dalam Sumarsono dan Paina Partana, 2002: 325, ada 16 komponen tutur yang dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1. Bentuk pesan massage form 2. Isi Pesan massage content 3. Latar setting 4. Suasana scene 5. Penutur sender 6. Pengirim addressor 7. Pendengar receiver 19 8. Penerima addresse 9. Maksud - Hasil purpose - outcome 10. Maksud - Tujuan purpose - goal 11. Kunci key 12. Saluran channel 13. Bentuk tutur form of speech 14. Norma Interaksi norm of interaction 15. Norma Interpretasi norm of interpretation 16. Jenis genre Berdasarkan komponen di atas, Hymes mengklasifikasikan enam belas komponen itu menjadi delapan komponen besar yang dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu: S Situation • Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. • Scene mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda, Sebagai contoh berbicara dilapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan dalam situasi ramai tentu berbeda dengan berbicara di ruang perpustakaan pada keadaan sunyi. 20 P Participants Merujuk pada pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan, misalnya anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya dibandingkan kalau berbicara dengan teman sebayanya. E Ends Merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang sidang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara; namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. 21 A Act Sequences Mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. • Bentuk ujaran berkenaan dengan kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya. • Isi ujaran berkenaan dengan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk dan isi ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta berbeda. K Key Mengacu pada nada, cara, dan intonasi suatu pesan disampaikan. Dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek atau dapat ditunjukkan juga dengan gerak tubuh dan isyarat. I Instrumentalities Mengacu pada jalur bahasa yang digunakan dan juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan. Jalur tulisan, lisan, melalui telegraf atau telepon, bahasa, dialek, fragam atau register. 22 N Norms Mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan juga mengacu pada penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Berhubungan dengan cara berinterupsi, cara bertanya, dan sebagainya G Genres Mengacu pada jenis bentuk penyampaian Narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.2.3 Fungsi Bahasa Menurut Jakobson

Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode dan amanat pembicaraan menurut Jakobson dalam Soeparno, 2002: 7-8 adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Emotif

Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi untuk membantu manusia mengungkapkan emosi. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Misalnya, rasa sedih, gembira, marah, kesal, kecewa, puas. Tujuan manusia dalam mengungkapkan perasaannya bermacam-macam, antara lain agar terbebas dari semua tekanan emosi dalam hatinya dan mengungkapkan suka duka dengan 23 bahasa agar tekanan jiwanya dapat tersalur. Apabila tidak, tekanan perasaan akan membelenggu jiwa seseorang sehingga secara psikologis keseimbangan jiwanya akan terganggu. Sebagai contoh, ketika anda merasa sedih ditinggalkan seseorang, Anda bercerita kapada teman Anda betapa hancurnya perasaan Anda ditinggalkan begitu saja oleh orang yang Anda cintai.

2. Fungsi Konatif

Dilihat dan sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi konatif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara. Sebagai contoh, seorang guru menasihati murid- muridnya agar selalu menjaga kebersihan kelas. Agar nasihatnya didengar, dipahami dan dituruti, tentu guru tersebut harus mengutarakan nasihatnya dengan bahasa yang baik, kalimatnya sederhana, mudah dipahami, dan disertai dengan alasan yang logis. Jadi, fungsi konatif bahasa dalam hal ini akan terwujud. Harap tenang ada ujian, sebaiknya Anda menelepon dulu, Anda tentu mau membantu kami adalah beberapa contoh kalimat yang berfungsi konatif Chaer, 2004: 16.

3. Fungsi Fatik

Bila dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan seperti apa kabar, bagaimana anak-anak, mau kemana nih, dan sebagainya Chaer, 2004: 16. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini 24 tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersebut jika tidak disertai unsur paralinguistik tidak mempunyai makna.

4. Fungsi Referensial

Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya. Ungkapan- ungkapan seperti Ibu dosen itu cantik sekali atau gedung perpustakaan itu baru dibangun adalah contoh penggunaan bahasa yang berfungsi referensial Chaer, 2004: 16.

5. Fungsi Metalingual atau Metalinguistik

Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti masalah politik, ekonomi, pengetahuan atau pertanian Chaer, 2004:16. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa.

6. Fungsi Puitik

25 Jika dilihat dari segi amanat message yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi puitik atau imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi khayalan saja. Fungsi imaginatif ini biasanya berupa karya seni puisi, cerita, dongeng yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya Chaer, 2004: 17.

2.3 Tinjauan Pustaka