17
BAB II TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN MONOPOLI
A. Teori Perlndungan Konsumen dan Pencegahan Monopoli Dalam Pendapat
Para Ahli
Hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen dalam bertransaksi bisnis dengan produsen agar tidak
dirugikan sebagai pihak yang lemah. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen, yang
memuat asas-asas yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi konsumen. Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-
asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk barang atau jasa antara penyedia dan penggunanya, dalam
kehidupan bermasyarakat.
1
John F. Kennedy mengatakan yang dikutip oleh Yusuf Shofie,
“Consumers, by definition, includes us all” konsumen adalah kita semua.
2
Hondius pakar masalah konsumen di Belanda, ingin membedakan antara konsumen dengan konsumen pemakai terakhir. Dengan
menyimpulkan bahwa para ahli hukum sepakat mengartikan konsumen sebagai
1
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, 2000, h. 37.
2
Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK: Teori dan Pencegahan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, h.13
pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa uiteindelijke gebruiker van goerderen en diensten.
3
Berkaitan dengan teori perlindungan konsumen adalah gagasan tentang keadilan justice and fairness. Di dalam realitas hukum, sekurang-kurangnya
beberapa norma, berurusan dengan jatah minimum dari setiap warga masyarakat, harus „adil‟ dan harus dilaksanakan „secara adil‟. Tujuan hukum itu
adalah untuk mewujudkan keadilan, banyak definisi atau ungkapan beraneka ragam mengenai makna tentang keadilan. Ada yang mengaitkan keadilan
dengan peraturan politik negara, ada juga yang memandang keadilan dalam wujud kemauan yang sifatnya terus-menerus dan untuk memberikan apa yang
menjadi hak bagi setiap orang.
4
Sajipto Rahardjo 1985:54, menuliskan seperti yang dikutip oleh Jimly Asshidiqqie bahwa sekalipun hukum itu langsung
dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan yang praktis, yaitu tentang bagaimana sumber-sumber daya itu hendak dibagi-bagikan dalam masyarakat,
tetapi tidak bisa terlepas dari pemikiran-pemikiran yang lebih abstrak yang menjadi landasannya, yaitu pertanyaan tata aturan yang adil adalah tata aturan
yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut. Namun tidak dapat dihindarkan adanya fakta bahwa keinginan seseorang atas kebahagiaan dapat
bertentangan dengan keinginan orang lain. Sehingga keadilan adalah
3
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo, 2000, h. 2.
4
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan,Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009, h. 217-223.
pemenuhan keinginan individu dalam suatu tingkat tertentu. Keadilan yang paling besar adalah pemenuhan keinginan sebanyak-banyaknya orang. Kriteria
keadilan seperti halnya kriteria kebenaran, tidak tergantung pada frekuensi dibuatnya pembenaran tersebut. Karena manusia terbagi menjadi banyak
bangsa, kelas, agama, profesi, dan sebagainya yang berbeda-beda, sehingga terdapat banyak ide keadilan yang berbeda-beda pula. Terlalu banyak untuk
menyebut salah satunya sebagai keadilan.
5
Keadilan adalah sesuatu diluar rasio karena itu bagaimanapun pentingnya bagi tindakan manusia, tetap bukan subyek
pengetahuan. Bagi pengetahuan rasional yang ada dalam masyarakat yang ada hanyalah kepentingan dan konflik kepentingan.
Secara umum, tanggung jawab produk merupakan aspek yang sangat penting dari hukum perlindungan konsumen. Dalam banyak system hukum,
pemerintahan semakin teribat dalam berbagai upaya perlindungan konsumen. Kecenderungan ini sebagaian dapat tercermin dalam globalisasi perekonomian
dunia, karena semakin banyak transaksi konsumen yang dilakukan dengan badan usaha yang tidak dikenal secara pribadi oleh konsumen, dan banyak dari
badan usaha ini mempunyai kekuatan tawar-menawar yang sangat besar dan luas jauh melebihi yang dimiliki oleh konsumen.
6
5
Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Press, h. 17- 20.
6
John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta, Elips II, 2002, h..64
Berdasarkan “pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999 pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen ”. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan
perlindungan konsumen.
7
Meskipun demikian bukan berarti juga kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, karena untuk menghindari pula
praktek kegiatan usaha tidak sehat yang sering dilakukan oleh para pelaku usaha, juga sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Anti Monopoli. Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan
”. Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir
adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai
bagian dari proses produksi suatu produksi lainnya. Oleh karena itu, pengertian
7
Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, h. 1
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.
8
Adapun teori mengenai pencegahan monopoli sesungguhnya banyak istilah yang digunakan untuk bidang hukum ini selain istilah hukum persaingan
usaha, yaitu hukum anti monopoli. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan
dengan persaingan usaha.
9
Menurut pasal 1 angka 6 Undang-Undang Antimonopoli Nomor 5 Tahun 1999 persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
Dalam system perekonomian nasional berdasarkan asas demokrasi ekonomi, praktek monopoli dan persaingan usaha harus diatur sedemikian rupa
agar tidak menjadi sarana praktek monopoli. Lalu mekanisme hukum untuk mengaturnya ialah para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
hendaklah bersaing secara sehat dengan berpedoman kepada undang-undang yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
10
8
Elsi Kartika, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005, h. 120
9
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta, Kencana Pernada Media Group, 2008, h. 1
10
Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010, h. 34-35
Tujuan dari dibentuknya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli ini seperti yang tertera dalam
“pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ialah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
”. Adapun yang patut untuk diperhatikan dalam persaingan usaha ini adalah unsur penting yang wajib diperhatikan bagi penentuan
kebijakan yang ideal dalam pengaturan persaingan di Indonesia adalah kepentingan publik dan efisiensi ekonomis.
11
Terkait masalah anti monopoli ini adalah persoalan kartel. Kartel ialah pelaku usaha yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya dengan
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan pemasaran suatu barang dan jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Terjadinya partek kartel dilatarbelakangi oleh persaingan yang cukup sengit dipasar. Untuk menghindari
persaingan fatal ini, anggota kartel setuju menentukan harga bersama, mengatur produksi bahkan menentukan secara bersama-sama potongan harga, promosi
dan syarat-syarat penjualan. Kartel juga bisa melindungi perusahaan yang tidak efisien, yang bisa hancur bila tidak masuk kartel. Dengan kata lain kartel dapat
menjadi pelindung bagi pelaku usaha yang lemah. Kartel merupakan suatu hambatan persaingan yang paling merugikan konsumen, karena kartel dapat
11
Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Malang, Bayumedia Publishing, 2007, h. 217
mengubah struktur pasar menjadi bersifat monopolistic. Kaitannya dalam kegiatan kartel yang dilarang ini maka akan dikenakan sanksi oleh KPPU.
12
B. Sistem Perlindungan Konsumen dan Anti Monopoli Dalam Hukum