62
BAB IV PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR
8 TAHUN 1999 DAN UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KASUS KARTEL SMS
A. Analisis Pasal Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8
Tahun 1999 Terkait Masalah Kartel SMS
Ada dua pasal yang dilanggar dalam kasus kartel sms yang dilakukan oleh ke enam operator telepon seluler dalam kegiatan usaha yang terlarang ini, dalam
kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen. Kedua pasal yang terlanggar para pelaku usaha yang melakukan kegiatan kartel pada kasus ini yaitu pasal 4
dan penerapan pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal 4 ini disebutkan tentang hak dan kewajiban konsumen yang tidak dikehendaki
dan direnggut oleh para pelaku usaha yang dalam menjalankan bisnis nya hanya mementingkan keuntungan diri sebanyak-banyak nya. Adapun bunyi pasal 4 itu
adalah , “ hak konsumen, adalah :
1. Hak atas kenyamanan, dan keselamatan, dalam mengomsumsi barang atau
jasa. 2.
Hak untuk memilih dan mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang atau jasa. 4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. 8.
Hak untuk mendapatkan kompensansi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya. 9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
1
Penjabaran dari pasal tersebut yang terkait dengan hak-hak konsumen yang diklasifikasikan ke dalam kasus kartel ini, setidak nya sebelum ada
Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah,
sehingga menjadi objek aktivitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya yang dilakukan oleh pelaku usaha. Pasal 4 poin g yang
bunyinya “hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif” maka oleh itu pelaku usaha operator seluler dalam
menjalankan perjanjian kartel dan penetapan harga tidak menjalani nya atau melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam menjalankan
kegiatan usahanya. Sehingga dalam hubungan antara pelaku usaha dan konsumen hak-hak konsumen tidak boleh dilanggar oleh para pelaku usaha,
termasuk hak untuk diperlakukan atau dilayani secara jelas dan benar dan tidak ada diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan dan
lainnya. Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak
1
Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004, h. 38.
konsumen yang disebutkan diatas harus dipenuhi baik oleh pemerintah maupun oleh produsen, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi
kerugian konsumen dari berbagai aspek.
2
Pasal selanjutnya yang dilanggar dalam kasus kartel ini adalah pasal 19, yaitu mengenai perihal tanggung jawab pelaku usaha. Pasal 19 ayat 1 berbunyi
“pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan bunyi pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Untuk pemberian ganti kerugian kepada konsumen
yang hak nya terlanggar bisa diberikan secara sekaligus pula pengembalian uang nya ataupun barang nya. Dengan berlakunya pasal ini dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen maka keenam operator seluler yang melakukan kegiatan usaha tidak sehat seperti kartel ini wajib memberikan ganti
kerugian kepada konsumen karena sudah terbukti merugikan konsumen sebesar 2 triliun rupiah. Walaupun KPPU dalam amar putusannya memberi sanksi
denda sebesar 52 milyar kepada negara karena telah melakukan tindak kartel tetapi ganti kerugian kepada konsumen juga harus diberikan. Dalam kasus
kartel sms ini ada indikasi bahwa keenam operator seluler yang melakukan
2
Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, RajaGrafindo Persada,2004, h. 47.
kegiatan kartel ini belum memberikan ganti kerugian kepada konsumen, sesuai dengan bunyi pasa 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Secara umum,
tuntutan atas ganti kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa,
dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori, yaitu ganti kerugian berdasarkan
wanprestasi dan tuntutan kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum.
3
Dalam penerapan ketentuan yang berada dalam lingkungan hukum privat tersebut, terdapat perbedaan esensial antara tuntutan ganti kerugian yang
didasarkan atas wanprestasi dan akibat melawan hukum. Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan wanprestasi maka terlebih dahulu tergugat dengan
penggugat produsen dengan konsumen terikat suatu perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga bukan sebagai pihak dalam perjanjian yang dirugikan
tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan wanprestasi. Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya
kewajiban utama atau kewajiban tambahan, yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan atau garansi dalam perjanjian.
4
Adapun tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu
didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga
3
Ibid, h. 126-12
4
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan,Bandung, Mandar Maju, 1994, h. 11.
tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan
konsumen. Dengan demikian pihak ketiga pun dapat menuntut ganti kerugian.
5
B. Analisis Kasus Kartel SMS Terkait Undang-Undang Perlindungan