Organisasi Konsumen Sedunia.
19
Oleh karena itu hak-hak konsumen merupakan hal yang sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan atau
merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Gerakan perlindungan konsumen internasional juga telah memiliki wadah
yang cukup berwibawa, yang disebut Internasional Organization of Consumers Unions IOCU. Setiap tanggal 15 Maret organisasi ini menjadikan sebagai hari
Hak Konsumen sedunia.
20
C. Teori Perlindungan Konsumen Dan Antimonopoli Dalam Islam
Dalam hukum positif seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen diberikan hak untuk memilih barang atau jasa yang
mereka inginkan dan berhak mendapat informasi yang jelas dan benar mengenai barang atau jasa tersebut agar tidak kecewa. Dalam permasalahan tersebut
hukum Islam memberikan khiyar bagi pembeli, menurut Wahbah Az-Zuaili defenisi khiyar adalah seorang pelaku akad memiliki hak pilih antara
melanjutkan akad atau tidak melanjutkannya dengan memfasakhnya atau pelaku akad memilih salah satu dari dua barang dagangan. Dengan adanya hak khiyar
tersebut dimaksudkan agar suatu ketika terjadi masalah dengan akad atau obyek
19
C. Tantri, Gerakan Organisasi Konsumen, Seri Panduan Konsumen, Jakarta, yayasan Lembaga Konsumen Indonesia-The Asia Foundation, h. 19-21
20
Imelda Martinelli, “Tiga Isu Penting Dalam Transaksi Konsumen”, Era Hukum , No. 11Th 31997, hal.66.
maka persoalan dapat diselesaikan dengan mengacu pada hak-hak khiyar yang sudah ada dan menjamin agar akad yang diadakan benar-benar terjadi atas
kerelaan penuh pihak-pihak yang bersangkutan. Adapun pengertian khiyar menurut Sulaiman Rasyid ialah boleh memilih antara dua, meneruskan akad
jual beli atau mengurungkan menarik kembali, tidak jadi jual beli. Diadakan khiyar dalam Islam agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan
kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari karena merasa tertipu.
21
Manusia adalah makhluk tuhan yang mempunyai dua sifat individu dan sosial. Secara individu mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan dan lain-
lain. Secara sosial manusia memerlukan bantuan orang lain untuk mencukupi segala kebutuhannya salah satu bentuk dari hubungan sosial itu adalah jual
beli.
22
Dalam Islam, jual beli merupakan suatu hal yang diperbolehkan sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 275 :
ِۚ ۡ طۡ َّ طَّ ت َ ق ك َإ ق ْ بِ كۡأ َ
ۡث عۡ ّۡ َإ ْٓ ق ۡ َأب ك ِ َ ح عۡ ّۡ َ َ حأ ْ بِ
ةظعۡ ءٓج ف ْۚ ب
َ إ ٓ ۡ أ ف ف ت ف ِبَ ِ خ ف ۡ َ بحۡصأ ك ْٓ أف ع ۡ
Artinya : “Orang-orang yang makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan
21
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2014, h. 286.
22
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, h. 366.
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari
mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan; dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali
mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya
.” Menurut Wahbah Az-Zuhaili, defenisi jual beli adalah proses tukar
menukar barang dengan barang. Kata bay’ yang artinya jual beli termasuk kata
bermakna ganda yang berseberangan, seperti hal nya kata syiraa’. Secara
terminologi, jual beli menurut ulama Hanafiyah adalah tukar-menukar maal barang atau harta dengan maal yang dilakukan dengan cara tertentu atau tukar-
menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-
qabul atau mu‟aathaa tanpa ijab qabul. Dengan demikian, jual beli satu dirham dengan satu dirham tidak termasuk jual beli, karena tidak
sah. Begitu pula jual beli seperti bangkai, debu, dan darah tidak sah, karena termasuk jual beli barang yang tidak disenangi.
23
Menurut Sulaiman Rasyid jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang lain dengan cara tertentu akad. Mengenai jual beli yang tidak diizinkan
oleh agama, ada beberapa point yang patut diperhatikan yaitu, menyakiti si
23
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Depok, Gema Insani, 2007 h. 25.
penjual, pembeli atau orang lain, menyempitkan gerakan pasaran, dan merusak ketentraman umum.
24
Dalam jual beli dalam Islam memiliki beberapa etika, diantaranya sebagai berikut:
1. Tidak boleh berlebihan dalam mengambil keuntungan, penipuan
dalam jual beli yang berlebihan di dunia dilarang dalam semua agama karena hal itu termasuk penipuan yang diharamkan dalam semua
agama. Ulama Malikiah menentukan batas penipuan yang berlebihan itu adalah pertiga keatas, karena jumlah itulah batas maksimal yang
dibolehkan dalam wasiat dan selainnya. Dengan demikian keuntungan yang baik dan berkah adalah keuntungan sepertiga keatas.
2. Berinteraksi yang jujur, dengan menggambarkan barang dagangan
dengan sebetulnya tanpa ada unsur kebohongan ketika menjelaskan macam, jenis, sumber, dan biayanya.
3. Bersikap toleran dalam berinteraksi, penjual bersikap mudah dalam
menentukan harga dengan cara menguranginya, begitu pula pembeli tidak terlalu keras dalam menentukan syarat-syarat penjual dan
memberikan harga lebih.
25
24
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2014 h. 278-286.
25
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Depok, Gema Insani, 2011 h. 27-28.
Dalam jual beli terdapat dua subyek yaitu penjual yang kedudukannya sebagai pelaku usaha dan pembeli sebagai konsumen. Penjual sebagai pelaku
usaha berusaha menghasilkan berbagai jenis produk diantaranya adalah makanan agar dapat dikonsumsi oleh konsumen. Dalam proses produksinya,
sering kali para pelaku usaha atau produsen tidak jujur dan melakukan kecurangan-kecurangan atau penipuan kepada konsumen. Diantara kecurangan-
kecurangan dan penipuan tersebut adalah direnggutnya hak-hak konsumen dalam kasus kartel sms yang merugikan konsumen mencapai triliunan rupiah
yang dilakukan oleh para operator-operator seluler. Berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen dan anti monopoli dalam perspektif Islam mengenai
kasus kartelisasi bisnis sms short message sercives para operator seluler telah melanggar para konsumen tentang etika jual beli. Point pertama, tidak boleh
berlebihan mengambil keuntungan, hal ini telah dilanggar oleh para operator seluler dalam melakukan kegiatan penetapan harga price fixing tarif sms
dengan mengambil keuntungan berlebih dalam kartelisasi sehingga merugikan konsumen. Point kedua berinteraksi yang jujur, konsumen mempunyai hak
mendapatkan informasi yang jujur dari produsen atau pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha nya namun dalam kasus kartelisasi bisnis sms, para
pelaku usaha yang tergabung dalam kegiatan kartel tidak menggambarkan atau menjelaskan secara jujur mengenai biaya tarif sms sehingga menimbulkan
kerugian yang besar untuk konsumen.
Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan masyarakat konsumen. Pada umumnya para
pelaku usaha berlindung dibalik standard contract atau perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pelaku usaha dan
konsumen.
26
Dalam Islam tidak ada larangan jual beli, akan tetapi Islam melarang setiap tindakan curang, penipuan para pelaku usaha terhadap
konsumen. Larangan ini disebutkan dalam surah Hud ayat 85 : ّۡت طۡ قۡ ب
ۡ ۡ ۡ ْ فۡ أ ۡ ق ۡف ضۡ أۡ ف ْۡ ثۡعت ۡ ءٓ ۡشأ َ ْ
Artinya : Dan Syu´aib berkata: Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan
timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak- hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan
membuat kerusakan.” Selain telah dilarang dalam al-Quran larangan atas tindakan curang atau
penipuan oleh pelaku usaha sebagai penjual atau dari pihak yang berlaku curang terhadap konsumen, misalnya menyembunyikan cacat, hal ini juga dilarang
dalam hadis nabi SAW.
27
Berdasarkan dalil dari al-Quran dan hadis tersebut menunjukan bahwa dalam Islam pun ada perlindungan konsumen, walaupun
tidak secara defisit.
26
Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, Gramedia, 2001, h. 1-3.
27
Abi Bakar Ahmad Ibn al Husein, Al-Sunan Al-Sagir, Beirut, Dal Al-Fikri, 1:463, hadis nomor 2017 Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Uqbah bin amir al-Juhni.
Mustaq Ahmad menekankan bahwa dalam pespektif Islam, landasan yang mendorong perilaku seseorang pelaku bisnis hendaknya jangan didasarkan
karena adanya rasa takut pada sebuah pemerintahan, tidak juga karena hasrat untuk menumpuk dan menimbun kekayaan. Perilaku bisnis mereka hendaknya
dipondasikan atas rasa takut pada Allah SWT dalam usaha mencari dan menggapai ridho-Nya. Sehingga bisnis hendaknya melampaui sesuatu yang
bersifat legal. Seseorang bukan hanya semata mengharapkan rasa keadilan, bahkan lebih jauh dari itu ia menginginkan yang melampaui hal tersebut dalam
rangka memenuhi kebajikan dan keluruhan budi. Sebagaimana juga tuntutan bagi seorang muslim yang bertakwa, dia bukan hanya menghindari semua hal
yang dilarang, bahkan lebih dari itu ia hendaknya menghindari “wilayah kelabu” syubhaf, apabila dia melakukan tindakan itu ia merasa tidak
mendapatkan ketenangan bathin. Singkatnya perilaku seseorang hendaknya diwarnai oleh sebuah kesopanan tindakan dan niat yang jujur sesuai dengan
kadar dirinya sebagai makhluk Allah yang mulia.
28
Dalam melakukan perjanjian yang sah dalam jual beli sudah diatur dalam Islam. Dalam kajian Fiqh Muamalat masalah akad menempati posisi sentral
karena merupakan cara paling penting yang digunakan untuk memperoleh maksud dan tujuan, terutama yang berkenaan dengan harta atau manfaat sesuatu
secara sah. Tidak jarang karena kesalahan dalam memilih akad atau kurang
28
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2001 h. 7.
terpenuhinya syarat dan rukun akad, transaksi yang dilakukan seseorang bisa dinilai tidak sah batal. Secara terminologi, akad memiliki arti umum al-
ma‟na al-am dan khusus al-
ma‟na al-khas. Adapun arti umum dari akad adalah segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan, baik yang muncul
dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang, thalak, dan sumpah, maupun yang membutuhkan pada kehendak dua pihak
dalam melakukannya seperti jual beli, sewa menyewa, dan gadai atau jaminan. Adapun arti khusus akad adalah pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul
sesuai dengan kehendak syari‟ah Allah dan Rasulnya yang menimbulkan akibat hukum pada obyek akad.
29
Oleh karena itu, pengetahuan mengenai akad penting dalam menjalankan praktek jual beli antara produsen dan konsumen.
29
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, Jakarta, UIN Jakarta Press, 2005, h. 59-60.
36
BAB III HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN ANTI MONOPOLI DI