merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen yang lain yang terdapat di dalam sistem imun. Diantara aktivitas terpadu antara kedua sistem
yang paling penting adalah : 1 respon imun bawaan innate terhadap mikroba merangsang dan mempengaruhi sifat respon sistem imun didapat acquired; 2
sistem imun didapat menggunakan berbagai mekanisme efektor sistem imun bawaan untuk menyingkirkan mikroba dan seringkali meningkatkan fungsi sistem
imun bawaan.
2.4 Vaksin DNA
Lebih dari 100 tahun berlalu, pengembangan dan penggunaan vaksin yang meluas untuk memerangi agen infeksius telah menjadi suatu kesuksesan dalam
bidang kedokteran. Pengembangan vaksin diawali dengan kerja dari Edward Janner pada tahun 1796, seorang dokter Inggris yang melakukan eksperimen
untuk menemukan suatu cara untuk memproteksi manusia dari serangan smallpox. Ia melakukan hal tersebut 80 tahun sebelum Robert Koch menyatakan postulatnya
yang terkenal dengan nama Postulat Koch. Kemudian pada tahun 1880, Louis Pasteur telah menemukan bagaimana vaksinasi dapat bekerja. Ia yang telah
menggunakan istilah vaccine untuk kultur atau biarkan dari mikroorganisme yang tidak virulen yang digunakan untuk inokulasi preventif Naim 2004.
Salah satu alasan untuk kesuksesan vaksinasi tersebut adalah bahwa vaksin dapat menginduksi antibodi yang merupakan agen prinsipal dari proteksi imun
terhadap kebanyakan virus dan bakteri Naim 2004. Semua vaksin yang ada saat ini, apakah dipreparasi dari sel mikroorganisme utuh yang dimatikan atau
diinaktivasi, protein rekombinan, atau mikroorganisme hidup yang diatenuasi, akan menginduksi produksi antibodi. Dengan pengecualian vaksin yang
dipreparasi dari organisme hidup yang diatenuasi, semua vaksin yang ada tidak menginduksi imunitas seluler. Lebih lanjut, kemungkinan dari penggunaan vaksin
hidup yang diatenuasi terhadap virus yang sangat berbahaya telah meningkatkan perhatian terhadap prosedur produksinya dan risiko yang akan diterima bila
vaksin hidup digunakan untuk imunisasi populasi yang besar Naim 2004. Dengan alasan tersebut, suatu pendekatan yang relatif baru terhadap
vaksinasi yang melibatkan injeksi suatu potongan DNA yang mengandung gen
untuk antigen mikroba tertentu masih terus diteliti dengan intensif. Suatu studi telah melaporkan bahwa induksi respon imunitas seluler terhadap suatu peptida
dari parasit malaria Plasmodium falciparum pada manusia melalui vaksin DNA. Hal ini meningkatkan harapan untuk kemampuan aplikasi klinis dari metode
imunisasi dengan DNA Naim 2004. DNA vaksinasi merupakan suatu teknik untuk melindungi suatu organisma
melawan terhadap penyakit dengan menyuntikkan konstruksi DNA untuk menghasilkan suatu tanggapan imunologi. vaksin DNA masih bersifat percobaan,
dan telah diberlakukan bagi sejumlah model penyakit disebabkan kuman virus, yang seperti parasit dan hasil bakteri. DNA vaksin memiliki kelebihan dari pada
vaksin konvensional, mencakup kemampuan untuk mempengaruhi suatu jangkauan jenis tanggapan kebal yang lebih luas Naim 2004.
Tabel 1. Keuntungan dan kekurangan vaksin DNA Lorenzen LaPatra 2005
Keuntungan Kekurangan
Tingkat keamanan yang cukup tinggi. vaksin tidak memiliki resiko
infeksi penyakit Dapat digabungkan dengan adjuvant
untuk meningkatkan kemampuan vaksin.
Mengaktivkan respon imun baik bersifat humoral maupun selular
Kemungkinan dapat
dilakukan penggabungan beberapa jenis vaksin
multivalent Tetap menghasilkan efek yang baik
ketika diberikan saat stadia awal organisme
Proteksi timbul tidak lama setelah vaksinasi dan juga tahan lama
Murah dan cepat dalam memperoleh vaksin dari patogen varian baru
Biaya produksi relatif rendah dan mudah
Masih diperlukan suatu strategi baru untuk vaksinasi secara massal
Tidak effisien terhadap semua patogen
Ketidakjelasan berkenaan dengan perbedaan antara vaksinasi DNA
dengan modifikasi
genetik organisme Genetically Modified
Organism GMO’s, akibatnya antipati sebagian masyarakat umum
terhadap produk GMO’s, besar kemungkinan
mempengaruhi penerimaan
konsumen terhadap
vaksin DNA
Disamping memiliki kelebihan Vaksin DNA juga memiliki kekurangan, yang diakibatkan masih terbatasnya informasi berkenaan dengan perbedaan antara
vaksinasi DNA dengan modifikasi genetik organisme Genetically Modified Organism
GMO’s, akibatnya antipati sebagian masyarakat umum terhadap produk GMO’s, besar kemungkinan mempengaruhi penerimaan konsumen
terhadap vaksin DNA Lorenzen LaPatra 2005. Dalam suatu vaksin DNA, gen untuk antigen dari mikroba tertentu diklon
ke dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan di dalam sel-sel hewan. Setelah diinjeksikan ke dalam suatu
hewan, plasmid akan memasuki sel hewan tersebut, tempat ia menetap dalam nukleus sebagai suatu episom, ia tidak berintegrasi ke dalam DNA sel
kromosom. Dengan menggunakan mesin metabolik sel hewan tersebut, DNA plasmid dalam episom secara langsung mensintesis antigen yang dikodenya
Naim 2004. Kemudian kode genetik virus yang telah disintesis tersebut diekspresikan oleh sel yang mengandung kode gen virus tersebut, seperti pada gen
glikoprotein rabdhovirus yang dijadikan sebagai informasi genetik pada suatu konstruksi vaksin DNA, setelah dimasukkan ke sel hewan dan disintesis oleh
mesin metabolik sel hewan tersebut kemudian glikoprotein virus tersebut akan diekspresikan pada lapisan dalam dan permukaan sel hewan tersebut dimana
keadaan ini sama dengan keadaan ketika sel terserang virus yang sebenarnya Lorenzen Lapatra 2005.
Dengan alasan-alasan tersebut, vaksin DNA memiliki potensial untuk menginduksi imunitas seluler yang potensial dan mungkin bersifat long-term. Ada
suatu keterbatasan yang masih bersifat teoritis dari metode ini, yaitu bahwa sel T sitotoksik yang diinduksi oleh vaksin mungkin akan membunuh semua sel yang
memproduksi antigen yang diimunisasi. Sebagaimana yang mungkin diharapkan pada tahap perkembangannya, ada perhatian yang diberikan terhadap keamanan
vaksin DNA bagi manusia. Ada beberapa kekhawatiran yang mengemuka, antara lain bahwa kemungkinan DNA dalam vektor plasmid akan berintegrasi ke dalam
genom inangnya, kemungkinan akan menginduksi tumor, atau menginduksi terbentuknya antibodi terhadap DNA Naim 2004.
Penelitian mengenai vaksin DNA untuk ikan tergolong baru dan beberapa studi telah dilakukan terhadap infectious hematopoietic necrosis virus IHNV
LaPatra et al. 2001 dan limphocystis disease virus LCDV Zheng et al. 2006.
Anderson melaporkan aplikasi pertama teknologi vaksin DNA dilakukan untuk merangsang respon imun ikan rainbow trout muda menggunakan plasmid yang
berisi gen glycoprotein G dari IHNV Zheng et al. 2006. Studi lebih lanjut telah menunjukkan bahwa vaksin DNA ecara perendaman maupun disuntik, pada
ikan rainbow trout ukuran 2 – 160 gram Corbeil et al. 1999.
Pada penelitian distribusi dan eskpresi vaksin DNA melawan LCDV yang dilakukan pada ikan Japanese flounder Paralichthys olivaceus menunjukan hasil
bahwa vaksin DNA yang diberikan secara intramuskular terdistribusi dan diekspresikan pada beberapa jaringan usus, insang, ginjal anterior, limpa, hati
dan gonad, tujuh hari setelah vaksinasi serta berbeda persistensinya pada masing- masing jaringan. Hal ini menunjukan bahwa pemberian vaksin DNA pada
Japanese flounder telah berhasil menyediakan antigen dan memproduksi respon kekebalan tubuh ikan Zheng et al. 2006.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2009, bertempat di laboratorium Kesehatan Ikan, Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar BBPBAT Sukabumi, Jawa Barat dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah akuarium 40x40x60cm, alat suntik syringe, gelas objek, gelas penutup, eppendorf, hemometer, pipet sahli, tabung
hematokrit sentrifuse, penggaris, haemacytometer tipe Neubauer, mikroskop, kertas tisu.
Bahan yang digunakan adalah ikan mas strain wildan yang berasal dari daerah Cianjur, minyak cengkeh, darah ikan, antikoagulan Na-sitrat 3,8,
larutan HCl 0.1 N, akuades, crytoseal , larutan Hayem’s, larutan Turk’s, bakteri
Staphylococcus aureus, PBS, larutan methanol, pewarna Giemsa.
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan adalah akuarium 40x40x60 cm. Akuarium yang digunakan terlebuh dahulu dibersihkan kemudian dikeringkan. Setelah itu
disemprot klorin dan dibiarkan kering udara. Akuarium diisi air setinggi 30 cm dan diberi aerasi.
3.3.2 Persiapan Ikan Uji
Ikan uji yang digunakan adalah ikan mas strain wildan dari daerah Cianjur. Selama beberapa hari ikan diadaptasikan terlebih dahulu sebelum perlakuan.
Jumlah ikan yang digunakan sebanyak 60 ekor per perlakuan. Kemudian jumlah ikan dibagi 2 masing-masing 30 ekor pada pengamatan status kelangsungan
hidup ikan dan haematologi. Selama masa adaptasi maupun perlakuan ikan diberi pakan berupa pelet sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore.