y = -0.1355x
2
+ 2.1261x + 8.2864 R
2
= 0.9996 y = -0.0576x
2
+ 1.1559x + 8.3953 R
2
= 0.9551
y = -0.0328x
2
+ 0.6993x + 7.2747 R
2
= 0.949 y = -0.0455x
2
+ 0.8437x + 20.409 R
2
= 0.8961 y = -0.1278x
2
+ 1.1131x + 16.31 R
2
= 0.9307
5 10
15 20
25 30
2.5 5
7.5 10
12.5 15
Dosis R
a ta
a n
H+28 H+35
H+42 H+49
H+63
Gambar 6. Hubungan tingkat dosis X dengan persentase rataan indeks fagositik Y ikan mas pada hari ke-28, 35, 42, 49 dan 63
Pada gambar 7 menunjukkan peningkatan persentase rataan indeks fagositik dalam darah ikan mas yang diberi perlakuan vaksin dengan dosis 0, 2,5,
7,5, dan 12,5 µg100µ l pada hari ke-28, 35, 42, 49 dan 63 membentuk pola kuadratik. Nilai korelasi yang diperoleh masing-masing sebesar 0.99, 0.97, 0.97,
0.94 dan 0.96 yang berarti hubungan tingkat dosis dengan persentase rataan indeks fagositik sangat tinggi. Nilai koefisien determinasi R
2
yang diperoleh masing-masing sebesar 0.9996, 0.9551, 0.949, 0.8961 dan 0.9307. Nilai
determinasi yang didapat menunjukkan variabel dosis dapat menerangkan
variabilitas sebesar 99.96, 95.51, 94.9, 89.61 dan 93.07 dari variabel
indeks fagositik.
4.2 Pembahasan
Pengamatan gambaran darah ikan selama penelitian meliputi jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit total dan hitung jenis
diferensial leukosit dan indek fagositik. Pemberian vaksin DNA vaksinasi terhadap ikan mas memberikan pengaruh terhadap jumlah sel darah putih
leukosit dalam darah ikan.
Berdasarkan analisis statistik pada masa vaksinasi perlakuan kontrol
berbeda nyata dengan perlakuan B pada hari ke-21 dan 42, namun pada hari ke-28 perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan A dan B, yaitu total leukosit
kontrol lebih rendah dari kedua perlakuan tersebut Tabel 2. Sedangkan setelah
ikan diuji tantang diinfeksi KHV jumlah rataan leukosit masing-masing
perlakuan tidak ada yang berbeda nyata Tabel 3.
Pada tabel 2 menunjukan jumlah total rata-rata leukosit pada ikan mas yang divaksinasi lebih besar dibanding dengan ikan kontrol dan semakin tinggi
seiring dengan bertambahnya hari. Dapat dikatakan vaksinasi meningkatkan jumlah leukosit. Hal ini berkaitan dengan fungsi sel darah putih dalam tubuh yaitu
sebagai alat pertahanan. Namun seminggu setelah uji tantang dengan KHV hari ke-49, secara umum jumlah total rata-rata leukosit pada ikan mas menurun.
Penurunan ini menandakan virus KHV yang diinfeksikan ke ikan mulai aktiv. Hal ini turut pula didukung, dari hasil pengukuran suhu harian diperoleh
kisaran suhu harian 23,5-25
o
C lampiran 5, kisaran tersebut berada pada kisaran optimum bagi kehidupan replikasi KHV yaitu 18-25
o
C Ronen et al. 2003. Penurunan tersebut masih berada di kisaran normal total leukosit ikan mas yaitu
20.000-150.000 selmm
3
. Diduga penurunan terjadi karena kuatnya infeksi virus, leukosit yang ada pada pembuluh darah sangat berkurang, karena sebagian besar
leukosit bergerak maju menuju jaringan-jaringan yang terinfeksi. Hal ini merupakan respon ikan dalam upaya mengenal dan mengingat kembali jenis virus
yang masuk. Pengenalan terhadap virus yang menginfeksi merupakan implementasi
respon imun spesifik pada ikan. Namun seiring dengan lamanya pemeliharaan, kembali terjadi peningkatan total sel darah putih dalam darah ikan. Peningkatan
jumlah rataan sel darah putih pada penginfeksian virus mengindikasikan bahwa ikan memberi respon tanggap kebal terhadap adanya benda asing yang masuk ke
dalam tubuh. Gambar 1 menunjukan garis trend hubungan tingkat dosis dengan jumlah
total rataan leukosit pada hari ke-21 dan 42 berbentuk kuadratik dengan nilai koefisien determinasi R
2
masing-masing 0.9469 dan 0.9904 menunjukkan pengaruh dosis vaksin DNA yang diuji sangat besar terhadap perubahan total
leukosit ikan mas yakni masing-masing sebesar 94.69 dan 99.04. Diferensial leukosit meliputi limfosit, monosit dan neutrofil. Persentase
rataan limfosit pada hari yang sama dari hari ke 7 – 21 dan hari ke 35 - 56 tidak
berbeda nyata, sedangkan pada hari ke-28 perlakuan B berbeda nyata p0.05
dengan perlakuan C dan kontrol. Tiga minggu setelah uji tantang hari ke-63 perlakuan C berbeda nyata p0.05 dengan ketiga perlakuan yang lain, dimana
perlakuan C menunjukan nilai limfosit tertinggi. Gambar 2 menunjukan garis trend hubungan tingkat dosis dengan persentase limfosit pada hari ke-28 dan 63
berbentuk kuadratik dengan nilai koefisien determinasi R
2
masing-masing 0.9491 dan 0.9054 menunjukkan pengaruh dosis vaksin DNA yang diuji sangat
besar terhadap persentase limfosit ikan mas yakni masing-masing sebesar 94.91 dan 90.54.
Seminggu setelah uji tantang hari ke-49, terjadi penurunan persentase limfosit pada ikan yang divaksin maupun ikan kontrol tidak divaksin, kemudian
pada minggu ke-2 hari ke-56 persentase limfosit kembali meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan memberi respon tanggap kebal terhadap adanya
benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Diduga penurunan limfosit pada hari ke-49 menunjukan bahwa virulensi
virus pengaruhnya lebih dominan dibanding sistem pertahanan ikan pada semua perlakuan, namun infeksi lebih kuat terjadi pada perlakuan A, B dan kontrol.
Respon imunitas ikan pada perlakuan C terlihat lebih dominan pada minggu ke-2 dan 3 setelah infeksi virus, terlihat dari peningkatan limfosit yang lebih tinggi.
Peningkatan persentase limfosit tersebut terkait dengan peran sel limfosit sebagai sel pertahanan tubuh. Pada dasarnya sel limfosit terdiri dari dua populasi :
sel B dan sel T. Sel B mempunyai kemampuan untuk bertransformasi menjadi sel plasma yaitu sel yang memproduksi antibodi. Sedangkan sel T sangat berperan
dalam kekebalan berperantara sel sel T sitotoksik dan mengontrol respon imun sel T supresor Kresno 2001. Setelah terjadi pengikatan antigen dengan reseptor
antigen sel limfosit, maka sel limfosit akan membelah dan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel memori Tizard 1988.
Persentase rataan monosit Tabel 6 pada berbagai perlakuan selama masa vaksinasi tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pada tabel 7 menunjukan
bahwa seminggu pasca infeksi KHV persentase monosit semua perlakuan meningkat tajam. Hal ini menunjukan infeksi KHV meningkatkan jumlah monosit
dalam darah ikan, hal ini terkait dengan peran monosit sebagai makrofag yaitu sel fagosit utama untuk menghancurkan partikel asing dan jaringan mati, serta
mengolah bahan asing demikian rupa sehingga bahan asing itu dapat membangkitkan tanggap kebal Tizard 1988.
Kemudian dua minggu pasca infeksi KHV, persentase monosit cenderung menurun. Diduga penurunan ini disebabkan infeksi KHV mulai merusak jaringan-
jaringan tubuh ikan sedemikian sehingga merangsang sel monosit keluar dari sirkulasi darah dengan menembus dinding pembuluh darah kemudian masuk ke
jaringan yang terinfeksi dengan berdiferensiasi menjadi makrofag Affandi dan Tang 2002, akibatnya jumlah monosit dalam pembuluh darah menurun. Pada
minggu ketiga hari ke-63 pasca infeksi perlakuan C dosis 12.5 µg100µl berbeda nyata dengan ketiga perlakuan yang lain perlakuan A, B dan kontrol
yaitu lebih rendah, dimana persentase rataan monosit pada perlakuan A, B dan kontrol kembali meningkat.
Gambar 3 menunjukan garis trend hubungan tingkat dosis dengan persentase monosit pada hari ke-63 berbentuk kuadratik dengan nilai koefisien
determinasi R
2
sebesar 0.965 menunjukkan pengaruh dosis vaksin DNA yang diuji sangat besar terhadap perubahan persentase monosit ikan mas yaitu sebesar
96.5. Pada gambar tersebut menunjukan perlakuan C memiliki persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan A, B dan kontrol hal ini
mengindikasikan pada perlakuan A, B dan kontrol infeksi KHV semakin mengganas, sehingga monosit masih diproduksi untuk melawan infeksi virus
ataupun infeksi sekunder oleh bakteri, sedangkan pada perlakuan C infeksi KHV dapat ditekan, sehingga produksi monosit tidak diperlukan, atau juga dapat diduga
bahwa sistem pertahanan tubuh ikan pada perlakuan C tetap bekerja dengan baik, dimana sebagian besar monosit masih melakukan migrasi dari pembuluh darah
menuju ke sel-sel yang terinfeksi virus dan berdiferensiasi menjadi sel makrofag yang berperan dalam memfagosit dan menyajikan antigen kepada sel limfosit.
Persentase neutrofil perlakuan B pada hari ke-28 berbeda nyata p0,05 dengan perlakuan C dan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A.
Peningkatan jumlah netrofil pada perlakuan B bahkan melebihi kisaran normal persentase netrofil ikan mas yaitu 2
– 10. Hal ini disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang terjadi pada minggu keempat setelah vaksinasi.
Pada hari ke-63 minggu ke-3 pasca infeksi KHV perlakuan kontrol yang berbeda nyata p0,05 dengan perlakuan B dan C, tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A. Perlakuan kontrol dan A memiliki persentase neutrofil lebih tinggi dari kisaran normal. Hal ini diduga akibat infeksi KHV yang semakin
virulen yang menyebabkan terjadinya penurunan kondisi tubuh sehingga terjadi infeksi sekunder oleh bakteri Puspitaningtyas 2006. Hasil identifikasi bakteri
lampiran 4 yang diisolasi dari ginjal menunjukan bakteri yang menyerang adalah
Aeromonas sp. identifikasi bakteri merujuk pada Cowan 1974. Takashima dan Hibiya 1995 mengatakan bahwa fungsi neutrofil adalah untuk menahan serangan
atau infeksi bakteri. Menurunnya jumlah neutrofil dalam darah disebabkan neutrofil sudah melakukan aktivitas fagositik di dalam sel dan neutrofil berumur
pendek Tizard 1988. Gambar 4 menunjukan garis trend hubungan tingkat dosis dengan
persentase neutrofil pada hari ke-14 dan 63 berbentuk kuadratik dengan nilai koefisien determinasi R
2
masing-masing sebesar 0.9213 dan 0.8807 menunjukkan pengaruh dosis vaksin DNA yang diuji cukup besar terhadap
perubahan persentase neutrofil ikan mas, baik sebelum maupun sesudah uji tantang dengan virus KHV.
Jumlah rataan sel darah merah eritrosit dalam darah ikan mas pada masing-masing perlakuan, menunjukan tidak berbeda nyata pada hari yang sama
dari hari ke-7 sampai hari ke-56. Sedangkan pada hari ke-63 jumlah rataan eritrosit pada kontrol berbeda nyata p0,05 dengan pelakuan A, B dan C.
Rendahnya jumlah rataan eritrosit pada
kontrol 710.000 selmm
3
, mengindikasikan virulensi KHV semakin mengganas, diduga telah terjadi
pendarahan hemoragi yang cukup parah disekitar pangkal dan ujung sirip serta permukaan tubuh lainnya. Selain itu ada kemungkinan organ penghasil darah
hemopoietik ikan yaitu ginjal telah mengalami kerusakan. Gambar 5 menunjukan garis tren hubungan tingkat dosis dengan jumlah
total rataan eritrosit pada hari ke-63 berbentuk kuadratik dengan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 0.5773 menunjukkan pengaruh dosis vaksin DNA yang diuji terhadap perubahan total eritrosit ikan mas hanya 57.73 sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh faktor lain.
Gambar 7. Sel Darah Pada Ikan Mas : Eritrosit E, Monosit M, Neutrofil N, Limfosit L. bar = 10 μm
Gambar 8. Proses fagositosis F pada : a = Monosit; b = Neutrofil; c = Limfosit,
bar = 10 μm
Kadar hemoglobin Hb pada masing-masing perlakuan menunjukan nilai yang fluktuatif, namun jumlahnya masih berada dalam kisaran kadar Hb normal
ikan mas 6 - 10 g. Pada tabel 13 menunjukan seminggu pasca infeksi virus. Kadar Hb pada masing-masing perlakuan cenderung menurun. Diduga hal ini
disebabkan kadar oksigen dalam darah menurun. Ikan yang terserang KHV akan sulit mendapatkan oksigen karena produksi lendir di insang yang berlebih dan
terjadi nekrosis pada insang. Nilai hematokrit dalam darah ikan mas pada perlakuan yang berbeda,
menunjukan nilai yang berfluktuasi. Secara umum tidak terdapat perbedaan yang nyata pada masing-masing perlakuan di hari yang sama. Namun bila dilihat pada
tabel 15, pasca infeksi KHV perlakuan C terlihat memberikan respon peningkatan hematokrit yang paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini
menggambarkan bahwa sistem pertahanan pada ikan perlakuan C mampu merespon lebih baik terhadap infeksi KHV dibanding perlakuan yang lain.
Nilai indeks fagosistik pada hari 28, 35, 42 dan 49 menunjukan terdapat perbedaan yang nyata p0,05 antara perlakuan kontrol dengan ketiga perlakuan
E L
M N
a
b c
yang lain. Nilai indeks fagositik perlakuan kontrol lebih rendah dibanding ketiga perlakuan yang lain. Dapat dikatakan nilai indek fagositik pada ikan yang
divaksinasi lebih tinggi dibanding yang tidak divaksinasi. Selain itu, seminggu setelah ikan diinfeksi KHV, cenderung terjadi peningkatan nilai indeks fagositik.
Hal ini menunjukan terjadi peningkatan kekebalan tubuh. Gambar 6 menunjukan garis trend hubungan tingkat dosis dengan indeks
fagositik pada hari ke-28, 35, 42 dan 63 berbentuk kuadratik dengan nilai koefisien determinasi R
2
masing-masing sebesar 0.9996, 0.9551, 0.949, 0.8961 dan 0.9307 menunjukkan pengaruh dosis vaksin DNA yang diuji sangat besar
terhadap perubahan nilai indeks fagositik ikan mas, baik sebelum maupun sesudah uji tantang dengan virus KHV.
Pola peningkatan persentase indeks fagositik ini adalah fungsi dari peningkatan total leukosit maupun persentase jenis darah leukosit masing-masing
pada limfosit, monosit dan neutrofil. Proses fagositosis gambar 8 terhadap bakteri Staphylococcus aureus menunjukan terjadinya tahapan dari proses
fagositosis. Pada proses tersebut meliputi tahap kemotaksis, tahap pelekatan, tahap penelanan dan tahap pencernaan Tizard 1988.
Nilai indeks
fagositik yang
tinggi pada
perlakuan vaksinasi
menggambarkan pula bahwa proses fagositosis yang terjadi dengan cepat berkontribusi dalam mekanisme penyajian antigen antigen presenting cells untuk
merangsang respon sel limfosit Santika 2007. Partikel antigen yang difagosit, diproses dan dipresentasikan sebagai peptide antigen yang berasosiasi dengan
molekul MHC kelas II pada permukaan sel fagosit. Sub populasi sel T yang disebut sel T-helper Th akan mengenali mikroorganisme bersangkutan melalui
MHC kelas II. Sinyal ini menginduksi sel limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk diantaranya adalah interferon yang dapat membantu
makrofag menghancurkan mikroorganisme tersebut. Disamping itu pengikatan MHC kelas II dengan sel Th akan memberi sinyal supaya sel limfosit B
berproliferasi dan berdiferensiasi untuk membentuk antibodi Kresno 2001.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penggunaan vaksin DNA dengan dosis 2.5, 7.5 dan 12.5 µg100µ l selama
masa vaksinasi memberikan pengaruh terhadap beberapa parameter hematologi yaitu total leukosit, persentase limfosit dalam darah dan indeks fagositik.
Sedangkan pada masa uji tantang dengan virus KHV pengenceran 10
-3
parameter darah yang terlihat berpengaruh nyata adalah limfosit, monosit dan indeks
fagositik. Pada akhir pengamatan, perlakuan C dosis 12.5 µg100µ l menunjukan persentase limfosit tertinggi, total rataan eritrosit tertinggi dan persentase monosit
yang lebih cepat turun dari kedua perlakuan dosis lainnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa vaksin DNA dengan dosis 12.5 µg100µ l memberikan
efektifitas respon tanggap kebal terbaik dibandingkan dengan kedua dosis yang
lain.
5.2 Saran
Diperlukan suatu kajian mengenai penambahan dosis vaksin DNA untuk mengetahui dosis optimum vaksin, sehingga diperoleh respon kekebalan tubuh
ikan lebih baik.