berspora atau flagel, dan fakultatif anaerob. Bakteri ini hidup baik pada 15 – 41
o
C dan pH 3.5 atau lebih Meutia, 2003. L. casei strain Shirota termasuk homofermentatif yang memecah glukosa
menjadi asam laktat 90 dengan sejumlah kecil asam sitrat, malat, asetat, suksinat, asetaldehid, diasetil, dan asetoin yang berperan dalam pembentukan
flavor Selamat, 1992. L. casei tidak memproduksi amonia dari arginin, dapat memfermentasi amigdalin, manitol, solobiosa, dan salisin. L. casei juga tidak
dapat memfermenrasi substrat melobiosa, rafinosa, rhamnosa, gliserol dan jarang memfermentasi inositol atau sorbosa Robinson, 1981.
Konsumsi susu fermentasi dengan kandungan L. casei strain Shirota pada manusia memiliki potensi menurunkan resiko kanker kandung kemih Ohashi
et al., 2002. Penelitian lain dilakukan oleh Ishikawa et al. 2005
menunjukkan L.casei strain Shirota juga berpotensi mencegah kanker pada saluran kandung kemih pada studi in vivo.
Penelitian terkait peran L.casei strain Shirota pada sistem imun dilakukan oleh Nagao et al. 2000 yang menunjukkan bahwa asupan L. casei strain
Shirota dapat meningkatkan aktivitas sel Natural Killer NK pada manusia. Penelitian lanjutan membuktikan bahwa aktivitas sel NK dapat ditingkatkan
oleh L. casei strain Shirota pada manusia yang memiliki kebiasaan merokok Morimoto et al., 2005.
B. PERTUMBUHAN BAKTERI
Istilah pertumbuhan pada bakteri mengacu pada perubahan populasi total, bukan hanya pada suatu individu organisme saja Pelczar dan Chan,
2008. Pertumbuhan bakteri terbagi menjadi empat fase atau tahapan yang masing-masing memiliki ciri pertumbuhan yang berbeda. Pertumbuhan bakteri
secara umum terlihat pada kurva pertumbuhan, yaitu kurva antara waktu inkubasi dengan nilai log jumlah organisme.
Gambar 3 Kurva pertumbuhan bakteri Inokulum yang dipindahkan ke suatu media baru akan mengalami
adaptasi terlebih dahulu pada kondisi media baru. Tahap yang disebut lag phase ini membutuhkan waktu sehingga pada kurva pertumbuhan terlihat
stagnan. Media dengan nutrisi yang semakin lengkap akan mempercepat fase lag yang berarti mempercepat memasuki fase eksponensial Lichstein, 1959
dalam Sokatch, 1969. Sel bakteri kemudian memasuki tahap pembelahan biner dengan laju
konstan. Fase pertumbuhan ini disebut sebagai fase eksponensial atau fase log, karena menunjukkan kenaikan dalam bentuk garis linear lurus dalam kurva
pertumbuhan Moat dan Foster, 1988. Pembelahan ini mengikuti pola geometrik yaitu dihasilkan 2
n
sel baru setelah melalui satuan waktu yang disebut sebagai waktu generasi. Kondisi ini juga disebut sebagai pertumbuhan
seimbang, karena terjadi laju pertumbuhan dan aktivitas metabolik yang konstan Pelczar dan Chan, 2008. Kondisi ini berlanjut hingga sumber karbon
dan energi di lingkungan telah habis. Kondisi ini berbeda-beda pada kondisi substrat yang memberikan laju pertumbuhan yang berbeda pula Sokatch,
1969. Kondisi nutrisi media yang semakin berkurang serta mulai jenuhnya
kondisi lingkungan dengan metabolit sekunder yang bersifat toksik membuat sel baru yang bertumbuh menjadi sebanding dengan banyaknya sel yang mati,
sehingga jumlah sel hidup menjadi tetap. Fase ini disebut sebagai fase stasioner dan terlihat sebagai garis lurus pada kurva pertumbuhan Thimann,
1955. Fase pertumbuhan bakteri diakhiri dengan fase kematian ketika akhirnya jumlah sel yang mati melebihi jumlah terbentuknya sel baru.
Berbagai macam teknik dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan dan dapat dipilih aplikasi yang paling sesuai dengan tujuan pengukuran.
Beberapa cara
pengukuran pertumbuhan
tersebut adalah
pengukuran turbiditas, penghitungan total sel, penghitungan sel hidup White, 1995.
Pengukuran tercepat yang sering diaplikasikan adalah pengukuran dengan metode turbiditas kekeruhan dengan spektrofotometer. Prinsip
pengukurannya adalah mengukur jumlah cahaya yang dipantulkan organisme dalam sampel. Hasil yang diperoleh mewakili massa bakteri yang ada Lay
dan Hastowo, 1992. Penghitungan total sel dilakukan dengan alat bantu electronic cell
counting. Metode ini memiliki kelemahan yaitu sel hidup dan sel mati seluruhnya terhitung tanpa pembedaan. Selain itu, metode ini tidak
memberikan performa baik pada populasi sel yang densitas selnya rendah, yaitu kurang dari 10
6
selml White, 1995. Penghitungan sel hidup dilakukan dengan melakukan pengenceran dan
pencawanan dengan penambahan medium padat. Setiap sel hidup akan tumbuh membentuk satu koloni, sehingga jumlah sel hidup di awal dapat
diketahui dengan menghitung jumlah koloni yang terbentuk. Metode ini paling umum dilakukan dalam pengujian mikrobiologi. Metode ini banyak digunakan
karena memiliki kelebihan antara lain menghitung sel yang masih hidup, dapat menghitung beberapa mikroorganisme sekaligus, dapat digunakan untuk
isolasi dan identifikasi karena koloni berasal dari mikroorganisme spesifik dengan penampakan pertumbuhan spesifik Fardiaz, 1989b.
Walaupun demikian, Fardiaz 1989b menyatakan adanya beberapa kelemahan, seperti kondisi media dan inkubasi menghasilkan nilai yang
berbeda, koloni yang tumbuh harus jelas dan tersebar, serta memerlukan waktu yang realtif lama. White 1995 juga menyatakan adanya kelemahan
yaitu penurunan jumlah sel hidup akibat adanya sel yang saling menempel sehingga tumbuh berhimpit dan terlihat sebagai satu koloni. Kelemahan lain
adalah adanya beberapa sel yang tidak dapat hidup dalam pencawanan secara efisien viable but non culturable.
Sel viable but non culturable terjadi saat tumbuh di lingkungan penuh tekanan, sehingga membentuk subpopulasi sel dengan fenotip yang cenderung
jauh dari rumus pembelahan biner 2
n
. Kondisi ini tidak dapat dideteksi jumlahnya dengan teknik tradisional pencawanan total koloni Kell dan
Young, 2000 dalam Hayouni et al., 2008. Metode yang digunakan untuk menghitung viable but non culturable
adalah flow cytometry yang dinyatakan oleh Hewitt dan nebe-Von-Caron 2001 dalam Hayouni et al. 2008 sebagai alat pengukur populasi dalam
waktu singkat. Flow cytometry merupakan teknik menghitung dan mengetahui partikel mikroskopik yang tersuspensi dalam suatu aliran fluida. Teknik ini
memungkinkan analisis fisik maupun kimia dari multiparameter simultan pada sel tunggal melalui peralatan deteksi elektronik maupun optikal.
Penggunaan flow cytometry dilakukan oleh Hayouni et al. 2008 dalam analisis efek minyak esensial terhadap BAL. Metode ini dipilih karena
memiliki keunggulan, yaitu cepat menganalisis data dalam jumlah besar, dapat membedakan sel hidup, mati, dan terluka injured atau viable but non
culturable, dan hasilnya berkorelasi dengan pengujian pencawanan. Prinsip pengukuran dengan flow cytometry adalah memberikan cahaya
pada panjang gelombang tertentu terhadap suspensi sel yang mengalir. Aliran ini akan melewati titik yang akan mendeteksi, yaitu sejajar pada sumber
cahaya Forward
ScatterFSC, beberapa
di bagian
pinggir Side
ScatterSSC, dan beberapa detektor fluoresen. Senyawa fluoresen yang menempel pada sel akan memancarkan panjang gelombang yang akan
terdeteksi berbeda pada setiap sel. Nilai FSC menunjukkan volume sel serta SSC menunjukkan kompleksitas dalam partikel seperti bentuk nukleus, jumlah
dan tipe granula sitoplasmik, dan kekasaran membran.
C. PREBIOTIK