Sudut Pandang dalam PGA

141 Selain masyarakat biasa, latar sosial yang lain adalah masyarakat yang terdapat dalam kalangan istana. Hal tersebut seperti terdapat dalam kutipan berikut. Setelah menghaturkan sembah dengan takzimnja, mereka duduk diam- diam dengan kepala tertunduk, menanti sabda jang dipertuan. h. 29, b. 33- 35 data 8.41 Dalam kutipan tersebut, terdapat latar sosial di kalangan istana. Menjadi kebiasaan raja untuk disembah dengan hormat sebelum seorang pegawai istana duduk. Mereka semua diam tidak bersuara dengan kepala tertunduk untuk menanti perintah dari sang raja.

5. Sudut Pandang dalam PGA dan TK

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kedudukan pengarang, baik dalam PGA ataupun TK, pengarang berperan sebagai narator orang ke-3 serba tahu dalam cerita. Berikut ini pembahasan dari PGA dan TK.

a. Sudut Pandang dalam PGA

Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang yang terdapat dalam PGA adalah serba tahu. Posisi pengarang sebagai narator yang menceritakan peristiwa dalam PGA. Hal tersebut seperti terdapat dalam kutipan berikut. Ing sapoengkoeripoen Kilisoetji, nata Djenggala oetoesan ḍateng kang sentana, wasta toemenggoeng A ḍiradja, animbali kang poetra Pandji Koedawanèngpati ḍateng kasatrijan. h. 7, b. 8-11 data 9.1 Terjemahan: Setelah Kilisuci pergi, raja Jenggala mengutus prajuritnya yang bernama Tumenggung Adiraja untuk memanggil Panji Kudawanengpati yang berada di kasatrian. 142 Dalam kutipan tersebut, pengarang menceritakan peristiwa perintah raja Jenggala memanggil Panji Kudawanengpati. Perintah tersebut dilakukan setelah Kilisuci pergi dari tempat tersebut. Berdasarkan kutipan tersebut, pengarang menempati posisi sebagai narator. Pengarang menceritakan peristiwa dalam cerita yang sebagai orang luar yang tidak memiliki hubungan dalam cerita. Pengarang menceritakan apa yang dilihatnya dalam peristiwa tersebut kepada pembaca. Posisi pengarang sebagai narator juga terlihat dalam peristiwa lain. Hal tersebut seperti terdapat dalam kutipan berikut. Tjinatoer waoe Kalana Djajèngsari sakadang-kadéanipoen, noempak baita nabrang ḍateng Belambangan. Ing sadoeginipoen ing tlatah Belambangan, ladjeng tata pasanggrahan. h. 20, b. 21-23 data 9.2 Terjemahan: Diceritakan Kalana Jayengsari dan saudara-saudaranya menaiki perahu, menyeberang ke Belambangan. Sesampainya di daerah Belambangan, kemudian mendirikan tempat peristirahatan. Dalam kutipan tersebut, terdapat peristiwa Kalana Jayengsari dan rombongannya menyeberang menuju Belambangan. Berdasarkan kutipan tersebut, pengarang menempati posisi sebagai narator. Penggunaan kata tjinatoer „diceritakan‟ oleh pengarang menunjukkan bahwa pengarang dalam kejadian tersebut melihat peristiwa sebagai narator. Narator dalam hal ini menarasikan kejadian yang berlangsung dalam cerita kepada para pembaca. Posisi pengarang sebagai narator juga terlihat dalam peristiwa lain. Hal tersebut seperti terdapat dalam kutipan berikut. 143 Noenten ing ngrikoe dèwi Sekartadji amoedja semèdi moengging sanggar pamelengan, anegesaken ing déwané doenoenging poetra Djenggala, manekoeng ngeningaken tingal. h. 42, b. 21-23 data 9.3 Terjemahan: Kemudian Dewi Sekartaji bersemedi di tempat pemujaan, bertanya kepada sang dewa, di mana keberadaan putra Jenggala, berdoa sungguh-sungguh sambil memejamkan mata. Dalam kutipan tersebut, terdapat peristiwa pemujaan yang dilakukan oleh Dewi Sekartaji. Berdasarkan kutipan tersebut, pengarang menempati posisi sebagai narator. Pengarang sebagai narator menceritakan apa yang dilakukan oleh tokoh Dewi Sekartaji. Pengarang sebagai narator seolah-olah berada dekat dengan tokoh tersebut, sehingga pengarang mengetahui tokoh yang berdoa dengan sungguh- sungguh. Posisi pengarang sebagai narator juga terlihat dalam peristiwa lain. Hal tersebut seperti terdapat dalam kutipan berikut. Toemenggoeng Bradjanata kalajan Kalana Djajèngsari medal, angan ṭi dèwi Wigati. Ing ngrikoe paring paréntah ḍateng poenggawa pradjoerit Ke ḍiri: anangkep para poenggawa mantri Noesabarong, poenapa déning pepatih. Koedaamongsari, kalijan oegi sampoen sami kabesta. Sarta ḍinawoehan, jèn ratoené kagarwa nata Keḍiri. h. 59, b. 34-38; h. 60, b. 1 data 9.4 Terjemahan: Tumenggung Brajanata dan Kalana Jayengsari keluar bersama dengan dewi Wigati. Kemudian memberikan perintah kepada prajurit Kediri untuk menangkap para prajurit, mantri, dan patih dari kerajaan Nusabarong. Kudaamongsari juga sudah dibawa serta, dikatakan bahwa raja Nusabarong telah diperistri raja Kediri. Dalam kutipan tersebut, diceritakan peristiwa kekalahan ratu Nusabarong. Ratu Nusabarong dijadikan raja Kediri sebagai selir, sehingga ia telah kehilangan 144 kedudukannya sebagai ratu kerajaan Nusabarong. Adapun Dewi Wigati, adik ratu Nusabarong dibawa keluar oleh Kalana Jayengsari dan Brajanata. Berdasarkan kutipan tersebut, pengarang menempatkan posisi sebagai narator. Pengarang melihat kejadian tersebut dalam sebagai orang luar. Hal tersebut sesuai dengan kata ganti yang digunakan dalam kutipan tersebut, mereka. Kata ganti mereka merupakan gabungan dari tokoh Kalana Jayengsari, Brajanata, dan Dewi Wigati.

b. Sudut Pandang dalam TK