21
c. Pengarang sebagai pemain dan narator. Pengarang dalam hal ini memiliki dua
tempat. Tempat pertama, pengarang memasuki pikiran dan perasaan tokoh. Kedua, pengarang mengetahui peristiwa lain yang terjadi. Pengarang dalam
hal ini menggunakan kata ganti ganda, misalnya aku atau nama orang dan mereka.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah posisi pengarang dalam cerita, terdapat 3 kemungkinan, yaitu pengarang sebagai
tokoh utama, tokoh sampingan, atau narator dan pemain serba tahu. Pengarang dalam menuliskan cerita, baik dalam PGA maupun TK menggunakan peran serba
tahu. Posisi pengarang sebagai pemain dan narator menjadikan pengarang tahu akan sikap dan pemikiran tokoh. Selain itu, pengarang juga mengetahui kejadian
lain dalam waktu yang bersamaan. Misalnya, dalam PGA, pengarang masuk ke dalam pemikiran Panji mengenai sosok Dewi Angreni yang baru pertama
ditemuinya.
E. Resepsi Sastra
Resepsi sastra adalah bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya Junus, 1985: 1. Pembacaan oleh pembaca dalam
rangka mengetahui makna karya sastra akan melahirkan suatu tanggapan. Tanggapan tersebut dibedakan menjadi dua, yakni tanggapan pasif dan aktif
Junus, 1985: 1. Pembaca yang menghasilkan karya sastra setelah membaca suatu karya sastra, dinamakan tanggapan aktif. Ketika pembaca dapat memahami karya
22
yang dibaca atau mengetahui unsur keindahannya, maka hal tersebut dinamakan tanggapan pasif.
Tanggapan aktif yang diberikan oleh pembaca terhadap suatu karya sastra mengakibatkan karya sastra tersebut hidup. Jausz Junus, 1985: 33 menyatakan
bahwa hanya dengan partisipasi aktif dari pembaca suatu karya sastra dapat hidup. Keberlangsungan hidup suatu karya sastra dalam hal tersebut tidak ditentukan
oleh kapan, di mana, siapa penulisnya, tetapi oleh partisipasi aktif dari pembaca. Partisipasi aktif berupa terciptanya karya sastra baru akan menimbulkan
hal-hal baru pula. Hal tersebut karena adanya penyelundupan pengetahuan pembaca ke dalam pemberian interpretasi tersebut Junus, 1985: 25. Pemahaman
pembaca akan karya sastra tersebut mungkin saja berbeda dari apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang.
Jausz Junus, 1985: 16 menyatakan bahwa interpretasi yang berbeda tersebut mungkin diakibatkan karena adanya perubahan horison penilaian.
Perubahan penilaian suatu karya sastra oleh pembaca tidak lepas dari perkembangan pengalaman yang telah dimilikinya. Secara garis besar,
perkembangan tersebut dinyatakan oleh Junus 1985: 35 dalam dua bentuk, yaitu perkembangan estetika dan perkembangan pandangan terhadap suatu unsur
budaya. Teori mengenai resepsi sastra digunakan sebagai penghubung teori
intertekstual. Ada hubungan yang erat antara resepsi sastra dan intertekstual Junus, 1985: 87. Dalam hubungan tersebut, kiranya perlu disampaikan mengenai
teori resepsi sastra dalam penelitian ini sebelum menuju kepada teori intertekstual.
23
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa resepsi sastra adalah tanggapan pembaca terhadap karya sastra yang terlah dibacanya yang dilakukan
secara aktif dan pasif. Penanggapan secara aktif akan melahirkan karya sastra baru yang memiliki kemungkinan pro dan atau kontra terhadap karya sastra tersebut
yang menjadi kajian dalam intertekstual.
F. Intertekstual