Ketika para klan itu bersatu, mereka disebut sebagai “orang kerahan” yang mengabdi kepada sultan untuk menjaga wilayah perairan kesultanan,
berperang, serta menyediakan kebutuhan-kebutuhan laut bagi kesultanan. Selain suplai kebutuhan kerabat sultan, komoditas laut ini juga merupakan
produk ekspor utama, terutama negeri Cina sebagai importir utamanya Chou, 2003. Dari hubungan historis yang demikian, Orang Suku Laut saat ini
memandang orang Melayu adalah kaum aristokrat dan pedagang. sejarah Orang Suku Laut di kawasan Kepulauan Riau ini terbagi ke dalam
lima periode kekuasaan, yakni masa Batin kepala klan, Kesultanan Melaka- Johor dan Riau-Lingga, Belanda 1911-1942, Jepang 1942-1945, dan
Republik Indonesia 1949 sampai sekarang Chou, 2003.
E. PERAN
PERSEPSI ANCAMAN
TERHADAP PERILAKU
MENGHINDAR PADA SUKU LAUT YANG DILAKUKAN OLEH SUKU MELAYU DI KEPULAUAN RIAU
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Didalamnya hidup berbagai macam suku adat dan budaya yang berbeda. Salah satunya
adalah suku laut yang hidup disekitar perairan Kepulauan Riau. Suku laut merupakan orang-orang yang mengandalkan laut sebagai
sumber nafkah mereka. Kebanyakan dari mereka hidup dan berbudaya selama berabad-abad diatas lautan Chou, 2003. Suku laut dulunya merupakan salah
satu bagian dari kebudayaan melayu Andaya, 2008. Sebagaimana halnya suku melayu, suku laut merupakan salah satu suku asli yang mendiami
Universitas Sumatera Utara
Kepulauan Riau. Namun, hal ini tidak membuat suku laut dan Melayu lepas dari masalah isu etnisitas antar suku.
Masalah etnisitas di Indonesia tampak pada relasi antar etnis dalam kehidupan sehari-hari maupun antara kelompok minoritas dan mayoritas di
wilayah tertentu. Pada relasi antar etnis suku laut dan suku melayu, penyebab utama isu etnisitas antar kelompok ini lebih mengacu pada perbedaan yang
sangat mencolok pada kepercayaan dan cara hidup antara suku laut dan suku melayu. Masyarakat melayu yang secara historis maupun secara sosiologis
memiliki nilai adat yang sangat lekat dengan warna islami memiliki kepercayaan yang sangat bertolak belakang dengan kepercayaan suku laut
yang sebagian besar masih menganut kepercayaan animisme-shamanisme Chou, 2003. Perbedaan kepercayaan inilah yang kemudian membentuk
kesadaran diantara orang melayu dan orang laut untuk membagi dunia sosial mereka menjadi dua kategori yang jelas yaitu ‘orang kita’ kitainsider dan
‘orang lain’ merekaoutsider, yang kemudian mempengaruhi pola-pola relasi diantara mereka sendiri Chou, 2003.
Tajfel dan kolega Tajfel, 1969; Tajfel dkk., 1971 dalam Withley Kite, 2010 mengemukakan bahwa ketika individu mengidentifikasikan dirinya
sebagai ingroup dan melihat orang lain sebagai bagian dari outgroup, mereka melihat anggota dalam ingroup lebih positif dibandingkan dengan outgroup.
Proses kategorisasi ini berakibat pada munculnya perspektif ‘us vs them’ dan meningkatkan munculnya perasaan kompetisi antar kelompok Stephan, Ybara
Morrison, 2009; Withley Kite, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Ketika perasaan kompetisi muncul, seseorang mengembangkan rasa curiga dan kecemasan terhadap orang yang asing sebagai cara untuk melindungi diri
dan kelompoknya dari kemungkinan bahaya yang ditimbulkan dari luar. Kebutuhan akan keselamatan kelompok dan ketakutan pada kehancuran
kelompok dirasakan sebagai ketakutan personal. Akibatnya, individu cenderung memperlakukan ingroup dengan lebih baik dan menampilkan rasa
permusuhan kepada outgroup. Outgroup diperlakukan secara bermusuhan bukan karena mereka anggota dari kelompok luar, tapi lebih karena kelompok
tersebut memiliki ancaman tertentu terhadap ingroup Tajfel Turner, 1986 dalam Stephan, Ybara Morrison, 2009; Withley Kite, 2010.
Stephan dan Stephan 1996 berpendapat bahwa threat ancaman merupakan salah satu penyebab konflik yang muncul dalam kaitannya dengan
hubungan antar kelompok. Kelompok luar yang mempunyai kekuatan untuk merugikan atau berbuat jahat kepada anggota kelompok dari individu adalah
ancaman bagi kelompok Stephan, Ybara Morrison, 2009. Dalam hubungannya dengan konteks intergroup threat theory, intergroup
threat dialami ketika anggota dari kelompok dirugikan oleh kelompok luar. Intergroup threat terjadi ketika tindakan, kepercayaan, atau karakteristik dari
outgroup menentang tujuan atau keselamatan dari ingroup. Ancaman ini bisa berbentuk realistik ataupun simbolik Riek dkk, 2010; Stephan, Ybara
morrison, 2009. Ancaman realistik adalah ancaman yang berhubungan dengan fisik atau material yang nyata dan membahayakan individu seperti rasa
sakit, siksaan, atau kematian. Sementara ancaman simbolik adalah ancaman
Universitas Sumatera Utara
yang berhubungan dengan agama, nilai-nilai, kepercayaan, ideologi, falsafah, moralitas, juga identitas sosial dan harga diri dari individu atau kelompok.
Selain ancaman realistik dan simbolik, persepsi ancaman bisa berbentuk kecemasan. Kecemasan antar kelompok intergroup anxiety, adalah ancaman
yang berpusat pada perasaan cemas atau gelisah ketika individu berinteraksi dengan outgroup.
Bagi suku melayu, ketakutan terbesar dalam hidup mereka adalah terkena ilmu hitam dan mengikuti kepercayaan dan gaya hidup suku laut. Hal ini
disebabkan karena berdasarkan hierarki kehidupan masyarakat melayu, suku laut merupakan suku dengan hierarki terendah dari struktur sosial-politik
masyarakat melayu Chou, 2003. Menurut Chou 2003 dan Lenhart 1997, bagi suku melayu, orang suku laut diposisikan di hierarki terendah dari
rangking atau derajat sosial dalam ‘dunia melayu’. Hal ini disebabkan karena mereka dianggap bukanlah bagian dari apa yang disebut kaum aristokrat
melayu sebagai ‘umat’ karena tidak menjalankan adat melayu, tidak memeluk
agama islam, serta berpenampilan seperti lazimnya orang melayu. Sebuah ancaman threat bisa menyebabkan munculnya konflik. Hal ini
dikarenakan ancaman mempengaruhi perilaku, persepsi, dan emosi. Konflik adalah persepsi danatau ketidaksesuaian yang nyata dalam nilai, harapan,
proses, atau hasil dari dua pihak atau lebih pada masalah Han, 2008. Sebuah konflik melibatkan stimulus yang tidak diinginkan danatau tidak pantas.
Perbedaan budaya dalam cara menghadapi konflik dan perilaku ketika berhadapan dengan konflik telah menjadi fokus dalam berbagai penelitian
Universitas Sumatera Utara
lintas budaya. Dalam budaya barat seperti amerika, nilai keterbukaan dalam menghadapi konflik sangat di hargai. Konsep keterbukaan ini termanisfestasi
dalam berbagai perilaku seperti diskusi terbuka, dan konfrontasi langsung sebagai cara yang efektif untuk menghadapi konflik. Sebaliknya, menghindar
sebagai upaya untuk menghadapi konflik dianggap sebagai strategi yang berguna dalam menghadapi konflik pada banyak negara di asia Morris,
Williams, Leung, dkk 1998, Tjosvold Sun; Han, 2008. Hal ini dikarenakan pada masyarakat yang bersifat kolektif seperti Indonesia, menghindari
masalah dipersepsikan mampu melindungi hubungan interpersonal antara dua pihak yang bermasalah dan mengurangi terjadinya konflik diantara mereka.
F. HIPOTESIS PENELITIAN