Gambaran Umum Dipterocarpaceae TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Dipterocarpaceae

Dipterocarpaceae meliputi 3 anak suku dan terdiri dari 16 marga dan lebih dari 500 jenis. Anak suku pertama dan terpenting yaitu Dipterocarpoideae atau Dipterokarpa dengan 13 marga dan kurang lebih 470 jenis, penyebarannya dimulai dari Seychelles, Ceylon, bagian selatan Peninsular, India dan India Timur, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Indo-China, Kepulauan Cina bagian selatan, ke tenggara Malesia, bagian tenggara Papua Nugini dan bagian utara Luzon, Philipina. Anak suku kedua Monotoidat meliputi kurang lebih 36 jenis terdapat di Afrika dan Madagaskar, berupa pohon-pohon kecil. Anak suku ketiga Pakaraimoideae hanya memiliki satu jenis yaitu Pakaraimoidea dipterocarpaceae yang ditemukan oleh Maguire di Guyana Ashton 1982. Siran 2007 menyatakan bahwa Dipterocarpaceae merupakan jenis pohon terpenting yang mendominasi hutan hujan tropis dataran rendah di Indonesia. Dari sekitar 500 jenis dipterocarpaceae yang ada, hanya sekitar tujuh jenis yang telah dimanfaatkan, yaitu: Shorea, Parashorea, Dipterocarpus, Hopea, Vatica, Anisoptera dan Dryobalanops. Sedangkan dari tujuh jenis tersebut, Shorea meranti menduduki tempat yang paling dominan, yaitu meranti merah, meranti putih, meranti kuning dan meranti balau selangan batu. Secara fenotip, meranti umumnya mempunyai batang yang cukup besar, lurus dan berbanir dengan garis-garis memanjang pada kulitnya. Meranti memiliki bunga berwarna tergantung jenisnya. Meranti mempunyai buah yang keras, tajam dengan sayap berjumlah lima dengan tiga sayap panjang dan dua sayap pendek berbentuk bundar Samingan 1979. Tajuk meranti pada umumnya berada pada ketinggian 45 m, walaupun pohon tersebut dapat mencapai 60 meter atau lebih dengan tajuk pada tingkat teratas yang biasanya mengelompok Whitmore 1984. Semua jenis dipterocarpaceae membentuk mikoriza dan beberapa jenis meranti dapat bersimbiosis dengan beberapa jenis jamur Siran 2007. Pembungaan pohon meranti terjadi setiap 2-3 tahun dan biasanya terjadi setelah musim kemarau Whitmore 1984. Menurut Weidelt 1986 dalam Siran 4 2007, 50 dari buah yang jatuh hanya mencapai radius 20 meter. Penyebaran buah yang lebih jauh dapat terjadi oleh tiupan angin, dihanyutkan air, atau dibawa hewan. Dengan kemampuan penebaran buah yang sempit, dipterocarpaceae tidak dapat menjadi pendatang yang agresif. Kecepatan meluaskan wilayahnya ditaksir satu kilometer dalam seratus tahun. Daya kecambah biji dipterocarpaceae hanya sebentar, daya kecambahnya menurun dari 90 ke 0 dalam beberapa hari. Penyimpanan biji tidak dapat dilakukan karena biji mati bila kehilangan kelembaban kecuali pada biji keruing, kapur dan hopea yang dapat disimpan pada suhu 5 o C selama sebulan Ng 1981. Perkecambahan memerlukan kelembaban tinggi dan berlangsung selama 12 minggu. Gangguan utama selama perkecambahan adalah serangga, terutama semut dan ulat. Kelangkaan biji terjadi karena lebih dari 80 dari buah yang tua diserang oleh binatang hutan, terutama binatang pengerat. Tikus dan babi hutan adalah perusak biji pada saat biji telah terpencar di lantai hutan, sedangkan serangga adalah perusak biji pada saat masih di pohon maupun setelah biji terpencar di lantai hutan Siran 2007. Kegunaan kayu dari jenis-jenis Dipterocarpaceae beraneka ragam dan sangat meluas dilaporkan oleh Martawijata 1986, Martawijata 1989 serta Kartasujana dan Abdurahim 1979 dalam Siran 2007. Jenis-jenis kayu dari famili Dipterocarpaceae memiliki berbagai kegunaan, antara lain untuk bahan bangunan, lantai, kayu lapis, papan dinding, perkapalan, bantalan, mebel, bahan pembungkus, pulp, rangka pintu dan jendela, tiang listrik dan telepon serta alat olahraga.

2.2 Pendugaan Volume Pohon