memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian di Jepara. Warga negara asing inilah yang kemudian menguasai bisnis industri mebel di Jepara,
sebagian lainnya menjadi karyawan PLTU. Daya tarik wisata dan industrinya, membuat warga negara asing berkeinginan menetap di Jepara, hal inilah yang
kemudian membuat warga negara asing menikahi wanita pribumi. Perkawinan yang terjadi banyak menimbulkan tanda tanya, sebagian mereka memang menikah
secara resmi, namun banyak pula yang menikah secara tidak resmi.
4.2 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini telah dimulai sejak tanggal 4 Februari 2012. Untuk mendapatkan informasi mengenai pelaku kawin kontrak, peneliti mencoba
menanyakan pada Dian Wida Kiswari sebagai peneliti kasus kawin kontrak di Jepara pada tahun 2005. Peneliti banyak berdiskusi dan mendapatkan informasi
yang cukup mengenai kasus kawin kontrak di Jepara. Peneliti kemudian direkomendasikan untuk menemui ISY 35 tahun
yang berprofesi sebagai pengusaha mebel. Menurut Ibu Dian, ISY memiliki saudara yang pernah melakukan kawin kontrak. Pada tanggal yang sama, peneliti
akhirnya menemui ISY. Setelah menyampaikan maksud kedatangan peneliti, ISY kemudian menelpon SS. ISY menanyakan apakah SS bersedia untuk
diwawancarai atau tidak. Dari perbincangan tersebut, awalnya SS merasa keberatan, namun setelah ISY. meyakinkan bahwa peneliti akan menjaga privasi
SS, akhirnya SS pun menyetujuinya. ISY lalu memberikan nomor telepon SS pada peneliti.
Setelah mendapatkan nomor telepon SS, Peneliti segera menghubungi SS dan menanyakan pada SS kapan bisa bertemu. Tanggal 11 Februari 2012, peneliti
bertemu dengan SS di Taman Kerang sesuai kesepakatan bersama. Karena dirasa kurang nyaman, akhirnya wawancara dilakukan dirumah SS. Sosok SS yang
terbuka, membuat proses wawancara berjalan santai dan lancar. Karena waktu tidak mencukupi, proses wawancara dilanjutkan keesokan harinya.
Keesokan harinya, tanggal 12 Februari 2012 peneliti melanjutkan wawancara di kos teman SS di daerah Mulyoharjo Jepara. Pada wawancara kedua,
SS terlihat agak sibuk sehingga peneliti hanya mendapatkan sedikit informasi. Tanggal 25 Februari 2012, peneliti melakukan wawancara ketiga dirumah SS.
Setelah dirasa cukup, wawancara pun diakhiri. Meski demikian, hubungan peneliti dengan SS masih terjalin baik. Bahkan peneliti sempat beberapa kali diajak SS
untuk mencari kontrakan yang cocok untuk dijadikan salon. Dari sinilah, SS kemudian mengenal ST, sahabat SS sejak di bangku SMA. Peneliti akhirnya
memutuskan untuk menjadikan ST sebagai narasumber sekunder dengan alasan ST sering dijadikan tempat curhat oleh SS.
Penelitian dengan narasumber WW dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2012. Awalnya, peneliti mendapat informasi mengenai pelaku kawin kontrak dari
teman peneliti bernama NR. NR mengaku memiliki saudara yang sedang melakukan kawin kontrak. Peneliti pun akhirnya meminta NR agar mengantarkan
kerumah yang bersangkutan. Sesampainya dirumah WW yang terletak di desa Kuwasen, peneliti sempat
kecewa karena WW sedang tidak dirumah. NR akhirnya mengajak peneliti
kerumah kerabat WW yang berada disamping rumah WW. Di rumah kakak WW yang bernama ED, peneliti banyak mendapatkan informasi mengenai WW. ED
pun sempat menghubungi WW dan menanyakan apakah WW bersedia diwawancarai atau tidak. dan saat itu, WW menolak untuk diwawancarai.
Berbagai cara pendekatan dilakukan oleh peneliti tetapi belum berhasil. Peneliti akhirnya meminta bantuan pada NR untuk menemani peneliti
kerumah WW pada tanggal 18 Februari 2012. Akhirnya peneliti pun bertemu dengan WW. WW tetap merasa keberatan untuk diwawancarai, namun karena
peneliti terus meyakinkan bahwa peneliti berjanji akan menjaga privasi WW,WW pun akhirnya setuju. Wawancara hanya dilakukan sekali, mengingat WW sangat
sibuk. Untuk itulah peneliti benar-benar memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin untuk memperoleh keterangan yang cukup.
Penelitian ketiga dilakukan pada tanggal 21 November 2012.Peneliti mendapatkan informasi mengenai narasumber utama dari IP yang mengaku
memiliki teman yang pernah melakukan kawin kontrak. Peneliti ditemani oleh IP mendatangi rumah PJ. Setelah menjelaskan tujuan peneliti, PJ yang dikenal cukup
terbuka pun langsung menyetujui untuk diwawancarai saat itu juga. Penelitian pun dilanjutkan pada tanggal 23 November 2012.
Tanggal 19 November 2012, peneliti mendatangi Kantor Urusan Agama untuk meminta informasi mengenai kasus kawin kontrak di Jepara, namun karena
pihak KUA tidak tahu menahu mengenai hal tersebut, akhirnya peneliti pun mendatangi Kantor Departemen Agama dengan membawa surat penelitian dari
Fakultas yang telah disiapkan oleh peneliti, setelah menunjukkan surat penelitian
di bagian Humas, peneliti pun diminta menunggu beberapa hari lagi karena surat harus diproses dan nantinya akan direkomendasikan ke bagian yang sekiranya
relevan dengan judul yang digunakan peneliti. Peneliti pun akhirnya dapat bertemu dengan Kepala Sie Urusan Agama Drs. H Djalal Suyuti pada tanggal 22
November 2012. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan terkait kasus kawin kontrak di Jepara. Namun, pihak Departemen agama mejelaskan pada peneliti
bahwa selama ini tidak ada laporan dari masyarakat terkait kasus kawin kontrak. Kalaupun ada kasus semacam itu, tidak akan tercover dalam instansi resmi, karena
pada dasarnya kawin kontrak adalah perkawinan yang tidak dicatatkan. Senada dengan hal tersebut Drs. H Abdullah Tzanie, SH.MH sebagai
wakil Pengadilan Agama Kabupaten Jepara pun menanggapi hal yang sama, bahwa selama ini pihaknya tidak pernah menangani kasus perceraian, pembagian
hak waris ataupun tuntutan mengenai hak mendapatkan pengakuan anak yang berkaitan dengan kawin kontrak. Baik Departemen Agama dan Pengadilan Agama
tidak mengetahui adanya praktek kawin kontrak di Jepara, mereka justru mengetahui praktek tersebut melalui tayangan televisi.
Penelitipun sempat mendatangi beberapa kelurahan yang selama ini banyak dijadikan sebagai tempat tinggal warga negara asing. Namun, pihak
kelurahan pun menyatakan bahwa tidak ada warganya yang melakukan kawin kontrak, kalaupun ada pihak kelurahan tidak mengetahui hal tersebut.
Tanggal 18 Desember 2012, peneliti bertemu dengan tokoh masyarakat yang bernama bapak Ali Irvan. Beliau adalah mantan bupati Jepara dan kini
menjabat sebagai ketua Badan Amal Zakat. Dari perbincangan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kasus kawin kontrak memang telah ada sejak lama dan perkawinan seperti itu mereka memang diindikasikan sebagai pelacuran berkedok
agama, karena praktek perkawinan tersebut secara prosedur dianggap sah dengan mengatasnamakan nikah siri, dimana hukum perkawinan siri memang sah dari
sudut pandang agama. Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak Sakir, pemilik pondok
pesantren putra di daerah Mantingan Jepara. Beliau mengatakan bahwa meskipun kawin kontrak yang di dalam Islam disebut
mut‟ah telah diharamkan, namun hal tersebut masih banyak terjadi di kalangan masyarakat. Adanya praktek kawin
kontrak disinyalir telah terjadi sejak industri mebel di Jepara berkembang pesat. Pertemuan dengan bapak Sakir terjadi pada tanggal 27 Januari 2013. Sebelumya,
peneliti telah menyampaikan maksud dan tujuan peneliti pada bapak Sakir sejak tanggal 25 Januari 2013, karena kesibukan beliau akhirnya beliau meluangkan
waktunya pada hari minggu tanggal 27 Januari 2013. Salah satu metode yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah
wawancara, penggunaan metode ini diharapkan dapat merinci fenomena yang diteliti. Alat yang digunakan untuk melakukan perekaman adalah handphone,
dengan pertimbangan kepraktisan atas saran dari dosen pembimbing untuk menggunakan handphone. Peneliti meminta ijin terlebih dahulu kepada informan
untuk melakukan perekaman, setelah ijin diperoleh barulah peneliti melakukan wawancara yang disertai dengan perekaman.
Penelitian yang dimulai pada tanggal 4 Februari 2012 hingga 27 Januari 2013 merupakan proses yang memakan waktu cukup lama dan dirasa tidak mudah
bagi peneliti. Adapun kendala yang dihadapi peneliti antara lain : 1. Sulitnya menemukan narasumber utama yang bersedia untuk diwawancarai
2. Kasus kawin kontrak umumnya dilakukan secara diam-diam, sehingga masyarakat pun tidak mengetahui pasti mengenai kasus tersebut, hal ini
membuat peneliti cukup kesulitan menguak informasi mengenai praktek kawin kontrak yang masih berkembang di Jepara
. 3. Kasus kawin kontrak masih dianggap sebagai aib, sehingga masyarakat enggan
berbicara banyak mengenai kawin kontrak.Meskipun banyak yang mengetahui tentang siapa saja yang melakukan kawin kontrak, beberapa dari mereka yang
lebih memilih baik diam dan berpura-pura tidak mengetahui hal tersebut.
4.3 Koding