Encounter selectivity Hasil dan Pembahasan

115 Dengan mengacu pada model penelitian yang dilakukan oleh Booth and Potts 2006 yang membandingkan antara selektivitas gillnet dengan q r s t ut v untuk wxy tz {| y} xv u s perhitungan t u~ z { u vt r s tt~ t € v € ty dengan metode langsung dapat diaplikasikan. Dengan asumsikan bahwa kedua alat tersebut bersifat pasif maka besar ”encounter selectivity” pada kedua alat tersebut adalah sama walaupun sebetulnya tidak sama karena proses tertangkapnya ikan pada gillnet adalah karena alat tersebut ”tidak terlihat” oleh ikan sedangkan proses tertangkapnya ikan oleh q y st u t t adalah justru karena ”terlihat” oleh ikan. Penggunaan q y s t u t t dengan bukaan mulut yang besar jauh lebih besar daripada ukuran mata jaring  € u t t diasumsikan sebagai alat yang tidak selektif Rudstam t t x  . 1984 sehingga hasil tangkapan yang diperolehnya diharapkan dapat menggambarkan struktur populasi ikan target dan hal ini dimungkinkan kalau jumlah q y st u t t yang digunakan menangkap cukup banyak dan tersebar secara merata di suatu perairan Booth dan Potts 2006. Dengan membandingkan kurva yang dibentuk oleh hasil tangkapan sejumlah  € ut t dan sejumlah besar q y s t ut t akan diketahui perbandingan proposi yang diperoleh gillnet terhadap proporsi hasil tangkapan q y s t ut t yang mewakili gambaran struktur populasi ikan dalam populasi ikan di suatu wilayah perairan Gambar 57. Ukuran mata jaring  €  u t t disesuaikan dengan ukuran yang memberikan modus frekuensi panjang hasil tangkapan yang sama dengan modus hasil tangkapan q y st u t t sehingga sebaran frekuensi hasil tangkapan gillnet menggambarkan hasil tangkapan yang setengkup dengan hasil yang diperoleh q y st ut t . Gambar 57 Paduan model sebaran frekuensi hasil tangkapan q y s t ut t dan  € u t t berdasarkan panjang tubuh ikan. J u m la h t a n g k a p a n Panjang tubuh ikan kaku Fyke net kaku Gillnet kaku Kurva distribusi frekuensi panjang kaku Kurva Survivorship Molles 2008 kaku 116 Oleh karena hasil tangkapan ‚ ƒ „ … †…‡ ”mewakili” struktur populasi ikan di wilayah tersebut maka setiap puncak pada distribusi frekuensi hasil tangkapan ‚ ƒ„ … †…‡ nilai peluangnya adalah satu sehingga pada saat dilakukan perhitungan, skala kurva harus dikonversi ke skala maksimum sama dengan satu. Dengan demikian besarnya ˆ † ‰ Š ‹ †‡ … Œ Œ ŠŽ  Ž ‘ ‡ƒ akan sama dengan besar peluang titik puncak distribusi frekuensi hasil tangkapan gillnet setelah dilakukan penyesuaian skala tersebut.

5.3.2 Enter selectivity

’ ƒ„… † … ‡ pada umumnya memiliki pintu masuk yang cukup lebar sehingga dianggap tidak ada …†‡… Œ “ … ‘ … ‰ ‡  ”  ‡ƒ , tetapi pada ‚ ƒ„… † …‡ yang digunakan dalam penelitian ini pada pintu masuk diberi kisi agar bisa menahan masuknya penyu ke dalam alat tersebut. Dengan adanya kisi tersebut membuat pintu masuk menjadi kecil dan ukuran terbesar yang digunakan adalah 40 x 15 cm sehingga ikan dengan tinggi badan yang lebih besar dari 40 cm akan terseleksi dipintu masuk. Model seleksi pada pintu masuk ‚ ƒ „… † …‡ sama dengan model Œ … ‡   † “ … ‘ … ‰ ‡  ”  ‡ ƒ hanya arahnya yang berlawanan sehingga rumusnya juga diubah menjadi: ϕS = {1 + e [−ηS−S 50 ] } −1 atau SL = 11+ exp[ln9L - L 50 SR] Dengan asumsi bahwa faktor yang mempengaruhi masuknya ikan hanya besar bukaan pintu masuk dan bahwa semua ikan yang berhasil menemukan alat ini akan masuk ke dalam alat tersebut walaupun pada kenyataannya tidak demikian, maka model …†‡ … Œ “ … ‘ …„ ‡  ”  ‡ ƒ pada ‚ ƒ„… † … ‡ adalah sebagi berikut Gambar 58: 117 Gambar 58 Model hipotesis kurva selektivitas pintu masuk •–—˜ ™˜š dengan panjang vertikal maksimum 40 cm dan lebar 15 cm dengan nilai hipotesis L 50 =100cm. Pada kenyataannya peluang seekor ikan masuk ke dalam • –— ˜ ™ ˜š melalui pintu masuknya dipengaruhi banyak faktor terutama yang berasal dari ikan itu sendiri. Pada bubu yang diberi umpan, peluang masuknya ikan ke dalam bubu akan diperangaruhi oleh keterterikan ikan pada umpan tersebut. Hal ini tidak terjadi pada • – — ˜ ™ ˜ š karena alat ini tidak diberi umpan. Menurut Feruvik 1994 masuknya ikan ke dalam perangkap yang tidak berumpan disebabkan oleh sifat ” › ™œ ˜ž ž ” menerobos pada ikan. Tetapi faktor yang membuat ikan menerobos ke dalam alat tangkap tidak dijelaskan. Ada satu hal yang menarik dari masuknya ikan ke dalam alat ini, yaitu pada suatu percobaan yang dilakukan saat penelitian ini dilaksanakan yaitu dengan menempatkan • – — ˜ ™ ˜š di saluran keluar tambak yang berisi ikan belanak Ÿ œ › ¡ sp. Setelah semua air di dalam tambak dikeluarkan, terlihat banyak ikan yang keluar dan mengarah ke alat tersebut. Namuh setelah alat tersebut diperiksa tidak seekor ikan belanakpun yang tertangkap. Ternyata bingkai terdepan • – — ˜ ™˜ š terganjal oleh sebuah batu yang membuat celah kecil di bawah alat sehingga ikan dapat meloloskan diri melalui celah tersebut. Dari hasil pengamatan tersebut diduga bahwa ikan mampu mendeteksi aliran air yang lebih cepat dan pada celah 100 75 H as il T an gk ap an 50 25 80 110 90 Panjang Tubuh Ikan cm 100 120 SR L 50 118 tersebut aliran air tentu lebih cepat dibandingkan aliran air yang masuk melalui pintu masuk ¢ £ ¤ ¥ ¦¥§ . Oleh sebab itu diduga bahwa masuknya ikan ke dalam ¢ £¤ ¥ ¦¥ § dikarenakan adanya aliran air yang lebih cepat pada pintu masuk tersebut dibandingkan dengan aliran air yang melalui celah mata jaring pada dinding ¢£ ¤ ¥ ¦¥ § . Mungkin disilah peran ¨© ª £«¬ ­®¦ ¯ yang memiliki pintu yang cukup besar yang membuat aliran air masuk ke pintu tersebut lebih besar , namun hal ini masih memerlukan penelitian yang lebih seksama. Salah satu hal yang menentukan besarnya peluang untuk ikan masuk ke pintu perangkap ° ¥¦ § ¥ ¬ adalah bentuk mulutjalan masuk Mawardi 2000. Pintu yang berbentuk persegi yang memanjang secara vertikal akan memberi peluang lebih besar dibandingkan pintu persegi yang memanjang secara mendatar. Ada dua kepentingan yang saling bertentangan dalam penentuan lebar bukaan pintu masuk utama ¢ £ ¤ ¥ ¦ ¥ § , yaitu : 1 Semakin besar bukaan pintu masuk ¢£¤ ¥ ¦ ¥§ , maka akan semakin besar peluang ikan berukuran besar akan tertangkap oleh alat ini. 2 Dilain fihak semakin besar bukaan pintu masuk ¢ £ ¤¥ ¦¥§ , maka akan semakin besar peluang bagi tertangkapnya penyu oleh alat ini. Untuk mendapatkan bukaan pintu yang sesuai dengan kedua kepentingan tersebut maka pada penelitian ini dilakukan beberapa perubahan pada bingkai pintu masuk tersebut agar mendapatkan model dan dimensi pintu masuk untuk mendapatkan ukuran ikan tangkapan yang cukup besar tetapi cukup selektif terhadap penyu dan mamalia air. Pada ¢ £¤ ¥ ¦¥ § konstruksi pertama dicoba menggunakan pintu masuk dengan ukuran panjang 90 cm dan lebar 40 cm dan dipasang secara mendatar sehingga bukaan mulutnya lebih lebar kearah mendatar dibandingkan ke arah vertikal. Ternyata dengan ukuran pintu masuk demikian membuat seekor penyu dengan lebar karapas 40 cm terperangkap di dalam ¢ £¤ ¥ ¦¥ § . Oleh sebab itu pada konstruksi kedua bukaan pintu masuk ¢£¤ ¥ ¦ ¥ § diubah menjadi panjang 180 cm dan lebar 90 cm dan memanjang kearah vertikal dengan bukaan corong sebelah dalam dengan panjang 150 dan lebar 20 cm. Bingkai pintu masuk dibuat dari tali dengan diameter 6 mm. Ternyata kembali tertangkap seekor penyu dengan lebar karapas 40 cm. 119 Selanjutnya kembali dilakukan perubahan konstruksi bukaan pintu masuk ±² ³ ´ µ´¶ desain kedua menjadi 150 cm x 15 cm dan dibuat kisi dari tali sebanyak 6 buah yang membagi pintu tresebut menjadi 7 buah pintu kecil segi empat yang bersusun mulai dari dua buah berukuran 15 x 15 cm pada bagian atas kemudian empa buah 20 x 15 cm dibawahnya dan 1 buah pintu 40 x 15 cm pada bagian terbawah. Dengan menggunakan kisi tersebut ternyata selama penelitian berlangsung tidak didapati lagi penyu yang tertangkap. Pada konstruksi ± ² ³ ´ µ´¶ yang ketiga bingkai pintu masuk dibuat dari tali PE dengan diameter 10 cm agar lebih kaku. Dengan demikian diharapkan penyu tidak dapat memaksakan diri masuk menerobos pintu. Ukuran pintu masuk dibuat 100 x 15 cm dibagi menjadi 4 bagian, dua bagian atas berukuran 20 x 15 cm yang bersusun ke bawah dan dua bagian terbawah berukuran 30 x 15 cm untuk lebih memberi keleluasaan ikan dasar masuk ke dalam ± ² ³ ´ µ´¶ . Dengan adanya kisi yang membuat ukuran terbesar pintu masuk ± ² ³ ´ µ ´ ¶ tersebut adalah 40 x 15 cm pada ± ² ³ ´ µ´¶ desain kedua, ikan yang berukuran lebih besar dari ukuran pintu tersebut akan terhalang untuk masuk sehingga model selektivitas pada pintu masuk ±²³ ´ µ ´¶ juga merupakan fungsi logistik dengan asumsi bahwa alat penyaring dipintu masuk utama berfungsi dengan baik sehingga tidak ada ikan yang keluar melalui pintu utama tersebut. Fungsi logistik pada pintu masuk berlawanan arah dengan fungsi logistik · ´ ¶ ¸¹µ º ´ » ´¼¶¹½¹ ¶ ² yang diberikan oleh mata jaring pada dinding ± ² ³ ´ µ´ ¶ .

5.3.3 Retain selectivity

Besar · ´ ¶ ¸ ¹ µ º ´ » ´ ¼¶¹ ½ ¹¶² atau ” ¾ · ´ ¶ ¸¹µ ” pada ± ² ³ ´ µ´¶ ditentukan oleh 2 hal, yaitu: 1 Besarnya ukuran mata jaring yang digunakan untuk dinding alat. 2 Efektivitas saringan pada pintu masuk alat dalam menahan keluarnya ikan- ikan tangkapan melalui jalan masuk semula sehingga asumsi utama yang digunakan untuk dapat menghitung retain selektivity pada ± ² ³ ´ µ´ ¶ adalah saringan yang dipasang pada pintu masuk betul-betul efektif dapat