11 yang berasal dari pupuk Sarief, 1986. Penelitian Setiawati 1998 pada tanaman
tembakau, dengan menginokulasikan bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman.
Sastrahidayat et al., 2000 menyatakan bahwa aktivitas pelarutan senyawa P pada tanah-tanah masam oleh jasad renik tersebut memungkinkan konsentrasi P
terlarut yang dapat diserap tanaman meningkat, bersamaan dengan itu juga ada kecenderungan peningkatan serapan N dan K. Hal ini sejalan dengan penelitian
Prihatini dan Anas 1989 bahwa dari tanah Ultisol Rangkasbitung, Ciampea dan Ngawi telah diperoleh 5 isolat jasad mikrob pelarut fosfat yang sangat aktif dalam
melarutkan P dari sumber P yang sukar larut dalam media Pikovskaya. Penelitian Elfiati 2004 pada tanaman sengon dengan menginokulasi bakteri pelarut fosfat
terjadi peningkatan terhadap bobot kering sebesar 35 dibanding dengan kontrol. Meskipun mampu meningkatkan ketersediaan P, namun belum mampu untuk
mempengaruhi bobot kering tanaman. Hal ini disebabkan karena P yang tersedia tidak mencukupi untuk meningkatkan bobot kering tanaman.
2.3.2 Jenis-Jenis Mikrob Pelarut Fosfat
Jenis-jenis mikrob pelarut fosfat yang dapat digunakan yaitu Klebsiella terriguna, Pseudomonas putida, Pseudomonas flourescens, Bacillus subtilis dan
Yersinia kritensenii. Mikrob-mikrob tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P dam memperbaiki pertumbuhan tanaman. Pseudomonas putida,
Pseudomonas flourescens dan Klebsiella terriguna mampu melarutkan Ca dan P Premono, 1994.
Banyak jamur dan bakteri misalnya Aspergillus, Penicillium, Bacillus dan Pseudomonas yang merupakan pelarut potensial dari fosfat yang terikat. Bakteri
pelarut fosfat diketahui mereduksi pH substrat dengan mensekresi sejumlah asam organik seperti asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumatar
dan suksinat. Beberapa dari asam organik ini membentuk khelat dengan kation- kation seperti Ca dan Fe dan khelasi semacam ini sehingga dapat melarutkan P
sukar larut Subba Rao,1994. Pada tanaman tebu, penggunaan bakteri pelarut fosfat P. fluorescens dan P. Putida dapat meningkatkan bobot kering tanaman
sebesar 5-40 dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P asal TSP sebanyak 60-135 Premono, 1994.
12
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
dan penelitian lapang di rumah kaca Riau Andalan Pulp and Paper RAPP, Pelalawan dan Pangkalan Kerinci RD Nursary, Riau. Penelitian dimulai pada
September 2006 sampai dengan Juni 2007.
3.2 Bahan dan Alat
Pada penelitian di laboratorium, bahan yang digunakan adalah tanah gambut Pelalawan-Riau P01-P14 dengan bintil akar Acacia crassicarpa dan tanah
mineral Baserah-Riau M31-M45 dengan bintil akar Acacia mangium. Medium Yeast Extract Manitol Agar YEMA yang ditambahkan Congo merah Congo
Red digunakan untuk mengisolasi Rhizobium Somasegaran dan Hoben, 1985. Bromtimol Biru Bromthymol Blue untuk menguji reaksi isolat Rhizobium pada
YEMA, Pikovcsaya untuk mengisolasi Mikrob Pelarut Fosfat MPF. Gas Chromatograph Simadhzu Model 17 adalah alat yang digunakan dalam uji
Acetylene Reduction Assay ARA untuk mengetahui aktivitas nitrogenase dan UV-VIS 1201 Spektrofotometer Shimadzu 660nm untuk mengukur pelarutan P.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian di lapang yaitu cocopit sebagai carier. Cocopit merupakan bahan organik yang tingkat kematangannya
masih rendah fibrik sehingga kemampuan menyerap air tinggi namun secara visual tidak terlihat, berasal dari limbah sabut kelapa dengan serat yang pendek
halus. Wadah bibit berupa tabung dan penampan seperti persemaian di lapangan. Tabung yang digunakan untuk A. mangium volumenya 65 ml cocopit, sedangkan
untuk A. crassicarpa volume yang digunakan 90 ml cocopit. Pupuk yang digunakan adalah Osmocote dan Monopotassiumphosphate.