PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan Rhizobium dan Mikrob Pelarut Fosfat (MPF) Untuk Memperbaiki Pertumbuhan Bibit Akasia (Acacia mangium dan Acacia crassicarpa)

1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri kertas yang pesat menyebabkan kebutuhan bahan baku pembuatan kertas meningkat. Tetapi peningkatan kebutuhan bahan baku ini tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas tanaman hutan sebagai bahan utamanya. Dengan adanya penebangan hutan besar-besaran, pembakaran hutan dan konversi kawasan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman mengakibatkan bahan baku pembuatan kertas semakin menipis. Oleh karena itu, perlu adanya suatu strategi untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas. Akasia merupakan salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan utama pembuatan kertas. Jumlah akasia yang terbatas di alam membuat industri kertas harus berupaya agar akasia tetap tersedia saat akan digunakan dengan cara dibudidayakan. Akasia memiliki keuntungan sebagai tanaman yang dibudidayakan sebagai bahan baku pembuatan kertas karena memiliki daya adaptasi yang luas dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Akasia merupakan leguminosa yang tumbuh cepat fast growing species, dan dapat bersimbiosis dengan Rhizobium dalam menambat N 2 udara. Rhizobium merupakan mikrob penambat N 2 yang hidup bersimbiosis pada tanaman inang dari famili Leguminoceae dengan membentuk bintil pada akarnya. Bintil akar ini merupakan organ simbiosis yang aktif dalam melakukan fiksasi N 2 dari udara. Untuk menunjang simbiosis yang efektif antara Rhizobium dan tanaman akasia, maka dapat dilakukan dengan menginokulasikan Rhizobium pada pembibitan akasia. Penggunaan Rhizobium pada saat ini dalam pembibitan akasia belum dilakukan secara efektif karena masih memakai cara konvensional yaitu bintil akar yang mengandung mikrob penambat N dikumpulkan dari akar tanaman lalu disuspensikan dan disebarkan ke tanaman. Kelemahannya kualitas bintil akar tidak terjamin, sulit memperoleh jumlah inokulan yang diinginkan, tidak semua bintil adalah Rhizobium. Dengan demikian perlu adanya suatu upaya untuk 2 mendapatkan isolat Rhizobia yang efektif dalam menambat N sehingga dapat diaplikasikan di lapangan dalam pembibitan akasia. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman akasia dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Pembentukan bintil akar dalam pertumbuhan bibit akasia yang baik juga memerlukan fosfor. Pada tanaman legum, unsur P diperlukan untuk merangsang penambatan N 2 melalui peningkatan jumlah bintil pada perakaran sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Ketersediaan fosfor dalam tanah gambut dan tanah mineral masam masih rendah. Hal ini disebabkan pH tanah rendah dan ketersediaan Al dan Fe dalam tanah tinggi sehingga mengikat P. Kekahatan fosfor merupakan salah satu kendala utama dalam peningkatan produksi pertanian. Masalah penting dari pupuk P adalah efisiensinya yang rendah karena fiksasi P yang cukup tinggi oleh tanah. Pemberian pupuk fosfat dalam jumlah besar oleh pengaruh waktu dapat berubah menjadi fraksi yang sukar larut. Fosfat dalam tanah sukar larut, sehingga sebagian besar tidak tersedia bagi tanaman. Usaha meningkatkan efisiensi pemupukan P antara lain dilakukan melalui berbagai cara. Salah satu diantaranya dengan memanfaatkan Mikrob pelarut fosfat. Subba Rao, 1994. Mikrob pelarut fosfat memiliki peranan penting dalam meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah bagi tanaman. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrob pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Hal ini disebabkan mikrob pelarut fosfat dapat menghasilkan asam- asam organik yang selanjutnya akan bereaksi dengan alumunium fosfat, besi fosfat dan kalsium fosfat, sehingga fosfat yang tadinya sukar larut menjadi mudah larut dan tersedia bagi tanaman Walker, 1975. Berdasarkan hasil penelitian Laboratorium Bioteknologi Tanah, Institut Pertanian Bogor diperoleh inokulan mikrob pelarut fosfat yang mampu meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman diantaranya BBP-1, CKP2-3, CKP3-3 dan GP3-2 mampu meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman tetapi belum mampu meningkatkan bobot kering tanaman Elfiati, 2004. Kendala pemupukan P yang kurang efektif dan penggunaan Rhizobium yang masih menggunakan cara konvensional mengakibatkan perlunya suatu upaya 3 untuk memperbaiki kondisi seperti itu. Hal itu dapat dilakukan dengan menginokulasikan Rhizobium yang mampu menambat N 2 udara dan Mikrob Pelarut Fosfat yang memiliki kemampuan melarutkan P sukar larut pada pembibitan akasia dengan tujuan mendapatkan bibit akasia yang berkualitas sehingga dapat mengurangi pupuk anorganik

1.2 Tujuan

1. Mengisolasi Rhizobium dari tanah gambut dan tanah mineral serta bintil akar tanaman A. mangium dan A. crassicarpa. 2. Mengisolasi Mikrob Pelarut Fosfat dari tanah gambut dan tanah mineral. 3. Menyeleksi Rhizobium lokal yang memiliki kemampuan dalam menambat N 2 udara dan Mikrob Pelarut Fosfat yang memiliki kemampuan melarutkan P-sukar larut. 4. Menguji kemampuan isolat Rhizobium dan Mikrob Pelarut Fosfat dalam memperbaiki pertumbuhan bibit akasia A. mangium dan A. crassicarpa.

1.3 Hipotesis

1. Rhizobium yang mempunyai kemampuan menambat N 2 udara yang tinggi dapat diisolasi dari tanah dan bintil akar tanaman akasia. 2. Mikrob Pelarut Fosfat yang mempunyai kemampuan dalam melarutkan P sukar larut dapat diisolasi dari tanah mineral masam dan tanah gambut. 3. Pertumbuhan akasia yang diberi inokulan memberikan respon yang positif dibanding tanpa inokulan. 4. Kebutuhan pupuk anorganik dapat ditekan dengan penggunaan Rhizobium dan Mikrob Pelarut Fosfat. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1